26 Battle in The Jail

Tiba-tiba lingkungan sekitar mereka berubah. Muncul beberapa pagar besi berukuran sangat besar menjulang tinggi dari dalam tanah.

"Sepertinya ini adalah arena kita untuk bertarung," ucap Aiman.

Ia membetulkan sedikit kacamatanya. Ia sudah sangat siap untuk bertarung melawan kedua pengkhianat di depannya.

"Arararara... kau benar sekali," kata Misa senang.

"Mari kita mulai saja pertarungan ini," ujar Azra tak sabaran.

Suara berat menggema di arena pertarungan mereka. Tanda bahwa pertarungan antar ketiganya akan di mulai.
.
.
.
.
.

Ketiga peserta telah berdiri di posisi masing-masing. Nampak wajah tegang, santai dan biasa saja bercampur menjadi satu.

"Siapa yang akan bertarung?" tanya Azra.

"Hmm..., sebaiknya aku saja, Azra-kun," jawab Misa berpikir.

"Baiklah..., aku akan menonton di belakang," balas Azra tak keberatan.

Ia mundur beberapa langkah menjaga jarak. Kini Misa telah siap bertarung.

"Tch! Aku harus melawan seorang wanita?" tanya Aiman meremehkan.

"Ararara... kau meremehkan wanita cantik dan sexy seperti aku ini," jawab Misa menggoda.

"Dasar wanita jalang!" cibir Aiman.

Misa tiba-tiba memasang wajah serius. Ia menatap tajam pria berkacamata di depannya. Aura tegang dan seram mulai menyelimuti arena pertarungan.

"Aku akan membunuhmu!" seru Misa tersenyum sadis.

"Hahahaha... aku tak segan-segan walau harus membunuh seorang wanita macam seperti kau ini," balas Aiman sinis.

Sebuah suara menggema di tempat mereka berdiri.

"Welcome to The Area Battle, Akeno Misa and Aiman Sufian!" serunya. serunya.

Pagar-pagar besi yang sebelumnya muncul kini nampak terlihat jelas. Kini mereka seperti terkurung di dalam penjara. Tak ada celah buat mereka kabur dari arena pertarungan. Percikan listrik muncul menyelimuti setiap pagar besi.

Misa mengeluarkan benda sebuah dua buah tongkat berukuran sedang sedangkan Aiman pun sudah terlebih dahulu mengeluarkan sebuah bola sepak. Keduanya sudah siap bertarung.

Suara robot kembali menggema.

"Battle one! Akeno Misa VS Aiman Sufian!"

"One...

Two...

Three...

Start!!!"
.
.
.
.

Aiman yang pertama kali menyerang. Ia menendang bola sepaknya dengan kuat.

Bola itu terbang melesat ke arah Misa. Misa mengukir senyum. Ia memutar kedua tongkatnya dan dengan mudah menghempaskan bola sepak tersebut.

Serangan milik Misa mampu membuat bola itu pagar besi hingga meledak. "Hanya segini sajakah?" cibirnya.

Aiman hanya diam. Lalu ia melakukan gerakan memutar dengan bola yang ia apit di kedua kakinya. Aiman melompat tinggi, ia lesatkan tendangan maut terkenal miliknya.

Syutt!!

Misa menahan serangan bola itu dengan kedua tongkat. Namun bola sepak mampu mendorong mundur diri Misa.

Tak main-main, Aiman kembali melesatkan beberapa bola sepak dengan serangan yang sama.

"Cukup merepotkan," gumam Misa.

Misa yang masih menahan satu bola , ia biarkan mengenai perurnya. Lalu ia menundukkan badan hingga bola sepak lainnya mengenai pagar besi dan meledak.

Tuss!! Tuss!!

Tiba-tiba Misa lari menerjang Aiman. Ia arahkan kedua tongkat miliknya dengan lihai.

Plaakk!!

Kaki Aiman terkena pukulan tongkat. Tak sampai di situ, Misa mengayunkan kembali tongkat satunya ke punggung Aiman.

"Bagaimana?" tanya Misa menyeringai.

"Lumayan juga pukulanmu," jawab Aiman yang menahan rasa nyeri di area kaki serta punggung.

"Ini baru saja pemanasan," ucap Misa.

"Tch! Jangan sombong!" teriak Aiman mulai terpancing amarah.
.
.
.
.

Di Markas The Killers...

Suasana sedih nampak tak terlihat dari wajah mereka setelah harus kehilangan satu orang temannya yaitu Fyen. Salah seorang dari mereka menatap penuh kebencian.

"Aku tak percaya mereka terlihat biasa saja saat tahu temannya terbunuh oleh game keparat itu!" batin orang itu penuh benci dan dendam.

Mereka melakukan aktivitas sewajar-wajarnya termasuk orang tersebut. Ia pun memilih untuk keluar.

Terdengar suara langkah kaki yang menggema di sebuah ruangan yang sepi, gelap dan lembab. Ada beberapa jeruji besi di kanan maupun kirinya. Ya! Tempat ini adalah penjara bawah tanah milik The Killers.

Langkah kakinya terhenti di salah satu penjara. Ia menatap orang yang berada di dalamnya sejenak.

"Bagaimana kabar kalian?" tanya sosok itu.

Namun, tak ada jawaban dari mereka. Orang itu hanya menghela napas pelan, lalu ia mengeluarkan sebuah kunci berwarna keemasan.

Klik! Pintu penjara telah terbuka. Tiba-tiba salah satu dari mereka menyerang dirinya. Tentu saja dengan mudahnya dapat dia mengalahkan si penyerang.

"Aku datang kemari bukan untuk melawan kalian," ucapnya tenang.

Si penyerang menatap tajam. Ia bangkit setelah terjatuh oleh serangan barusan. Ia membersihkan sedikit debu di gaunnya.

"Lalu untuk apa kau menemui dan membebaskan kami?" tanya wanita itu tajam.

"Aku hanya ingin kalian pergi dari sini sebelum nyawa kalian yang hilang," jawab orang itu.

"Hahaha... Apakah kami dapat mempercayaimu, Azriel?!" tanya pria yang keluar dari penjara. Di susul oleh seorang wanita lainnya di belakang.

"Tenang saja. Aku sudah muak dengan mereka dan aku ingin membalaskan dendam dengan si Kepala Sekolah SAA," jawab Azriel penuh kebencian.

"Hmm... oke. Kami akan percaya denganmu," balas wanita yang menyerang Azriel tadi.

"Aku ikut saja denganmu," sahut pria yang terdapat luka lebam di wajahnya.

"Sepertinya para anggota The Killers sudah mengetahui pengkhianatanmu," ujar wanita satunya lagi.

"Ayo kita pergi dari tempat terkutuk ini!" seru Azriel. Ia memimpin jalan untuk keluar dari markas The Killers. Ketiganya pun mengekori seperti anak ayam yang mengikuti kemanapun induknya pergi.
.
.
.
.

Azra masih setia menonton pertarungan antara kedua kubu. Ia tak bergeming dari tempatnya.

"Apakah masih lama, sayang?" tanya Azra mulai bosan.

"Sebentar lagi selesai, sayang," jawab Misa tanpa menoleh ke arahnya.

"Oke! Lima menit lagi," balas Azra.

Aiman yang tak tinggal diam. Ia akan membalas serangan Misa sebelumnya.

Ia melempar dua buah bola sepak ke atas. Aiman bersiap untuk melompat. Ia membuat kakinya sebagai tumpuan, lalu melompat agak tinggi.

"Terimalah ini!" seru Aiman.

Ia sudah menendang dua bola sepak sekaligus. Tendangan itu membuat dua bola sepak melesat tajam.

Misa memutar kedua tongkatnya. Dengan senang hati ia akan menerima serangan tersebut.

"Ararara... tendangan seperti itu takkan melukai diriku," ucap Misa santai.

Kedua bola sepak semakin mendekati Misa. Misa tak henti-hentinya memutar kedua tongkat miliknya.

Bugh!

Ternyata satu bola itu melesat mengenai tepat di perut Misa. Sedangkan bola yang satunya lagi berhasil ia hempaskan.

"Sial!" umpat Misa memegang perutnya yang kesakitan. Ia sempat memuntahkan darah segar sedikit.

Aiman tersenyum tipis. Serangannya kali ini berhasil mengenai lawan.

"Kini aku akan serius," gumamnya.

Misa yang tak terima segera berlari kencang ke arah Aiman. Wajahnya sudah memerah sempurna.

"Kemarilah... kucing nakal," ejek Aiman.

Misa tak membalas. Ia fokus untuk menyerang balik Aiman apalagi membunuhnya.
.
.
.
.

Aoki tersenyum puas. Kini ia sedang berada di suatu tempat dimana ruangan tersebut milik ketua kubu Hero Fantasy.

Ruangan itu sudah dalam keadaan berantakan seperti kapal pecah. Aoki sudah mengenggam sebuah berkas dan flashdisk.

"Sebentar lagi markas ini akan menjadi milikku, fufufu...," ucapnya tertawa senang.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka secara otomatis. Aoki melirik ke arah sosok wanita yang berdiri di sana.

"Ada apa?" tanyanya malas.

"Gawat! Wakil Ketua sudah mengetahui rencana kita!" jawabnya panik. Ia juga mengatur napas yang terengah-engah.

"Ayo kita pergi dari sini," ajak Aoki.

Ia melangkah terlebih dahulu, lalu disusul oleh wanita itu. Rambutnya blonde yang panjang bergoyang-goyang sesuai langkah kakinya.

Beberapa menit kemudian...

Sang Wakil Ketua, yaitu Aline masuk ke dalam ruangan Ketua. Ia hanya melihat kondisi ruangan yang tak berbentuk lagi.

"Sial! Aku terlambat!" umpatnya kesal.

Ia menggebrak meja kayu hingga terbelah menjadi dua. Bagian baju di pundak yang melorot tak ia pedulikan. Saat ini prioritasnya hanya satu, yaitu mencari keberadaan Aoki yang telah membawa kabur berkas penting milik Hero Fantasy.

"Akan aku temukan kau, walau sampai ke ujung dunia sekalipun," ucapnya penuh amarah.

Ia pun pergi dari ruangan tersebut. Hentakan kaki yang keras menggema di setiap lorong.
.
.
.
.
.

Bersambung...

Sorry baru bisa update lagi. Ane mau bilang dua kata saja. Semoga Terhibur!

Selamat membaca!

Thanks to AhmadRizani AoiNisaa M_Nawawi William_Most KillerFalls

(28/02/2018)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top