10. (a) SUNSHINE
Jevi jelas tersiksa dengan makanan yang Mayang sediakan. Pedasnya makanan itu membuat Jevi tertekan karena harus berusaha tidak marah dengan keinginan istrinya dan berakhir memaksanya makan hingga seperti ini.
"Jev? Masih oke?" tanya Mayang dengan tatapan yang memberitahukan bahwa perempuan itu resah.
"Hm."
Balasan Jevi yang begitu singkat membuat Mayang menjadi melebarkan mata terkejut.
"Kok, kamu balesnya cuma begitu, Jev? Kamu kenapa, sih?"
Jevi membalikkan tubuhnya. Dengan tatapan mata yang garang pria itu berkata pada Mayang dengan suara yang dinaikkan.
"Kamu masih tanya kenapa? Aku begini karena kamu yang aneh-aneh maksa aku makan makanan yang udah jelas nggak bisa aku makan! Aku sakit perut! Bukan cuma mencret aja, ini panas! Kamu nggak akan ngerti keluhan orang kayak aku yang nggak bisa makan pedes! Karena kamu itu ratunya pedes!"
Mayang tersulut. "Kamu ngerasain pedes? Kenapa malah pedesin aku kayak gini? Kamu pikir aku maksa kamu? Harusnya kamu nolak. Bisa, kan? Kenapa malah nyalahin aku?!"
"Ya, semua ini karena kamu yang maksa! Kamu yang ngancem tadi, kalo aku nggak mau ikut makan makanan itu bakalan kamu buang. Padahal biasanya kamu juga biasa aja. Kamu bisa makan sendiri tanpa perlu ancem aku kayak gitu!"
"Eh, jangan asal mulut kamu, Jev! Kenapa kamu berkata kasar begitu ke aku? Biasanya kamu bakalan diem aja kalo memang kamu nggak mau jawab! Sekarang malah begini?!"
Jevi menggelengkan kepala dengan keras. "Kamu yang salah, malah kamu yang marah!"
Jevi masuk ke kamar dengan pintu yang ditutup dengan keras, sedangkan Mayang sendiri sulit mengatur emosinya yang aneh dirasa. Seperti dia tidak pernah makan sendiri saja. Tapi melihat Jevi makan sempat membuatnya senang, kini emosinya berbalik menjadi terjun bebas.
"Terserahlah!" seru Mayang sebelum memilih untuk masuk ke kamar tamu.
Mereka nampaknya akan memilih saling memunggungi satu sama lain malam ini. Entah apa yang akan terjadi di keesokan hari yang menanti.
*
Mayang tidak melihat adanya tanda-tanda bahwa Jevi sudah keluar dari kamar. Semalam Mayang memang memutuskan untuk tidur di kamar tamu. Asyik menangis dan kesal pada sikap Jevi Yang menyalahkannya. Meski begitu, tetap saja Mayang ingin tahu bagaimana kondisi Jevi yang terkini.
Meruntuhkan rasa kesalnya, Mayang membuka pintu kamar mereka. Jika pria itu baik-baik saja, maka Mayang akan menggunakan alasan ingin mengambil baju saja supaya pria itu tidak besar kepala.
Namun, yang ditemukannya justru pemandangan Jevi yang meringkuk dalam selimut dengan wajah pucat. Jika sudah begitu, Mayang tidak memikirkan hal lain. Dia akan memastikan Jevi baik-baik saja dengan cara apa pun.
"Jev?" panggil Mayang pelan.
"Yang ...." Bibir Jevi bergetar. Matanya sayup terbuka, menunjukkan merah yang ada di dalamnya.
"Sebentar, ya. Aku ambil P3K dulu, ya." Dengan sedikit panik Mayang bergerak ke sana kemari untuk menyediakan apa yang sekiranya bisa dilakukan untuk meredakan sakit Jevi secara perlahan di rumah. Sebab suaminya itu paling sulit untuk diajak ke rumah sakit. Jangankan rumah sakit, klinik terdekat saja tidak mau.
Jevi menatap istrinya yang sibuk. Meski lemas, Jevi merasakan lega karena akhirnya Mayang mau mengurusnya. Sejak semalam tubuhnya sudah tak beres. Dia meyakini akan limbung, tapi tak mau bersikap manja dengan meminta lebih dulu pada perempuan itu.
"Mau di mulut atau di ketiak, Jev?" tanya Mayang untuk memasang termometer guna memastikan suhu tubuh pria itu.
"Ketiak aja, Yang." Sahut Jevi masih begitu lemas.
Setelah Mayang memasang termometer, perempuan itu menyiapkan air untuk mengompres suaminya.
"Dari kapan panasnya?" tanya Mayang sembari memasang kain di kening pria itu.
"Semalem."
Mayang menghela napas. "Kenapa nggak bilang? Kalo dari semalem, kan jadi nggak begini. Paginya kamu pasti bisa seger lagi."
Jevi menggenggam tangan Mayang. "Nggak berani. Lebih tepatnya nggak punya muka, aku udah marah-marah semalem, Yang."
Mayang tidak melepaskan genggaman itu. Dia justru mengeratkannya. Bertengkar adalah hal yang wajar. Gengsi untuk meminta maaf juga sering terjadi. Jadi, Mayang tidak heran jika Jevi gengsi meminta maaf lebih dulu.
"Ngomong, Jev. Apa pun yang kamu rasain, bilang ke aku."
Jevi mengangguk pelan. Dia bawa tangan istrinya itu ke pipinya. "Makasih, ya, Yang. Maafin aku semalem marah-marah ke kamu."
Mayang mengiyakan. "Maafin aku juga karena kekanakan banget maksa kamu makan ceker pedas itu. Padahal kamu nggak kuat makan pedas."
"Iya, kan? Aku heran kenapa kamu maksa aku sampe segitunya."
Mayang mengangkat kedua bahunya. "Kayaknya mau datang bulan. Moody, cranky, kacau pokoknya. Udah lupain aja, ya."
Dan anggukan menjadi tanda mereka berdamai kembali. Secepat itu. Mereka tidak membutuhkan banyak drama lainnya untuk berakhir pada jurus saling memaafkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top