10
"Angga!"
Teriakan Evelyn menggema di sepanjang koridor. Mengejutkan siapapun yang sedang berada di sekeliling tempat itu, terutama si pemilik nama yang dipanggil Evelyn. Angga, sang ketua kelas yang menunjuknya untuk berperan sebagai Julietta tanpa bertanya terlebih dulu pada Evelyn.
Angga yang merasa terpanggil segera menghentikan derap sepatunya dan membalikkan tubuh ke belakang untuk mencari tahu siapa gerangan yang sudah meneriakkan namanya begitu keras.
Evelyn, dengan berlari kecil menghampiri Angga yang sedang berdiri di ujung sana menanti kedatangannya.
"Gue mau protes," ucap Evelyn begitu tiba di depan Angga. Napasnya ngos-ngosan.
Angga menatap gadis itu tanpa berkedip. Yeah, Evelyn telah mengajukan protes kemarin, tapi, ia sengaja tidak menanggapinya. Cowok itu tidak merasa kaget jika Evelyn melakukan hal itu karena keputusan sepihaknya.
"Gue nggak mau main drama itu," lanjut Evelyn setelah berhasil mengatur napasnya.
"Terus?" pancing Angga.
Evelyn menaikkan kedua alisnya. Terus? batinnya heran.
"Terus apaan? Gue nggak mau ya nggak mau," cetus gadis itu sewot. Tiba-tiba saja ia merasa Angga sedang mempermainkannya.
Angga menghela napas panjang dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Masih ada sedikit waktu sebelum bel masuk berbunyi, batin cowok itu. Lagipula tidak ada PR.
"Loe tahu kenapa gue milih loe buat meranin tokoh Julietta padahal ada 20 cewek lain di kelas kita?" tanya Angga sembari menatap tajam ke arah Evelyn. Ia melancarkan tatapan sangarnya dengan tegas. Gadis semacam Evelyn perlu diyakinkan rupanya.
Evelyn menggelengkan kepalanya dua kali dengan mimik terbodoh terpasang di wajahnya. Membuat Angga harus tersenyum getir melihat sikap gadis itu.
"Karena loe cocok jadi Julietta, tahu?" tegas Angga sekali lagi meyakinkan gadis itu.
"Nggak," sahut Evelyn bodoh.
"Loe itu cewek paling cantik di kelas kita, bahkan di seantero sekolah, paham?"
Evelyn mendengus kesal mendengar pujian semacam itu. Kalimat itu sudah terlalu sering didengarnya. Dan ia tidak suka orang-orang menyanjungnya seperti itu. Ia tidak pernah merasa dirinya paling cantik di kelas. Ia merasa biasa saja.
"Dan populer." Angga menambahi sebelum Evelyn menyelesaikan lamunannya.
"Ga." Evelyn mulai angkat bicara. "apa cuma karena alasan itu loe seenaknya aja bikin keputusan tanpa bertanya dulu sama gue?" protesnya.
Angga paham.
"Ya, emang gue nggak tanya dulu sama loe. Sorry," tandas Angga mengakui kesalahannya. "dari awal gue bikin ide cerita itu dengan ngebayangin loe sebagai Julietta. Itulah alasannya gue milih loe secara sepihak tanpa bilang atau bertanya dulu sama loe, Lyn," jelas Angga kemudian.
Evelyn mendengus kesal. Karena Angga sudah membuatnya sangat kecewa.
"Gue mohon, Lyn," pinta Angga mengalah. "cuma loe yang pantas meranin Julietta. Temen-temen lain juga udah pada setuju, kok."
Evelyn terbelalak.
"Setuju dari mana?" tanya Evelyn dengan dahi berkerut. Semua yang diomongkan Angga hanya akal-akalannya saja untuk memenangkan persetujuan Evelyn.
"Nyatanya nggak ada yang protes saat rapat kemarin, kan?"
Memang. Evelyn mengakui hal itu.
"Gue yang protes," sahut Evelyn sewot.
"Please, Lyn." Angga mencoba memasang mimik memelas di wajahnya sebisa mungkin. Untuk meraih persetujuan Evelyn. "gue bakalan traktir loe apa aja yang loe mau. Gue janji," bujuk cowok itu mengeluarkan jurus andalannya. Mungkin itu cara terakhir untuk membujuk Evelyn.
"Nggak." Evelyn tetap pada pendiriannya.
"Please... "
"Pokoknya gue nggak ma... "
"Raff!"
Ucapan Evelyn terputus ketika Angga tiba-tiba melambaikan tangan kanannya dan memanggil seseorang. Raff? Apakah Raffa? batin gadis itu spontan memutar kepalanya.
Oh, Tuhan! pekik Evelyn dalam hati. Ternyata benar. Orang yang baru saja dipanggil Angga adalah Raffa si gebetan Evelyn. Mereka saling kenal?
"Tumben siang, Bro," sapa Angga sembari menepuk pundak Raffa ketika mereka sudah berhadapan.
"Iya, tadi kena macet. Loe ngapain?"
Evelyn membeku di tempatnya berdiri. Seolah kehilangan semua kalimat yang hendak ia lemparkan pada Angga. Tentang segenap penolakannya atas keputusan Angga. Untuk pertama kalinya dalam hidup, ia berdiri begitu dekat dengan Raffa, hanya beberapa jengkal saja. Dan ia juga bisa mendengar suara cowok itu dengan sangat jelas. Suara yang merdu...
"Gue lagi ngerayu cewek nih," sahut Angga seraya melirik ke arah Evelyn yang tiba-tiba tenang luar biasa. Membuat Raffa harus menatap ke arah Evelyn dan cowok itu seketika melipat dahinya. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat melihat gadis itu.
"Oh... " Raffa bergumam pelan. Tapi, sepertinya ia tidak terlalu peduli dengan urusan Angga dan segera pamit. "gue ke kelas dulu, ya."
"Ok, Bro!"
Evelyn hanya bisa terpaku menatap punggung Raffa yang bergerak lambat namun pasti, menjauh dari tempatnya berada. Cowok itu berjalan tenang tanpa menoleh lagi ke belakang. Lalu menghilang di balik pintu kelasnya. Andai saja Raffa yang memintanya untuk memerankan Julietta, Evelyn tak akan berpikir dua kali untuk menerimanya. Menjadi siapapun ia mau asal Raffa yang memintanya.
"Acara festival sekolah kurang dua minggu lagi, Lyn," kejut Angga beberapa saat kemudian. Melanjutkan perbincangan mereka yang sempat terhenti karena kehadiran Raffa. "kita nggak punya banyak waktu lagi. Semalaman gue udah nulis skenario drama itu dan gue mau loe membacanya. Hari ini juga gue dan Doni mau ngadain cast pemeran figuran. Jadi, gue mohon loe mau menjadi peran utama. Sekali ini aja, Lyn. Please, gue mohon... "
Evelyn menarik napas dalam-dalam. Hal semacam itu terlalu sulit buatnya.
"Gue nggak yakin gue bisa melakukannya, Ga." Tatapan mata Evelyn berhenti pada satu titik di atas lantai beberapa meter di depannya. Nanar. Nada suaranya merendah tak sengotot tadi. Mungkin saja Angga sudah hampir menyentuh hati Evelyn dengan kata-katanya.
"Kenapa nggak?" sahut Angga cepat. Sepertinya ia melihat sebuah harapan terselubung di balik wajah sendu gadis itu. "kita bisa minta bimbingan guru seni dan kita bisa belajar sama-sama, Lyn. Mungkin nggak sebagus di tivi, tapi seenggaknya kita udah berusaha semampu kita. Demi sekolah kita," lanjutnya dengan penuh semangat.
Evelyn tersenyum pendek. Gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap Angga dalam-dalam. Sebagai seorang ketua kelas, orang yang dipercaya untuk memimpin kelas, begitu banyak tanggung jawab yang dipikul Angga. Terlebih saat-saat seperti ini. Ia pasti sangat sibuk mengurusi pementasan drama, belum lagi penampilan lainnya. Setahu Evelyn ada beberapa tampilan lagi dari kelas mereka.
"Lyn."
"Gue masuk kelas dulu," pamit Evelyn tanpa memberi keputusan apapun pada Angga. Membiarkan cowok itu berdiri kaku di tengah-tengah koridor tanpa secuil harapanpun.
Sungguh, ini adalah keputusan yang sangat sulit buatnya. Bermain drama di depan ratusan pasang mata bukanlah sesuatu hal yang mudah. Ia tak bisa berakting dan tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk tampil di muka umum. Ia pasti akan gugup saat berada di atas pentas.
Evelyn melangkah gontai meninggalkan Angga yang kini mulai menyusulnya. Bel tanda masuk telah berbunyi dan sebentar lagi pelajaran pertama akan dimulai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top