23 Pedang VS Payung

Yuri memutar payung merahnya dengan lincah. Ujung payung yang berada di tengah sangatlah tajam, mampu menembus organ tubuh terdalam.

"Horohoro... daritadi kau hanya menghindar saja." ejek Yuri.

Ia juga bersenandung riang. Erix sedikit kewalahan menahan serangan demi serangan itu.

Erix mengayunkan pedang emasnya untuk menghindari dari tajamnya payung tersebut.

"Cih! Kau hanya mempermainkanku saja!" decak Erix kesal.

Ia mundur beberapa langkah ke belakang. Ia mengatur napasnya perlahan.

"Horohoro... sang ketua Hero Fantasy terlihat sangat kelelahan karena hanya melawan seorang wanita." ucap Yuri tersenyum sinis.

Erix sudah sangat geram. Ia mengenggam erat pedangnya. Ia ayunkan secara horizontal, lalu berputar untuk menebas punggung Yuri.

"Tak kena!" ejek Yuri.

"Terimalah ini!" seru Erix.

Ia berlari kencang ke arah lawan. Tatapannya sangat tajam dan kesal terpancar jelas.

Ia ayunkan pedang ke bawah, atas, kanan, kiri, serta tengah secara bergantian. Yuri dengan santainya menghindari setiap serangan dengan payung yang sudah tertutup.

Trang! Trang!

Yuri menghunuskan ujung payung tepat ke paha kiri Erix. Perdarahan pun keluar dari area luka tusuk.

"Arghh! Sial!" umpat Erix kesakitan.

Ia merobek sebagian jubahnya lalu mengikat di sekitar luka tusukan agar memperlambat perdarahan yang terus keluar.

"Horohoro..." tawa khas Yuri.

Erix memutar otaknya lebih dalam lagi. Ia harus mencari cara untuk dapat melukai sang lawan yang menurutnya sangat tangguh bagi seorang wanita.

Ia tersenyum tipis. "Semoga ini berhasil." gumamnya pelan.

Erix kembali berlari ke arah depan. Walau kakinya sedikit pincang, ia tak mempedulikannya.

Ia melakukan cara yang sama untuk menyerang Yuri. Sedangkan Yuri dengan santai menghalau serangan milik Erix.

Di sini Erix menyeringai tipis. Ia menancapkan pedangnya ke tanah. Lalu saat Yuri menyerang, ia tangkap ujung payung tersebut dengan kedua tangan.

Yuri nampak terkejut melihat aksi sang lawan yang nekat. Darah bercucuran dari tangan Erix.

"Kau nekat seka-"

Bugh!

Sebelum Yuri menyelesaikan ucapannya. Erix menendang tepat di dada Yuri hingga terdorong ke belakang.

"Uhuk!"

Yuri terbatuk cukup keras. Ia merasakan sesak di dada. Kesempatan ini digunakan oleh Erix dengan menarik kembali pedangnya.

Ia ayunkan pedang tersebut yang mengenai perut sang lawan hingga tergores cukup panjang. Dan sekali lagi ia berputar dan menendang wajah Yuri hingga tersungkur ke bawah.

Cairan merah merembas keluar dari area perut yang tergores. Ia juga mengelap darah yang keluar dari bibirnya.

Yuri menatap Erix penuh amarah. Berani-beraninya ia harus mengalami luka yang cukup fatal. Dadanya pun masih terasa sakit dan sesak.

"Kauu!!!" emosi Yuri meluap.

"Hmm... Jangan pernah meremehkan seorang lawanpun." ujar Erix menyeringai.

Ia mengatur napas secara perlahan. Paha yang terluka tambah mengeluarkan darah segar. Ia terduduk lemas menahan rasa nyeri.
.
.
.
.

Di lain tempat...

Celine tengah beristirahat di salah satu pohon besar yang diperkiran sudah berumur tua. Ia juga mengeluarkan peralatan mekaniknya.

Ada obeng, tang, palu, paku dan beberapa alat lainnya. Ia membawa semua barang itu untuk senjata dan perlidungan diri.

"Baiklah, aku akan menggunakan alat ini pertama lalu yang ini dan ini." ucap Celine riang.

Tiba-tiba ia terdiam diri. Setetes air mata keluar dari mata indahnya.

"Hiks... Aku tak boleh seperti ini terus. Aku pasti bisa bertemu dengannya kembali." ujar Celine menguatkan diri.

Ia jadi teringat dengan kebersamaannya selama ini dengan Aiman. Ia sangat rindu dengan perhatian dan keberadaan dirinya.

Celine bangkit berdiri setelah merapihkan peralatan tekniknya lalu di masukkan ke dalam tas serba guna.

"Saatnya mencari keberadaannya serta membasmi lawan yang mencoba menghadang diriku!" seru Celine semangat.

Ia kembali melangkahkan kaki menelusuri hutan yang makin dalam dan sedikit menyeramkan di akibatkan hari yang sudah menjelang malam.

Hingga ia terhenti saat melihat seorang wanita yang tengah membaca sebuah buku.

"Itu bukankah..."

Ctarr!!

Celine menghindari serangan itu dengan cepat karena refleks yang cukup baik. Ia menatap tajam pelaku penyerangan tersebut.

"Halo, kita bertemu lagi..." sapa wanita tersebut yang ternyata dilihat oleh Celine sebelumnya.

Entah sejak kapan wanita itu sudah menyerang dan berdiri di hadapannya.

"Pasti kau terkejut, haha..." ucap wanita itu.

"Tch! Aku tak sudi bertemu denganmu lagi, Feyn!" sahut Celine menatap benci.

"Hahaha... Bilang saja kau takut denganku." ejek Feyn.

Rambut merah mudanya tertiup angin lembut. Ia merapihkan rambut sejenak.

"Mari kita bertarung!" tantang Feyn.

"Cih! Siapa takut!" balas Celine tak mau kalah.

"Kalian harus mencari arena bertarung. Di dekat kalian terdapat sebuah arena bertarung yang cocok untuk kalian. Letaknya di arah barat kalian. Selamat bersenang-senang!" kata suara misterius yang menggema di telinga mereka.

"Hmm... ayo kita mencari tempat itu." ajak Feyn.

"Dengan sangat terpaksa aku menerima ajakanmu itu." jawab Celine tersenyum kecut.

Keduanya pun berjalan dengan posisi Feyn yang di depan dan Celine yang mengekori dari belakang. Mereka mencari tempat arena yang sudah di beritahukan kepada suara misterius di balik eraphone.
.
.
.
.

Pertarungan antara Erix dan Yuri hampir mencapai akhirnya. Keduanya sudah dalam keadaan babak beluk dan kelelahan.

Yuri menopang payung merah. Sedangkan Erix memegang pedang emasnya sebagai tumpuan ia berdiri.

"Sepertinya kita sudah mencapai batas." ucap Erix.

"Horohoro... kau benar." sahut Yuri membenarkan.

Keduanya saling menatap tajam. Dan seulas senyuman terukir dari masing-masing.

"Kita akhiri dengan serangan terakhir." ujar keduanya kompak.

Yuri mengengam erat payungnya dan Erix mempererat pegangan pada pedang emasnya. Keduanya saling maju ke depan dengan semangat membara.

"Hiatt!!" seru merek kompak.

Erix serta Yuri saling mengayunkan senjata mereka masing-masing.

Trang!!!

Keduanya saling berdiri membelakangi lawan. Lalu membalikkan badan.

"Kau menan--" ucap salah satu dari mereka.

Tetsu yang menonton pertarungan keduanya sangat tertarik dan cukup terkejut dengan kemenangan yang di raih sang pemenang.

"Ternyata dia tak bisa di anggap remeh." komentar Testu. Ia pun pergi meninggalkan arena pertarungan sebelum ketahuan.

"Ma-maafkan aku... Yang Mulia E-eviuren...," ujar suara yang menyesal dan seketika ia ambruk.

Kepalanya telah terpisah oleh badan lalu mengelinding ke arah sang pemenang.

"Hosh... hosh..." ia mengatur napas tak beraturan.

Ia pun terduduk lemas dengan senjatanya sebagai tumpuan. Ia memegang lengannya yang tergores oleh serangan sang lawan.

"Akulah... pemenanganya!" seru Erix bangga.

Tingg!!!!

"Pertarungan di area The Jungle telah berakhir. Pemenangnya adalah Erix Pendragon!" kata sebuah suara di balik speaker.

"Game Over, Xaviera Yuri!" ujarnya lagi.

Gelang hitam yang terpasang di lengannya terlepas dengan sendiri. Cairan merah kental membanjiri area pertarungan.

Pertarungan dimenangkan oleh pihak Hero Fantasy, yaitu sang ketua Erix Pendragon.
.
.
.
.
.

Bersambung... 😁

Oke! Satu karakter telah tewas, fufufufu! 😈 😲😏

Pertarungan berikutnya yaitu...

Rahasia!! Wkwk 😆😆

Selamat membaca! 😎😊

Thanks to erix_arthur Nativis18 ShiroVolentia Rine_lette 😉

Sayonara... dipa_pirana 😀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top