1. SUNSHINE
"Ah! Akhirnya nikah juga!" respon meriah itu datangnya dari Amore, teman yang dekat dengan Kamayang sejak kuliah. Sejak itu juga Amo menjadi mengenal Jevi yang memang sangat dekat dengan Mayang.
"Thanks, Mo, udah mau dateng." Kata Jevi yang tak mau Amore bicara semakin aneh saja.
"Hei, hei, hei! Nggak gitu, ya, Jev. Jangan buat aku bungkam dengan ucapan terima kasihmu itu." Amore menatap Mayang yang hanya tertawa dengan sikap temannya itu. "Ngaku cuma sahabatan, ujungnya juga nikahan. Gimana, nih? Selama ini yang salah gue apa elo, Ayank?"
Jevi berdecak. Amo jelas tahu persis bahwa Jevi yang boleh memanggil Kamayang dengan panggilan 'Ayang' itu. Karena jika orang lain memanggil Mayang demikian juga, maka akan menjadi ajang modus bagi teman-teman satu lingkungan perempuan itu, terkhusus teman dengan jenis kelamin laki-laki.
"Nggak ada yang salah, Amo. Nanti lagi, deh, ya ngobrolnya. Yang mau salaman udah ngantri, Mo. Liat, tuh!" Mayang berhasil membuat Amo harus mengalah untuk mengulik dan mengejek Jevi lebih lama.
Sepeninggalnya Amore, Jevi berbisik pada sang sahabat yang sah menjadi istrinya itu. "Kamu nggak cerita kalo kita nikah karena 'itu'?"
Jevi tidak bisa mengatakan begitu saja mengenai wasiat yang ditinggalkan oleh mendiang ibu Jevi, jadi dibuatlah sebutan 'itu' oleh Jevi.
Mayang menggeleng. "Yang nikah kita berdua, Jev. Orang lain nggak perlu tahu."
Yah, itu yang pernah Mayang katakan pada Jevi saat resepsi pernikahannya. Tepat di atas pelaminan mereka. Bahwa tidak ada yang perlu tahu mengenai wasiat itu selain mereka berdua yang menjalaninya. Tapi sekarang, sepertinya bukan hanya mereka berdua yang tahu. Ada satu orang lagi yang akan mengetahui hal itu
"Kami ketemu lagi, Yang." Mulai Jev, mengatakan kejujuran pada Mayang. "Aku nggak tahu harus gimana. Tapi keberadaannya bikin aku nggak fokus melakukan banyak hal."
Hampir memasuki tahun keempat pernikahan, mereka bukan hanya sekadar sahabat yang hidup bersama. Mayang paham bagaimana pria itu sangat sulit menghadapi Aurora, itu karena cinta mereka pernah bersemi begitu besarnya.
"Aku tahu, Jev. Nggak akan mudah melupakan masa lalu. Apalagi kamu pernah mencintainya begitu dalam." Mayang mengusap bahu suaminya. Menyandarkan kepala di dada Jevi supaya pria itu tahu, ada Mayang yang berada disisinya.
"Jev, kamu ... apa punya pikiran untuk mengakhiri semua ini?" tanya Mayang dengan suara yang lirih.
Jevi melepaskan pelukan Mayang untuk menatap perempuan itu. "Kamu ini ngomong apa, sih, Yang? Aku nggak kepikiran sampe sana! Aku bukan orang yang suka mempermainkan ikatan suci. Aku bilang dan cerita semua ini, supaya kamu nggak berpikir macam-macam kalo sewaktu-waktu aku ketemuan sama Rora."
Sejujurnya Mayang tak tahu apa yang dirinya tengah pikir dan rasakan. Pernikahan yang hampir empat tahun lamanya bukan waktu singkat untuk dijalani. Mayang sudah terbiasa dengan Jevi, begitu juga sebaliknya.
"Yang, plis, percaya sama aku." Jevi mengusap kerutan di kening Mayang dengan gerakan teratur.
Mayang tidak bisa untuk sepenuhnya mengangguk, juga tidak menggelengkan kepala. Jadi, perempuan itu hanya menyampaikan senyumannya.
"Jev, aku juga mau jujur. Aku nggak suka dengan gagasan kamu dan Aurora punya hubungan di belakang aku. Aku belum bisa kasih kepercayaan itu kalo kamu mau menjalin hubungan di belakangku. Kalo emang kamu suka, cinta sama mantan kamu itu. Tolong bilang sama aku, jujur dan kita bicarakan baik-baik. Aku nggak mau berakhir membenci kamu sebagai sahabat karibku karena pernikahan kita yang kacau. Bisa?" Mayang mengatakan demikian tentu saja untuk mengamankan perasaannya sendiri. Terlepas Mayang pernah berkata bahwa hubungan itu tidak akan mengubah apa-apa diantara mereka, tetap saja Mayang harus membentengi hatinya.
"Bisa, Yang. Tapi kamu juga jangan marah-marah, ya? Aku nggak bisa lihat kamu dengan kemarahan. Sebisa mungkin aku akan menjaga pernikahan kita. Bantu aku buat menjauhi perasaan ini. Aku punya kamu, Yang. Aku yakin bisa menghindari Rora."
Kamayang menggeleng. "Perasaan bukan untuk dihindari, Jev. Kamu memangnya mau menghindar bagaimana? Kalau memang udah takdirnya suka, ya, suka. Kalo cinta, ya, katakan cinta. Nggak ada rasa yang bisa dihindari. Kacuali kamu menyangkalnya. Tapi kebenaran apa pun yang disangkal nggak akan berbuah baik, Jev. Pokoknya, apa pun itu aku mau kamu jujur. Aku nggak mau tahu, Jev. Entah itu menyakitkan atau nggak buat aku, jujur sama aku! Karena aku hanya bisa memutuskan apa yang terbaik buat diriku kalo kamu jujur, mau atau nggak-nya kamu untuk hidup bersamaku."
Jevi yang pusing dan kalut dalam pikirannya memilih untuk mengakhiri malam itu dengan bercinta dengan Mayang. Melupakan dan meletakkan Aurora di tempat lain yang tidak bisa mengganggu aktivitas intim kedua insan itu.
Inilah mereka, Jevi dan Mayang, dalam ikatan yang hanya mereka pahami.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top