9. SUNSHINE
Jevi mendapati istrinya sudah berada di meja makan dengan menu yang ditata sedemikian rupa. Jevi sebenarnya tidak mengerti kenapa perempuan itu sibuk di meja makan. Padahal biasanya jika sudah memasak, Mayang akan membiarkan Jevi makan sendiri seperti tadi pagi. Ya, mereka bukan pasangan terlalu romantis seperti yang lainnya. Karena sudah terlalu lama mengenal satu sama lain, bagi Mayang dan Jevi yang terpenting adalah menyediakan. Meladeni seperti yang kebanyakan orangtua suruh tidak masuk dalam list mereka.
"Yang?" panggil Jevi.
"Jev, sini! Kita makan."
Jevi menyembunyikan ringisannya yang akan kentara jika dia salah menanggapi sedikit saja. Masalahnya, Jevi tadi sudah ditraktir makan. Bagaimana dia harus mengatakan pada Mayang?
Ah, ketimbang bilang. Jevi memilih untuk diam dan mengisi kembali perutnya supaya sang istri tidak berpikiran macam-macam.
Menggeser kursinya, Jevi mengangguk dengan semangat. "Kamu masak apa ini? Kok, merah-merah?" Seorang Jevi selalu percaya bahwa Mayang sangat mengerti dirinya. Bahkan untuk urusan masakan, Mayang tidak akan mengkhianati kepercayaan Jevi.
Dan malam ini ...
"Ceker mercon!" sahut Mayang dengan semangat. Dari sana Jevi melongo tak percaya.
"Yang? Kamu tahu aku nggak bisa makan pedes, kan?" tanya Jevi pelan. "Ceker mercon, itu ... pedes dari cabe, kan, Yang?"
Mayang menekuri wajah suaminya yang terlihat sangat tak bersedia dengan menu yang Mayang siapkan itu. Padahal Mayang merasa sangat ingin untuk menikmati makanan itu berdua.
"Iya, aku tahu. Tapi hari ini, tuh, aku emang kepengen banget, deh, Jev. Mau, ya?"
Kerutan di kening Jevi sangat dalam. Dia tidak mengerti kenapa istrinya sangat aneh hari ini. Apa ini salah satu bentuk kesalnya Mayang karena pria itu tidak bisa menepati janji dengan berada di rumah? Atau jangan-jangan Mayang tahu bahwa Jevi menemui Aurora tadi? Apa mungkin Mayang curiga hingga ingin membalasnya seperti ini?
"Iya ... tapi, aku nggak kuat pedes, Yang." Jevi masih mencoba untuk menghindari makanan yang terlihat menggelora itu.
Jika biasanya Mayang akan mengalah dan mengatakan tidak apa-apa bagi Jevi untuk tidak ikut makan, maka berbeda dengan yang dilakukan perempuan itu sekarang. Mayang mendengus, lalu tiba-tiba saja mengalihkan tatapan dengan matanya yang memerah. Kentara tak terima dengan balasan Jevi.
"Yang? Kok, nangis? Aku nggak bermaksud--"
"Minggir. Aku mau buang aja makanannya." Kata Mayang dengan kekesalan yang memuncak.
"Hah? Kok, dibuang? Sayang makanannya. Kamu biasanya nggak buang makanan, lho. Kamu bakalan habisin pelan-pelan kalo emang kamu pengen makan."
"Itu biasanya!" balas Mayang keras. "Awas, deh!"
Jevi tidak mengerti ada apa dengan istrinya, tapi dia tidak tega melihat Mayang yang sudah menangis sembari memaksa berdiri untuk membuang makanan yang pria itu yakin sudah dibuat susah payah.
"Oke, oke! Aku ikut makan. Jangan dibuang." Mayang berhenti mendorong tubuh suaminya itu dan menunggu.
Terlihat sekali bagaimana wajah Jevi yang memucat. Pria itu meneguk ludahnya berulang kali. Meski tahu, Mayang tak mau mengalah. Dia ingin melihat Jevi makan pedas. Sekuat itu keinginannya kali ini.
"Nih! Udah aku ambilin buat kamu."
Jevi semakin melebarkan matanya. Nasi berwarna putih yang dipinggirnya diberi ceker merah itu membuat ngeri jiwa dan raga Jevi.
"Demi aku, Jev. Serius. Aku pengen banget makan pedes sama kamu. Boleh, kan?"
Jevi hanya bisa mengangguk. Dia mulai menyuapkan nasi lebih dulu barulah ceker yang empuk dan sudah dia usap-usap bagian sambalnya akan dia masukkan ke dalam mulut. Menutup matanya, Jevi merasakan ceker yang sudah meresap bumbunya itu membakar lidah dan bibirnya.
"Enak?" tanya Mayang yang justru membakar mata dan telinga Jevi. Karena pertanyaan itu bagaikan api yang jika disembur balasan bisa padam atau justru berkobar makin besar. Dan pemandangan wajah Mayang yang berharap semacam itu membuat Jevi tak bisa membalas bahwa dia tak suka makanan pedas terlepas enak atau tidak cita rasanya. Karena pedas tidak bisa membuat rasa makanan itu ada.
"Hm." Jevi meraih gelas. Baru satu gigitan, wajahnya sudah berkeringat.
Dilihatnya Mayang yang mulai melahap jatahnya sendiri. Perempuan itu tidak terlihat terganggu sama sekali dengan rasa pedas.
"Kamu... itu nggak pedes di lidah kamu, Yang?" tanya Jevi heran.
"Nggak. Aku salah ngira, nih. cabenya kurang, deh, Jev. Harusnya mercon beneran. Kok, malah kurang merconnya, ya?"
Gila!
Bagi Jevi ini sudah level neraka. Matanya berair, hidungnya pun begitu. kepalanya sampai pening hingga tak bisa merasakan apa-apa selain pedas.
"Aku nggak kuat, Yang." Jevi berlarin ke kamar mandi membawa sebotol mineral besar dari kulkas. Mayang bisa bayangkan Jevi tersiksa karena perutnya juga pastinya panas.
"Jev? Kamu oke?" Mayang mengetuk pintu kamar mandi dan bertanya.
"Nggak!" seru Jevi di dalam sana.
Mayang meringis, tapi entah kenapa dia senang keinginannya tercapai. Maafin aku, Jev. Tapi aku emang seneng kamu yang kepedesan begini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top