07:33
.
.
Kirishima langsung menyambar seragam olahraganya dari gantungan baju dan memakainya secepat kilat. Bodo amat masih agak basah. Ia cepat-cepat turun dari kamarnya yang notabenenya di lantai 8 menggunakan tangga darurat. Lift sedang ramai dan dari tadi handphonenya berisik.
Satu pesan singkat membuat Kirishima kelabakan seperti orang tertinggal masuk surga. Ia bahkan melawati jadwal sarapan. Kirishima yakin, porsinya pasti dihantam oleh Kaminari. Ukh!
"Hero 1-A" (22)
Eraserhead
Ada kelas khusus pelatihan quirk pukul 07:40.
Berkumpul di lapangan gedung kepahlawanan.
Tidak ada yang telat.
Di hari sabtu yang damai ini, harusnya Kirishima gunakan untuk tidur sepuasnya atau nongki bersama bro squad, tapi malah dapat notif begitu.
Untungnya Kirishima tidak telat saat sampai di lapangan. Cuma ya memang dia yang datangnya paling terakhir.
"Kirishima kau berkeringat loh," kata Mina sambil memberikan sebuah handuk.
Kirishima mengambil handuk itu dan mengelap keringatnya dengan kasar. "Habisnya aku takut telat."
"Iya sih. Hukuman Aizawa-sensei ga pernah waras soalnya," ucap gadis merah muda itu dengan senyum kecut. Mina ingat betul sewaktu kelas tambahan bersama Aizawa-sensei kemarin ia dihukum karena salah menjawab satu soal. Dan hukumannya adalah mencari kelabang albino, gila. Karena ga dapat jadilah Mina kembali ke asrama dengan seabrek tugas. Untungnya waktu itu ia dibantu oleh Yaoyorozu untuk menyelesaikan tugas terkutuk dari Aizawa-sensei.
Kirishima langsung berbaris di barisan anak laki-laki. Kaminari yang berdiri di samping Kirishima menyikut anak berambut merah itu.
"Tidur atau mati? Padahal pintumu sudah aku ketuk dengan taruhan jiwa dan raga," kata Denki lebay.
"Kau terlalu berlebihan," sambar Kirishima. Hidungnya hampir mimisan mendengar kalimat Denki.
"Kau harusnya menghargai usahaku dong. Aku bisa digiling oleh penjaga asrama kalau ketahuan gedor-gedor pintu buat membangunkanmu jam 5 pagi!" balas Kaminari tak kalah kesal.
"YA MEMANGNYA SIAPA YANG MENYURUHMU MEMBANGUNKANKU JAM 5 PAGI BODOH!!!" Kirishima kan jadinya ngegas.
Kaminari masih dengan sifat tak berdosanya. "Memang ya kita itu harusnya menginap di kamar Todoroki saja."
Yang disebut langsung menoleh ke belakang. Menatap tajam dua orang yang baru saja menggibah dirinya.
Anak-anak 1-A yang dikumpulkan secara urgent itu akhirnya fokus pada wali kelas mereka. Bagi siswa lama kegiatan ini sudah jelas, untuk mengukur seberkembang apa quirk yang mereka miliki selama mereka belajar di U.A dan kegiatan ini dilakukan sebulan sekali.
Tentu saja (name) sangat asing dengan kelas khusus hari ini. Pengembangan bakat katanya. (Name) sih tidak perlu. Baginya ia sudah cukup keren. Lagipula ia sama sekali tak berharap kutukan yang tersemat di dalam dirinya sejak usia 4 tahun itu berkembang lebih jauh.
"Ini adalah kelas khusus pelatihan quirk yang kelima. Seperti biasa pertama tugas kalian adalah melempar bola kasti ini sejauh yang kalian bisa," jelas Aizawa-sensei sambil melempar-lempar kecil bola kasti di tangannya. "Gunakan kemampuan quirk kalian dan lakukan lemparan terbaik," sambungnya.
Satu persatu murid mulai mengambil bolanya masing-masing dan berbaris dengan satu banjar menurut absen. Artinya (name) ada di paling akhir. Uraraka yang berbaris di depan menoleh ke belakang. Ia menunjukkan bolanya.
"Teman-teman ayo lakukan yang terbaik!" seru Uraraka.
Midoriya menyahut, "aku juga akan melakukan yang terbaik!"
Dua cinnamon roll kelas berhasil membuat kadar semangat murid 1-A meningkat drastis. Anak-anak sangat bersemangat dan mendukung satu sama lain. (Name) juga ikut senang melihat teman-temannya. Padahal ia tak punya niat lebih dalam tes kali ini. Tapi melihat teman sekelasnya tersenyum rasanya dia jadi mengingat sesuatu yang sangat hangat.
Kehangatan yang sudah lama sekali. Memori yang sudah terkubur dalam sudut otaknya yang paling berdebu, entah kenapa muncul kembali. Suara itu seperti sebuah prasasti di kepala (name).
"Nee-chan kalau melihat saudara kita yang lain tersenyum menyenangkan ya?"
(Name) menatap bola di tangannya dan bergumam. "Aku akan menemukanmu a–"
Seseorang menepuk pundak (name). Gadis itu mendongak, memberhentikan gumamannya.
"Yaoyorozu Momo?"
Momo tersenyum. "Ini mungkin kali pertamamu tapi kau harus melakukan yang terbaik. Aku yakin kita semua bisa melakukannya!" tukas Yaoyorozu. Senyumnya entah bagaimana membuat bibir (name) ikut melengkung juga.
"Tentu saja. Aku ini siswa undangan!" balas (name) menaikkan rasa bangganya.
Mereka kemudian melakukan tos.
Satu persatu murid dipanggil. Masing-masing dari mereka melakukan lemparan yang keren. Sejauh ini yang paling minim cuma berjarak 63 meter, milik Mineta. Itupun (name) sudah menganggapnya sangat-sangat hebat, bagus, perlu diapresiasi, amazing, shining, shimmering, splendid, atau apalah dia terlalu overreact pada teman sekelasnya. (Name) selalu terkagum-kagum setiap melihat teman-temannya melempar bola. Ia selalu bilang...
"WOAHHH!!!"
"MANTAP!!!"
"KAMINARI KAU GILA!"
"LEMPARANMU LEBIH JAUH DARIPADA JALAN HIDUPKU!"
"SUDUT LEMPARANNYA LEBIH SEMPURNA DARIPADA IBADAHKU!"
Ngawur pokoknya.
Di sisi lain ada kekuatan zero gravity Uraraka yang memang tak bercelah. Gadis itu selalu berhasil menghilangkan bola kastinya jauh di luar angkasa. Kata Mina, misalnya nanti ada alien yang menemukan bola kasti di luar sana sudah pasti dari Uraraka.
Lalu ada Bakugou. Dengan teriakan sakralnya dan ledakan di tangannya yang menaikkan daya dorong pada bola, ia berhasil menembus 800 meter. Walau wajahnya masih kelihatan tidak puas. (Name) yang melihat wajah kusut anak itu meneriakinya penuh semangat.
"KATSUKI BAKUGOU TADI ITU KEREN SEKALI!!!"
Di hatinya gadis itu berbisik, "aku ingin melakukan lemparan sekeren Bakugou sambil mengatakan MATIIII!!!, begitu!"
Bakugou menoleh lalu berdecih.
"Simpan saja bualanmu cewek aneh," sahutnya cepat.
"DIH, BERTERIMA KASIH DONG DASAR MERCON BANTING!" balas (name) sambil melipat dahinya kesal.
"MAU KULEDAKKAN MULUTMU SUAPAYA KAU DIAM SELAMANYA HAH?!" Kirishima dan Kaminari dengan sigap menyeret Bakugou ke sebuah pohon rindang besar di tepi lapangan. Sebelum sempat terjadi pertikaian di lapangan lebih baik diamankan.
Todoroki menoleh ke belakang memperhatikan keributan yang ada. Ia kemudian menghentikan pandangannya pada mata (e/c) (name) yang entah bagaimana terlihat sangat indah pagi itu. Ia jadi ingat harus berterima kasih pada (name).
"(Name)!" panggil Todoroki pelan.
"Ya?" Dengan tumbennya sensor telinga (name) berfungsi sangat baik. Padahal Todoroki memanggil namanya setara dengan suara semut. Mungkin pengaruh orang tampan. Jadi telinga (name) akan menangkap suara sekecil apapun itu jika yang melontarkannya mulut manusia berwujud indah, pasti langsung terdengar.
(Name) menyahut Todoroki dan memasang wajah bingungnya yang terlihat sangat polos dan lugu. Todoroki yang melihat itu sejenak lupa apa yang akan ia sampaikan. Ia bahkan mulai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia gugup.
"Kalau kau cuma mau mengerjai aku. Bola kasti di tanganku ini bakalan kulempar ke hidungmu loh!" ancam (name) sepersekian detik kemudian. Ia kesal si Todoroki udah manggil, bukannya ngomong.
Seketika otak Todoroki tidak jadi kabur. Gugupnya hilang. Apa yang harus ia gugupkan sih? Ia itu berbicara dengan (name)! Spesies perempuan bar-bar dengan genus paling langka yang nyasar di kelasnya.
"Tidak...aku cuma--"
"Todoroki Shoto!" Aizawa-sensei mengintrupsi. Tiba-tiba anak itu dipanggil untuk melakukan tes melempar bola. (Name) cuma menatap punggung manusia setengah es setengah api itu yang mulai menjauh.
"Ga jelas!" gumamnya.
(Name) memperhatikan bagaimana Todoroki akan melempar bola. Lelaki itu melakukan kuda-kuda dan awalan yang umum untuk melempar sebuah soft ball. Ia kemudian mengayunkan lengannya dengan kuat. Tepat sebelum bola di tangannya terhempas membelah kerapatan udara, bola itu lebih dulu tertutup kristal es. Setelahnya bola itu melesat sangat cepat, mata (name) yang memang minus tidak dapat mengikuti kemana hilangnya bola es tersebut. Selanjutnya terdengar suara robotik melaporkan hasil tes. "Todoroki Shoto, 834 meter."
(Name) ingat, beberapa meter lebih sedikit dari Bakugou.
Setelah melempar bola itu Todoroki menatap tangan kanannya. Tidak ada satu ekspresipun terpancar dari wajahnya. Cuma datar dan dingin seperti es yang akan segera mencair. Mungkinkah anak itu merasa belum cukup puas dengan pencapaiannya?
Todoroki tersentak saat sebuah tangan mungil menangkup tangan kanannya. Hangat, itu reaksi pertamanya. Tangan itu kecil dan mungil, itu reaksi keduanya. Saat ia mendongak suara berisik yang khas langsung menusuk telinga Todoroki ,tembus sampai ke otak dan tersimpan rapi.
"SHOTO BAGAIMANA KAU MELAKUKANNYA?! ITU KEREN SEKALI! BISA KAU AJARKAN AKU?!"
"(Name), kau terlalu berisik," sahut Todoroki.
(Name) menatap Todoroki dengan berbinar-binar. "Habisnya keeeeereeen sekali!"
Gadis itu melebarkan tangannya selebar yang ia bisa. "Kau sekeren itu saat melempar bola. Aku tidak tertarik dengan dunia kepahlawanan yang tidak jelas ini tapi aku rasa kau itu calon pahlawan yang keren sekali!"
Todoroki mengerutkan keningnya sambil mengoreksi setiap kata-kata (name). Ia berbalik, kemudian meninggalkan lapangan. "Aku kira kau jenius sastra jepang tapi pemilihan katamu buruk juga," komentar manusia heterocom itu. "Tapi, terima kasih," sambungnya dengan suara yang lebih pelan.
Kali ini ia tidak mendengar kalimat terakhir dari mulut Todoroki. Matanya sibuk mengikuti kemana Todoroki melangkah. Anak itu menuju ke tempat cuci muka.
(Name) tak tertarik lagi mengikuti arah kaki Todoroki. (Name) kembalikan fokusnya pada tes. "SENSEI, GILIRANKU KAPAN?"
Aizawa yang mendengar itu langsung iritasi. "Aku dengar kau dulu tidak tertarik dengan departemen hero."
(Name) terkekeh. "Ya memang tidak. Aku kan masuk ke sini karena sumpit sial," sahutnya santai. "Tapi kan kita harus menikmati hidup," sambung (name) dan mulutnya langsung ditabok dengan perban milik Aizawa-sensei.
"Kau terlalu santai."
Anak-anak yang melihat itu langsung tertawa. (Name) cuma nyengir-nyengir sambil mengusap bibirnya yang terasa panas.
Gadis itu sekarang berdiri di tengah-tengah lapangan. Gilirannya sudah tiba. Ia meremas bolanya dan mengambil ancang-ancang. Gestur tubuhnya sudah pas dan bagus sekali. Di sebuah sudut Mineta menumpahkan air liurnya melihat body (name) yang bisa dibilang tidak buruk.
Tapi saat (name) akan mengayunkan tangannya ia malah berhenti dan duduk di tengah lapangan.
"(NAME) APA YANG KAU LAKUKAN?" pekik Mina frustasi. Gadis itu malah duduk di lapangan dan tidak melempar bola. Yang benar saja? Apa dia tidak takut dihukum oleh Aizawa-sensei. Bagaimana jika (name) mendapat hukuman untuk mencari bunglon mandul? Ya ampun, Mina tidak habis pikir.
(Name) menempelkan bola kasti dengan sensor itu di jidatnya dan memasang ekspresi berpikir keras. Ia bergumam yang entah bagaimana seluruh anak 1-A mendengarnya.
"Bagaimana aku memanfaatkan quirkku untuk menghilangkan bola ini?"
Sekelas sweet drop.
"Dia tidak tahu cara menggunakan quirknya!"
Aizawa-sensei menghela napas panjang. "Kalau kau tidak melempar bolanya aku akan mencatatnya sebagai nol dan memberimu hukuman."
(Name) yang mendengar kata-kata ajaib; hukuman, langsung berdiri. "Baiklah sensei, akan kulakukan sebisaku!"
Tanpa ancang-ancang, doa, dan kuda-kuda ia melempar bolanya dengan wajah datar. Selanjutnya suara robotik terdengar. "(Surename)(name) 31 meter."
(Name) menyesal tidak melakukan kuda-kuda. Ia melempar bola itu sekuat tenaga dan rasanya lengannya seperti akan ikut terbang. Untung tangannya tidak lepas tadi.
"Dih, payah," sindir Bakugou dari ujung lapangan. Telinga (Name) yang menangkap suara itu langsung memerah. Hatinya berbisik marah. Wajah (name) berubah bengis dan tampak garang. Selanjutnya dapat diprediksi akan ada perubahan cuaca singkat di lapangan U.A.
"JANGAN SOMBONG KAU JABRIK BRENGSEK!!!" pekik (Name) sambil melepas sepatunya dan membidik Bakugou.
Ia mengambil ancang-ancang. Kuda-kudanya terlihat bagus sekali. Dengan segenap amarah yang meluap mantan pelayan cafe itu melempar sepatunya ke arah Bakugou dengan sebuah mantra.
"SETAAAN!!!"
Pluk!
"Nice home run. (Name) seharusnya kau melempar sekuat itu saat tes," komentar Aizawa-sensei dari sisi lapangan sambil mencatat nilai.
Sepatu kets itu mendarat dengan indah di kepala Bakugou. Wajah manusia tempramental itu sudah tidak bisa dideskripsikan lagi. Kirishima dan Kaminari yang ada di samping Bakugou berusaha menahan tawa sekuat tenaga.
Sementara Bakugou mengambil sepatu itu dari kepalanya. Ia meledakkan sepatu tersebut dan mencoba membunuh (name) dengan tatapan matanya yang mengerikan. (Name) yang melihat itu semakin kesal.
"ITU SEPATU SEKOLAHKU SATU-SATUNYA KENAPA KAU BAKAR SIALAN!!!" (Name) gelagapan di tengah lapangan. Ia mau melempar Bakugou dengan sepatu yang satu lagi, tapi bahaya kalau diledakkan juga sama pabrik mercon berjalan satu itu. Masa (name) seharian nyeker?
Di sebrang sana Bakugou murka. Ia sudah berdiri dan ancang-ancang untuk mengejar (name). Dan (name) sudah siap-siap lari. Melihat ekspresi Bakugou yang mengerikan berhasil membuatnya takut juga. Ini pertama kalinya (name) takut kepada amarah seseorang selain keluarganya.
"Katsuki itu salahmu karena menghinaku! Kau bahkan sudah membakar sepatuku. Jadi ini impas, kan?" bela (name) sambil mundur dua langkah.
Bakugou maju satu langkah. Tangan kanannya meledak-ledak, telah selesai dipanasi seperti sebuah mesin. Siap untuk membakar (name).
"Huh? Memangnya siapa yang lemah? Serangga yang cuma bisa merangkak tidak pantas berdiri di U.A!" balas Bakugou sarkastik.
(Name) yang melihat tangan Bakugou mendekat, tanpa hitungan mundur ia segera berlari menghindari si Peledak Bernyawa.
"KATSUKI JANGAN KEJAR AKUUU!!!" teriaknya sambil berlari zig-zag seakan Bakugou adalah ular. Ia kemudian bersembunyi di tubuh Midoriya. "(Name), kau harusnya tidak..."
"MIDORIYA MENUNDUK!"
Anak berambut hijau itu sontak melakukan apa yang diperintahkan (name). (Name) langsung melompati tubuh Midoriya dan lanjut berlari. Untuk mempersulit Bakugou ia berlari di antara teman-temannya yang sebenarnya tidak berefek sama sekali pada Bakugou.
"AKAN KU BUNUH KAU!" teriak Bakugou di belakang sana. Ia mengejar (name) dengan ledakan di tangannya. Tapi entah apa yang membuat (name) bisa berlari lebih cepat. Kalau dipikir-pikir ini rasanya sama persis ketika dikejar oleh anjing pitbull milik tetangganya. Seluruh nyawa (name) dipertaruhkan selama berlari. Dan Bakugou itu benar-benar lebih mengerikan daripada anjing galak!
"(Name) kau selalu saja membuat masalah dengan Bakugou," kata Tsuyu sambil menghindar dari lapangan. Tidak mau ikut campur.
Shoji dan Tokoyami juga menjauh. "Padahal aku sudah memperingatkannya kemarin," keluh Shoji.
"Dark Shadow juga takut dengan gadis itu. Dia memang mengerikan," sahut Tokoyami.
"Maaf (name), kami tidak mau ikut campur. Semoga kau bisa menyelesaikan masalahmu dengan Bakugou dan selamat. Semangat!" kata Jiro sambil merangkul Yaoyorozu dan Uraraka kemudian berjalan menuju bangku di pinggir lapangan.
"Sensei kau harus melakukan sesuatu!" kata Mina khawatir. Aizawa cuma mengurut pelipisnya.
"Aku tidak peduli. Tesnya sudah habis. Kalian boleh istirahat sebentar dan menonton mereka berkelahi."
Hah?
Mina cuma bisa memasang wajah datar dan kesal. Kapan-kapan ia juga ingin mencipratkan cairan ajaibnya pada wajah gurunya itu. Supaya wajah Aizawa-sensei meleleh sekalian. Dia ini terlalu santai sebagai guru.
Selanjutnya Aizawa-sensei pergi dari lapangan, menghindari keributan yang melibatkan (name) dan Bakugou. Kenapa coba murid-muridnya tidak ada yang waras. Ia ingin Iida Tenya cepat kembali ke kelas. Aizawa heran, bagaimana cara ketua kelas yang satu itu mengurus teman-teman supernya ini.
°°°°°
10:16
.
.
Pintu kayu eboni itu mengerit pelan. Seseorang membukanya. Sosok tinggi besar berdiri di ambang pintu. Matanya tajam, rahangnya yang tegas ditutupi janggut api yang berkobar. Tatapan angkuhnya tertuju pada wali kelas anaknya di sekolah ini.
"Endeavor. Apa yang membuatmu menemuiku di jam kerjamu? Konsultasi soal anakmu pada wali kelas? Sungguh orang tua yang teladan." Aizawa menyambut Endeavor dengan sindiran pedas. Ia menatap lelaki tua itu. Aizawa mulai memikirkan segala kemungkinan pahlawan yang kini peringkat satu itu datang untuk menemuinya. Ia yakin, bapak-bapak itu tidak hanya akan sekedar menanyai soal Todoroki. Pasti sesuatu yang lain.
Endeavor mengesampingkan semua perkataan Aizawa. Ia segera duduk di kursi kosong yang ada di ruangan itu.
"Shoto. Bagaimana keadaannya?" tanya Endeavor. Tebakan Aizawa tak begitu meleset.
"Seperti yang kau lihat. Baik-baik saja," balas Aizawa dengan nada datar khasnya. Endeavor mengangguk singkat kemudian membuang wajahnya ke jendela yang langsung menyuguhkan lapangan U.A.
Dan tentu saja, Endeavor dapat menemukan anaknya yang kini tengah berdiri di lapangan. Ia mendapati pemandangan lain. Seorang siswa perempuan asing tak di kenal sedang berlari ke arah anak kesayangannya. Dan sepertinya perempuan itu sedang dikejar oleh lelaki penuh ledakan. Ekspresi lelaki itu kelihatan marah. Endeavor tahu betul, lelaki itu adalah orang yang sama dengan yang mengalahkan anaknya di festival olahraga.
Endeavor mengerutkan alisnya. Ia memalingkan wajahnya, menatap Aizawa heran. "Muridmu sedang berkelahi?"
"Abaikan, urusan anak muda!" balas Aizawa. Ia kemudian menyodorkan teh dan sepiring biskuit pada ayah Shoto.
"Kau harusnya memberiku kopi," komentar Endeavor merasa sedikit terhina dengan hidangan yang diberikan Aizawa. "Ini bukan pesta minum teh."
"Itu teh beras merah. Kau akan merasa tenang saat meminum teh itu sambil melihat anakmu ikut berkelahi," tukas Aizawa sambil menunjuk ke jendela. Selanjutnya suara ledakan beruntun yang keras terdengar sangat jelas. Atensi Endeavor tertarik ke luar jendela.
Di situ ia mendapati dinding es besar sedang berdiri kokoh di depan Todoroki. Membentengi dirinya dan seorang gadis asing dari serangan ledakan bertubi-tubi. Mata Endeavor kini terhenti pada gadis di samping Todoroki. Siapa gadis asing itu? Dan parahnya! Berani sekali ia menggenggam tangan anak kesayangannya yang paling manis.
"Nah, mari kita selesaikan dengan cepat, Tuan Todoroki. Aku harus memisahkan anak kesayangan kita dari perkelahian." Aizawa menyeruput tehnya santai.
"Sekarang aku mengerti mengapa guru itu profesi yang spesial." Endeavor ikut meminum teh yang Aizawa berikan. Kini pikirannya benar-benar tenang. Dan karena pikirannya tenang itulah dia jadi ingat kembali apa tujuannya ke sini.
Endeavor meletakkan cangkir tehnya yang kini tinggal setengah. Ia melirik ke luar jendela lagi. Pemandangannya sudah berganti dengan Todoroki dan dua gadis itu dikerumuni teman sekelasnya yang lain. Selalu begitu, setelah perkelahian. Mendadak anak-anak 1-A berubah menjadi wartawan dadakan. Meski banyak manusia di lapangan itu. Mata Endeavor terpaut pada satu orang...
"Eraserhead, anak gadis itu? Apa dia murid baru?" tanya Endeavor. Aizawa mengangguk. "Anak dari departemen regular yang dipindahkan ke departemen hero karena sebuah pertimbangan," jelas Aizawa bohong. Tetapi pro-hero seperti Endeavor tidak akan tertipu semudah itu.
"Angkatan Militer memintaku ke sini untuk melihat progress kalian dalam penangkapan 'Tangan Emas'," kata lawan bicaranya tiba-tiba.
Aizawa hampir mati mendengarnya.
"Dan kalian menemukannya dengan cepat," tambah pahlawan api itu. Ia tersenyum penuh kemenangan. Aizawa tampak berusaha menutupi ekspresi paniknya.
Ini gawat! Kalau sampai angkatan militer tahu (name) berhasil dibawa ke U.A nasib anak itu...selamanya tidak akan pernah membaik.
"Harusnya kau membicarakan perihal itu pada kepala sekolah. Aku hanya sebatas wali kelas," balas Aizawa berusaha menutup percakapan.
Endeavor masih tetap melirik ke luar jendela. Pada gadis asing yang tertawa dengan riang di depan anaknya. Gadis berambut (h/c) itu bagai cahaya terang di lapangan, sebuah pusat perhatian. Gadis yang tatapan matanya mengingatkan Endeavor pada pertarungan besar belasan tahun lalu.
"Eraserhead terima kasih jamuannya, bisakah kau antarkan aku ke ruang kepala sekolah?"
Endeavor berdiri, menunggu Aizawa untuk bergerak dan menuntunnya lebih dulu. Bukannya ia tidak tahu dimana ruang kepala sekolah. Ia masih ingin melihat wajah getir Aizawa dan menertawakannya dalam hati lebih lama lagi.
Guru dengan nama hero Eraserhead itu mengepalkan tangannya. Otaknya berputar-putar panik. Ia tidak ingin keadaan (name) terhembus ke permukaan. Ini bahkan masih satu hari setelah kepindahan (name) ke U.A dan angkatan militer sudah bergerak secepat itu.
"Ikuti aku."
Apapun yang terjadi Aizawa tetap akan melindungi (surename)(name) atas nama pahlawannya sebagai Eraserhead.
°°°°°
Tbc.
|
|
Males bikin note, ini chapter satu dah kepanjangan.
.
.
Lov ya.
Charriot–.
You can call me Charri°^°)/
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top