3. SUNSHINE
Mayang bangun dengan pelukan erat di perutnya. Si pelaku tentu adalah suaminya sendiri, Jevi. Kejadian semalam, dimana Jevi mengaku kembali bertemu dengan mantan kekasihnya, Aurora, membuat Mayang mawas diri. Bukan untuk menjadi istri yang lemah lembut untuk mengalah setelah disakiti berulang kali. Mayang lebih merasa kejujuran sang suami adalah bentuk pelajaran baginya untuk lebih siap menjaga pria itu sebagai suami.
Hari ini Mayang akan mengundurkan diri dari pekerjaannya di bawah naungan Seda Dactari, petinggi salah satu stasiun televisi swasta yang terkemuka di Indonesia. Sudah waktunya Mayang memerlukan waktu untuk istirahat, fokus untuk program kehamilannya.
"Jev, katanya mau ngantor? Papa kamu nggak mau masuk kantor lagi, kan?" Mayang membangunkan suaminya.
Meski bukan petinggi seperti Seda Dactari, Jevi Nugraha jelas masuk ke dalam suami idaman para mertua. Tampan, mapan, dan nyaman. Artian yang terakhir adalah bentuk dari kesediaan Jevi untuk bertanggung jawab dan menaungi siapapun pasangannya nanti. Dan memang terbukti, Mayang dibuat nyaman oleh pria itu. Karena sejauh ini, Jevi tidak pernah macam-macam. Menikah, ya, menikah. Meski tak cinta (menurut pengakuan pria itu), tapi Jevi tidak pernah membagi perhatiannya untuk mendua. Bahkan menggoda perempuan lain saja tidak pernah.
Namun, satu yang membuat Mayang gundah; Aurora, si mantan kekasih Jevi yang kembali ke negara ini.
"Jev?"
"Kamu berangkat duluan aja. Jangan ganggu aku. Masih kangen tidur, nih!"
Balasan yang diucapkan dengan mata terpejam mengantuk itu mungkin akan disesali Jevi yang pasti akan terlambat masuk kantor. Benar memang, Jevi adalah anak dari pendiri perusahaan keluarga di bidang bahan baku properti. Tapi jelas papa pria itu akan tetap marah jika kantornya yang tidak seberapa besar itu tidak di-handle dengan benar.
Mayang bangun dari tempat tidur, dalam posisi duduk dia mengikat rambut asal. Jevi mendekat dan menggerakan tangannya yang suka sekali usil di pagi hari.
"Jev!" protes Mayang tanpa benar-benar menyingkirkan tangan pria itu. "Semalam kamu nggak kira-kira mainnya, lho! Kamu itu ngajak tidur atau ngajak war, sih?!"
Jevi yang mendengarnya terkekeh. Wajahnya menumpuk di bantal hingga suaranya tak benar-benar keluar.
"Nge-war sama istri sendiri, mah, nggak masalah, Yang." Balas Jevi dengan nada bercanda.
Mayang asumsikan jika pria itu sudah mulai melupakan curhatan kegundahan hatinya semalam. Jadi, perempuan itu tidak akan membahasnya lagi.
Jevi masih setia mengusapi puting Mayang yang terasa mengeras dibalik kaus dalaman milik pria itu. Dan Mayang sudah terlalu biasa dengan agenda Jevi ketika berdekatan dengannya. Sentuhan semacam ini terbentuk semenjak Jevi benar-benar bisa melepaskan status 'sahabat' yang melekat pada Mayang selama ini. Satu tahun pernikahan, Jevi masih membatasi diri. Tak berani untuk menyentuh cuma-cuma jika bukan Mayang yang memulai lebih dulu.
"Kok, masih di sini, Yang? Kamu mau aku anterin?" tanya Jevi mendapati istrinya tak bergerak untuk segera bersiap.
"Sebentar lagi. Masih males mandi."
Jevi mengubah posisi, kini pria itu sudah terbangun sepenuhnya.
"Katanya kangen tidur?" Mayang memicing melihat suaminya.
Jevi menggigit bibirnya, memberikan tatapan menggoda. "Tadi kamu kode, kan?"
Mayang menatap dengan bingung. "Kode apaan?"
"Males mandi. Itu kode kalo kamu maunya mandi sama aku, ya, kan? Udah, iyain aja, Yang!" Jevi berdiri dengan celana pendek yang memang digunakan tanpa celana dalam karena sesi bercinta mereka semalam. Jika bukan karena Mayang sangat risih dengan tidur tanpa memakai apa-apa, Jevi lebih memilih telanjang. "Ayo! Aku mandiin, Yang."
Jevi terlihat begitu semangat. Mungkin efek dari kegiatan semalam mampu memberikan suntikan semangat untuk pria itu.
Atau mungkin Jevi lagi akting.
*
Seda memang mengizinkannya resign, dengan segala pertanyaan yang menyambut Mayang. Dan untuk sementara, Mayang akan tetap bekerja sampai penggantinya didapatkan. Mayang sudah bekerja bersama Seda bahkan sebelum dirinya menikah dengan Jevi. Ya, satu tahun. Tahun kedua dan seterusnya, Mayang bekerja dalam kondisi menikah. Dan sejauh ini, Mayang sudah membuka usaha online-nya sendiri.
Ya, brand kecantikan tentu saja. S-thetic adalah merk dari produk yang dia kembangkan di ranah kecantikan. Bekerja sama dengan temannya yang begitu 'kecanduan' dengan segala jenis skincare, Mayang meyakini bahwa dia bisa tetap mendapatkan penghasilan meski mundur dari pekerjaan yang lebih menguras waktu, tenaga, serta pikirannya.
"Ngapain bengong, May?"
Amore datang dengan membawa kardus cukup besar yang sudah dilapisi lakban dan isinya jelas produk yang akan mereka coba.
"Cepet banget, Mo." Mayang mengambil kardus tersebut dan menaruhnya di kursi sebelahnya yang kosong.
"Ya, jelas! Pabrik sama lab-nya punya bapak gue, brand beginian nggak akan nunggu lama. Karena jalan orang dalam itu lebih terjamin, Mayang."
Balasan Amore membuat Mayang tertawa.
"Mada nggak elo ajak?" tanya Mayang menyadari tidak ada anak berusia empat tahun yang mengikuti Amore.
"Bapaknya di rumah. Seminggu bakalan di rumah, nggak tahu gimana ceritanya dia pake jatah cuti sekarang."
Mayang mengernyit. "Mau liburan, ya, kalian?" tebak Mayang.
"Anom, sih, ngajaknya begitu. Tapi karena gue juga masih ngurus S-thetic sama toko baju gue, jadi agak susah. Lagi musim belanja onlen, gue harus standby buat pastiin karyawan gue packing-nya bener."
Mayang mengangguk.
"Jadi, elo mau ngomongin apa selain minta sample S-thetic?"
"Gue mau beli rumah di Bandung, Mo. Kira-kira suami elo bisa cariin, nggak, ya?"
Amore tertawa. "Jelas bisa! Kan emang kerjaan suami gue, ya, cariin rumah buat orang. Mau yang kamar berapa? Tiga? Empat? Eh, tapi kalian belum ada si kecil, masih bisa nyicil nanti, ya. Jadi, mendingan kamar—"
"Mo, gue butuh rumah untuk gue sendiri."
"Apa!?"
Mayang yakin, ini akan menjadi permintaan yang panjang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top