Tiga: Vespa dan Skripsi
Nata senyum-senyum di ruang makan saat melihat Vespa. Vespa sarapan seperti biasa, dengan wajah ngantuknya. Hari ini dia pamit mau bimbingan skripsi katanya. Semalam dia lembur dengan metode SKS. Sistem Kebut Semalam. Sayangnya tadi malam Nata nggak peka. Dan juga nggak akan pernah peka. Saat Vespa sedang fokus pada skripsinya, Nata malah memutar musik. Volumenya itu lho... Tetangga juga pasti ngomel kalau saja mereka ada di rumah. Sayangnya para tetangga perumahan sedang hobi kumpul-kumpul. Maklum, semalam pertandingan sepak bola. Vespa sempat diajak, sih oleh pak RT, tapi Vespa beralasan kalau dia harus jaga rumah dan mengerjakan skripsi. Sedangkan Nata beralasan kalau dia ingin menemani Vespa. Vespa gerah. Risih. Benci. Itu hanya alasan. Klise. Nggak berbobot. Nata bukan hanya menemaninya, tapi juga mengganggunya.
"Nat!! Kecilin!" Vespa sudah marah. Buku-buku jarinya memutih karena semangat mengetik bab dua di laptopnya. Isinya tentang pengertian, jenis, aplikasi, dan sebagainya. Oke, ini bukan cerita soal skripsi Vespa!
"Ini udah kecil, mas!" Nata berguling. Sungguh, nggak masalah kok kalau Nata ingin memutar musik. Sekeras apapun. Terserah. Tapi masalahnya, Vespa nggak suka kalau Nata memutar musik di kamarnya. Berguling di kasurnya. Berputar-putar, mengunyah hingga remahan snack berhamburan di karpet kamar Vespa. Sungguh, masalah utamanya bukan itu. Meski itu salah satu komponen terkait, iya.. itu komponen pelengkap aja! Masalah utama yang bikin Vespa kesal tingkah akut adalah... Nata memutar musik yang salah! Iya, salah! Metal? Ayolah, itu malah udah mainstrem! Rock? Nggak bikin efek apapun. Jazz? Pop? Nggak akan bikin Vespa merasa stress kayak gini. Lalu apa? Dangdut? Keroncong? Ah, itu sih benar-benar nggak masalah.
"Matiin, Nat!" Vespa berdiri, lalu menendang Nata kesal. Nata menggeliat. Lalu mesem. Dengan bibir miring meremehkan seperti biasanya.
Lingsir wengi sliramu tumekin sirno...
"Nata! Keluar kamu dari kamar mas!" Vespa frustasi. Wajah datarnya mengeras. Ini nggak lucu. Sejak awal Nata masuk lalu merepet padanya, Nata sudah memutar musik itu dari HPnya. Lalu menancapkannya di speaker lewat kabel USB. Dengan volume maksimal. Iya, dengan pengaturan otomatis repeat. Lalalala...
"Mas kejam banget, sih...!" Nata merepet sambil mengusap-usapkan dagunya di bahu Vespa. Vespa memandangnya jijik. Geli. Ngeri.
"Kamu ngapain, sih? Sana!" Vespa mendorong wajah Nata dengan raut kesal. Lagu horor itu nggak ada apa-apanya dibanding tingkah maniak Nata.
"Mas... aku laper..." Wajahnya memelas lagi. Vespa menghembuskan nafas gusar.
"Sana masak sendiri bikin mie instan atau apa gitu! Mas lagi sibuk!" Vespa nolak. Nata menatapnya nggak rela. Dia kan ingin Vespa yang masak. Rasanya pasti beda gitu kalau orang lain yang masak.
"Mas... aku laper...."
Vespa cuek dan sibuk mengetik. Pengertian dari teori ini adalah...
"Mas... laper...." Nata masih merepet nggak jelas.
Hem.. menurut profesor doktor...
"Mas... Mas... aku laper...."
Berdasarkan teori dari tahun....
"Mas... aku laper.. laper...."
CUKUP!! BRAK!! Vespa menendang Nata brutal. Menyenggol sebagian barang di atas meja belajarnya hingga berhamburan.
"Beresin itu! Mas mau bikinin mie!" Vespa berteriak sadis. Nata nyengir. Vespa melangkah cepat ke dapur hingga didengarnya Nata berteriak kencang dari kamarnya. Kepalanya melongok lalu nyengir seperti biasa.
"Mas, tambahin sawi ya...!"
Vespa menghembuskan nafas kesal. Harus apa lagi? Dia sudah muak dengan perlakuan Nata. Dia ingin pergi dari rumah secepatnya. Kerja yang jauh. Iya, tapi sebelumnya wisuda dulu. Skripsi dulu. Nah, kan? Baper lagi deh...
Vespa kembali ke kamarnya setelah meninggalkan semangkuk mie instan di meja makan. Dia nggak akan membiarkan Nata berbuat rusuh di kamarnya dan meninggalkan jejak minyak dan kuah mie di spreinya. Nata paham. Dia melangkah keluar kamar Vespa sambil mengelus perutnya yang sudah mulai terbentuk.
Vespa mendengus dengan wajah datar seperti biasa. Dia kembali fokus pada buku di depannya. Ayo, fokus Vespa! Pengertian dari... Ah, iya.. tadi sampai mana ngetiknya... Vespa membolak-balik bukunya. Untuk sementara, kamarnya terasa damai. Namun nggak lama setelahnya, terdengar suara piring di dapur. Bagus, Nata pasti sudah mencuci piringnya sendiri! Iya, lah! Emangnya Vespa babunya apa? Suruh masak dan mencuci piring juga? Najis! Nggak sudi ya...!
"Mas...?" Nata kembali ke kamar Vespa dan melongokkan kepalanya. Di sana... Vespa tertidur dengan buku yang menutupi wajahnya. Nata tersenyum lembut. Vespa itu cantik. Iya. Matanya besar. Hidungnya mancung. Bibirnya sensual begitu. Ah, kok Nata malah kayak homo sih?
Kaki Nata sudah masuk ke dalam kamar Vespa. Dia berjongkok dan menunduk menatap wajah Vespa, meminggirkan rambut yang sebagian menutupi wajah Vespa. Nata terkekeh geli. Dilihatnya laptop Vespa. Hem... masih banyak yang harus diketik. Nata menggeser bokongnya lalu mulai mengetik. Mengetikkan skripsi Vespa. Sesekali saat Vespa menggeliat nggak nyaman di karpetnya, Nata menghentikan jemarinya di atas keyboard. Tangan Nata beralih dari keyboardnya ke kepala Vespa. Mengelusnya. Menepuknya pelan. Terkadang jiwa freak Nata itu manis banget ya...!
Pagi ini, Vespa terbangun dengan wajah muram lalu duduk di meja makan. Skripsinya nggak selesai, dan itu artinya dia nggak bisa bimbingan dosen hari ini. Padahal dosen kan sibuk dan nggak selalu bisa ditemui setiap hari. Semangat Vespa hilang dalam semalam. Nata pamit berangkat sekolah setelah itu. Vespa menatap punggung Nata yang menjauh dengan motornya. Ini semua gara-gara anak itu! Ah, nggak ada gunanya juga ngomel-ngomel pada Nata.
Vespa kembali ke kamarnya, namun saat melihat laptopnya dalam keadaan mati dia mulai curiga. Nata yang mematikan laptopnya semalam? Vespa penasaran dan menghidupkan laptopnya. Tampilan desktopnya berubah. Awalnya hanya gambar ala windows, sekarang sudah berubah jadi foto Nata yang sedang pasang pose sok cool. Vespa begidik geli dan segera mengganti desktopnya kembali menjadi default mode. Lalu... saat tangannya iseng membuka dokumen hasil ketikannya yang gagal semalam....
Vespa menjerit. Kaget. Bab dua yang menjadi ketakutannya selesai! Vespa mulai scroll layar microsoft word-nya. Nggak ada yang aneh, dan semuanya rapi. Bahkan teori-teori lain juga terketik rapi di sana. Lengkap dengan sumbernya. Rupanya si "pengetik" itu juga berhasi mendapatkan data di internet. Ah, iya... kemarin waktu Vespa iseng browsing di internet kurang selengkap ini. Apa tangan Nata berhasil membobol beberapa situs? Vespa tersenyum. Lebar. Dia segera memasukkan file-nya ke dalam flashdisc dan bersiap mandi. Dia harus ke kampus untuk bimbingan skripsi!
***
Ini berkat Nata. Iya, berkat Nata. Dia harus berterimakasih pada anak itu. Kalau bukan karena Nata, mungkin hari ini Vespa nggak akan mendapat persetujuan dari dosennya untuk lanjut ke bab tiga. Yuhuuuu....!
"Mas, udah selesai bimbingannya?" Nata menelponnya tiba-tiba. Vespa agak kaget. Canggung. Nggak enak. Sungkan.
"Eh.. eh.. u.. udah...! Makasih ya..." Vespa menjawab pelan.
"Buat?"
"Skripsi mas..."
"Mas tahu darimana kalo aku yang bantuin?"
"Emang siapa lagi? Ayah? Bunda?"
"Ah, iya.. mereka lagi di luar kota..."
"Kenapa kamu telpon? Bukannya kamu masih di sekolah?"
"Lagi istirahat, mas..!"
Vespa bungkam. Percakapan seperti ini nggak biasanya terjadi di antara mereka. Nata di sana nyengir senang. Kakak tersayangnya merespon telponnya dengan baik. Biasanya kan Vespa jawabnya irit banget.
"Gimana bimbingannya...?" Lamat-lamat didengarnya sebuah suara di seberang. Nata mengernyit. Suara itu seperti yang pernah dia dengar di rumahnya. Kemarin. Suara teman Vespa yang menjemputnya ke perpustakaan daerah waktu itu. Nata bete seketika. Untuk apa dia mengganggu intimate momment indah itu, sih?
"Udah disetujui, tinggal lanjut ke bab tiga."
"Wah, bagus deh! Kamu lagi sibuk?"
"Nggak juga. Kenapa?"
Nata di sana sudah gusar. Nata berteriak memanggil nama Vespa, namun Vespa masih sibuk ngobrol dengan Billy.
"Ah, sorry. Aku lagi telpon.. Maaf ya..." Vespa mengangkat telponnya lagi. "Woi, Nat..."
Tapi Nata sudah mendadak emosi. Kesal dan marah. Dia sudah gusar, dan tentu saja dia nggak akan tinggal diam. Vespa sekali menguji kesabarannya. Nata tersenyum seperti biasa, dengan senyum miring meremehkan andalannya. Dia mengunggu Vespa bicara lebih dulu.
"Nat? Kamu masih di sana? Hallo?" Suara Vespa membuyarkan lamunannya. Nata menghembuskan nafasnya dan perlahan bel masuk berbunyi. Sebelum Nata sempat berpamitan, Vespa sudah mematikan telponnya. Well... it'll be little... annoying!
***
Begitu Nata sampai di rumah, Vespa sudah tertidur di kasurnya. Dia sudah berpakaian ala anak rumahan dengan kaos oblong dan boxer seperti biasa. Nata tersenyum lagi. Nggak tahu kenapa Vespa itu... menarik sekali di matanya. Vespa berbalik dari posisi tidurnya dan menyebabkan kaosnya tersingkap naik. Nata menunduk dan melihat sebuah jejak biru di punggung Vespa. Pasti gara-gara Vespa jatuh tiga hari yang lalu. Nata kembali ke kamarnya, mengganti seragamnya, dan pergi ke kamar Vespa dengan obat di tangannya.
"Mas...?" Nata melambai di depan wajah Vespa. Tapi Vespa sudah merem. Mungkin gara-gara begadangnya semalam. Tapi kan yang begadang sepenuhnya itu Nata. Nata menghembuskan nafasnya dan menaikkan kaos Vespa. Kulit kakaknya itu mulus dan putih sekali. Bahkan otot dan uratnya sampai terlihat. Terkait indah hingga lehernya yang jenjang dan putih. Nata merinding. Baru kali ini dia merasa seperti ini. Jujur, setiap kali melihat Vespa ada perasaan asing yang merayap begitu saja dalam hatinya. Dia terusik dengan perasaan itu.
Tangan Nata mulai bergerilya. Tangannya mengolesi punggung Vespa dengan salep yang dia bawa. Salep anti memar tulisannya. Vespa menggeliat saat merasa ada tangan asing yang menginflasi punggungnya. Dia mengerjap lalu menoleh dan mendapati Nata sedang meniup-niup punggungnya.
"Kamu ngapain?" Cuek-cuek saja pertanyaan Vespa. Nyawanya belum terkumpul semua. Nata menatapnya sambil tersenyum.
"Lagi ngobatin mas... Punggungnya memar gini..."
"Mas nggak minta..."
"Tapi aku yang mau...." Nata masih fokus dengan luka Vespa. Vespa memilih bungkam dan mengubah posisinya lagi. Dia terdiam dan membiarkan Nata melakukan hal yang nggak penting itu.
Sementara itu Nata masih sibuk meniupi punggung Vespa. Memijatnya sesekali. Lagi-lagi Nata kagum. Nggak, bukan kagum. Karena perlahan lekuk tubuh Vespa mulai membuat pikirannya berfantasi kotor. Nggak, Vespa kakaknya! Vespa itu cowok, bukan cewek! Nata kan sukanya sama cewek. Suka nonton blue film. Iya, kan dia suka warna biru. Nggak... nggak... Dia hanya sebagai vespanistic. Fans kakaknya. Benar fans aja? Nata juga sayang Vespa, kok!
"Mas... mas deket banget ya sama si siapa itu yang kemaren ke sini?" Nata memijat pelan punggung Vespa. Fix, ini mirip adegan anu-anuan di anu-anu channel. Vespa hanya bergumam nggak jelas.
"Dia temen..."
"Mas nggak biasanya lho sampe sedekat itu sama orang..." Nata masih sibuk mengurut punggung Vespa.
"Nggak boleh?"
"Ya aneh aja gitu... sejak dulu kan mas nggak bisa deket sama orang..."
"Nggak suka?"
"Iya.. aku nggak suka...." Nada suara Nata berubah. Vespa membuka matanya spontan. Dia menoleh dan berbalik. Kali ini wajahnya menghadap Nata. Dia duduk dan menegakkan punggungnya.
"Kenapa?"
Nata mengerjap, menatap Vespa dengan tatapan yang sulit diartikan. Vespa balas menatapnya bingung, namun wajah datar andalannya yang nongol saat ini. Bikin Nata salah paham jadinya. Nata itu aneh. Ah, sudah sering kan kalau Vespa membahas betapa freak-nya Nata. Kali ini sifat aneh itu nongol lagi.
"Mas nggak akan paham... Lupain aja!"
"Ada apaan, sih? Kalo kamu nggak bilang, mana mas tau?" Vespa risih. Awalnya mau cuek saja, tapi mengingat hutang budinya soal pengetikan skripsi itu, mau nggak mau Vespa harus kepo. Balas budi katanya.
"Aku nggak suka lho kalo mas deket-deket sama orang..."
Vespa terusik dengan pernyataan Nata.
"Kenapa?"
"Soalnya... mas nggak cocok temenan sama dia. Dia pasti punya niatan lain sama mas..."
"Niatan apa?"
Nata mingkem. Niatan apa itu, Nata kan emang nggak tahu. Vespa nggak punya apa-apa. Uang saja masih minta orangtua. Vespa juga bukan tipe loyal yang suka nraktir, kecuali Nata yang maksa.
"Temen mas itu apa alasannya temenan sama mas?"
"Karena kuliah. Sekelas."
"Kenapa dia mau deketan sama mas?"
Vespa mulai bete. Lagi. Wajah datarnya berubah. Dia nggak suka kalau ada yang mulai mencampuri urusan pribadinya. Terlebih lagi adiknya itu nggak niat perhatian, tapi niatannya hanya untuk mengusik. Membully.
"Apa mas nggak boleh punya temen?"
Nata menatap Vespa. Lalu tubuhnya condong ke depan, wajahnya mendekati wajah Vespa. Beberapa centimeter lagi bibirnya hampir menyentuh pipi Vespa kalau saja Vespa nggak mendorong dahi Nata otoriter.
"Mas terlalu baik hati..."
Vespa melongo.
"Mas juga terlalu cantik. Kalo digodain gimana?"
Vespa tersinggung.
"Mas juga...."
Suara Nata menghilang setelah itu karena Vespa sudah mulai memukulnya dengan bantal dan komponen lain di atas kasur. Mereka berguling, saling jitak, saling pukul. Vespa masih pasang wajah datar ala emosi, sedangkan Nata seperti biasa malah cengar-cengir menikmati. Perlahan, tangan Nata terulur ke arah Vespa. Mengelus kepalanya. Ah, Vespa ingat... dia pernah bermimpi ada tangan yang mengelusnya begini. Rasanya pun hampir mirip dengan tangan Nata.
"Ngapain tangan kamu pegang-pegang kepala? Nggak sopan!" Vespa masih menatap Nata penuh permusuhan. Suaranya tajam. Nata menaikkan alisnya, lalu menarik kedua sudut bibirnya ke samping. Tersenyum miring seperti biasanya.
"Mas kapan amnesia? Sekali-kali gitu hilang ingatan dan ngira diri sendiri wanita..." Nata nyengir jahil. Hal lain yang bikin Vespa agak sensitif selain pembahasan soal skripsi adalah... wajahnya!
Vespa berdiri, lalu membuka pintu. Matanya menatap wajah Nata dengan raut emosi level akut.
"Kamu harus keluar sebelum terjadi sesuatu sama kamu!" Vespa berkata tajam. Sangat tajam. Nata tahu diri. Dia tahu, Vespa nggak sekuat itu untuk membuat perhitungan dengannya. Nata jauh lebih kuat dari Vespa. Tapi Nata tahu, saat ini suasana hati Vespa lagi nggak baik. Iya, kan gara-gara dia sendiri!
Nata berdiri dan melangkah santai ke arah pintu dimana Vespa sudah berdiri di salah satu sisinya. Vespa enggan ngomong apapun, hanya menatap saja dengan sorot tajam. Nggak bikin takut, sih.. tapi imutnya itu lhoooo....
"Mas kalo marah jadi makin unyu, deh!" dan... CUP! Nata mengecup pipinya sekilas, lalu menghilang. Vespa bengong. Loading lama... lalu setelahnya Vespa sudah mengumpat dengan berbagai jenis kosa kata. Kontras dengan wajahnya, sih... tapi siapa yang peduli! Yang penting Nata sayang sama Vespa! Ya sayang, lah... Vespa kan kakaknya!
TBC
Sorry, telat... tadi masih maen ke rumah nenek. Lalu pulang dari sana selfi di sawah. Maklum, gaje... :v sorry telat, ya.. buat yang nagih via sosmed... Terimakasih... Ai lop yu... *titik dua tanda bintang*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top