27. (b) SUNSHINE
Mengamati dari kejauhan bagaimana interaksi keluarga kecil itu terjadi, sukses membuat Aurora merasa geram. Dia sungguh tak suka dengan apa yang dilihatnya saat ini. Jevi bersama istri dan anaknya yang terlihat bahagia, sama sekali bukan itu yang ingin Aurora dapati. Harusnya dia yang berada di posisi itu. Memeluk Jevi dengan pria itu yang menggendong anak mereka. Tersenyum bahagia, berceloteh bersama, dan merasakan dunia begitu indah dalam genggaman mereka.
Aurora tak mengerti kenapa justru di sini dirinya berada. Menguntit pasangan yang berbahagia. Bersembunyi dari banyak pilar supaya tubuhnya yang mulai membesar tidak banyak diketahui orang. Dia tidak menikmati pertunjukkan keluarga bahagia itu. Dan kesungguhannya semakin muncul untuk mengacaukan apa yang keluarga kecil itu punya dan membawanya pada kehidupan Aurora sesegera mungkin.
"Lihat aja, Jev. Kamu akan bertanggung jawab atas perasaan yang kamu bilang nggak ada untukku lagi itu!"
Karena berucap saja tidak membuat Aurora puas. Dia mulai berjalan dan mengikuti kemanapun Jevi dan Mayang pergi. Dia sedang mencari celah untuk serangan pertamanya pada Jevi. Menggertak pria itu dengan caranya yang sudah pasti akan mengejutkan pria yang dengan mudahnya mendapatkan kebahagiaan setelah mencampakka Aurora itu.
"Mau pesan apa, Bu?" tanya salah seorang pelayan.
Aurora menatap pada meja keluarga kecil yang sebagian makanannya sudah tersaji di meja mereka.
"Saya mau makanan yang sama dengan keluarga yang di sana." Kata Aurora tanpa melepas tatapan dari meja Jevi berada.
Si pelayan kebingungan. "Untuk dua orang dan satu makanan bayi, Bu?"
Kali ini Aurora mendongak menatap si pelayan. "Bawakan saja. Jangan banyak bertanya lagi, harus sama persis seperti pesanan keluarga di sana!"
Tidak bisa ditolak, si pelayan mengiyakan dan pergi dari meja itu. Sedangkan Aurora tak lekang mengamati meja keluarga kecil yang sebenarnya hanya membuatnya iri dan semakin dengki saja guna mendapatkan keluarga bahagia yang tercermin oleh keluarga Jevi.
"Aku akan segera bersama kamu, Jev. Kita akan bahagia. Mama, papa, dan anak ini." Aurora menatap perutnya yang membuncit. "Kita akan bahagia segera, Sayang."
*
Mayang menikmati es krim sebagai penutup dari agenda makan mereka. Jevi memangku Mahes dengan sabar.
"Yang, aku kebelet kencing." Kata Jevi yang sudah bersiap mengangkat Mahes untuk berpindah pangkuan darinya kepada Mayang.
"Oke. Jangan ditahan-tahan, nggak bagus."
Jevi mengangguk dan mengecup pipi keduanya sekilas. Semakin membuat iri pengunjung yang lain. Mayang sudah terbiasa dan tidak ingin menegur, karena mereka memang saling memiliki. Terserah orang lain akan berkata apa. Dunia mereka lebih dari para remaja yang sedang kasmaran. Jadi, dunia mereka lebih besar kebahagiaannya.
Jevi berjalan cepat menuju kamar mandi. Menuntaskan apa yang perlu dia tuntaskan sedari tadi. Begitu keluar, pria itu dikejutkan dengan tubuh seorang wanita yang membelakanginya dan menghalangi langkahnya.
"Permisi, Mbak."
"Ya, Jevi?"
Jevi langsung terkejut mendapati Aurora dengan senyuman tak terbacanya membalikkan tubuh disertai dengan bentuk tubuh perempuan itu yang tak sama lagi.
"Kamu...?"
"Iya, Jev. Ini aku, Aurora kamu. Apa kabar, Jev?"
Jevi menggelengkan kepala dengan gerakan yang cukup keras. Bagaimana mungkin dia mendapati Aurora yang begini? Yang berbadan dua seperti ini?"
"Kamu... hamil?" tanya Jevi lirih.
Aurora mengangguk. "Iya, Jev. Aku hamil."
"An--anak siapa? Anak siapa yang kamu kandung?"
Aurora tahu bahwa Jevi akan menanyakan ini. Pria itu pasti tidak percaya bahwa anak yang ada dalam kandungan Aurora adalah anak Jevi.
Dengan dengusan yang membuat Jevi semakin gugup, Aurora berkata dengan lambat dan perlahan. "Ini adalah buah cinta dari hubungan yang kita lakukan, Jev. Malam itu, kamu mabuk dan nggak sadarkan diri... ini adalah jawabannya, Jev."
Sekali lagi Jevi menggelengkan kepalanya lebih kuat. "Nggak! Nggak mungkin kamu hamil! Kamu sendiri yang bilang kalo kita nggak ngapa-ngapain?!"
Aurora memasang wajah penuh kesedihan. Wajahnya yang pucat tanpa riasan semakin mendukung aktingnya itu di depan Jevi yang pucat karena shock.
"Kamu percaya dengan jawaban aku waktu itu, Jev? Apa kamu nggak berpikir bahwa aku bohong waktu itu? Aku nggak berani jujur sama kamu saat itu karena aku nggak tahu harus bagaimana. Kamu masih suami Mayang. Aku nggak sampai hati membuat pengakuan bahwa kita melakukannya malam itu, Jev!"
Berulang kali Jevi menggelengkan kepalanya. Dia sangat tak menginginkan situasi semacam ini datang padanya. Jevi berusaha menyangkalnya kuat-kuat.
"Nggak! Kalo kita memang melakukannya, harusnya kamu jujur! Kamu pasti main-main dengan ucapan kamu ini, kan? Jangan sembarangan, Aurora!" desis Jevi.
Aurora menitikkan airmata. "Ini anak kamu, Jev. Anak kamu."
Jevi merasakan dunianya runtuh. Dia mencari pegangan dan tak bisa menatap sekitar dengan benar. Yang dilakukan selanjutnya adalah menuding Aurora berbohong dengan telunjuk pada wajah perempuan itu dan meninggalkannya karena tak percaya.
"Kamu berbohong. Itu bukan anakku!"
Aurora tersenyum miring selepas mendapati wajah pias Jevi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top