Chapter 8 : The Ice Tribe

Langit nampak sendu dengan kumpulan awan yang kelabu. Sangat sulit untuk menemukan secerca sinar sang mentari di bukit penuh es ini. Hal yang sudah menjadi kebiasaan jika melihat hujan salju turun sepanjang waktu. Tidak ada musim semi atau panas, hanya ada salju dan tumpukan es di wilayah ini. Hal ini menyebabkan hanya sekelompok makhluk hidup yang memiliki struktur kulit keras dan nampak beberapa Naga es berkeliaran.

Reta membuka matanya saat merasa dingin membekukan tubuhnya. Ia menatap sekeliling, bahkan tanah ini juga terlalu dingin. Reta tak sanggup hanya untuk sekedar bangun dan di saat yang kritis seperti ini pun Reta masih sangat mencemaskan Sara.

"Sara, kau akan baik-baik saja kan?" lirihnya yang merasakan ngilu disekujur tubuhnya.

Reta mencoba untuk memejamkan matanya dan mengeluarkan energinya yang tersisa untuk mengeluarkan api dan itu berhasil membuat tubuhnya hangat, namun ia tidak bisa menjamin jika dirinya akan bisa terus bertahan dalam kondisi seperti ini. Sayapnya membeku, beberapa patah dan sekujur tubuhnya terluka.

"Wah, sepertinya aku benar-benar akan mati disini," gumamnya.

"Sadiya, kau harus mencari rumput itu sampai ketemu." Samar-samar Reta mendengar seseorang dengan suara barito berbicara.

"Iya aku tahu, kenapa kau cerewet sekali Bardiya," balas seseorang yang terdengar seperti perempuan.

Reta ingin berteriak, meminta tolong tapi lagi-lagi ia berpikir bagaimana jika mereka bukan orang baik? Bisa-bisa ia dibunuh dengan sadis karena masuk wilayah kerajaan Naga secara diam-diam.

Reta pun menggeleng, mengurungkan niatnya. Sekecil apa pun kemungkinannya untuk tetap hidup disini, Reta akan berusaha memperjuangkannya. Reta pun memilih memfokuskan pikirannya, terus mengeluarkan api.

"Badiya, ada api!" pekik seseorang yang terdengar cukup panik.

Reta terlihat mulai waspada. Mengecilkan api dalam dirinya, namun sepertinya hal itu tidak berhasil karena Reta melihat sosok seorang wanita bertanduk dengan kulit bersisik keputihan telah berdiri dihadapannya dengan ekspresi ngeri.

"Badiya! Ada ras Phoenix disini!" jeritnya yang membuat langkah seseorang terdengar lebih cepat.

Pria dengan wajah yang serupa juga menatapnya dengan nyalak. Gawat! Tamatlah nyawa Reta dan ia tidak menemukan solusi apa pun yang dapat membantunya untuk bertahan hidup.

Keadaannya pun tak bertambah baik sekarang. Tenaganya semakin habis dan Reta tak sanggup lagi hanya untuk membuka matanya.

---***---

Disebuah gua es, seseorang meringkuk kedinginan. Hanya ada setumpuk kayu dari inti api yang menemaninya. Sara, terus menangis merasa dingin dan ketakutan.

"Reta ..." Gadis itu terus memanggil nama temannya seolah sedang mengucapkan sebuah mantra.

Seorang pria bertanduk dengan sisik keputihan mencoba mendekatinya. Ia adalah ras Naga es yang baru saja Sara lihat. Ia pikir di kerajaan Naga hanya ada Naga api yang memiliki kekuatan hampir mirip dengan Phoenix. Kenyataanya ras Naga sendiri mempunyai dua jenis yaitu Naga api dan juga Naga es. Pria naga ini, membawa dua mangkuk berisi makanan dan meletakkannya dihadapan Sara.

"Makan!" tekannya yang semakin membuat Sara ketakutan saja.

"Kau-kau tidak memberiku makan hanya untuk melahapku setelahnya kan?" tanya Sara yang berusaha mengerahkan seluruh keberaniannya.

Pria itu tertawa terpingkal. "Lihatlah, kau begitu rengkih. Aku bahkan tak bisa menjamin akan menemukan banyak daging," cibirnya yang tentu membuat Sara sangat kesal.

"Kau mengejekku!" kesal Sara dan pria itu lagi-lagi tertawa.

"Makanlah dan setelah itu, kita akan melakukan perjalanan," ucapnya yang tentu membuat Sara menganga. Baginya, Naga ini cukup gila. Coba bayangkan saja, bagaimana ia bisa berjalan di tempat yang sedingin ini?

Duduk seperti ini saja sudah sangat dingin, apa lagi berjalan? Apa mungkin pria Naga ini berusaha untuk membuatnya mati secara berlahan? Sara begitu kesal tapi juga tak bisa melakukan apapun kecuali memakan makanan dihadapannya ini.

"Aku harus tetap hidup, bagaimana pun caranya! Agar aku bisa pulang bersama Reta, Kira dan Adel," gumamnya yang terus-terusan mencoba meyakinkan dirinya jika ia masih memiliki banyak peluang untuk pulang.

---***---

Kerajaan Phoenix saat seisi kerajaan dihebohkan dengan hilangnya Putri Meira, beberapa prajurit kerajaan telah di sebar baik di kerajaan atas mau pun bawah hanya untuk mencarinya.

Gadi Ta yang bertugas menjaga putri pun menjadi sasaran kemarahan Raja. Kini, wanita itu meringkuk di tahanan dengan wajah gelisah.

"Putri ... Dimana Anda?" lirih Gadi Ta yang lebih mencemaskan putri Meira karena ia telah bersumpah dihadapan pangeran Draca untuk menjaganya.

"Gadi Ta ..." Entah berasal dari mana? Pangeran Draca sudah berdiri dihadapannya yang berjarak hanya beberapa meter, terhalang oleh jeruji besi.

Gadi Ta pun mendekati jeruji. "Pangeran Draca ..." lirihnya dengan sedih dan Draca pun dengan kekuatannya dapat dengan mudah melelehkan jeruji besi tersebut.

"Aku sudah berbicara dengan Raja dan kau di bebaskan," kata Draca yang sebenarnya tak membuat kegelisahan Gadi Ta memudar.

"Lalu Putri? Apa Anda menemukannya?" Gadi Ta bertanya.

"Tenang saja, aku sudah menemukan jejaknya. Kau tunggu saja kepulangannya dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pernikahan kami," ucap Draca yang terdengar mengejutkan.

"Lalu bagaimana dengan Putri Alika?" Entah mengapa? Gadi Ta lebih mencemaskan wanita itu dari pada berita pernikahan ini yang tentunya cukup mengiris hatinya. Ia mencintai Draca tapi ia juga tak bisa mengabaikan tanggung jawabnya untuk menjaga Meira.

Mengingat bagaimana sikap terakhir Alika kepada Meira, ia sangat cemas. Alika bukanlah sosok yang mudah diatasi. Bahkan putri Meira yang sekarang, kalah dalam urusan semena-mena atau tingkat keegoisan darinya.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi Alika sudah dalam kendaliku sepenuhnya. Hanya, aku benar-benar tak bisa mengerti Meira. Sangat berbeda jauh dari sebelum ia mengalami kecelakaan itu," ungkap Draca yang terlihat sepertinya memikirkannya cukup keras.

Gadi Ta memandanginya. Baginya, ini pertama kali pangeran Draca memikirkan putri Meira dengan serius. Biasanya, ia hanya sibuk untuk mengintai putri Meira.

"Baiklah, aku akan pergi. Jika ada sesuatu yang serius, segera memberitahuku," pesan pangeran Draca dan Gadi Ta pun menganguk.

Draca pun menghilang dan Gadi Ta pun melangkah pergi menuju kamar Meira. Kini, ia hanya bisa menunggu disini dengan segala kesabarannya yang tersisa.

"Kau, Gadi Ta?" Terdengar suara seseorang, membuat Gadi Ta menoleh. Mata jingganya membulat sempurna, menunjukkan keterkejutan saat melihat sosok pangeran Pegasus yang di tunggangi oleh raja Arslaan melayang-layang di balik jendela.

"Dia tidak kembali?" Marshal bertanya.

Mereka mencoba menduga jika Meira bersama Sara kemari dan asumsi ini muncul disaat mereka tak menemukan jejak kedua wanita itu.

Gadi Ta menggeleng. "Hamba dan seluruh penghuni istana juga menunggunya Pangeran," lirih Gadi Ta yang membuat Arslaan terlihat kesal, sementara Marshal menghela napas dalam.

"Kemana mereka pergi sebenarnya!" Suara Arslaan mulai meninggi.

"Tenanglah, mereka tidak akan pergi jauh. Kita hanya perlu mencarinya." Marshal mencoba untuk menenangkannya.

"Gadi Ta, kita pergi. Jika Putri Meira telah kembali sebelum aku menemukannya, tolong kirim utusan ke kerajaan Pegasus," mohon Marshal dan Gadi Ta pun mengangguk.

"Baik Pangeran," jawab Gadi Ta dengan keengganannya.

Sesungguhnya, Gadi Ta terlalu muak untuk bersandiwara. Namun, hal ini akan meminimalisir kegagalan rencana yang telah dirancang oleh Pangeran Draca.

---***---

Istana dingin yang tersembunyi dalam sebuah gua. Hari ini nampak sedikit riuh karena seorang gadis berbaring disana.

Reta, masih belum membuka matanya. Terbaring diatas tempat tidur yang terbuat dari es, namun dialiri oleh api biru untuk menghangatkannya. Sesosok perempuan duduk disebelahnya sambil membelai lembut.

"Apakah hamba perlu menyingkirkannya Yang Mulia?" tanya pria berperawakan besar dan tinggi tersebut, dikepalanya hanya ada tanduk dan sisik putih yang seolah memudar.

"Tidak Mataraya, gadis ini mungkin tersesat dan melihat sayapnya, ia bukanlah gadis Phoenix biasa. Hanya seorang bangsawan murni yang memiliki sayap seindah ini," ucapnya dengan menyentuh sayap Reta. "Aku sudah lama tidak menyaksikan bagaimana keindahan ras Phoenix dengan wujud sempurnanya," lanjutnya dengan mengelus lembut rambut Reta dengan kekaguman yang tak tertahankan.

"Panggil Darasiya, ia harus bisa menyembuhkannya. Aku menginginkan gadis ini tetap hidup. Mungkin, ini takdir untuk kita saling bertemu," gumamnya dengan kata penuh makna membuat pria bernama Mataraya terlihat keheranan tapi tak berani hanya sekedar bertanya pada wanita paruh bayah ini.

"Baik, hamba akan memanggil anak hamba," katanya yang kini mengubah wujudnya menjadi Naga es.

Disisi lain, Draca menerim laporan dari mata-mata yang telah ia sebar diseluruh Phatasia, dunia dengan 5 kerajaan besar ini. Jika, mereka merasa menemukan sosok seperti gambar yang di berikan oleh Draca.

Pria ini tak menyangka saja, jika kemungkinan besarnya putri Meira melarikan diri ke wilayahnya yaitu kerajaan Naga di bagian bukit es.

Draca pun segera mengerahkan seluruh pasukannya untuk menyisir bukit es. Ia terbang mengelilingi bukit ituuntuk menunggu laporan dari pasukan yang mencari Meira. Sampai mata tajam menemukan sosok yang tak asing, duduk diatas naga es.

"Itu ... Gadis rusa?" gumamnya dan Draca melihatnya kesusahan, bahkan ketakutan.

"Lalu dimana Meira?" Seharusnya Meira bersamanya tapi kenapa gadis itu sendirian? Draca tak mengerti tapi ia tidak bisa berlama-lama untuk berpikir.

"Sepertinya aku harus membawanya, agar aku tahu dimana Meira," kata Draca yang kini mulai mengejar naga es tersebut.

Naga es itu terbang cukup cepat, namun Draca yang tak kalah cepat mampu menghadangnya.

"Berhenti, sebelum aku membunuhmu!" ancamnya dan naga es itu nampak terkejut.

"Pangeran Draca, hamba benar-benar tidak tahu apa yang membuat Yang Mulia begitu marah," ucapnya yang kini mengubah dirinya menjadi wujud manusia. Tangannya tetap memegang Sara agar tidak terjatuh.

Sara memandang Draca takut-takut. Baginya, menghadapi pria naga es ini saja sudah menyusahkan, ditambah lagi udara dingin seolah membuatnya kaku kedinginan.

"Serahkan gadis ini kepadaku, aku akan memberikan penghargaan untuk kepatuhanmu," ucapnya yang tentu membuat pria naga es ini terkejut. Aneh, biasanya sosok pangeran Draca bukanlah orang yang suka tawar-menawar tapi sekarang ini apa?

Pria ini pun memandang Sara keheranan, karena baginya tidak ada yang istimewa dari gadis rusa ini.

"Aku membutuhkannya untuk sesuatu dan aku sangat tidak suka menunggu," kata Draca yang seketika membuat pria naga es itu sadar, mulai terlihat ketakutan.

"Tentu Yang Mulia, hamba hanya membutuhan beberapa pasokan makanan sampai bulan depan, bisakah hamba nukar menghargaan yang Yang Mulia berikan kepada hamba dengan ini?" ucapnya dengan cemas.

Draca diam dan mulai menduga, jika tujuan pria ini adalah ingin menjual gadis rusa di pasar gelap untuk ditukar dengan beberapa makanan atau ini hanya sebagai bentuk pengalihan?

"Baiklah, aku akan memberikannya untukmu. Sekarang serahkan ia kepadaku. Tunggulah disini dan mereka akan memberikannya untukmu," kata Draca yang mengarahkan pandangan pria itu pada segerombolan pasukannya yang mendekat, sementara Draca segera membawa Sara.

"Kau berbohong kepadanya kan?" Sara bertanya dan Draca diam.

Sepertinya dugaan Sara benar, mereka hanya menipu pria naga es itu.

"Jangan mudah tertipu. Dunia ini tak selalu berjalan sederhana seperti pemikiranmu. Lebih baik mengatasi segera sebelum seekor lebah menyengatmu," kata Draca yang membuat Sara tak mengerti tapi juga tak sanggup untuk mengatakan apa pun.

Sara pun menyerahkan diri sepenuhnya pada sosok Draca yang merupakan pasangan Reta secara harfiah. Ia yakin, jika pangeran naga ini juga mencari sosok sahabatnya itu.

"Kau mencari Meira kan?" Sara bertanya dan Draca memperhatikannya.

"Putri Meira, ya aku mencarinya," ucap Draca mencoba mengoreksi ucapan Sara yang tak seharusnya hanya memanggil namanya saja. Melihat status budaknya yang sekarang, akan sangat tidak pantas jika Sara tidak menghormati seorang berdarah kerajaan.

Sara yang menyadari kekeliruannya hanya dapat menelan ludahnya.

"Biasakan untuk bersikap sopan, agar kau tak terjerat dengan hukuman sulit dan untuk sementara aku akan menaruhmu di istana dingin. Ketika sampai disana, bersikaplah baik dan jangan berulah sampai aku menemukan Meira," pesan Draca dan Sara hanya mampu menyanggupinya dengan mengangguk.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top