[19] Diskon 75%

Sesuai rencana, minggu pagi kelompok yang bertugas untuk belanja pergi ke pasar di pusat kota. (Name) juga ikut dengan tim ini. Alasannya, ia ingin memastikan sendiri soal bahan makanan yang akan ia masak nanti malam.

Kalau bahannya kurang bagus, nanti rasa makanannya juga akan kurang. Tapi sebenarnya bukan itu alasan satu-satunya (Name) ikut ke pasar di pusat kota. Tentu saja, ia ingin mengunjungi kafe lamanya. Katanya sih, Verdent Cafe sedang direnovasi karena bekas pertarungan waktu itu.

Ya bagaimana, (Name) rindu dengan kafe tempat lamanya kerja dan ia juga ingin mengunjungi Sanjiro, kepala koki sekaligus pemilik kafe yang sudah berbaik hati menampung (Name) beberapa tahun belakangan.

"Ini list buah-buahan yang harus kalian beli. Pokoknya kalian pilih buah-buahan yang segar ya! Supaya rasanya nanti tidak aneh," kata (Name) sambil menyerahkan kertas yang telah ditulis nama-nama buah yang harus dibeli kepada Hagakure dan Shoji.

"Tenang (Name)! Aku sering berbelanja buah kok." Hagakure mengambil kertas tersebut dengan tangan tak terlihatnya.

"Kalau nanti kami kesulitan. Aku akan menelponmu (Name). Jadi jaga ponselmu tetap menyala," pesan Shoji.

"Ah iya. Ingat kalian semua selalu jaga ponsel tetap menyala. Jangan sampai hilang di pasar," peringat Iida. Yang lainnya mengangguk.

"Sejujurnya malah aku yang takutnya hilang di pasar," imbuh (Name). Ia mengerucutkan bibirnya.

"Bagaimana mungkin? Bukannya kau berasal dari daerah sini?" tanya Midoriya heran.

(Name) menggeleng singkat. "Aku tak terlalu hapal daerah ini. Itu karena yang bertugas berbelanja pasti staff yang lain. Dan lagi aku cuma hapal daerah di sekitaran Verdent Cafe," jelas (Name).

"Kalau begitu kau harus ikut bersamaku (Name)," ujar Iida sambil menaikkan kacamatanya.

(Name) tersenyum mendengarnya. Ia mengacungkan jempolnya untuk Iida. "Oke, Captain!"

(Name) mengangguk sambil membaca list belanjaan selanjutnya. Ia tengah memutuskan orang selanjutnya yang akan ia beri amanah untuk membeli sayuran dan bahan lainnya seperti tepung dan beras.

"Sayuran dan bahan pokok lainnya kalian yang beli saja." (Name) menunjuk Kaminari dan Tokoyami. Diserahkannya kertas yang sama seperti sebelumnya namun dengan isi list yang berbeda.

"Sementara kami bertiga akan pergi ke pasar daging," sambung (Name).

"Sekarang pukul tujuh lewat delapan belas. Kita akan berkumpul di taman ini dua jam lagi. Baiklah teman-teman kita bisa mulai berpencar. Jangan sampai tersesat dan telat," perintah Iida.

Tepat setelahnya masing-masing kelompok berpencar ke tujuannya masing-masing.

Hagakure dan Shoji langsung menuju pasar buah. Pasar di pusat kota sendiri sangat besar. Kompleks pasar tradisional dan pasar swalayan memang dipisah. Dan (Name) menyuruh mereka untuk berbelanja di pasar tradisional. Selain karena bisa ditawar, barang-barang yang dijual juga lebih segar. Walaupun Iida telah membekali mereka uang yang lebih dari cukup. Tetap saja menghemat itu penting.

Ada puluhan kedai yang menjual beragam buah di blok ini. Keramaian pasar terasa menguar. Aktivitas tawar-menawar juga tak kalah kontras. Wangi buah-buahan segar sangat menggoda. Hagakure selalu suka senang berbelanja di pasar buah.

"Shoji apa list pertama kita?" tanya Hagakure sembari matanya menjelajahi seisi pasar.

"Semangka. Enam buah," jawab Shoji.

"Ah! Aku tahu dimana tempat yang menjual semangka di sini. Kita pasti diberi banyak diskon. Dia juga kenalan Ibuku!" seru Hagakure. Ia segera menarik salah satu tangan Shoji dan mengarahkan pemuda itu ke suatu tempat.

Di sisi lain Midoriya, Iida, dan (Name) baru saja memasuki pasar daging. Aroma berbagai macam daging langsung menusuk hidung ketiga orang murid U.A itu kala mereka baru beberapa melangkah masuk. Suara pisau yang mencincang daging, derit berkarat besi timbangan, serta orang berlalu-lalang menjadi pemandangan umum pasar. Tidak terlalu beda dengan di pasar buah.

"Kita harus membeli daging sapi sebanyak tiga kilo, daging ayam lima kilo, oh dan ada udang sakura juga." Iida membacakan listnya dengan runtut akan tetapi (Name) tidak mendengarkan.

"Terima kasih paman untuk bonus tulang iga sapinya!" seru (Name) dengan senyuman cerah.

"Iya Dik, besok datanglah kemari lagi."

(Name) mengambil kantong berisi tiga kilo daging sapi, lima kilo daging ayam, dan entah bagaimana caranya ia mendapat bonus setengah kilo iga sapi.

"Ayo kita pergi ke pasar swalayan, Tenya, Izuku! Jam segini di pasar ikan pasti yang tersisa cuma yang kurang segar. Kita beli udang sakura di swalayan saja," kata (Name) santai sambil berbalik, menghadap Iida dan Midoriya yang memasang wajah herannya.

"(Name), biar aku bantu bawa." Iida dengan inisiatif mengambil salah satu kantong yang berisi daging sapi dan iga sapi. Ia terkejut, bukan karena iga sapinya tapi karena ....

"(Name) ini kan daging sapi jenis—"

(Name) mengarahkan telunjuknya ke bibirnya. Ia tersenyum miring. Kemudian mengedipkan sebelah matanya jahil. "Aku dapat diskon spesial 75%!"

"Tapi dengan uang yang aku bawa tiga kilo daging sapi dengan kualitas ini tidak akan cukup," balas Iida masih tidak terima dengan kenyataan.

Midoriya yang tidak mengerti memilih mengangkut belanjaan di tangan (Name). Mereka mulai berjalan keluar dari pasar daging.

"Harusnya kan kita bersyukur dapat harga murah dengan kualitas bagus," kata Midoriya dari samping kiri (Name).

"Nah, Izuku memang pintar. Kalau kalian mau tahu mengapa aku bisa mendapatkan harga semurah itu. Kalian harus belajar dari ibu kalian. Karena ini adalah skill alami perempuan yang telah diturunkan selama berabad-abad," terang (Name) dramatis.

Seakan-akan tawar-menawar adalah kegiatan paling sakral di dunia. Padahal yang (Name) lakukan tadi adalah membawa-bawa nama Verdent Cafe supaya harganya bisa ditekan. Itu sih bukan tawar-menawar namanya.

"Lagipula, aku pernah mendengar cerita Rineko-senpai. Salah satu dtaff Verdent cafe yang selalu bertugas belanja, dia bilang pedagang di daerah sini itu ramah-ramah. Lalu kalau yang membeli adalah sesama pebisnis di daerah sini, misalnya rumah makan atau cafe, pasti akan diberikan harga murah bahkan sampai ditekan jauh," jelas (Name).

"Ooh jadi semacam relasi," komentar Midoriya.

"Nah iya begitu."

"Berarti, jangan bilang kau menjual nama Verdent cafe kepada penjual tadi!"

(Name) mengangguk dengan santai sambil berjalan sedikit lebih cepat. Ia berbalik, menghadap kedua temannya kemudian berjalan mundur.

"Kan yang terpenting kita dapat harga murah. Dapat bonus lagi!"

Entah kenapa Iida ingin memukul (Name). Di telinganya alasan (Name) sama sekali tidak masuk akal dan malah terdengar seperti tindakan kriminal.

°°°°°

"(Name) memerintahkan kita untuk membeli dua jenis beras. Yang satu beras biasa, yang satunya kita harus membeli jenis koshihikari," kata Tokoyami.

Kaminari yang mendengar itu tentu saja cuma nyengir. Mana mengerti dia soal jenis beras-beras jepang.

"Beras apa itu? Aku tidak tahu apa-apa. Ah, sejak kecil aku selalu disegel dari daerah dapur," balas Kaminari dengan desahan frustasi.

"Beras koshihikari adalah sebutan untuk jenis beras yang digunakan dalam membuat sushi. Karena beras jenis itu lebih lengket," terang pedagang yang menyaksikan dua orang lelaki di kedainya yang kebingungan sejak sepuluh menit yang lalu.

Mereka berdiri di depan barang dagangannya sambil bermain beras tanpa memesan atau membeli satu benda pun.

"Kenapa (Name) menyuruh kita membeli beras ini. Memangnya sushi masuk menu utama?" tanya Tokoyami.

"Aku sih percaya dengan skill memasak (Name). Kita ikuti saja listnya. Baiklah paman beras koshikirinya satu karung dan beras biasa satu karung."

"Beras koshihikari," koreksi Tokoyami sambil melihat list.

"Ah iya itu maksudku! Tolong ya paman," ujar Kaminari kepada Si Pedagang.

Paman penjual beras tersenyum ramah melihat kepolosan dua anak laki-laki di depannya yang disuruh membeli beras. Ia juga lumayan tidak paham mengapa dua lelaki ini diperintahkan untuk membeli beras yang cukup banyak.

"Kalau berasnya sebanyak ini sih bisa cukup untuk berminggu-minggu," komentar Tokoyami sambil menyerahkan sejumlah uang kepada penjual.

Kaminari mengangkat salah satu karung beras. "Kelihatannya (Name) tipe perempuan yang suka kelaparan tengah malam."

"Aku pikir kau juga begitu Kaminari."

"Hehe ... itu berarti sekarang ada yang bisa memasak untukku kalau tengah malam."

Tokoyami mengangkat karung beras yang lain dengan bantuan Darkshadow. "Aku tak yakin akan semulus itu."

"Lebih baik sekarang kita kembali," kata Darkshadow mengingatkan.

°°°°°

Tim Hagakure dan tim Tokoyami sudah berkumpul di titik awal dengan belanjaan lengkap. Mereka berkali-kali mengecek list dan tidak ada gang tertinggal. Cuma kelompok (Name) yang belum kembali. Padahal mereka yang paling cepat membeli sebenarnya. Skill (Name) kan tidak main-main. Apalagi sewaktu di pasar swalayan quirk Iida membantu dengan cepat dalam pencarian barang.

Memang sebenarnya belanjaan mereka sudah selesai sih. Karena kenyataannya ketiga orang itu nyangkut dulu di salah satu optik untuk membeli kacamata (Name). Kemudian membeli boba, dan tentu saja foto-foto dulu di spot bagus. Padahal Iida capek banget bilangin (Name) tapi dianya bebal banget.

"Ayok kita foto boba kita bertiga. Ceritanya squad. Aku mau bikin story," kata (Name) sambil mengeluarkan ponselnya.

Midoriya dan Iida yang mendengar itu tentu saja kaget, mereka menatap (Name) datar. Rupanya teman barunya itu narsis juga. Memang sih beberapa anak perempuan di kelas juga melakukan hal ini. Tapi tetap saja agak memalukan.

"Oke!" seru (Name) setelah mengambil gambar tiga buah minuman yang sedang mereka pegang.

Ia kemudian mengepostnya di akun sosial medianya. Walaupun gadis itu dikejar-kejar oleh pihak lain tetap saja jiwa narsisnya ada. Entah bagaimana ia tidak takut muncul di sosial media, yang untungnya ia tidak terlalu tenar. (Name) hanya berteman dengan sesama staff Verdent Cafe dan baru-baru ini menambah list pertemanan dengan anak 1-A.

Postingan itu pun langsung dibalas oleh beberapa orang.

Denki Kaminari
Hoi kalian kembalilah cepat. Kami sudah lama menunggu.

Todoroki Shoto
Rupanya kalian bersenang-senang

Yaoyorozu Momo
Harusnya aku tadi ikut juga~

Bakugou Katsuki
Aku akan membunuhmu kalau pesananku tidak kau belikan.

"Ih Denki suruh kita balik cepat," kata (Name) saat melihat balasan postingannya. "Ini bakugou juga ribut banget. Kan pesanan dia dibeli sama tim Tokoyami!" sambungnya.

"Kan aku sudah memperingatkan daritadi (Name)!" balas Iida gemas.

"Ya sudah kalian kembali saja duluan. Masih ada yang harus aku lakukan. Aku kau ke Verdent cafe dulu," jelas (Name).

Entah kenapa radar Midoriya mengartikan kalimat (Name) dengan berbeda. Ia malah berfirasat buruk soal (Name) yang akan mengunjungi tempat asalnya bekerja yang tengah direnovasi tersebut.

"Kau yakin bisa pergi sendirian?" tanya Midoriya khawatir.

Iida yang mendengar nada bicara Midoriya pun langsung paham. "Bagaimana kalau kami menemanimu?"

"Eh ... tapi kalian harus kembali dengan belanjaan ini. Aku cuma mau bertemu Sanjiro saja kok. Soalnya aku dapat kabar semalam dia sudah pulang dari rumah sakit," sergah (Name). Ia tak begitu suka merepotkan teman-temannya.

Sementara Iida khawatir soal (Name). Setelah mendengar cerita semalam dari Todoroki dan Midoriya sedikitnya Iida paham dengan apa yang terjadi. Ia takut (Name) kembali diincar oleh faksi penjahat.

"Kalau begitu biar aku saja yang kembali," kata Midoriya tiba-tiba. Ia mengambil semua belanjaan yang sebenarnya cukup berat. Terima kasih pada All Might berkat pelatihannya yang berhasil membuat Midoriya menjadi kuat.

"Eh kau tak perlu repot begitu Midoriya." Wajah (Name) berubah tak enak. "Aku bisa sendiri," sambungnya.

Sementara Iida yang memahami maksud Midoriya setuju. "Mohon bantuannya Midoriya. (Name) aku akan menemanimu."

"Kenapa kalian jadi protektif begini sih? Aduh, senangnya diperhatikan."

Rasanya Iida ingin memukul kepala (Name). Sayangnya ini di tempat umum.

°°°°°

(Name) dan Iida sudah berada di depan Verdent Cafe. Suasana kafe itu sunyi. Dari balik kaca mereka berdua dapat melihat isi kafe yang lumayan berserakan. Ada banyak semen dan alat-alat tukang. Beberapa bagian kafe tampak seperti sudah setengah diperbaiki. Asumsi (Name) para pekerjanya mungkin belum datang. Bisa jadi mereka bekerja di waktu siang sampai malam.

Melihat itu wajah (Name) berubah kusut. Entah siapa yang harus ia salahkan soal insiden kemarin. Tempat pulang satu-satunya tampak jadi mengerikan. Ia tidak bisa membayangkan kerugian yang dialami oleh Sanjiro. (Name) menggigit bibir bawahnya sembari meraup oksigen dengan pelan.

"Jadi bagaimana?" tanya Iida.

"Apartemennya ada di atas. Lewat tangga sini," jawab (Name) datar. Ia menuntun Iida ke samping Verdent Cafe. Di sana terdapat sebuah tangga yang menuju ke lantai dua Cafe.

Saat menaiki tangga (Name) masih tetap fokus melihat ke dalam Cafe. Mengintip sekaligus bernostalgia. Ia bisa melihat bayangan dirinya bolak-balik menjajakan makanan, membersihkan meja, atau sekedar menjahili rekan kerjanya yang lain. Ia juga ingat persis bagaimana ia selalu dimanjakan karena ia adalah staff termuda di sana. Apalagi sewaktu natal ia akan mendapatkan banyak hadiah. Yang pasti tidak mungkin ia dapatkan dari kedua orang tuanya bahkan sejak keluarganya masih lengkap.

Saat mata (Name) berfokus pada daerah dapur yang terlihat sedikit dari jendela samping, di situlah (Name) menyadari seseorang dengan baju serba hitam melintas, seperti sekelebat bayangan yang amat cepat. (Name) menghentikan langkahnya dan mengusap matanya. Tak mungkin itu hantu kan?

"Ada apa (Name)?"

"Aku melihat seseorang di dalam kafe," jawabnya. Matanya masih terus mencari sosok itu.

"Mungkin itu tikus," sahut Iida.

"Tidak, bentuknya jelas-jelas orang." (Name) menyanggah sambil mulai menuruni tangga namun tangannya ditahan oleh Iida.

"Kita bisa selidiki itu nanti. Tapi kita harus kembali ke tujuan awalmu kan?" peringat Iida. (Name) berdecih, agak tidak terima namun Iida benar. Ia masih penasaran tentang orang yang barusan ia lihat.

Baiklah, bisa jadi itu cuma khayalannya saja.

Kedua orang itu kembali naik ke lantai dua. Di sana ada dua kamar apartemen berukuran sedang. Pintu pertama adalah kamar (Name) sedangkan pintu di sebelahnya merupakan apartemen pemilik kafe, Sanjiro.

(Name) mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Paman Sanjiro. Ini (Name)! Aku pulang dan ingin menjenguk," serunya dengan nada yang agak tinggi. Supaya Sanjiro mendengarnya.

Tidak ada balasan dari dalam. "Paman. (Name) pulang," ia mengulangi kalimatnya sambil terus mengetuk. Namun tetap saja hasilnya nihil dan tidak ada jawaban.

(Name) kemudian memilih mengeluarkan kunci apartemennya yang slotnya sama dengan pintu kamar pemilik kafe. Sewaktu (Name) ingin memasukkan kunci itulah ia sadar bahwa slot kunci di pintu apartemen Sanjiro sedikit gosong dan penyok.

(Name) menjatuhkan kuncinya. Pikirannya sudah melayang kemana-mana soal keadaan Sanjiro. Ia ingat sekali sewaktu hari pertamanya di U.A pagi harinya ia kembali ke sini dan slot pintu ini masih mulus. Atau mungkin memang (Name) yang tidak pernah menyadarinya.

(Name) pun berinisiatif memutar kenop pintu yang ternyata memang tidak dikunci. Jantung (Name) semakin berpacu kala ia menggeser pintu itu sedikit demi sedikit. Iida yang berada di samping (Name) hanya bisa menunggu dengan sejuta pikiran lain di dalam kepalanya. Soal slot kunci yang gosong dan mengapa pintu tersebut dibiarkan tidak terkunci.

Barulah saat pintu itu terbuka lebar (Name) sontak ingin menangis. Di dalamnya ada sekumpulan orang yang tidak (Name) kenal. Seseorang dengan luka jahitan yang aneh sedang mencekik pemilik kafe. Di tangannya berkobar segenggam api biru. Perempuan berambut pirang sedang duduk di ranjang Sanjiro. Sekumpulan aura hitam yang dibungkus jas rapi berada di sudut ruangan. Namun yang paling membuat (Name) terkejut adalah seseorang pucat yang ada di hadapan (Name) saat ini.

Tangannya menyentuh dan menekan salah satu urat di leher (Name). Dari balik wajahnya yang tertutupi sebuah tangan (Name) dapat melihat seringainya yang menyeramkan. Entah bagaimana ketakutan dan kemarahan (Name) memacu dan sudah memuncak ke ubun-ubunnya.

"Selamat datang Nona (Surename)," sambut orang yang tengah mencekik (Name).

Iida segera mencengkram bahu (Name) dan menangkis tangan penjahat yang tengah berusaha membunuh temannya. Selanjutnya terdengar dentuman yang cukup hebat di pusat kota.

°°°°°

Tbc.
|
|

Sengaja postnya tanggal lima. Biar nanti jadwalnya angkanya cantik :v
Owalah motivasi macam apa ini.
Yeay (Name) ketemu faksi penjahat meskipun belum full team.

Btw aku kangen banget sama cerita ini. Untung alurnya masih tetap bersih di kepalaku. Nanti (Name) bakal begini dan begitu.

Owalah semoga corona cepat selesai. Ingat gais #dirumahaja

Semoga Indonesia dan seluruh dunia kembali pulih.

Luv ya,
|
|
Chariot.-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top