12. (a) SUNSHINE
Bagian dari hal yang tidak Mayang sukai ketika memiliki agenda pagi adalah dimana Jevi selalu lebih suka mengurungnya dengan lengan serta kaki pria itu. Dia harus bangun dan bersiap membereskan ini dan itu jika ingin kualitas paginya segera berlalu dan tidak menumpuk hingga siang atau sore hari. Namun, diluar semua itu. Ada agenda pagi yang terkadang memang lebih menyenangkan meski mulanya Mayang tidak begitu antusias atau menyukainya.
"Jev...." Beberapa hari ini mereka seperti perangko yang saling menempel satu sama lain. Hampir setiap harinya ada saja interaksi intim yang entah mengapa semakin menggelora diantara mereka. "Kamu yakin pagi ini mau begini?" tanya Mayang tak sepenuhnya bisa percaya bahwa suaminya bernafsu sekali menggagahinya pagi ini.
"Hm." Jevi lebih memilih untuk fokus pada kegiatannya. Pria itu menyentuh kaki Mayang, mengecupnya secara perlahan sebelum membukanya agar memberikan akses pada tubuh Jevi semakin merapat pada tubuh bagian bawah mereka.
Mayang menelan ludahnya dengan susah payah. Netranya menerawang ke mana-mana karena sensasi yang Jevi berikan begitu kuat.
Tidak ada yang pernah bisa menebak jika hubungan mereka yang mulanya adalah pertemanan, menjadi sahabat dekat, bisa berlanjut sebagai pasangan suami istri dan berkembang menyukai kegiatan saling memuja di ranjang seperti ini. Mayang jadi mengingat bagaimana malam pertama mereka berjalan.
(Malam pertama)
Kecanggungan jelas menaungi mereka. Tidak jelas apa yang akan mereka lakukan untuk malam pertama ini. Bayangan untuk saling melucuti malah membuat mereka menggelengkan kepala. Untuk pertama kali, bayangan semacam itu tidak pernah bisa mereka terima.
"Jev."
"Ya?" Sahutan dari Jevi saja sudah jelas beriringan dengan suara yang bergetar. Mayang jadi yakin, kegugupan itu bukan hanya dia yang rasa.
"Kita ini sahabat, kan, Jev?" tanya Mayang tanpa mau menatap ke samping kanannya. Di sana-lah Jevi berada hingga membuat leher Mayang kaku untuk bertahan menegakkan kepala lurus menatap ke depan.
"Y-yaiya-lah...." Menjawab seperti itu saja membuat Jevi dungu sekali. Tergagap hingga rasanya ingin menenggelamkan diri ke bak mandi saja.
"Sekarang elo anggap kita ini apa, Jev?" tanya Mayang lagi.
"Hah?"
Meski gugup, Mayang ingin tahu apa yang sekiranya bisa dia gali dari semua perubahan yang dia lakukan bersama Jevi ini.
"Maksud gue, dengan menikah dan resmi jadi suami istri begini, elo masih anggap kita ini sahabatan aja? Atau elo bisa nerima status kita yang baru? Gue mau jujur, Jev. Gue nggak mau punya hubungan kontrak semacam itu. Gue mau jadi istri yang sepatutnya istri. Jadi, gue nggak berniat menikah pura-pura."
"Gue jugalah! Siapa yang mau nikah pura-pura? Ini serius, Yang."
Mayang mengangguk paham. "Kalo gitu ... gue mau jadi istri seutuhnya, Jev."
Dari sudut mata Mayang, dia bisa melirik bagaimana Jevi menganggukan kepalanya dengan sangat keras dan terlalu bersemangat hingga Mayang tertawa terpingkal dibuatnya.
"Kok, malah ketawa, sih, Yang?" tanya Jevi dengan muka yang bingung.
"Abis, elo lucu, Jev! Anggukin kepala sampe mau copot, tuh, kepala."
Mau tidak mau Jevi jadi menertawakan diri sendiri. Dia tanpa sadar sudah melakukan hal itu dan merasakan bahwa kepalanya pusing juga digerakkan demikian.
"Ya, gara-gara elo, Yang. Suruh siapa ngajak ngomong dulu. Kalo langsung eksekusi pasti bisa--"
Jevi menahan suaranya sendiri. Karena dia memang sudah terlalu banyak bicara dan sembarangan sekali. Mayang bisa salah paham dengan pemikirannya.
"Sori, Yang. Gue--"
"Kamu bisa cium aku, Jev?"
Mata pria itu sukses membelalak. Aku kamu tampaknya tak terlalu buruk untuk mereka gunakan sebagai pasangan suami istri.
"Aku ...." Jevi merasa kelu untuk terbiasa dengan penyebutan nama semacam itu.
"Jev, kamu harus membiasakan diri. Rasanya nggak etis kalo kita pake elo-gue di depan banyak orang sedangkan kita udah nikah." Kata Mayang dengan wajah serius yang tidak lagi menunjukkan kecanggungan seperti tadi.
"Oke. Aku akan membiasakan diri, Yang. Jadi, tadi kamu bilang apa?"
"Cium aku." Mayang tidak ragu lagi mengatakannya.
Untuk pertama kali, rasanya memang aneh bagi Mayang. Itu adalah pengalaman pertamanya, dan dilakukan bersama Jevi yang tidak pernah Mayang sangka akan menjadi suaminya. Sebenarnya ada hal lain yang membuat Mayang gusar, yaitu tidak adanya indikasi bahwa Jevi tidak berpengalaman sama sekali. Dia memperlakukan Mayang begitu lembut, menciptakan kepercayaan diantara mereka dengan menciumi Mayang berulang kali, mengatakan di telinga perempuan itu bahwa untuk sebagian perempuan mungkin untuk pertama kalinya sangat sakit. Jevi sudah tahu sejauh itu, dan Mayang gusar karena dirinya bukan yang pertama untuk Jevi.
"Yang? Kamu ... nyesel?"
Pertanyaan itu muncul di malam pertama mereka. Entah bagaimana, hingga saat ini pertanyaan itu tak pernah Mayang balas kepada Jevi. Jika menjawab dalam hati, Mayang sudah pasti menjawab 'ya' karena bukan dirinya yang pertama untuk pria yang dia hormati sebagai suami. Namun, Mayang tidak membahasnya lagi. Walau dia tahu, diam-diam Jevi selalu berusaha untuk membuatnya nyaman dan bahagia dengan hubungan ranjang bersama Jevi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top