16. (a) SUNSHINE
Terakhir Mayang ingat, dia berada di Grinx. Berusaha menghabiskan waktu sendirian dan ... minum. Setelahnya dia benar-benar tidak mengingat apa pun lagi. Hingga pandangannya mulai beredar dengan kabur, dia mendapati tubuhnya sudah diberikan tambahan cairan infus dan jelas merasakan lemas. Dari semua yang reaksi tubuhnya berikan, Mayang mendapati Amore dengan wajah panik sedang bicara dengan seseorang.
"Mo." Panggil Mayang dengan suara lemah.
"May? Udah sadar? Mau apa, May?" tanya Amo memastikan temannya itu baik-baik saja.
Mayang menggeleng. Dia masih belum bisa merasakan apa-apa kecuali tubuhnya yang lemas.
"Mo."
"Iya, May. Gue di sini."
Lalu suara seseorang menginterupsi. "Kalau begitu saya permisi, Bu Amore. Mohon dipastikan tidak terjadi kondisi semacam ini lagi terhadap sepupu ibu. Dan tolong segera beritahu suaminya, ya. Usahakan tidak banyak mengambil pekerjaan di luar kota untuk menemani ibu Mayang."
Kepala Mayang hanya berdenyut tak karuan. Perutnya bergolak dengan mual yang menghantam lambungnya.
"Mo, muntah, Mo!"
Amore bergerak cepat untuk membantu menempatkan plastik untuk Mayang yang mengeluarkan muntahannya.
"Sebenernya gue mau marah ke elo, May. Tapi lihat kondisi elo yang begini, gue beneran nggak tega buat marah-marah."
"Emang gue kenapa, Mo? Kenapa bisa sampe dibawa ke rumah sakit begini?"
Amore menatap Mayang dengan geram. "Lagi hamil begini, bisa-bisanya elo malah minum! Apa yang elo pikirin, sih, May?!"
Mayang langsung menyentuh permukaan perutnya sendiri.
"Hamil? Gue ... hamil, Mo?"
"Menurut elo?! Apa gue bakalan bohong sama elo? Ini udah hasil lab dari dokter! Lo lagi hamil, May!"
Mayang tidak bisa menghentikan tangisannya yang spontan muncul karena rasa haru dan sedih karena tidak mengetahuinya lebih awal hingga ceroboh mengonsumsi alkohol.
"Anak gue nggak apa-apa, kan, Mo? Semalem gue minum. Anak gue baik-baik aja, kan? Apa gue malah bikin dia dalam bahaya, Mo?"
Amore menepuk lengan Mayang yang terbebas dari infus. "Dia kuat. Anak elo kayaknya survive sama alkohol. Berdoa aja dia nggak macem-macem pas gede nanti."
Mayang tahu, Amore mencoba untuk bercanda dengannya. Hanya saja, dalam posisi seperti ini bercanda tidak ada dalam kamus Mayang. Dia benar-benar menyesali sikapnya yang ceroboh.
"May, gue belum hubungin Jevi. Kira-kira elo mau hubungin kapan? Tadi dokter juga nyuruh supaya Jevi lebih banyak nemenin elo, May."
Dari ekspresi Mayang, Amo tahu memang ada yang tidak beres dengan hubungan temannya itu. Mayang bisa nekat ke pub sendirian dan berakhir seperti ini juga pasti ada hubungannya dengan Jevi yang tidak sesuai harapan.
"Gue nggak berani untuk ikut campur urusan kalian, May. Gue juga nggak yakin kalian bakalan saling diam karena semalaman penuh elo nggak pulang."
Amore subuh tadi masih bisa pulang ke rumah untuk mengabarkan langsung pada suaminya, bahwa Mayang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Itu sebabnya dia harus menunggui Mayang di rumah sakit. Untungnya Anom tidak banyak bertanya dan menuntut, suaminya memang sosok yang begitu dewasa.
"Gue... gue bakalan ngomong sama dia baik-baik, Mo. Apa pun reaksinya nanti. Tolong cukup elo jagain gue di sini, Mo. Urusan Jevi, biar gue yang atasi."
Amore tidak bisa lebih merasa prihatin kepada Mayang. Kekuatan perempuan itu jelas ada untuk calon bayinya sekarang.
"Gue doakan yang terbaik untuk keluarga kecil kalian, May."
*
Jevi tidak mengerti dengan apa yang istrinya lakukan dengan tidak pulang ke rumah semalaman. Sebagai seorang suami, dia jelas marah. Namun, yang lebih membumbung dalam hatinya adalah rasa khawatir pada kondisi perempuan itu. Kemana dia? Apa yang terjadi hingga istrinya tidak pulang? Apa sesuatu yang berat sedang menimpa istrinya? Atau apa? Jevi jelas tak mau membayangkan hal yang lebih parah lagi.
"Saya nggak minta pendapat kamu! Saya akan bertemu dengan orang yang saya mau temui! Kamu nggak berhak mengatur!"
"Tapi itu perintah dari pak Jevi, Bu. Beliau tidak sedang ingin diganggu."
Jevi dapat mendengar perdebatan Orissa dan Aurora di balik pintu ruangannya. Seperti yang sudah Jevi katakan pada asisten barunya, bahwa dia tak ingin diganggu dengan pertemuan apa pun. Namun, Aurora tampaknya keras kepala hingga mendebat Orissa.
"Orissa, biarkan bu Rora masuk!" seru Jevi dari dalam. Dia tidak ingin ada keributan lainnya yang bisa memancing pegawai lainnya jadikan perbincangan di setiap obrolan mereka.
Tak lama, Aurora masuk dan Orissa pamit kembali ke mejanya. Sejujurnya Jevi tahu, Orissa cukup dekat dengan Mayang. Tidak menutup kemungkinan Orissa akan mengatakan pertemuan-pertemuannya dengan Aurora pada sang istri.
"Kenapa lagi?" tanya Jevi langsung pada perempuan itu.
"Aku mau kamu mencobanya denganku, Jev!"
"Apa?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top