14. (b) SUNSHINE
Jevi tidak pernah bisa fokus selama bekerja belakangan ini. Hati serta pikirannya kacau. Ucapannya yang berusaha mendekati sang istri selalu gagal karena berakhir dengan kemarahan dan perdebatannya dengan Mayang.
"Permisi, Pak."
"Bisa, nggak, jangan ganggu saya!!" Marah Jevi dengan cepat.
Karena masalahnya dengan sang istri di rumah, kemarahannya terbawa hingga di kantor papanya.
"Maaf, Pak."
Luluk dengan cepat bersiap untuk pergi dari ruangan itu. Namun, Jevi menahan. "Kenapa?"
"Saya kemarin sudah mengirik berkas pengunduran diri, Pak."
"Kenapa mengundurkan diri?"
Luluk kebingungan. "Eh, itu ..."
"Kalau kamu jujur, saya akan langsung tanda tangani dan setuju. Tapi kalau kamu menggunakan alasan yang bohong, saya akan mempersulitnya."
Meski menyadari ekspresi Luluk yang kesulitan menjawab, tetapi jelas tidak akan Jevi biarkan dirinya sendiri yang sedang sulit dengan permasalahannya sendiri. Mendadak saja Jevi ingin menjadi orang yang jahat dengan menempatkan seseorang dalam posisi sulit.
"Saya ... hamil, Pak."
Jevi menatap sekretarisnya dengan terkejut. Setahu Jevi perempuan itu belum menikah dan hamil adalah tanda bahwa itu tidak dikehendaki.
Tiba-tiba saja Jevi merasa salah. Seharusnya dia tidak tahu saja permasalahan genting apa yang Luluk hadapi hingga memaksa untuk mundur dari pekerjaannya di sana.
"Maaf. Saya nggak seharusnya memaksa kamu mengatakan alasan sejujurnya."
Luluk mengangguk. "Nggak apa. Saya juga nggak mau bapak berpikir yang nggak-nggak dengan keputusan saya yang ingiin keluar dari kantor ini."
Jevi tidak mengingkari janjinya. Dia langsung menyetujui kemunduran Luluk dan harus segera mencari karyawan baru. Dia tidak mungkin bersikap seperti tidak mengatakan apa-apa setelah mengetahui permasalahan yang menimpa Luluk.
"Saya nggak akan mempersulit kamu. Kamu nggak perlu one month notice, saya akan segra mencari pegawai baru."
"Terima kasih, Pak." Luluk terlihat tidak lega sama sekali. Jevi yakin keputusan perempuan itu juga tidak bisa dikatakan mudah.
Dengan kondisi tidak adanya suami, bagaimana Luluk akan menjalaninya? Jika memang kekasihnya mau bertanggung jawab, itu berarti Luluk harus segera mengurus pernikahannya sebelum perutnya semakin membesar.
Disaat seperti ini, Jevi seakan disentil. Bagaimana bisa hubungan yang tidak serius itu justru lebih dimudahkan untuk mendapatkan anak? Sedangkan hubungannya dan Mayang dipaksa untuk bersabar menunggu dan membuat Jevi tak bisa membahagiakan sang istri segera.
*
Pulang dalam kondisi wajah yang bengkak, dan tidak lebih cepat dari sang suami, membuat Jevi menunggu dengan perasaan cemas dan kesal. Pria itu menunggu di teras, langsung berdiri begitu mobil Mayang memasuki pagar rumah mereka. Mayang sendiri memilih untuk mengabaikan sikap Jevi yang berlagak seperti suami siaga itu.
"Dari mana kamu, Yang? Kenapa jam segini baru pulang?" todong Jevi pada perempuan yang memilih mengabaikannya kembali.
"Yang! Aku ngomong sama kamu!" seru Jevi mengikuti langkah sang istri ke dalam rumah.
"Kamu tahu nggak malam begini bahaya buat kamu yang nyetir sendirian? Kenapa nomor kamu juga nggak bisa aku hubungi? Kamu sengaja nggak mau aku telepon? Kamu nggak mau anggap aku sebgaai suami kamu lagi? Iya?"
"Memangnya kamu masih ngerasa sebagai suami aku?" balas Mayang pelan tetapi menusuk.
"Apa kamu bilang? Aku selalu menjadi suami kamu, Yang! Kamu jangan bicara aneh-aneh."
"Bukan aku yang bicara aneh! Kamu yang nggak mau jujur dnegan perasaan kamu ke aku."
"Kamu maunya gimana? Memangnya apa yang ada di pikiran kamu sampai aku nggak menganggap diriku sebagai suami kamu?"
Mayang mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu. Mungkin mantan kamu yang bikin kamu lupa dengan status kamu sebagai suami aku? Atau kamu yang sebenarnya nggak pernah ingat kalo seharusnya yang kamu cinta itu istri kamu bukan mantan kamu dengan hubungan di masa lalu yang nggak jelas? Aku nggak tahu mana yang benar, Jev."
Jevi menjambak rambutnya sendiri dengan keras. "Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Aurora! AKu menegaskan ke dia kalo aku udah menikah dan kamu adalah perempuan yang aku pilih menjadi istriku."
"Tapi nggak bagi mantan kamu itu, kan? Dia akan terus--"
Jevi menghentikan ucapan Mayang dengan mencium bibir sang istri dengan cepat dan menuntut. Tak seperti biasanya, dimana mereka begitu lembut melakukannya. Kali ini ciuman tersebut bagaikan sebuah ungkapan rasa kesal, kecewa, dan putus asa.
"Aku nggak mau kita membahas orang lain lagi, Yang. Aku mau kita fokus untuk pernikahan kita."
Mayang mengatur napasnya. "Tapi itu nggak mudah buat aku, Jev. Aku takut kamu...."
"Sstt. Jangan bahas itu lagi, aku mohon. Aku nggak bisa menjalani semuanya kalo kamu masih marah ke aku. Plis, maafin aku. Aku akan berusaha mencintai kamu seutuhnya. Bantu aku, Yang."
Mungkin Mayang memang harus sabar dan berusaha bertahan dengan pernikahan mereka ini. Tidak peduli sebesar apa usaha yang harus dirinya kerahkan untuk mempertahankannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top