Chapter 5 : Prince of Pegasus Kingdom
Tidak berpengalaman dalam terbang, sedikit terkejut dengan perubahan dirinya membuat Reta beberapa kali oleng dan Sara beberapa kali pingsan karena takut dengan ketinggian. Bahkan Sara ingin sekali mengumpati Reta tapi entah mengapa? Ia tidak suka menggunakan bahasa mereka. Sangat jelek dan norak, sungguh mereka tidak bisa mengerti dengan perubahan ini.
"Reta, kita akan kemana?" lirihnya yang terlihat terus-terusan ketakutan dan menangis.
Lucu sekali, mereka bertemu dalam keadaan yang mencekam dan mereka tetap menggunakan bahasa di dunia ini. Tak bisa melakukan lelucon yang sering kali membuat risih kelas dengan bualan yang tidak bermanfaat.
"Diamlah, aku baru akan belajar untuk mendarat," kata Reta yang tentu membuat Sara semakin ketakutan saja.
"Apa? Kau ini gila atau bagaimana? Jika kau tidak bisa menggunakan dengan benar, kenapa kau terbang terlalu tinggi?" Ini baru Sara yang penuh dengan kata mendramatisir dan Reta, meskipun terterpa kegugupan itu, ia masih sempat menunjukkan senyumannya.
"Apa kita akan terbang terus seperti ini? Bagaimana jika kau tiba-tiba lelah dan kita terjatuh. Reta! Ayolah pikirkan sesuatu!" rengek Sara dan Reta semakin kalut saja.
"Aku tidak tahu, kita coba saja terbang merendah. Siapa tahu, aku bisa melakukannya dan kau juga jangan terlalu tegang seperti itu." Reta mengomel dengan memandangi Sara, ia tidak sadar jika dihadapannya ada kumpulan Pegasus yang sepertinya akan pergi kesuatu tempat dengan berkelompok.
Sara mengabaikan omongan Reta, hingga detik dimana tabrakan akan terjadi. "RETA!" Sara menjerit dan Reta berusaha menghindar dengan membelok tapi karena terlalu cepat, mereka akan membentur pohon tinggi kalau saja seseorang berhasil menangkap Reta dan Sara yang akan menyentuh tanah telah berhasil ditangkap oleh sosok Pegasus. Seorang pria berambut putih dengan sayap yang senada di punggungnya. Tunggu, ia tak sepenuhnya dengan wujud manusia, tepatnya separuh badannya seperti manusia dan separuhnya seperti kuda.
"Lama tak bertemu Putri Meira," katanya yang kini mengubah dirinya menjadi bentuk manusia seutuhnya tapi masih dengan sayap. Reta tak mengerti, bagaimana pria ini mengenal dirinya.
"Pangeran, kita harus segera sampai di kerajaan bawah," seru salah satu Pegasus, membuat Reta cukup geli. Kuda terbang dengan bisa berbicara, ah dunia ini memang cukup fantasy.
"Kenapa? Arslaan tidak pernah seperti ini sebelumnya. Apa sesuatu terjadi?" tanya pria yang disebut pangeran.
"Seseorang budak yang akan menemani malamnya telah dibawah kabur oleh seseorang bangsawan Phoenix," terangnya yang membuat pangeran itu memandangi Reta dan Sara bersamaan.
Reta terlihat mulai waspada, sementara Sara terlihat ketakutan. "Apakah itu kau putri Meira?" Pangeran ini bertanya.
Reta memandang beberapa Pegasus, mencoba mencari cela untuk kabur. Ia sama sekali tak tahu jika Pegasus ini adalah sekutu raja Singa keparat itu. Reta pun melirik para Sara yang sepertinya keasyikan menunggangi kuda terbang itu.
Ia tidak tahu saja jika pangeran itu terus memperhatikan gerak-geriknya. "Jawab saja, aku tidak akan menyuruhmu untuk menyerahkannya. Asal kau memberikan aku sebuah alasan yang kuat," katanya dengan segala ketenangannya membuat Reta sedikit melunakkan kewaspadaannya.
"Kau bisa menjaga ucapanmu itu?" Reta bertanya dan pangeran itu tersenyum, senyum yang mampu mencairkan hari seorang wanita yang beku. Namun, Reta sedang tidak ingin terpesona sekarang. Jika ia tidak hati-hati, mereka jelas akan membunuhnya dan tak ada lagi cara untuk kembali ke bumi atau harapan jenis apapun yang menguntungkan dirinya atau teman-temannya.
"Tentu, aku mengenalmu cukup lama tapi sepertinya kau tak pernah benar-benar mengingatku dengan baik." Wajah pria ini berubah sedih dan Reta tak tahu harus mengatakan apa untuk menanganinya.
"Bagaimana kalau aku memperkenalkan diriku lagi, maukah putri Meira mendengarkannya?" tawarnya dengan sopan. Reta sama sekali tak mengerti, jika masih ada pangeran sesopan dia? Tapi Reta juga tak boleh lengah, mungkin ini hanya taktiknya saja. Reta pun mengangguk, membiarkan pria dihadapannya ini bertingkah karena ia hanya ingin tahu maksud dibalik kebaikan pria ini.
"Baiklah, namaku Marshal Maga Ya dari kerajaan Pegasus," terangnya dan Reta menunjukkan kemengertiannya.
"Jadi, apa hubunganmu dengan raja Singa sialan itu?" kini Reta bertanya dengan menunjukkan kekesalannya, membuat Marshal tertawa. Entah mengapa? Ia merasa putri Meira yang ia kenal sekarang cukup lucu.
"Dia adalah sahabatku, tapi kau tenang saja. Aku tidak akan memberitahunya tentang ini, jika kau memberitahuku kenapa kau bersikeras melawannya hanya untuk budak ras Rusa itu," katanya dan Reta pun memandangi Sara yang masih asyik dengan Pegasusnya.
"Dia temanku yang berharga dan aku tidak ingin siapa pun bertingkah semena-mena dengannya," terang Reta yang tentu membuat Marshal terkejut. Sepanjang ia mengenal Meira, gadis itu tak memiliki teman karena sikapnya yang pongah tapi sekarang ia mengatakan jika budak dari ras Rusa itu adalah temannya?
Sepertinya, ada yang aneh dari Meira tapi apa itu?
"Oh jadi begitu, tapi kau bisa membelinya dengan harga yang telah disepakati bukan? Kenapa harus memicu kemarahan Arslaan? Jika ia sangat marah, tak peduli jika kau adalah seorang putri dari kerajaan Phoenix. Ia akan benar-benar mengejarmu," terang Marshal yang membuat Reta terkejut sekaligus kesal.
"Aku tahu, jadi biarkan aku pergi. Jangan coba untuk menghalangiku!" tekan Reta dan ia segera terbang menghampiri Sara yang masih bermain-main dengan Pegasus yang menyelamatkannya.
"Tapi sepertinya sudah terlambat, kau atau siapa pun tidak bisa membawa pergi apa yang telah menjadi milikku!" Suara itu, membuat Reta dan Sara terkejut.
Mata mereka semakin melebar saat melihat sossk raja pemimpin kerajaan bawah, Arslaan. Ia dibawah dengan menunggangi singa besar jelmaan perajurit andalannya.
"Dia bukan milikmu! Dia adalah sahabatku!" bentak Reta dan Sara semakin ketakutan, ia memeluk erat Pegasus.
Marshal yang berada ditengah-tengah mereka, mendesah. "Sebenarnya kau mendapatkan ia dari mana?" celetuk Marshal pada raja Arslaan.
"Tentu saja dari kerajaanku! Hanya saja tiba-tiba wanita itu mengacaukannya," keluh sang Raja.
Kali ini Marshal menatap Meira. "Disini kau yang salah, kau tidak bisa bertindak sesuka hatimu," nasehat Marshal yang tentu membuat Reta geram.
"Kau! Jika saja kau tak menghalangi kepergianku, mungkin ia tidak akan sampai disini dan menemukan kita!" Reta menyalahkan Marshal.
"Kau tidak punya pilihan selain menyerahkan dia kepadaku! Jika tidak, kau akan kalah diserang oleh dua sisi yaitu dari kerajaan bawah dan Pegasus!" tekan Arslaan yang tentu membuat Reta semakin geram saja.
"Kau pikir siapa dirimu! Berani memerintahku! Aku tidak akan menyerahkannya kepada siapapun. Jika perlu, mari kita bertarung dengan adil!" tantang Reta yang tentu saja membuat raja Arslaan tertawa.
"Dengan tubuh rengkihmu itu? Baiklah, tapi jangan salahkan aku jika kau kalah telah bahkan sebelum aku mengeluarkan kekuataan utamaku," kata Arslaan yang bersiap menyerang Reta.
"Aku tidak takut!" balas Reta dan Arslaan mulai meloncat tinggi, namun sebelum sampai di dekat Reta, Marshal menghalanginya.
"Berhenti!" tubuh Arslaan terdorong tapi sebelum jatuh, prajurit berbentuk Singa itu meraihnya.
"Marshal, jangan coba memihaknya! Ia sudah menjadi bagian dari kerajaan Naga. Kau tidak bisa berbuat apa-apa lagi!" ucap Arslaan yang tentu membuat Reta bingung. Apa mungkin mereka memiliki sebuah cerita?
"Aku tidak memikirkan itu tapi kalau kau berani melukainya tanpa pertimbangan. Kau harus siap dengan kehancuran kerajaanmu sendiri. Jadi, ayo kita pergi dari sini dan berunding," ucapnya dengan serius dan Arslaan nampaknya cukup menyetujui usulan itu.
Marshal pun menangkap Reta dan Arslaan meraih tubuh Sara, mendudukannya di depan dan ia menarik kendali prajurit Singanya menuju istana dengan cepat.
"Kau! Kenapa kau biarkan dia membawanya!" Reta meronta, mencoba melepaskan dirinya dari Marshal.
"Tenanglah, kita akan berunding dengannya untuk melepaskan temanmu itu tanpa syarat yang membahayakan dan kau tidak punya pilihan lain kecuali mempercayaiku," kata Marshal dengan serius dan mau tidak mau Reta terpaksa menurutinya.
---***---
Draca telah merubah dirinya menjadi ras gorila. Ia memiliki sihir pengubah penampilan. Berkeliling di kerajaan bawah yang begitu luas hanya untuk mencari putri Meira yang entah menghilang kemana?
Meira, semenjak dulu selalu saja berhasil membuat emosinya memuncak. Draca sangat ingin tahu apa yang sedang direncanakan oleh gadis itu dan ia juga sangat ingin membuat Meira jerah dan akhirnya berhenti untuk berbuat ulah.
Saat ini, ia sedang beristirahat di perbatasan kota dan tak sengaja melihat raja Arslaan dengan prajurit serta rombongan Pegasus masuk pintu gerbang. Namun, bukan itu yang menjadikannya begitu terkejut.
Draca, melihat Meira terbang bersama Marshal. Apa yang membuat mereka bersama? Apa mereka mencoba merencanakan sesuatu? Apa itu tentang bagaimana mereka mencoba memisahkan dirinya dengan Alika? Karena semua orang cukup tahu, jika Marshal begitu mencintai Alika.
"Aku tidak akan membiarkan kalian bertindak cukup jauh," gumamnya yang kini mengikuti rombongan tersebut secara diam-diam.
Kembali pada rombongan raja Arslaan, Sara benar-benar tak bisa berkutik duduk di depan raja Arslaan yang begitu dekat hampir terlihat seperti memeluknya dari belakan. Sementara, Reta terus mengawasinya dengan tajam. Ia bersumpah, akan membakar pria itu jika berani macam-macam.
"Kau sepertinya sangat memperdulikannya." Marshal mencoba mencari tahu dan Reta mengangguk.
"Ya, jadi kalau kau atau raja sialan itu mencoba macam-macam kepadanya. Aku benar-benar akan membawa pasukan Phoenix ku untuk menghancurkan istana kalian,"ancam Reta yang lagi-lagi membuat Marshal tertawa.
"Kau lucu sekali, ku pikir kau sudah diperbudak oleh cinta Draca, sehingga kau tak mempedulikan apa pun lagi," ucap Marshal.
Reta memandangi pria ini. Pikirin tentang kemungkinan pria dihadapannya ini menyukainya, menggelayut begitu saja. Membuatnya merasa sedikit senang mungkin, karena Reta berpikir jika Marshal cukup sopan tapi Reta harus tetap menyembunyikan kenyataan ini.
"Aku tidak tahu dan tidak ingin membahas hal ini lagi," balas Reta dan kini mereka turun, mulai memasuki istana.
"Kita ke aula untuk membicarakan ini," titah Arslaan yang membawa Sara seperti ratunya dan Reta dengan Marshal yang terus berusaha mengontrol Reta agar tak menyerang Arslaan.
Dan, disinilah mereka. Duduk melingkar layaknya petinggi kerajaan yang sedang membahas berbagai hal tentang kerajaan.
"Jadi, apa maumu?" Arslaan yang tak sabar bertanya.
"Biarkan aku membeli budak itu, berapa pun yang kau mau akan ku berikan," Reta mencoba bernegosiasi.
Arslaan berdecak. "Apa kau berpikir kerajaan bawah begitu miskin? Hingga harus meminta sesuatu kepadamu. Tidak putri, aku selalu mendapatkan apa yang ku mau tanpa bantuan siapa pun. Jadi, aku tidak tertarik dengan tawaranmu," tolak Arslaan yang tentu membuat Reta marah.
"Baik, aku akan merebutnya paksa. Aku juga bisa menghanguskan kerajaan ini dengan pasukan Phoenix ku!" ancamnya membuat Arslaan melotot.
"Tenang Arslaan. Bukannya penawaran putri cukup menguntungkan, kau bisa meminta bantuan beberapa bahan bangunan untuk membangunan beberapa tempat untuk pengobatan atau pusat pertahanan, kerajaan Phoniex kaya akan hal itu dan lagi kau sudah memiliki banyak selir, kau bisa mengambil dari budak yang lain," ucap Marshal.
"Ya, aku bisa melakukan itu. Bahkan aku bisa mengirim orang-orangku untuk membantumu." Reta menambahi, ia tidak ingjn menyia-nyiakan kesempatan ini.
Arslaan memandang Sara, terlihat gadis itu takut-takut. "Mendekatlah!" perintahnya membuat Sara semakin takut.
"Biarkan saja disana, apa kau mengabaikan negosiasiku?" suara Reta meninggi, ia tak suka Sara menjadi ketakutan seperti itu.
Arslaan terlihat marah tapi Marshal beberapa kali mengkodenya untuk tetap tenang.
"Baiklah, aku akan menyetujuinya. Jadi sebelum apa yang ku inginkan datang, budak ini akan terus bersamaku!" tekan Arslaan.
"Asal kau tak menyentuhnya! Kalau kau sampai berani menyentuhnya, aku akan menghanguskan kerajaan ini sampai tak tersisa!" ancam Reta yang tentu membuat Arslaan tertawa.
"Baik, kau bisa memegang janjiku," balasnya.
Bleendum
Suara dentuman diluar membuat perhatian mereka teralih. Marshal terlihat serius berpikir.
"Aku rasa, kekasihmu telah mengtahui keberadaanmu," guman Marshal dan Reta yang paham maksudnya langsung berlari keluar.
Benar, Reta melihat naga berkeliling diatas istana dan turun menjadi wujud Draca yang kini berjalan cepat menghampirinya. Reta merasa ini akan menjadi buruk.
"Kau! Apa yang kau rencanakan dengan mereka!" Draca mencengkram erat tangan Reta, membuat gadis ini kesakitan.
"Kau tak perlu sekasar itu kepadanya," Marshal datang, mencoba melepaskan cengkraman tangan Draca.
"Itu bukan urusanmu! Kau sudah ku peringatkan untuk pergi dari kehidupan Alika dan sekarang kau mencoba mendekati Meira?" Untuk perkataan Draca yang satu ini membuat Reta berpikir keras.
"Apa maksudmu?" Reta bertanya.
"Ia menyukai Alika dan memanfaatkanmu untuk melancarkan segala rencananya," terang Draca membuat Reta menganga, memandang Marshal tak percaya.
"Reta ..." Sara yang ditarik oleh Arslaan mendekat.
"Jangan perlakukan ia secara kasar seperti itu! Apa kau lupa dengan apa yang ku katakan!" teriak Reta yang tentu saja mengejutkan bagi Draca. Sepertinya ia ketinggalan sesuatu hal dan ini pertama kalinya Draca melihat Meira marah setelah ia siuman dari sakitnya.
"Aku tidak pernah takut dengan hal itu," balas Arslaan membuat Reta sangat geram. Ia mencoba menyerangnya tapi Draca menghentikannya.
"Hentikan omong kosong ini dan kita kembali ke istana!" Draca menariknya tapi Reta menepisnya. Mereka saling bertatapan dengan tajam.
"Kau tak perlu ikut campur karena ini urusanku!" sentak Reta.
Draca memandangnya tak percaya, gadis yang awalnya berpura-pura rengkih itu telah kembali pada sikap aslinya.
Draca tersenyum. "Kau kembali kesikap aslimu. Aku juga tidak terlalu peduli tentang apa yang kau rencanakan, tapi jika itu menyangkut Alika. Aku tidak akan membiarkanmu, jadi kita akhiri saja omong kosong ini."
"Arrrggghhh ..." Sara merintih kesakitan saat tiba-tiba api merambat, membuat dirinya kepanasan. Draca mencoba menghacurkan penyebab utama Meira berasa disini dan Draca menemukan kunci utamanya yaitu budak tersebut.
"Apa yang coba kau lakukan!" Reta menghalangi kekuatan Draca dengan kekuatannya.
Arslaan mencoba memeluk Sara, melindunginya dari api yang terus datang dan Marshal mencoba mendinginkannya dengan angin. Sara tak sadarkan diri dengan banyak luka.
"Kau keparat!" maki Reta pada Draca yang masih menahannya.
"Aku tidak akan memaafkanmu karena telah merusak milikku!" ucap Arslaan dengan emosinya yang meledak.
Arslaan telah maju, saat tubuh Sara telah berada ditangan Marshal, pria itu mencoba mengobatinya dan Reta terus Draca tarik mundur.
"Tuan kami datang!" seru beberapa pasukan Naga dan Phoniex yang datang bersatu untuk menyerang kerajaan bawah. Tentunya membuat Arslaan menghentikan aksinya karena ia seorang raja dan banyak nyawa yang harus ia pikirkan karena terjadinya perang tak penting seperti sekarang.
"Tuan Putri ..." Gadi Ta memanggil Reta, namun mata Reta masih tertuju pada Sara yang tak sadarkan diri.
"Bawa Meira pergi dari sini!" perintah Draca dan Gadi Ta menurutinya tapi Reta masih diam, tak mau pergi.
"Arslaan, aku bisa menghancurkan seluruh kerajaanmu sekarang juga dan Meira, jika kau tak mengikuti apa yang ku katakan, semuanya akan hancur termasuk budak Rusa itu!"
Draca tak pernah main-main dalam tindakannya. Membuat Arslaan berdecak. "Bedebah kalian kaum atas! Cepat pergi dari sini, aku muak dengan kalian," katanya sinis dan Draca pun pergi bersama Reta dan lain.
Reta telah memasuki kereta kencana, bersama Gadi Ta disampingnya. "Putri, kemana saja anda?" tanyanya yang tak di gubris oleh Reta. Dibenak gadis itu tentu saja masih memikirkan nasib Sara, sahabatnya itu.
Sesampainya di kerajaan Phoenix kedatangan Reta sengaja dirahasiakan. Bahkan prajurit Naga yang semenjak tadi mengikutinya, kembali menyisahkan beberapa prajurit, Jara Ta dan Gadi ta, serta pangeran Draca yang menunggu Reta turun dari kereta.
"Kita perlu bicara," sambutnya saat Reta turun.
"Tidak! Aku tidak ingin berbicara denganmu!" tolaknya yang tentu membuat Draca atau Gadi Ta terkejut.
"Kenapa? Apa karena budak itu? Seberapa penting ia dalam rencanamu!" sentaknya yang membuat Reta cukup muak. Ia berbalik dan mendekati Draca.
"Rencana? Rencana apa! Membuatmu berpisah dengan Alika? ckck ... Kenapa kau sangat percaya diri seperti itu!" Reta tertawa. "Aku tidak peduli, kau mau menikah dengannya sekarang juga silahkan! Tapi ..." Reta tiba-tiba mencengkram pakaian Draca, membuat Gadi Ta menganga.
"Jangan coba menyentuhnya atau melukai budak itu! Apa kau mengerti! Sekarang berhentilah menggangguku!" katanya dengan mendorong tubuh Draca, meninggalkannya begitu saja.
Draca diam, mencoba mencerna setiap perkataan Reta. Meskipun dulu Meira mencoba untuk membunuhnya karena cemburu tapi sekali pun ia tak pernah merasa seperti saat ini, direndahkan sebagai seorang pangeran. Seolah ia tak berharga di depan Meira yang dulu begitu menyukainya.
Mungkinkah perasaan itu sudah menghilang?
"Pangeran, sepertinya Putri telah berubah banyak. Maafkan hamba yang tidak begitu tahu apa yang beliau pikirkan," kata Gadi Ta sambil membungkuk dengan rasa bersalah.
Draca mengangguk. "Aku tahu, ia telah berubah banyak." Draca menghela napas. "Masuklah, aku pikir ia sangat sedih sekarang. Aku akan mencari tahu, siapa budak itu dan kenapa Meira begitu mempedulikannya," ucap Draca yang kini mengubah dirinya menjadi wujud Naga dan pergi.
Gadi Ta pun segera kembali ke dalam istana. Mencoba melihat putri Meira dan ia mendengarkan isakan tangisnya.
"Sara, maafkan aku ..." bahkan Gadi Ta mendengarkan rancauan Reta.
"Mungkinkah, itu nama budak itu?" guman Gadi Ta.
-Tbc-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top