20. (a) SUNSHINE
Jevi begitu kalut dengan segala hal yang menimpanya. Dia semakin takut jika kehilangan Mayang. Hatinya kacau, karena merasa bersalah sudah bersikap baik pada mantan kekasihnya itu. Seharusnya tidak perlu dia bersikap demikian. Sejak awal, harusnya dia tolak Aurora dan tidak memiliki hubungan kerja macam apa pun.
"Pak. Ada pembuat onar--maksud saya ada klien yang membuat kerusuhan, Pak." Orissa membuat pengumuman di depan pintu Jevi.
"Siapa?" balas Jevi.
"Ibu Aurora, Pak."
Jevi menjatuhkan kepalanya di atas meja. Sudah dua hari dan perempuan itu masih sigap saja mempermalukan diri dengan keras kepala bahwa Jevi masih mencintainya. Padahal, jelas sekali Jevi berkata malam kala mabuk itu. Dia merindukan Mayang, mengharapkan Mayang pulang. Bukan nama Aurora, lalu kenapa masih saja wanita itu mencari-cari kesempatan semacam ini?
Jika diperhatikan lagi, Jevi jadi menyadari bahwa sikap Aurora memang selalu menimbulkan masalah sejak awal mereka memiliki hubungan. Jevi selalu mengalah dan tidak memiliki ruang untuk sendiri. Sendiri dalam memikirkan sesuatu. Mungkin itu sebabnya, pada ujungnya, Jevi yang berusaha memutuskan hubungan dan tidak masalah sama sekali untuk menikahi Mayang yang sudah lebih memahami dirinya secara apa adanya.
"Tolong suruh dia pergi. Lakukan cara apa pun, saya nggak peduli kalau ada orang yang melihatnya, Orissa."
"Baik, Pak." Jevi ingin menjadi tega. Dia tak mau dimanfaatkan karena sikap baiknya. Karena ternyata menjadi baik tak selalu berujung pada poin kebenaran.
*
Mampir di kediaman Amore selalu menjadi hal yang menyenangkan. Karena rumahnya sendiri hanya akan membuat Jevi galau berlebihan saja. Dia tak mau menjadi begitu larut dan akhirnya mabuk hingga membuat dirinya sendiri tak sadar atas apa yang terjadi. Sudah cukup satu kali itu saja dia membuat kesalahan.
"Madaaa!"
"Om, Om!" Bahkan Mada saja sudah memiliki keterikatan dengan Jevi karena begitu seringnya Jevi berkunjung ke rumah tersebut.
"Om bawa sesuatu, nih!"
Mada berloncat kegirangan. Dia memang sudah pandai mengambil hati anak-anak. Harusnya Jevi sudah cocok menjadi seorang ayah, bukan?
"Jev, udah kali manjain anak gue." Amore yang selalu protes karena sekarang Mada seperti memiliki sekutu baru selain ayahnya sendiri yang suka memanjakan anak itu.
"Siapa yang manjain, Mo? Ini bentuk terima kasih karena Mada mau jadi temen gue. Dia juga nggak rahasiain apa pun dari gue, Mo."
Amore menggeleng tak percaya, dia berulang kali mendapat sindiran dari suami Mayang yang masih saja gigih mencari jawaban atas keberadaan Mayang sekarang.
Mada sudah sibuk dengan apa yang Jevi bawakan, begitu pula Jevi yang sudah sepenuhnya menaruh perhatian pada Mada yang suka sekali mencari perhatian.
"Gini aja, Jev. Kita hubungi Mayang lewat telepon. Gue yang bakalan telepon dia, dan kita kulik jawabannya pelan-pelan. Karena gue yakin, dia bakalan menyangkal jawab jujur. Elo tahu sendiri dia itu perempuan paling gigih dengan prinsipnya sendiri."
Jevi tahu itu dan dia menyetujui rencana Amore untuk menggali jawabannya dari Mayang langsung.
Setelah memastikan mereka fokus dan berada jauh dari Mada. Panggilan yang tiba-tiba menegangkan itu berubah menjadi semakin menegangkan begitu Mayang menyambut panggilan dari nomor Amore.
Giliran nomornya Amore nggak kena blokir, tapi nomor gue bener-bener nggak pernah dibuka blok-nya.
"May."
"Haiiii! Apa kabar, Mo?" sahut Mayang ceria.
Suara itu membuat Jevi tak bisa berpikir dengan benar. Dia sama sekali tidak bisa menahan wajah rindunya, hingga Amore menjadi ngeri melihat Jevi yang menatap ponsel Amo seolah sedang menatap Mayang secara langsung.
"Kabar baik, May. Eh, gue mau cerita, dong, May!" amore tak ingin Mayang mudah menebak dengan kadar curigaannya yang semakin tinggi semenjak hamil.
"Apa, Mo?"
"Gue pengen liburan, deh. Elo tahu nggak tempat yang enak buat liburan?" Pancingan itu nampaknya berhasil, Mayang menjawabnya dengan semangat menggebu.
"Sini aja, Mo! Bandung cocok banget, deh buat nenangin diri. Liburannya bisa di tempat wisata, tidurnya di rumah gue aja."
Amore bertatapan dengan Jevi. Pria itu menahan geram. Tak lain dan tak bukan, Mayang tinggal di daerah yang sudah diinginkan sejak awal untuk memiliki rumah asri dan tenang di sana.
"Tapi katanya ada mama sama ayah Broto di sana, kan? Emangnya kamar di sana cukup buat gue sekeluarga nginep?" Amore berusaha menggali hal-hal terkecil hingga Jevi mengusapi wajahnya berulang kali. Amore menekan jari di bibirnya supaya Jevi menahan diri untuk tak bersuara.
"Cukup. Kalian tidur bertiga, kan? Atau Mada udah nggak mau tidur sama orangtuanya?" tanya Mayang tidak curiga apa pun.
"Oh, iya. Kalo dipaksa tidur bareng dia mau, kok. Yaudah, nanti gue bilang ke Anom, ya. Kirimin alamat lengkapnya, deh."
"Gampang soal alamat. Nanti kalian di Bandung kota aja dulu, ada ayah Broto yang siap jemput."
Ah, ternyata tidak mudah. Maka Amore sepertinya benar-benar harus liburan ke sana untuk mencari tahu tempat tinggal Mayang yang sebenarnya.
Aku akan segera jemput kamu, Yang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top