24. (b) SUNSHINE
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari bisa merasakan apa yang dinamakan kebahagiaan kecil bersama keluarga. Mayang mulai memikirkan hal yang seharusnya tidak mereka rasakan jika saja komunikasi dan keinginan mereka bisa diungkapkan dengan benar sejak awal. Seharusnya dia bisa merasakan keluarga yang utuh tanpa bingung bagaimana lanjutan kisah pernikahannya.
"Jev, bisa ngomong berdua?"
Mayang sebenarnya tak mau mengganggu waktu yang Jevi punya untuk sekadar mengamati Mahes yang sedang terlelap dengan lucu. Namun, mereka memang harus bicara. Mendewasakan diri dengan mau untuk membuka lembaran baru. Entah itu dalam bentuk tak saling bersama atau membuat kebersamaan yang baru.
"Oh, bisa. Sebentar, aku cium Mahes dulu."
Bahkan untuk mencium anak mereka saja Jevi tak mau gegabah melakukannya jika tanpa persetujuan Mayang. Pria itu memang menunjukkan betapa besarnya kasih sayang dan perhatian untuk Mahes sejauh ini.
Berjalan menuju halaman belakang, dimana mereka bisa bicara di gazebo kecil yang tenang dan nyaman untuk dibuat bicara berdua. Mayang lebih dulu memulai.
"Aku berulang kali berpikir soal kita, Jev."
Jevi menunggu. Dia tidak ingin menginterupsi apa yang ingin istrinya sampaikan secara penuh.
"Aku memang gegabah saat memutuskan untuk meninggalkan kamu. Jujur, itu keputusan yang sangat tiba-tiba. Aku cemburu, nggak bisa menekan emosi dengan cara yang lebih dewasa. Dalam pikiranku, meninggalkan kamu adalah cara paling penting. Mendapati kamu yang diam saja ke mantan kamu itu... aku nggak suka, Jev. Aku merasa nggak lebih penting dari dia karena kamu terlalu kalem menghadapinya."
Jevi mengaku salah. Dia tidak membantah apa yang Mayang katakan.
"Aku paham itu urusan pekerjaan, tapi aku nggak suka. Karena aku merasa seharusnya kita saling menjaga. Harusnya kita saling mengakui bahwa perasaan dan status kita itu benar adanya, bukan cuma karena wasiat mama kamu aja."
"Maaf untuk itu, Yang. Aku memang pengecut yang nggak bisa menyadari perasaanku sendiri."
Mayang mengangguki. "Tapi aku juga harus minta maaf ke kamu dengan benar. Maafin aku karena nggak mengatakan apa-apa soal Mahes sejak awal. Aku meninggikan kekecewaanku sampai nggak mau memberitahu kamu soal anak kita, Jev. Aku bertindak seolah aku bisa melakukan segalanya sendiri. Padahal, dalam prosesnya, aku berharap kamu ada di samping aku dan menguatkan aku yang suka kelimpungan dengan mual dan segala macamnya."
Jevi tidak kuasa untuk tidak mendekati istrinya. Dia bergerak memeluk tubuh Mayang dan mengecup kening perempuan itu. "Aku memaafkan semua yang kamu lakukan, Yang. Aku juga lebih banyak bersalah sama kamu, dan aku berusaha memperbaiki pelan-pelan. Aku mungkin nggak bisa mengubah keputusan kamu yang ingin berpisah sama aku, tapi aku berdoa dengan sungguh, semoga Mahes bisa menjadi penyatu kita berdua."
Mayang mendongak. Menatap dengan lekat mata suaminya. "Kamu memangnya masih mau sama aku, Jev?"
Jevi menyentuh dagu istrinya. Pandangan penuh cintanya tidak bisa Mayang lewatkan begitu saja. "Kamu pikir aku akan melepaskan kamu? Nggak, Yang. Nggak. Aku... rasanya cinta mati sama kamu. Kalo ada yang bisa membuat aku lepas dari kamu, aku yakin itu bukan karena aku cinta sama yang lain, tapi karena paksaan."
Mengusap airmata di pipi, Mayang bertanya lagi. "Jadi, kamu cinta mati sama aku? Kamu udah sadar kalo cinta sama aku?"
Jevi mau tak mau tersenyum dengan ucapan Mayang yang bisa dikatakan menyindir juga. "Iya, aku cinta kamu. Sebenarnya kalo dipikir lagi, aku udah cinta kamu dari dulu."
Mayang menyipitkan pandangan. "Dari dulu? Kapan?"
"Waktu kita sering aja gitu pergi berduaan waktu kuliah."
Mayang membungkam bibirnya. "Aku nggak termasuk selingkuh sama kamu, kan, Jev? Kamu waktu itu masih jadi pacar si itu, kan?"
"Ya... tergantung. Aku juga nggak tahu kita selingkuh atau nggak. Tapi yang jelas, aku lebih nggak bisa ngelepas kamu untuk orang lain waktu itu, makanya aku suka ngikutin kamu kalo ada rencana jalan-jalan sama Amore."
Mereka menjadi mengingat kisah yang lalu. Tidak bisa berhenti dan terbawa suasana sendiri.
"Kamu masih inget waktu ciuman pertama kita, Yang?" tanya Jevi dengan wajah serius.
Mayang mencoba terlepas dari pelukan Jevisebagai tanda tak mau membahas hal itu, tapi pria itu melarang. "Yang, aku janji nggak akan jadi bodoh lagi. Aku nggak akan ngelepasin kamu."
"Gitu? Tapi gimana sama pengajuan cerai itu, Jev?"
Jevi mengendikkan bahunya. "Ada pengacara, apa tujuan kita bayar mahal kalo mereka nggak bisa mengatasinya?"
Mayang mengangguk, dia berniat untuk melepaskan diri dan kembali masuk ke rumah. Namun, Jevi menariknya hingga ciuman pertama mereka setelah berbulan-bulan lamanya terjadi. Apa ini bisa dianggap sebagai ciuman pertama mereka lagi? Karena rasanya ada yang manis untuk dicecap dengan tambahan sedikit gerakan yang tak kaku seperti awal-awal mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top