Chapter 3 : Princes of Fox Kingdom
Sebuah kerajaan yang nampak dikelilingi hutan dengan taman yang indah dengan beraneka macam bunga. Sangat berbeda dengan kerajaan Phoenix yang lebih suka menggunakan berbagai corak warna disetiap bangunannya dari pada mengadopsi keindahan sesungguhnya yaitu ciptaan alam. Begitu halnya dengan kerajaan Naga yang lebih suka menggunakan lampion dari inti api yang mereka miliki untuk menerangi sepanjang jalanan gelap di setiap sudut kota.
Sesosok naga merah melayang-layang diatas kerajaan rubah yang terkenal dengan keindahan seribu macam bunga pada tamannya. Mata tajamnya mencoba mencari sesuatu dan ia menemukan sosok wanita berpakaian hijau dengan mata biru dan parasnya yang sangat cantik, melambaikan tangan pada naga tersebut tanpa rasa takut.
Naga itu pun turun dan merubah dirinya menjadi bentuk seorang pria yang tak lain adalah pangeran Draca yang kini berjalan dengan gagahnya.
"Draca ..." wanita itu berlari dan memeluk Draca.
"Kabarnya, kau menemui Meira? Bagaimana? Apa dia berusaha melukaimu?" wanita ini melepaskan pelukannya, mencoba meneliti tubuh kekasihnya ini dengan seksama.
Draca memaksakan dirinya untuk tersenyum. Terlihat sekali, pangeran tampan dengan tatapan dingin ini mencoba menutupi kegelisahannya.
"Tidak ada yang terjadi, hanya saja sepertinya aku akan segera menikahinya," lirih pangeran Draca yang tentunya membuat wanita dihadapannya ini sangat sedih. Bahkan mulai menangis, wajahnya menunjukkan kesakitan.
Draca memeluknya kembali. "Alika, maafkan aku. Aku telah mengingkari janjiku kepadamu," ucapnya merasa cukup bersalah. Sesungguhnya, ia bisa saja menentang semuanya tapi akan selalu ada hal yang di korbankan untuk setiap tindakan. Draca, perlu mengingat jika dirinya adalah seorang pangeran yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga rakyatnya. Ia bahkan harus mengorbankan nyawanya jika perlu untuk melindungi kerajaannya.
"Apa tidak ada cara lain?" Alika mencoba untuk menawar dan Draca menggeleng. Draca sudah memikirkan hal ini semalaman, ia tidak bisa tidur dan mulai memikirkan segala kemungkinannya.
"Aku tidak tahu, bahkan aku tidak bisa menebak apa yang Meira rencanakan saat ini. Dia berbeda dari saat terakhir kita bertemu. Terlihat lemah dan rapuh," terang Draca yang membuat Alika nampak tak menyukainya. Ia merasa kata-kata Draca mengandung sedikit simpatik yang seharusnya tak perlu.
"Kau iba kepadanya?" tuding Alika dan Draca menggeleng.
"Tidak, hanya saja ia tak seperti biasanya," sangkal Draca yang sedikit terkejut dengan dugaan Alika. Draca juga mulai menyadari, jika semalam ia juga terus terbayang-bayang dengan wajah sedih Meira.
Alika terlihat tak mempercayainya. "Aku akan menemuinya," ucap Alika yang begitu penasaran dengan Meira yang sekarang. Ia ingin tahu, apa yang diperbuat gadis itu hingga membuat Draca bersimpati kepadanya.
"Untuk apa? Dia akan melukaimu!" larang Draca dan Alika sepertinya tidak akan mudah untuk menurutinya.
"Aku akan tahu apa yang harus ku lakukan, tolong izinkan aku jika kau bahkan tak punya solusi untuk ini! Draca, aku tidak akan bisa melepaskanmu untuk bersamanya, tidak akan!" Alika menangis memeluk Draca, membuat pria ini pun tak kuasa. Ia tak membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya dan Alika jika pernikahan itu benar-benar terjadi.
Draca pun tak bisa mencegah Alika untuk bertemu dengan Meira. Bahkan, ia sendiri menyanggupi untuk mengatakan kepada Gadi Ta. "Baiklah, aku akan memberitahu Gadi Ta agar kalian bisa bertemu," ucapnya dan Alika tersenyum mendengarnya. Entah apa yang di pikirkan gadis ini dan itu adalah sesuatu yang tak baik tentunya.
---***---
Reta berbaring lemah di kamar megahnya, matanya memandang kosong langit-langit kamarnya dengan ukiran batu yang dibuat dengan indah oleh seniman terbaik di kerajaan Phoenix. Gadi Ta yang terus mendapinginya masih setia mengawasi Meira dengan cemas. Pasalnya, semenjak tadi tuan putrinya ini juga tak ingin makan.
"Putri, tolong makanlah. Anda tidak akan membaik jika terus seperti ini," mohon Gadi Ta yang membuat Reta menghela napas, memandang Gadi Ta dengan berjuta pikiran.
"Kau dimana saat pria itu datang?" tiba-tiba saja Reta menanyakan hal ini, membuat Gadi Ta sedikit terkejut tapi ia berusaha untuk menyembunyikannya.
"Pria? Siapa? Saya menemukan Anda pingsan di halaman," sangkal Gadi Ta dan Reta yang polos itu meskipun alasan Gadi Ta ini terdengar aneh, membiarkannya saja.
Lagi pula Reta sudah tak ada keinginan lagi untuk menikmati semua fantasi ini. Bayangan bagaimana ia berusaha membunuh pangeran Draca seolah menghantuinya, membuat perasaannya tak tenang. Pikirannya sangat kacau hingga ia hanya berpikir bagaimana dirinya bisa pergi segera, kembali kebumi atau jika ini hanya sebuah mimpi, Reta ingin segera membuka matanya.
Kemudian dalam kekalutan itu, ide itu muncul. Meskipun dulu ia tak bisa mendapatkan nilai 8 dalam seni menggambar, gambar yang Reta buat tidak terlalu buruk. Ia beberapa kali membuatkan Akira sketsa idol yang begitu Akira gembari dan lumayan. Jadi Reta berpikir untuk membuat sketsa teman-temannya dan berniat untuk mencarinya dengan bantuan siapa pun yang bisa membantunya.
Reta yakin, jika ketiga temannya masih berada disini dan Reta bertekat untuk mencarinya. Setelah itu mereka bisa memikirkan caranya untuk kembali lagi ke bumi. Setidaknya bersama-sama akan lebih baik.
"Baiklah, sekarang bisakah kau membawakan kuas dan kertas?" pinta Reta.
"Untuk apa Tuan Putri?" tanya Gadi Ta dengan heran.
"Melukis wajah seseorang, cepat aku harus segera menggambarnya," perintah Reta yang mulai tak sabaran. Ia memang tak sabar karena semua mendesaknya, membuatnya tak bisa bersantai atau menikmati hal ini barang sebentar saja.
"Baiklah Tuan Putri," kata Gadi Ta menyanggupinya, wanita itu pun pergi dan Reta bernapas lega.
"Aku akan menemukan kalian dan kita akan pergi dari tempat menyebalkan ini." Reta mulai menangis lagi. "Aku takut Del, Kira, Sara ...Semuanya begitu menakutkan. Aku ingin pulang segera!" lirihnya menatap jendela.
Reta di kejutkan dengan sosok rubah putih berekor 9 terlihat terbang dengan indah, membuat Reta terus memperhatikannya.
Secara tiba-tiba rubah itu berubah menjadi sosok gadis yang begitu cantik dengan gaun hijau, mata biru shafir yang indah. Siapa gerangan gadis itu? Membuat Reta bertanya-tanya dalam hatinya. Ia tak bisa melihat wajahnya dengan jelas dan gadis itu menatap Reta dan melambaikannya, meminta Reta untuk turun dan menemuinya.
Reta yang juga penasaran pun mencoba turun tapi tentu dengan menggunakan kakinya. Ia tidak tahu dan tidak mau mencari tahu bagaimana caranya mengubah dirinya menjadi Phoenix, melihat api ditangannya saja ia sudah sangat ketakutan dan tiba-tiba saja ia harus berubah menjadi Phoenix? Reta juga masih mengingat saat ketika tubuh ini berubah menjadi burung api dan mencoba membunuh Draca serta wanita yang masih tak Reta ketahui. Reta tidak bisa membayangkan betapa tergoncangnya dirinya nanti.
Dengan tersengal-sengal sehabis berlari, Reta berhasil sampai di halaman belakang istana yang tak terlalu di jaga ketat. Reta memandangi punggung gadis berbusana hijau itu dan ketika gadis itu membalikkan badannya. Reta terkejut, matanya melebar dan mulutnya menganga.
"Katakan kepadaku, apa yang kau rencanakan?" desak gadis itu dan Reta masih saja menganga, tak segera meresponnya.
"Meira! Apa kau akan terus bermain-main seperti ini? Draca mencintaiku dan aku pun juga sebaliknya! Bisakah kau mengerti itu!" sentaknya yang bahkan kini menggoyang-goyangankan tubuh Reta.
"Akira ..." Tidak merespon pernyataan gadis dihadapannya ini malah Reta bergumam hal lain.
"Aku bukan Akira! Aku adalah Alika!" sahut Alika yang mulai paham dengan maksud gumaman Reta.
Reta menggeleng, bahkan mulai menangis. "Kau tau, aku takut. Akira, tempat apa ini? Aku sungguh takut, ayo kita pergi dari sini!" Reta pun menarik tangan Alika tapi gadis itu segera menepisnya.
"Kau sudah gila!" bentak Alika dan Reta pun terjatuh karena penolakan Alika yang begitu kuat.
Reta terus memandangi Alika sambil menangis. "Akira, ini aku Reta. Apa kau telah melupakanku?" lirih Reta yang tentu membuat Alika semakin kesal saja.
Seketika sebuah sulur berbulu yang nampak seperti ekor, mulai melilit kaki telanjang Reta. Membuat gadis itu panik setengah mati. "Apa yang kau lakukan?" pekik Reta panik.
"Tentu saja memberimu pelajaran! Kau akan terus bermain-main dan menggunakan trik kotormu kan? Jadi sebaiknya kau mati saja," ucap Alika dan kini Reta terlilit sepenuhnya, nampak seperti kepompong yang diberi serbuk peracun. Seperti ini lah kekuatan rubah.
"Putri, apa yang Anda lakukan!" Gadi Ta datang, mencoba melepaskan lilitan pada tubuh tuan putrinya.
"Kenapa kau berusaha menolongnya? Apa kau lupa saat dimana ia mendorongmu ke jurang?" ucap Alika yang tentunya tak disukai Gadi Ta.
"Itu urusan hamba dangan Tuan Putri Meira, Anda tidak berhak mencampurinya!" tekan Gadi Ta membuat Alika tersenyum sinis.
"Apa yang terjadi?" Sosok Draca tiba-tiba muncul da Alika seketika akan oleng kalau saja Draca tak segera menahannya. Gadis ini memang jago bersandiwara. "Dia melukaimu?" tanya Draca membuat Alika cukup senang tapi Gadi Ta tidak. Ia melihat siasat Alika.
"Putri Alika lah yang melukai Tuan Putri Meira. Pangeran, apa yang harus ku lakukan?" Gadi Ta cemas melihat tubuhnya semakin dingin.
Draca baru benar-benar memperhatikan Meira yang tergeletak. Ia segera menghampiriknya dan memeriksa tangannya.
"Alika, kau tentu punya penawarnya kan? bisakah kau memberikannya pada Meira?" tanya Draca dan Alika menggeleng cepat.
"Biarkan saja ia mati, dengan itu tidak akan ada lagi yang mengusik kita kan?" ucap Alika yang sangat keras kepala ini.
"Tidak! Anda akan mengacaukan semuanya," Gadi Ta mencoba memperingatkan Alika. Ia takut pangeran Draca melemah dan berpikiran sama seperti kekasihnya ini.
"Tutup mulutmu, jangan ikut campur!" bentak Alika yang menatap tajam Gadi Ta.
"Benar kata Gadi Ta, Alika kita semua akan dalam masalah besar, hal ini akan melibatkan kerajaan kita. Tolonglah, berikan penawarnya dan kita akan mencari solusinya bersama," Draca masih berusaha membujuk Alika. Sementara, tubuh Meira tiba-tiba menggigil kedinginan.
"Pengeran, kondisi Tuan Putri semakin tak stabil. Sebentar lagi ada pengawal istana berpatrol, apa yang harus hamba lakukan!" ucap Gadi Ta dengan cemas.
"Alika, ayolah!" bujuk Draca dan Alika pun mendengus sebelum akhirnya sulur ekornya kembali melilit tubuh Reta dan ketika terbuka, wajah Reta tak terlihat pucat lagi.
"Ayo kita kembali sekarang," ucap Draca yang kini menarim tangan Alika.
Keduanya kembali pada wujud asli mereka dan terbang menjauh dari kerajaan Phoenix.
Gadi Ta pun menghela napas, lega karena semua terselesaikan tanpa diketahui oleh siapapun. Ia segera memopong tubuh Reta memasuki istana.
-Tbc-
VMEN
JANGAN LUPA!!!
Thanks
🙏🙏🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top