27 Gadis Miko VS Pemain Sepakbola

Aiman tersenyum tipis. Serangannya kali ini berhasil mengenai lawan.

"Kini aku akan serius," gumamnya.

Misa yang tak terima segera berlari kencang ke arah Aiman. Wajahnya sudah memerah sempurna.

"Kemarilah... kucing nakal," ejek Aiman.

Misa tak membalas. Ia fokus untuk menyerang balik Aiman apalagi membunuhnya.
.
.
.
.
.

Misa yang sudah tersulut emosi segera menghantam wajah Aiman dengan tongkatnya. Ia memutar tongkatnya cepat, lalu memukul setiap sisi tubuh Aiman.

Ia tak peduli bila ada tulang retak ataupun patah milik sang lawan. Yang ia mau hanyalah pembalasan akan serangan yang di lontarkan sebelumnya oleh Aiman sendiri.

"Rasakan! Rasakan! Rasakan!" seru Misa yang masih memukul Aiman dengan kedua tongkatnya.

"Uhuk!"

Aiman memuntahkan cairan kental berwarna merah. Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya hingga bagian terdalam.

"Sial! Kalau begini terus aku akan mati konyol oleh seorang wanita," gerutu Aiman di tengah-tengah pertarungan.

Aiman menunduk, lalu berusah terlepas dari serangan tongkat Misa. Ia melirik sebuah bola sepak di dekat kaki kirinya.

Ia dengan usaha keras berhasil mengenai bola sepak itu. "Tendangan maut!"

Ternyata Aiman menendang perut Misa yang tak terlindungi. Ia juga berhasil menendang bola sepak.

Bola sepak itu terpantul ke satu sisi jeruji besi.

Teng! Teng! Teng!

Itulah sekiranya bunyi pantulan bola sepak. Bola itu terhenti setelah terpantul keras.

"Sekarang!"

Rencana Aiman untuk terbebas dari serangan Misa cukup berhasil. Misa terkena bola sepak yang mengenai tepat punggungnya. Terdengar bunyi retakan tulang yang cukup keras.

"Uhuk!"

Misa memuntahkan darah segar. Ia tak terima akan hal ini. Ia memutar salah satu tongkatnya mengenai telak leher bagian belakang Aiman.

Aiman tersungkur ke tanah dengan keras. Ia harus mencium lantai dengan antusias.

Keduanya kini sama-sama mengalami luka yang cukup serius. Tetapi di lihat lebih teliti, Aiman lah yang terluka parah.

"Sial... kalau begini aku tak dapat bertemu dengannya," ucap Aiman lirih.
.
.
.
.

Sebuah tanda silang di pohon menandakan ada seseorang yang sengaja melakukannya. Orang itu memiliki pengetahuan serta pengalaman lebih di hutan belantara.

Jirah emas terpantul jelas oleh terik matahari yang mulai menyengat. Pertanda hari sudah menjelang siang.

Pria itu menghela napas kasar. Ia pun memutuskan untuk duduk sekaligus menghindari cahaya matahari yang dapat membakar kulitnya mungkin? bila ia tak mengenakan sebuah armor.

"Lagi-lagi aku melewati tempat yang sama," gerutunya kesal.

Erix. Itulah nama pria berarmor keemasan. Di lihat dari tubuh serta armornya, ia telah mengalami pertarungan yang sengit dengan salah satu 3 kubu lainnya.

Yap! Erix telah memenangkan pertarungan pertamanya melawan seorang wanita bergaya gothic.

Beberapa bekas darah masih menempel jelas di pakaiannya. Begitu pula dengan pedangnya.

"Aku harus terus bertahan dan bertemu dengan lainnya. Yosh!" seru Erix semangat.

Ia kembali melanjutkan perjalanannya entah kemana lagi. Tak luput tanaman kesayangannya yaitu kaktus mini ia bawa selalu.
.
.
.
.

Di pohon yang menjulang tinggi. Terdapat seseorang yang berada di antara dahan-dahan hijau yang lebat.

Sepasang mata tajam seperti elang membuat suasana agak mencekam. Benda runcing tajam mengarah ke satu arah.

Pletts!!

Ternyata sebuah anak panah melesat cepat menembus beberapa daun hingga berlubang.

Jleb!

Anak panah itu berhasil mengenai sesuatu. Desahan napas terdengar walau kecil.

"Ah! Lagi-lagi aku hanya mengenai seekor babi rusa saja," keluhnya.

Ia segera turun dari pohon yang ia tapaki sebelumnya mendarat mulus di tanah subur. Sosok pria kini terlihat jelas.

Ia memiliki kulit berwarna hitam eksotis. Pakaian putihnya menutupi sebagian kulit hitamnya.

Arjuna! Salah satu kubu dari anggota The Killers. Ia tengah memata-matai seorang wanita yang membawa sebilah pisau tajam yang berlumuran darah.

"Sepertinya dia sudah mengetahui keberadaanku," gumam Arjuna.

"Hawa membunuhnya juga sangatlah besar dibandingkan peserta yang lain," lanjutnya.

Arjuna bersiaga menghadapi apa yang akan terjadi di depannya. Kewaspadaan dan kepekaan indera pendengaran ia kuatkan.

"Dia mulai mendekat kemari," ucap Arjuna berbisik.

Srek! Srek!
.
.
.
.

Misa dan Aiman sama-sama mengalami luka yang cukup serius. Keduanya terdiam untuk memikirkan cara memenangkan pertandingan serta rasa sakit yang menyakitkan.

"Azra...," panggil Misa pelan.

Ia menoleh ke arah samping, dimana Azra tengah menyender di jeruji besi dengan kedua tangan di lipat di dada.

"Apa sayang?" tanya Azra lembut.

Ia tetap berada di posisinya tanpa bergerak sedikitpun. Karena ini masih berlangsungnya pertandingan Misa melawan Aiman. Azra tak mungkin mengganggu ataupun ikut campur.

"Aku... setelah memenangkan pertarungan ini, bolehkah aku menciummu?" tanya Misa agak manja.

Tetapi ia masih merintih kesakitan di bagian punggung.

"Tentu saja! Apa yang tidak buat wanita tersayangku," jawab Azra tersenyum manis.

"Tch! Menjijikan!" sahut Aiman. Ia menatap sinis kepada sepasang kekasih.

"Hahaha... bilang saja kau sirik kepada kami," ejek Misa.

"Buat apa? Aku sudah mempunyai orang yang kucinta," balas Aiman tegas.

"Sudahlah hentikan perdebatan kalian yang tak jelas, lanjutkan saja pertarungannya," sahut Azra tak sabar.

Aiman kembali bangkit. Di depannya sudah terdapat dua bola sepak. Ia bersiap-siap akan melakukan tendangan mautnya.

"Hiatt!" seru Aiman semangat.

Ia menendang bola pertama ke arah kiri. Bola pertama memantul, lalu mengarah tepat ke depan Misa.

Misa berusaha mengelak dengan memutar kedua tongkat miliknya. Benturan antara bola dan tongkat tak terbendung.

Aiman kembali menendang bola keduanya. Ia pusatkan serangan ini tepat ke jantung Misa.

Kedua bola saling mendorong dengan kuatnya. Tubuh Misa hingga terdorong ke belakang.

"Sial! Aku takkan kalah!" seru Misa.

Ia mempertahankan tubuhnya. Misa memutar kedua tongkat semakin kencang.

Hembusan angin kencang membuat suasana semakin menegangkan. Aiman dan Misa tak mau saling mengalah.
.
.
.
.

Azra menontong pertarungan dengan rasa penasaran yang tinggi. Siapakah yang akan memenangkannya? Itulah pikirannya saat ini.

"Cepatlah selesaikan," gumam Aiman.

Misa menggertakan giginya kuat. Ia tak ingin kalah. Ia harus menang dan melanjutkan permainan dengan kekasih barunya.

"Aku... takkan... kalah... darimu... ingatlah itu!" seru Misa menekan setiap kata.

Misa memutar badannya. Bola pertama melesat hampir mengenai wajah cantiknya.

"Takkan kubiarkan kau menjadi pemenang! Wanita jalang!" seru Aiman tak mau kalah.

Bola kedua yang sempat di tendang Aiman hanya mengenai dada besar Misa walau tak terlalu kuat.

"Arghh!" jerit Misa menahan sakit. Ia memegang salah satu dadanya yang mungkin memerah atau biru.

Aiman berlari kencang dengan kaki yang siap untuk menendang bola terakhirnya. Tendangan sekuat tenaga ia lesatkan dengan aura membunuh yang besar.

Misa menyeringai kecil. Ia akan mengeluarkan serangan rahasianya. Sampai saat ini ia belum memperlihatkan kepada siapapun. Baru di sini saja, ia akan menunjukkannya.

Aiman dan Misa sudah mengerahkan serangan terakhir mereka. Bola sepak melesat secepat kilat ke arah Misa. Begitu juga Misa yang melakukan sebuah tarian dengan kedua tongkatnya.

Tangg!! Drrtt!!

Kepulan asap dan debu menghalau pandangan mereka. Azra masih sempat menutup mata. Saat ia membukanya secara perlahan, dia melihat Misa dan Aiman tak ada di tengah arena pertarungan.

"Dimana mereka?" tanya Azra mencari keberadaan lainnya.

"Uhuk!"

Suara batuk terdengar. Ternyata itu berasal dari Misa yang mengeluarkan darah segar. Ia dalam posisi duduk. Pakaian mikonya sudah compang-camping.

"Misa!" panggil Azra cemas.

Misa menoleh ke arah Azra. Ia tersenyum tipis. Ia juga mengucapkan dua buah kata yang terdengar pelan.

Azra yang mendengar tersenyum lebar. Ia segera mendekati Misa.

"Kau berhasil!" seru Azra senang.

"Aku menang!" ucap Misa bangga.

Lalu dimanakah tubuh Aiman? Ternyata Aiman berada di sisi arena. Tubuhnya tersadar pada jeruji besi. Pakaian yang ia kenakan sudah berantakan.

Wajah Aiman juga terlihat babak belur. Di tanah yang ia pijaki, banyak genangan darah segar miliknya.

"A-aku... kalah ru-rupanya...," ucap Aiman lirih.

Sebuah tongkat berhasil menusuk tepat ke jantung Aiman. Itulah yang menyebabkan dirinya kehilangan banyak darah.

Bola sepaknya juga telak mengenai wajahnya hingga tak dikenal. Kini wajah Aiman terlihat babak belur.

Hembusan napas terakhir Aiman menutup pertandingan di dalam arena penjara. Suara robot menggema di sekitar arena.

Tingg!!!!

"Pertarungan di area The Jail telah berakhir. Pemenangnya adalah Akeno Misa!" kata sebuah suara di balik speaker.

"Game Over, Aiman Sufian!" ujarnya lagi.

Gelang hitam yang terpasang di lengan Aiman terlepas dengan sendirinya. Jeruji besi pun menghilang kembali masuk ke dalam tanah secara otomatis.
.
.
.
.
.

Hello minna 😀

Ada yang kangen dengan diriku? Hehe

Gomen baru bisa melanjutkan cerita ini 😁

Yosh! Selamat membaca! 😉

Thanks to William_Most erix_arthur lordanjas 😆

Sayonara Sufiezz_ 😂

(12/05/2018)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top