29 Battle in Middle Lake
Jreng!
Sebuah danau di tengah hutan telah di sulap menjadi arena pertarungan. Suara robot kembali menggema.
"Silahkan kalian memasuki arena pertarungan!" serunya.
Tanpa berpikir lama, keduanya melangkahkan kaki masuk ke dalam arena pertarungan. Semangat untuk saling membunuh terpancar jelas dari wajah mereka.
.
.
.
.
.
Kedua pemain langsung memasuki arena pertarungan yang berada di tengah danau. Suara robot kembali menggema.
"Welcome to The Area Battle, Akazawa Tetsuya dan Liana von Deerland!"
Arena pertarungan kali ini berada di tengah danau. Sebuah jalan muncul membentuk persegi panjang.
Air danau dari kedua sisi masih mengalir. Arena ini sangatlah menakjubkan.
"Tempat yang cocok," gumam Tetsu tersenyum simpul.
"Ini adalah tempat kita bertemu dan berpisah untuk terakhir kalinya." kata Liana memasang pose sombong.
Tanpa menunggu lama-lama, suara robot atau wasit pertarungan menyuarakan tanda perntarungan akan di mulai.
"Battle one! Akazawa Tetsuya VS Liana von Deerland!"
"One...
Two...
Three...
Start!!!"
Tetsu mengeluarkan dua buah gunting. Ia menatap santai ke arah lawan.
Liana pun tak mau kalah. Ia juga mengeluarkan sebuah senjata yaitu beberapa pisau kecil.
"Mari silahkan menyerang terlebih dahulu," ucap Tetsu mempersilahkan lawan menyerang.
Liana menatap tajam Tetsu. Ia tak suka dianggap remeh oleh lawan.
"Tch! Kau jangan berlagak sombong!" seru Liana geram.
Ia pun menyerang terlebih dahulu. Ia berlari ke depan. Sebuah tendangan ia layangkan tepat ke wajah lawan.
Tetsu dengan mudahnya menunduk. Lalu ia mengarahkan gunting besinya ke perut lawan.
Ting!
Benturan antara benda tajam yaitu gunting besi serta pisau kecil tak terelakan. Keduanya langsung mundur perlahan.
"Terimalah ini!" seru Liana.
Syutt! Syutt!!
Ia melemparkan beberapa kunai ke arah Tetsu. Tetsu sendiri menghindari setiap serangan kunai dengan mudah.
Namun, tanpa ia sadari sebuah kunai berhasil menusuk bahunya. Ia merasakan sedikit nyeri.
"Boleh juga," pujinya.
Tetsu langsung menarik kunai tersebut, lalu membuangnya ke sembarang arah. Tak luput darah langsung merembas membasahi lengan bajunya.
"Itu belum seberapa," ucap Liana menyunging senyum sombong.
Kali ini giliran Tetsu. Dengan kecepatan yang terbilang tak biasa.
Ia menghilang dari pandangan lawan. Liana menajamkan indera penglihatannya.
"Kemana dia pergi?" batin Liana bertanya-tanya.
Ternyata Tetsu berada di belakang Liana. Ia mengarahkan langsung gunting besinya.
"Halo nona," sapa Tetsu.
Liana berhasil menghindari tusukan tajam gunting besi. Namun, ia harus merelakan rambut panjangnya terpotong sebagian.
Helaian rambut berwarna hitam kecokelatan berterbangan tertiup angin. Liana menatap hal itu geram.
"Kurang ajar!" umpatnya emosi.
"Hahaha... itu sih salahmu sendiri," sahut Tetsu santai.
Keduanya pun melanjutkan pertarungan kembali. Pisau maupun gunting saling beradu cepat berusaha melukai masing-masing kubu.
.
.
.
.
Di Luar SAA...
Alardo berjalan mengelilingi SAA, lebih tepatnya mengendap-endap. Ia melakukan hal ini bisa di bilang terpaksa.
"Kenapa aku seperti pencuri saja?" keluhnya.
Ia terus mengumpat dari satu tempat ke tempat yang lain. "Hanya perasaanku saja atau memang tak ada di sini," gumamnya.
Kosong. Itulah yang menjadi pemandangan di luar SAA. Entah para penghuni berada, tidak ada satupun yang tahu.
Alardo mendesah pelan. Baru kali ini ia tidak terlalu percaya diri.
"Harusnya ini adalah tugas Azriel. Tetapi dia malah memilih berkhianat dan membawa ketiga tahanan." ucap Alardo. Ia mengepalkan kedua tangan erat.
Ia berniat akan membunuh Azriel dengan sadis bila bertemu. Ia tidak suka dengan yang namanya pengkhianat sekalipun.
"Aku akan memberikan hadiah spesial untukmu," kata Alardo menyeringai. Ia pun melanjutkan kembali misinya untuk dapat masuk ke dalam gedung SAA melalui pintu belakang.
.
.
.
.
"Hachiu!"
Azriel mengosok-gosok hidungnya yang tak gatal. Saat ini ia berada di suatu tempat bersama dengan tiga tahanan.
"Sepertinya ada yang membicaranku," gumamnya.
"Dan orang itu pasti akan membunuhmu dengan sadis." sahut seorang wanita memakai gaun panjang.
Dua orang lainnya hanya diam memperhatikan. Tak ada satupun yang ingin ikut dalam pembicaraan.
"Kau memiliki mulut yang pedas, Mayumi." kata Azriel menatap tajam.
"Hahaha... sepertinya identitas kita dapat di ketahui dengan cepat." balas Mayumi tertawa kecil.
Azriel memutar bola mata malas. Ialah dia bisa mengetahui identiyas mereka. Karena kelompok The Killers memiliki aset dan kemampuan yang hebat.
Gaku dan Yuki saling melirik satu sama lain. Seakan mengerti akan lirikan itu, keduanya mendesah pelan.
"Aku tahu apa yang kalian bicarakan," ujar Mayumi tajam.
"Kau selalu peka." sindir Gaku.
"Yaa... dia memang wanita yang peka." sambung Yuki membenarkan.
"Ayo cepat! Aku memiliki perasaan yang tak enak bila terlalu lama di sini!" seru Azriel.
"Baiklah!" jawab ketiganya kompak.
Ia segera melangkah maju sebagai pemandu jalan. Lalu ketiganya hanya diam mengikuti kemana mereka akan pergi.
.
.
.
.
Di sisi lain hutan...
Alice berjalan menyusuri hutan bagian kiri. Ia selalu melirik sekeliling untuk mencari keberadaan lawan.
"Aku tak sabar untuk membunuh menggunakan sabit yang memiliki kemampuan yang hebat." ucapnya.
Semenjak ia bergabung dengan kelompok Stray Hunter. Ia dilatih serta di ajarkan untuk melindungi diri dan tentunya membunuh lawan.
Bulan demi bulan ia lewati hingga saatnya ia berada di sini. Di tempat dimana hidup dan mati di tentukan dari pertarungan antar masing-masing kubu.
"Hmm... di sini sedikit mencurigakan," gumam Alice.
Tiba-tiba sebuah peluru melesat cepat ke arahnya. Alice langsung menghidari serangan itu dengan menunduk ke bawah.
Dor!!
Satu peluru berhasil menembus pohon hingga menciptakan lubang yang cukup besar. Alice menatap hal itu dengan datar.
"Cks! Seseorang yang memiliki senjata peluru pastinya salah satu dari anggota Hero Fantasy." ujar Alice.
Seorang pria melompat turun dari salah satu pohon besar di sana. Ia mendarat dengan mulus.
"Kau memang memiliki indera penglihatan yang cukup bagus." puji pria itu.
"Mari kita bertarung." ajak Alice penuh percaya diri.
"Baiklah." jawab pria itu dengan santai.
.
.
.
.
Di arena pertarungan tengah danau...
Keadaan dari masing-masing kubu cukup memprihatinkan. Sobekan pakaian dimana-mana, luka sayatan serta tusukan benda tajam menghiasi sebagian tubuh mereka.
Liana mengatur napas sejenak. Wajahnya juga terdapat memar.
"Kau memang pria mesum yang menjijikan!" sindir Liana geram.
"Hehehe... kau sendiri adalah nona bruntal yang pertama kali aku jumpai." sahut Tetsu.
Kini Tetsu memegang empat buah gunting besi. Di antaranya sudah terdapat bercak noda darah yang mulai kering.
Crash! Crash!
Tetsu kembali menyerang. Ia melakukan beberapa potongan di bagian tubuh lawan.
Syat! Syat!
Liana tak mau kalah. Ia juga melakukan hal sama. Sesekali ia melemparkan kunainya.
Keduanya langsung menjaga jarak. Tetapi, Tetsu kembali melesat cepat.
Jleb!
Ia berhasil menusuk paha dan lengan kanan Liana.
"Ini baru namanya pertarungan!" seru Tetsu.
"Arghh! Sialan kau!" geram Liana.
Ia melempar tiga buah kunai.
Syutt! Jleb!
Satu kunai berhasil mengenai paha kiri Tetsu. Liana menyeringai kecil.
"Apa yang kau ba-,"
Bruk!
Tetsu tiba-tiba terduduk lemas. Rasa sakit di paha kiri terasa terbakar. Dan memang terdapat luka bakar yang cukup besar terpampang jelas di sana.
"Hmm... setidaknya aku bisa melumpuhkan sedikit lawan." ucap Liana bangga.
"Hohoho... kau memang nona yang brutal." sahut Tetsu tersenyum misterius.
Keduanya lalu berdiam diri sejenak. Mereka memikirkan strategi untuk memenangkan pertadingan dengan menerima luka yang sedikit.
.
.
.
.
.
Bersambung... 😂
Hai, I'm back!
Sebenarnya sih sudah dari semalam hehe... 😄😄
Selamat membaca! 😎
Thanks to anime_manhua1398 Ikuya_Yuu yuuri_ndin02 Yuuki_honomiya03 allynscarleta M_Nawawi Fumiko_Ayaka aliffia_mutia 😁
(21/08/2018)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top