09 Sebenarnya?
Pertarungan di dalam mall yang sebagian sudah porak poranda karena ledakan bom sudah berakhir. Masing-masing tiga kubu mengalami luka-luka kecil.
Berita ini menjadi viral di media sosial maupun media digital. Banyak sekali video-video amatir yang menunjukkan tentang ledakan bom serta pertarungan antar tiga kubu. Untung saja wajah mereka tidak terlalu jelas terlihat.
Di Markas Hero Fantasy...
Vein, sang detektif muda tengah membaca data-data tentang organisasi yang menyebabkan kerusakan di mall terbesar di Kyoto.
"Hmm... Mereka sudah mulai melakukan pergerakan." Gumam Vein. Ia menyeruput ice capucchino miliknya dengan nikmat.
"Eviuren, dengan sebutan yang Mulia. Seyna, pembuat berbagai macam bom/alat peledak. Serta pria memiliki keahlian sebagai mata-mata." Ucap Vein.
Ia pun berpikir tentang data-data ketiga orang tersebut. Masih belum jelas siapa mereka dan berapa jumlah anggota kelompok tersebut.
"Ini sangat menarik sekaligus membingungkan." Komentar Vein. "Tapi masih belum jelas detailnya." Lanjutnya.
Srek!
Pintu ruangan terbuka secara otomatis. Seorang wanita berambut blonde masuk ke dalam.
Setiap langkah kakinya menimbulkan suara gema yang tak besar. Ia berhenti tepat di depan Vein.
"Maaf mengganggu..." ucap wanita itu.
"Ada apa kau datang ke ruanganku, Rena?" Tanya Vein.
"Aku hanya ingin membantumu." Jawab Rena sang guitarist muda. Ia memang selalu membawa gitarnya kemanapun.
"Membantuku? Apa kau sanggup?" Tanya Vein dengan nada sombong.
Rena mengambil napas sejenak. "Iya, aku sanggup!" Jawabnya tegas.
"Hmmm... Akan kupikirkan." Balas Vein. "Sekarang kau bisa pergi dari ruanganku!" Usirnya.
"Baiklah!" Seru Rena.
Ia pun pergi dari ruangan Vein. Ia menyenderkan tubuh di dinding.
"Cih! Menyebalkan sekali!" Umpat Rena kesal.
"Kalau bukan demi membalas kematian saudari kembarku. Aku takkan bergabung di sini!" Ujar Rena.
Ia segera meninggalkan markas Hero Fantasy. Ia merasa tak betah berlama-lama di sana.
.
.
.
.
Rena tengah asyik memainkan gitarnya untuk menghilang rasa kesal di hati. Ia juga menyanyi sampai tak mengetahui kedatangan seseorang.
"Asalkan engkau bahagia... Jreng!"
Prok! Prok!
Suara tepuk tangan menyadarkan Rena. Ia mencari keberadaan seseorang itu.
"Aku tak menyangka. Seorang Ferena Sincleir mempunyai suara yang bagus." Puji seorang pria memakai syal di leher. Dialah Aoki.
"Hah! Pergilah! Aku sedang tak ingin dingganggu siapapun, termasuk dirimu!" Seru Rena sinis.
"Hahaha... Aku hanya ingin mengajakmu bergabung denganku." Ujar Aoki.
"Cih! Aku takkan sudi bergabung denganmu!" Jawab Rena ketus.
Ia berdiri dan pergi berlalu dari hadapan Aoki. Sudah cukup ia merasa kesal yang amat besar untuk hari ini.
"Hahaha... Lebih baik pikirkan lagi!" Teriak Aoki lantang.
Rena tak memperdulikannya. Ia sudah menghilang dari pandangan Aoki.
"Takkan ada yang bisa menolak keinginanku!" Kata Aoki menyeringai. Ia memiliki sifat yang tak bisa di tolak dan ambisius.
"Selanjutnya giliran Yùki..." gumam Aoki.
Ia memutuskan untuk menyusun rencana agar si tukang kebun lengser. "Shishishi... Jabatanmu akan jatuh ke tanganku secepatnya." Seru Aoki tertawa dengan ciri khasnya.
.
.
.
.
Setelah selesai menikmati es krim dengan Aozora. Liana berpisah dengannya di lampu merah.
Ia berjalan santai sambil memainkan HP. Tiba-tiba seorang wanita menghalangi dirinya. Wanita itu memakai sebuah seragam yang terbilang ketat atau pas pada tubuhnya. Lekukan badannya sungguh terlihat jelas.
"Ada apa?" Tanya Liana ketus.
"Bagaimana dengan misimu?" Tanya balik wanita itu.
"Yeaahh! Aku sudah semakin akrab dengan gadis kecil itu." Jawab Liana menyeringai tipis.
"Araara... kau memang anak buah yang pintar." Puji wanita itu.
"Kau bisa mengandalkan diriku." Ucap Liana percaya diri.
"Araara... Aku percaya padamu." Ungkap wanita itu. Ia pun menghilang dari pandangan Liana.
Liana sendiri melanjutkan perjalanannya menuju rumah tercinta. Ia ingin tidur di kasur empuknya.
.
.
.
.
Sang ketua dan wakil Hero Fantasy tengah berkumpul di salah satu ruangan di markas. Hanya ada mereka berdua di dalam.
Atmosfir di dalam ruangan sangatlah menegangkan. Udara dingin dari AC tak dapat mengalahkan atsmofir tersebut.
"Jadi... Dua orang anggota kita sudah di serang oleh dua kubu itu." Ucap Alina.
Ia menggebrak meja dengan sangat keras. Beberapa tempat cemilan dan cangkir gelas menjadi korban yang tak bersalah.
Erix sendiri hanya diam mengamati tanaman barunya. "Kau terlihat sangat segar sekali!" Ujarnya.
Alina merasa jengah. Ia mengeluarkan pistol dan menembaki Erix.
Dor!!
Peluru itu melesat cepat ke arah sang ketua. Namun dengan mudahnya Erix menghindari tembakan itu dengan memiringkan badan ke samping kanan 45°.
"Jangan membuat ruangan ini menjadi hancur." Kata Erix santai. "Nanti kau akan membuat keuangan di sini terkuras hanya gara-gara ulah dirimu." Lanjutnya.
Wajah Alina sudah memerah seperti kepiting rebus. Ia kembali menggeprak meja.
Brakk!!
Kali ini menyebabkan meja terbelah menjadi dua bagian. "Dasar ketua pelit dan tak berguna!" Seru Alina penuh emosi.
"Untung saja kau tidak apa-apa." Ucap Erix mengelus tanaman hiasnya penuh kasih sayang.
"Matilah kau, baka!!!" Teriak Alina. Ia menodong sebuah revolver ke arah Erix.
"Hah! Baiklah, aku tak ingin membuang biaya terlalu banyak." Sahut Erix. Ia memperhatikan mata Alina dengan tajam.
"Begitu. Aku jadi tak perlu membuatmu berciuman dengan moncong ini atau..." ujar Alina menggoda dengan menunjuk ke arah bibir merahnya. Ia juga menurunkan bajunya sampai terlihat sedikit belahan dadanya.
Erix menelen ludah susah payah. Pikiran kotor mulai bermuncullan di otaknya.
.
.
.
.
.
Bersambung... 😂
Oke! Tanpa basa basi!
Selamat membaca! 😎
Thanks to erix_castello AhmadRizani AoiNisaa Ki_Liya07 anime_manhua1398 aliffia_mutia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top