Sembilan: Nata dan Keabsurdannya
Sejak kemarahan Vespa yang sudah mencapai level akut itu, dampaknya cukup berarti di antara keduanya. Level marah Vespa sudah nggak bisa ditolerir, semcam mie setan level paling akut pakai cabe lima puluh batang. Eh, biji bukan? Lima puluh biji cabe kan nggak pedes. Bijinya doang kan? Ini bahas apa, sih? Kembali ke masalah utama!
Mereka sama-sama mingkem. Sama-sama terdiam seolah nggak saling kenal. Sama-sama cuek juga. Ini rekor buat Nata, karena dia nggak biasanya bisa diam gini. Kelakuannya juga ikut berubah. Setelah Vespa menghindarinya dan nggak sudi mengajaknya bicara waktu itu, Nata juga nggak pernah berulah lagi. Hoho, tapi lebih dari itu! Nata sering keluar bersama teman-teman ceweknya. Entah apa yang terjadi, namun sesekali ada saja teman cewek Nata yang berkunjung ke rumahnya. Ceweknya juga berubah dan nggak hanya satu. Hanya satu hal yang sama. Cewek-cewek itu dandanannya norak. Oke, Vespa nggak paham soal dandanan cewek karena dia cowok! Tapi dia tahu mana dandanan yang wajar dan yang nggak. Mereka berdandan seolah-olah rumahnya adalah pesta kostum.
Sebenarnya Vespa cemas, takut kalau Nata terpengaruh pergaulan yang nggak benar. Tapi dia bisa apa? Dia nggak bisa melarang Nata. Pertama... Nata itu sudah menjadi orang yang paling dia hindari. Kedua... dia nggak sudi berbicara dengan Nata. Ketiga.. dia nggak berhak mengatur apapun soal Nata. Keempat.. dia nggak mau dianggap sok ikut campur. Empat alasan, satu inti masalah. Urusan Nata bukan urusannya. Pada dasarnya keempat alasan itu memilik arti yang sama. Vespa nggak peduli!
"Cari siapa?" Vespa menguap begitu mendapati dua orang cewek berdiri di depan pintu rumahnya. Seperti cewek-cewek sebelumnya, dandanan mereka juga nggak wajar. Bedak tebal dan lipstick warna menyala mereka pakai di siang bolong begini. Siapapun yang melihatnya pasti silau.
"Kak Natanya ada, nggak mbak?"
Vespa melongo.
"Mau liat 'batangan'ku? Aku cowok! Aku kakaknya!" Vespa menjawab sadis. Oke, dia juga sudah mulai berubah akhir-akhir ini. Kata-katanya jadi lebih kasar dari sebelumnya. Bahkan yang biasanya dia diam saja dan melempem gitu, sekarang jadi berubah pedes. Dia jadi suka komentar kalau ada hal yang nggak sesuai dengan apa yang menurutnya benar. Padahal biasanya dia cuek-cuek saja. Ini pasti pengaruh dari Nata!
"Ma.. Maaf..." Mereka salah tingkah dan memilih celingukan. Vespa mendengus hingga didengarnya Nata muncul dari kamar mandi dengan menggunakan boxer seperti biasa. Melihat pemandangan indah di depannya, cewek-cewek itu histeris dan mendorong Vespa hingga Vespa terjungkal ke belakang. Sebelum kepalanya membentur lantai, Nata sudah menangkap tubuh kakanya.
"Woi, tertib napa! Jangan dorong-dorong dia seenak kalian!" Nata marah. Vespa masih berada di pelukannya dan hanya bisa melongo. Cewek-cewek itu membeku karena dibentak Nata. Vespa tersadar dan segera melepaskan diri. Dia kembali ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Begitulah. Hubungan kakak-adik di antara mereka semakin dingin.
Vespa masih melamun. Mikir macam-macam soal kelakuan dan perubahan hubungan di antaranya. Hingga suara ketukan terdengar dari pintu kamarnya. Tumben Nata tahu caranya mengetuk pintu! Vespa melangkah malas dan membuka pintu dengan wajah datar.
"Aku mau keluar. Mungkin pulang agak malem. Jangan lupa kunci pintu, jangan biarin orang asing masuk! Kalo ada apa-apa telpon aku!" Nata berpesan di depannya. Dia sudah rapi. Penampilannya keren seperti biasanya. Vespa hanya bisa terdiam memandang adik tirinya itu. "Aku berangkat dulu, mas!" Reflek, tangan Nata yang sudah lama nggak menyentuhnya itu kembali menepuk kepala Vespa. Vespa berjengit dan mendongak. Tangan Nata yang dulu begitu dia benci mulai terasa nyaman di kepalanya. Tubuh Nata yang lebih tinggi itu membuatnya makin terlihat pendek. Eh? Lho? Ada apa ini?
"Hm..."
"Beneran! Apapun yang terjadi, jangan pernah buka pintu buat orang asing..! Eh, nggak.. juga jangan buka pintu buat si Billy itu!"
"Sana berangkat aja!" Vespa mendorong Nata sadis. Bahkan kakinya juga menendang lutut Nata dengan brutal. Kalau dibiarkan makin lama di sini dia pasti akan makin merepet mirip cewek.
Nata pergi bersama dua orang cewek itu dengan wajah nggak ikhlas. Dia cemas, apa mungkin Vespa akan baik-baik saja sendirian di rumah? Bagaimana kalau ada hal yang nggak diinginkan, misalnya ada orang salah paham yang mengira Vespa itu cewek lalu menculiknya.. Ah, Nata jadi pusing memikirkan ini! Apa mendingan dia nggak jadi pergi saja? Tapi dia sudah janji. Lagipula, Vespa sepertinya senang sekali saat Nata pergi.
Nata mengikuti dua cewek itu pergi. Apa Vespa nggak cemas atau takut kalau dia pergi bersama cewek-cewek dengan penampilan seperti ini? Apa Vespa nggak peduli padanya? Kenapa dia hanya terdiam dan membiarkan Nata pergi bersama mereka?
Lalu di sinilah mereka. Dimana? Tentu saja di sebuah restoran mewah. Salah satu dari teman cewek-cewek itu mengadakan pesta, jadi mereka mengizinkan cewek-cewek itu mengundang teman. Nata dikenalkan pada yang lainnya. Mereka semua benar-benar genit dan membuat Nata muak. Nata sama sekali nggak tertarik pada mereka. Nata hanya ingat pada kakaknya. Pada Vespa. Kira-kira Vespa sedang apa ya di rumah? Apa dia sudah makan?
"Kak Nata kok diem aja, sih dari tadi? Nggak suka ya sama pestanya?" Cewek yang mengajaknya tadi menghampirinya. Nata menggeleng.
"Cuma lagi kepikiran rumah aja!"
"Kakak cemas kenapa, sih? Rumahnya nggak mungkin dibawa lari sama orang. Kan ada abang kakak..."
"Justru itu!" Nata menggigiti kukunya. Dia benar-benar nggak bisa tenang. Dia cemas. Takut. Kompleksnya memang nggak rawan rampok, tapi kan para tetangga sibuk. Jadi kompleks pasti sepi. Vespa itu juga tipe orang penakut. Mengkhawatirkan!
Selama pesta Nata hanya berpikir soal Vespa. Dia nggak makan atau minum apapun. Dia sibuk menatap HPnya. SMS? Telpon? Bagaimana ini? Karena sudah nggak tenang akhirnya kakinya melangkah menyusuri ruangan tanpa tujuan hingga kakinya terantuk dan BYUURRR!! Oh, good! Dia tercebur ke dalam kolam renang. Semua orang menatapnya. Nata menjadi pusat perhatian semua orang. Cewek-cewek mendekat padanya dan mengulurkan handuk, namun Nata sudah cukup muak dengan semua ini. Tanpa pamit pada dua cewek yang mengajaknya tadi, Nata beranjak pulang. Dia memutuskan untuk naik bis dengan baju basah seperti itu.
Nata menggigil, namun keinginannya untuk sampai di rumah lebih cepat mengenyahkan semua rasa dingin yang menyerangnya. Dia melangkah cepat, sedikit berlari ketika sampai di kompleks perumahannya. Kakinya terus berlari dan begitu mendapati rumahnya masih tertutup rapat, pikirannya mulai nggak fokus. Mas Vespa!
Nata mengetuk, nggak.. dia menggedor pintu rumahnya dengan raut cemas. Wajahnya memucat. Rasa dingin yang menyergapnya dia hiraukan dan mulai memanggil nama kakaknya dengan parau.
"Mas!! Mas di dalem?" Nata memanggil dengan suara panik. Nggak lama setelah itu, Vespa muncul dari dalam kamarnya dan membuka pintu. Begitu melihat wajah mengantuk Vespa, Nata menghela nafas lega. Namun sayang sekali, pandangan mata Nata menggelap dan tubuhnya roboh menimpa Vespa. Nata pingsan!
Vespa panik. Ini pertama kalinya ada orang yang pingsan tiba-tiba di depannya. Vespa menyeret tubuh Nata yang lebih besar darinya masuk ke dalam. Dia nggak kuat kalau harus menggendong Nata. Selain itu karena letak kamarnya lebih dekat, dia memutuskan untuk meletakkan Nata di sana saja. Dia nggak mau semakin tersiksa kalau harus menyeret Nata lebih jauh dari ini.
Nata menggigil dan bajunya basah. Vespa berpikir keras. Kalau dibiarkan basah-basahan seperti ini pasti Nata akan semakin menggigil. Namun kalau harus mengganti bajunya... itu artinya dia harus melepas bajunya.. menggantinya... melihatnya..! Ah, ayolah! Dia cowok, kamu cowok! Kenapa kamu jadi malu-malu mirip cewek begini, Vespa?!
"Mas..." Nata berbisik pelan dengan mata terpejam. Vespa menoleh. Nata makin menggigil. Vespa memutar bola matanya dan segera menarik paksa tangan Nata. Tangannya menarik kemeja Nata. Beberapa saat setelahnya Nata sudah nggak memakai baju dan hanya tersisa celana jeans. Vespa meneguk ludahnya gugup. Mereka sama-sama cowok, tapi.. mana mungkin dia sanggup mengganti baju adiknya? Iya kalau masih kecil...
Vespa memaksakan sweater hangat di tubuh Nata. Oke, tinggal celana!
Vespa menghela nafas, lalu membuka kancing celana Nata. Setelah menguatkan mental berkali-kali akhirnya dia menarik celana jeans adiknya itu. Hanya tersisa boxer dan celana dalam. Oke. Lalu? Ini juga harus diganti? Vespa gugup lagi. Dengan wajah malu tangannya mulai menyusuri bagian pinggang boxer, hingga...
"Mas ngapain?" Suara berat Nata membuyarkan pekerjaannya. Vespa yang awalnya terpejam kini membuka mata, mendapati adiknya sedang menatap dengan pandangan aneh.
"Bajumu basah! Ja.. Jadi..." Vespa menggigit bibirnya gugup. Kalau Nata dalam keadaan sehat, mungkin dia sudah ngakak melihat ekspresi Vespa.
"Oke, berhenti sampe di sini! Aku bisa ganti celana sendiri..." Nata bersuara lagi. Meski lemah, akhirnya cowok itu mencoba bangkit dan meraih celana dalam dan celana panjang yang sudah Vespa siapkan di sampingnya. Vespa keluar dari kamarnya dan menuju dapur. Vespa, saat ini buang keegoisanmu! Adikmu.. yah, oke.. adikmu sedang sakit! Ayo rawat dia! Saat ini hanya ada kamu. Kamu sudah berjanji pada Ayahmu untuk saling menjaga, kan?
Vespa mencoba memasak sebisanya. Meski hanya telur mata sapi namun dia harus membuat makanan agar Nata bisa minum obat penurun demamnya. Saat sedang sibuk berkutat dengan masakannya, jemari Nata tiba-tiba sudah sampai di perutnya. Memeluknya erat. Vespa kaku di tempatnya.
"Kamu ngapain?!"
"Jangan tinggalin aku..." Nata berbisik pelan. Nafas hangatnya menerpa tengkuk Vespa. Oke, ini sudah mulai nggak masuk akal! Nata gay! Homo!
"Sana balik ke kamar! Mas lagi masak!"
Nata menggeleng.
"Please! Kamu berat!" Vespa mulai galak. Dia mendorong paksa tubuh Nata hingga terdorong ke atas sofa. Nata terdiam dan menatap Vespa yang melanjutkan acara memasaknya lagi. Vespa menoleh ke arahnya, meletakkan piring, nasi dan juga telur mata sapi buatannya. Dia juga meletakkan obat penurun demam dan segelas air putih.
"Makan dan minum obat! Lalu tidur!" Bagus, dengan ini tugasnya akan selesai! Nata hanya terdiam dan menyuapkan nasi ke mulutnya perlahan. Vespa tersenyum bangga atas usahanya. Akhirnya ada hal yang membuat adik tirinya itu menurut. Vespa kembali ke kamarnya, menendang celana basah Nata dari kasurnya dan kini dia yang harus merebahkan diri. Dia lelah sekali... lalu matanya pun terpejam.
Entah apa yang terjadi, namun tiba-tiba Vespa harus membuka paksa matanya. Ada lengan besar yang memeluknya. Suhu tubuh lengan itu lebih tinggi darinya. Mau nggak mau Vespa menoleh dan mendapati Nata sedang menutup matanya. Reflek Vespa menyentuh kening adiknya. Suhu tubuhnya masih menghangat, namun lebih baik daripada tadi. Vespa menarik selimutnya dan menutupi tubuh adiknya. Ketika dia ingin bangkit dari sana, suara Nata terdengar.
"Jangan pergi, mas!"
Vespa menghentikan usahanya dan balas menoleh ke arahnya lagi. Nata masih terpejam. Apa itu tadi? mengigau? Vespa menatap tajam wajah Nata. Dari sisi manapun, wajah Nata ganteng sekali. Alis tebal, bibir merah, hidung mancung, mata tajam, rahang yang keras.. tekstur wajah itu kontras sekali dengan tingkah freak yang dimilikinya, namun pesonanya...
"Jangan liatin aku terus, aku jadi nggak bisa tidur..." Nata menggumam dalam tidurnya. Vespa tersentak. Jadi anak ini belum tidur? Vespa beranjak bangkit, namun lagi-lagi tangan Nata cukup kuat meski sedang sakit. Nata menarik kembali Vespa hingga Vespa terjatuh kembali ke kasurnya.
"Kamu nggak tidur, kan?" Vespa bertanya datar.
"Maaf, kemaren aku udah nyuekin mas..."
Buat apa minta maaf? Hey, itu justru itu hadiah yang luar biasa untuk Vespa! Vespa menatapnya tajam. Lagi.
"Kamu nggak bikin ulah macem-macem kan di luar sana?"
Nata membuka matanya, lalu menatap Vespa. Kakaknya ini.. bahkan jauh lebih menawan dibanding cewek-cewek di pesta tadi. Mata bulat besarnya, hidung mungil, bibir merah tebal sensualnya.. entah sejak kapan di mata Nata... hanya Vespalah yang terlihat di sana.
"Mana mungkin aku bikin malu Ayah, bunda dan mas..."
"Lalu kenapa kamu bisa pulang basah-basahan gini?"
"Kalo aku ceritain juga mas nggak bakalan percaya!" Nata mendengus dan kembali merengkuh Vespa dalam pelukannya. Vespa mencoba melepaskan diri, namun lagi-lagi Nata masih nggak mau melepaskan Vespa.
"Lepasin! Mas kebelet pipis, kamu mau mas kencingin?"
Nata menyerah. Vespa bangkit dari kasurnya dan melarikan diri. Dia bohong kalau kebelet tadi. Vespa memijat pelipisnya dan menepuk pipinya. Nggak.. nggak.. Nata nggak mungkin gay dan menyukainya. Iya, nggak mungkin! Nata punya teman cewek banyak. Dia juga nggak ada tampilan mirip homo. Maksudnya dalam ketertarikannya mengoleksi video gay dan lain-lain. Nggak mungkin! Wajah Vespa memerah, mengingat kalau tadi dia sempat menyentuh abs Vespa. Oh, god! Apa hanya gara-gara itu dia jadi malu-malu sekarang? Bodoh, Vespa! Sadarlah! Kamu juga masih minat sama cewek!
Vespa menjatuhkan kepalanya di meja, mencoba memejamkan matanya lagi. Berduaan bersama dengan Nata membuatnya canggung. Tuhan, apa ini artinya.... Vespa menggeleng kencang dan menutup wajahnya sendiri.
***
Sejak kejadian kemarin, Nata berubah. Dia jadi lebih manis dan penurut. Nata jadi anak yang dengan senang hati mendengarkan omelan Vespa. Vespa nggak suka ngomel, tapi sekali ngomel panjang sekali. Namun anehnya kali ini Nata hanya bungkam. Dia mendengarkan apa yang diucapkan Vespa. Aneh, kan? Iya, aneh! Vespa masih nggak terbiasa mendapati perubahan drastis Nata itu. Nata jadi manis... sangat manis! Bahkan dia juga nggak segan-segan membantu Vespa mencuci piring dan membersihkan rumah. Vespa bukannya nggak suka dengan perubahan baik itu, hanya saja...
"Ntar kalo udah nyampe kampus SMS, ya.." Nata merepet lagi ke arahnya, menempelkan tubuh besarnya dan tersenyum. Vespa merinding karena senyuman itu.
"Sana berangkat! Ini udah hampir jam tujuh," usirnya cepat. Nata tersenyum lalu mengecup singkat kening Vespa.
"Berangkat dulu, ya!"
Vespa melongo. Ini pasti bercanda! Serius, ini mengejutkan. Dia menggeleng cepat dan mengenyahkan Nata dari pikirannya. Dia merinding. Adiknya semakin aneh. Andaikan adiknya itu pengidap brother complex yang akut mungkin nggak akan separah ini, kan? Tapi ini...
***
Awalnya Vespa mengira keanehan Nata akibat rasa terimakasih. Ya.. karena Vespa sudah merawatnya ketika dia sakit. Namun nyatanya keanehan Nata nggak berhenti sampai di sana. Nata masih sibuk memberikan perhatian yang nggak perlu terhadapnya.
"Akhir-akhir ini aku lihat kening kamu selalu berkerut, deh Ves! Kamu lagi banyak pikiran?" Billy duduk di sebelahnya sambil menghisap sebatang rokok. Vespa menoleh ke arahnya dan bergeser, memberikan tempat duduk untuk Billy. Tumben dia merokok. Memang Billy itu perokok, tapi dia jarang sekali merokok di depannya.
"Aku harus apa?" Vespa ragu.
"Cerita deh sama aku!"
"Kening kamu juga banyak kerutannya!"
"Kita sama..." Billy mendesah. Asap rokok mengepul di depan hidungnya.
"Kamu punya masalah juga? Kamu kan jomblo."
"Emang jomblo nggak boleh punya masalah?" Billy tersenyum geli. Vespa angkat bahu.
"Oke, kita cerita masalah masing-masing. Tapi dengan syarat, nggak boleh ada yang tahu rahasia ini..." Vespa mengancam.
"Kamu yakin nggak bakalan bocorin siapapun?," tanya Billy ragu.
"Potong kupingku kalo sampe aku melanggar!"
"Oke, mulai dari kamu..."
Billy memperbaiki duduknya, mematikan rokoknya dan menatap Vespa. Billy adalah sosok yang mungkin bisa membantu memecahkan masalah Vespa kali ini. Vespa menarik nafas sekilas dan...
"Aku rasa... ini perasaanku aja ya... Nata, adek tiriku itu... gay..."
Billy menatapnya santai.
"Kok kamu cuma gitu doang reaksinya? Harusnya kamu kaget gitu!" Vespa nggak suka dengan reaksi Billy. Billy mengangkat bahunya.
"Aku udah tau..."
"Hah? Maksud kamu?"
"Kamu yang nggak peka, Ves! Tuh anak keliatan banget pengen mutilasi cowok yang nyentuh-nyentuh dan deket kamu...! Inget kan kalau aku juga sempet jadi korban anak itu?"
"Aku kan nggak tahu...!" Vespa tersenyum miris. Sudah jelas memangnya kalau Nata itu gay? Nata itu homo?
"Kamu nggak tahu karena auramu selalu kelam kalo deket dia..."
"Aku harus apa?"
"Kamu suka sama dia, nggak?"
"Aku bukan homo!" Vespa mengernyit nggak suka. Nata berdehem. Sepertinya dia salah ngomong.
"Lalu apa yang kamu bingungin? Kamu mau menjauhi dia?"
"Aku nggak bermaksud menjauh, tapi aku mulai risih aja kalo dia udah mulai over protective."
"Great, lalu kenapa kamu nggak bilang ke dia? Kamu teriak aja depan muka dia, 'Aku bukan homo!' gitu.."
"Masalahnya nggak segampang itu, Bil! Kamu tahu kan gimana kerasnya dia..."
"Nah, masalah kamu kayaknya ada hubungannya sama masalahku! Kayaknya kamu kudu diruwat dulu deh ke dukun biar kagak ditaksir cowok..."
"Hah? Maksud kamu apa?"
"Ini soal pengakuan gay yang waktu itu aku bilang..."
"Tunggu! Jangan bilang kalo waktu itu kamu serius...?!!" Vespa melongo. Nada suaranya naik. Billy berdehem dan menutup mulut Vespa.
"Aku juga baru sadar setelah sekian lama menyelami perasaanku!"
"Gila!" Vespa melongo. Billy balas menatapnya. "Kamu nggak lagi bercanda, kan?"
"Aku serius! Ngapain aku bohong? Buktinya kamu lihat kan gimana cara Nata lihat aku? Udah kayak rebutan pacar aja..."
Vespa mengumpat. Ini nggak lucu! Ini mulai membuatnya frustasi. Adiknya gay dan temannya juga....
Vespa berdiri dengan wajah kesal. Dia mengusap marah wajahnya sendiri lalu melangkah meninggalkan Billy. Meski Vespa pernah bilang kalau nggak masalah meski Billy itu homo, tapi... kalau mendengarkannya lagi kok rasanya ada yang aneh! Vespa terdiam. Bungkam. Kali ini perasaannya terhadap Billy berubah. Vespa memang bukan homophobic, tapi dia nggak bisa membohongi perasaannya kalau dia masih nggak bisa mengerti Billy. Meski dia tahu, Billy nggak salah. Hatinya saja yang memilih cowok. Itu saja...
Lalu mata Vespa menatap langkah Billy yang terseok-seok ke tempat parkir. Vespa mungkin salah. Dia meninggalkan Billy sendiri tadi tanpa mendengarkan penjelasan dan ceritanya. Vespa nggak tega melihat Billy seperti itu. Akhirnya dia berlari menyusul Billy yang sudah pergi lebih dulu dengan mobilnya. Dengan kecepatan yang luar biasa.
Vespa terus menambah kecepatan motornya untuk menyusul Billy. Meski Billy homo, tapi tetap saja Billy itu teman yang baik. Billy sudah membantunya banyak hal. Vespa nggak tahu kemana Billy, tapi dia memutuskan untuk berbalik arah. Hingga motornya berhenti di alun-alun kota. Tepat di spot favorit Vespa kalau sedang galau. Vespa turun dari motornya lalu melangkah ke arah Billy.
Billy masih terdiam dan nggak menyadari kedatangannya. Baru setelah dia berdiri tepat di depannya dan berdehem, dia mengangkat kepala, lalu mendongak menatap Vespa.
"Ngapain kamu disini?!" Billy bertanya dingin. Vespa tersenyum miris.
"Kamu sendiri ngapain?," balas Vespa cepat. Dengan nggak tahu malu, akhirnya Vespa duduk di sebelahnya. Billy masih terdiam dengan sejuta pikirannya sendiri.
"Kamu nanya karena kamu peduli atau hanya buat sopan santun?"
"Yaelah... sadis amat, sih?! Kita udah janji buat jaga rahasia masing-masing, kan?" Vespa merengut nggak suka. Usahanya nggak dihargai. Vespa nggak suka itu!
"Aku tahu, kamu nggak mungkin mau jadi sahabatku lagi! Kamu pasti jijik pas tau aku homo! Lebih parahnya lagi aku.. aku sukanya sama.. kamu..." Suara Billy tercekat. Vespa melongo. Jadi orang yang ditaksir Billy itu dia? Nggak heran kalau Billy jadi frustasi begini. Vespa nggak menyangka kalau Billy akan mengaku secepat ini padanya. Tentu, Vespa nggak tahu soal ini. Tapi... dia masih shock. Tapi... Billy temannya! Nggak! Vespa nggak punya teman selama ini, jadi Billy adalah teman satu-satunya yang dia punya. Dia nggak mau kehilangan Billy!
"Heh! Siapa bilang aku jijik sama kamu?!"
"Setelah ini akan ada kecanggungan di antara kita, Ves!"
"Lalu? Apa setelah itu kamu bakalan menjauh? Hanya karena kamu homo? Kamu suka cowok? Itu hak kamu buat suka sama siapa, Bil..." Vespa bungkam seketika. Dia lupa, dia lupa kalau orang yang Billy suka adalah dirinya. Serba salah kan sekarang!
"Aku sukanya sama kamu! Kamu beneran nggak keberatan?" Suara Billy masih tinggi. Vespa menatapnya lagi. Memastikan kalau dia cukup kuat untuk mengatakan hal yang baik untuk Billy.
"Well, mungkin aku akan sedikit gugup deket sama kamu. Karena aku tau kamu suka sama aku. But, aku akan tetep jadi temen kamu! Aku akan tetep dengerin curhatan kamu... eng, selama bukan tentang aku. Aku nggak jijik, tapi.. aku agak canggung aja... Eng, ini pertama kalinya buatku ditaksir cowok..." Vespa menjawab dengan nada cemas. Dia takut kalau salah ngomong. Billy mendengus kasar.
"Trus kalo Nata gimana?" Entah kenapa pertanyaan Billy kali ini terdengar kesal dan menusuk tajam seolah mengintimidasi dirinya.
"He is my brother!"
"Step brother?! " Lagi-lagi pertanyaan Billy terdengar seperti memojokkannya.
"Bil... please, dong jangan kayak gini! Aku cemas sama kamu, jadi nggak ada hubungannya sama Nata dan yang laen. Aku hanya berharap kamu nggak menghindariku atau menjauh hanya karena masalah ini..." Vespa memohon, namun malah terdengar seperti rengekan. Poninya berkibar tertiup angin. Oh, god! Ini mirip adegan di sinetron dan film-film zaman dulu. Adegan maaf di pantai dengan angin yang menerpa rambut mereka. Lalu akan ada grup musik yang menyanyikan lagu "kemesraan". Oke, ini cukup klise sekarang!
"Ves, aku pikir kamu kesini mau ngomong sesuatu yang penting dan bisa bikin aku lega. Ternyata kamu cuma mau ngomong itu doang?! Lalu sekarang ngapain kamu ke sini? Buat nolak aku? Hanya satu cara biar aku bisa lupain perasaan sepihak ini. Caranya adalah dengan menghindari kamu!"
"Aku nggak terima!" Vespa menolak tegas. Apa-apaan Billy? Hanya karena kamu suka dengan cowok bukan berarti kamu bisa memutuskan pertemanan ini! Memang kenapa kalau teman kita menyukai warna lain dalam hidup? Mereka nggak berbuat kriminal, kan?
"Lihat aku, Ves!! Kamu masih nggak jijik sama aku? Lihat aku!!" Billy berteriak kencang emosional dan mencengkram kedua bahu Vespa, memaksa Vespa menatapnya. Billy berubah seratus delapan puluh derajad dari sebelumnya. Bukan hanya mencengkram bahunya, dia juga menarik paksa tubuh Vespa mendekat padanya. Wajahnya juga ikut mendekat. Vespa panik hingga disadarinya sebuah suara muncul dan mengejutkan mereka.
"Lepasin tanganmu sekarang!!" Suara itu! Vespa dan Billy menoleh ke arah suara itu dan mendapati Nata berdiri di sana. Dia masih memakai seragamnya dan membawa tasnya. Wajahnya terlihat marah. Lupa, ya... Nata itu freak dan juga sedikit protektif. Dia stalker. Dia aneh. Dia over protective. Vespa gemetar ketakutan. Bagus. Kali ini dia makin mirip cewek. Dia gemetar karena Billy, dan sekarang Nata juga ikut membuatnya panas dingin begini! Vespa mencoba melepaskan cengkeraman Billy yang entah sejak kapan sudah berpindah ke tangannya. Nata masih memasang wajah bekunya dengan ekspresi meradang. Dia berjalan ke arah mereka dan tanpa aba-aba, disentakkannya tangan Billy dari tangan Vespa. Dia menarik tangan Vespa ke dalam pelukannya.
"Kamu ngapain nyentuh masku dengan tangan kotor itu?" Nata bertanya sambil merangkul Vespa. Vespa mengernyit. Ini sinetron banget!
"Jangan bertingkah deh! Kamu siapanya dia? Kamu cuma adek tirinya!" Billy berdiri dan menatap Nata. Oke, ini makin sinetron! Please! Mereka bisa nggak sih lebih dewasa sedikit?
"Aku? Aku cowok yang akan melindungi dia dari cowok kayak kamu!" Nata menarik tangan Vespa pergi. Vespa hanya melongo dan tanpa berpikir panjang langsung mengikuti langkah Nata menjauh. Vespa makin yakin kalau adiknya.... Ah, kan dia punya teman cewek banyak dan juga populer? Unbelievable!
"Mas udah aku bilangin jangan deket – deket dia, tapi mas bandel!" Nata menghidupkan motornya. Dia masih ngomel nggak jelas, sementara Vespa hanya memasang wajah datar. Kenyataan kalau Billy gay dan menyukainya kali ini harus dia lupakan sejenak. Dia harus segera mengembalikan mood yang sempat buruk hanya karena kemunculan Nata. Selain itu, dia tahu darimana kalau dia ada di sini? Apa Nata membuntutinya? Apa adiknya itu penguntit dan psikopat? Tanpa sadar Vespa sudah naik ke boncengan motornya dan meletakkan tangan di punggung Nata yang lebar.
"Untung aja aku datang! Kalo nggak... gimana jadinya mas tadi?! Biarpun paling banter cuma first kiss mas yang diambil, tapi tetep aja namanya ilang dirampas si Billy!" Nata ngoceh nggak jelas. Oke! Nata makin membuat suasana hati Vespa makin buruk! Bibir Vespa kan masih perawan, belum pernah ada yang cium! Tapi nggak usah dideklarasikan begitu, lah Nat!
Vespa masih nggak minat menjawab. Dia memilih bungkam daripada suasana hatinya makin berantakan.
"Aku mau ngajak mas jalan-jalan biar nggak lesu gini! Mau, nggak?!" Nata bertanya sambil menepuk paha Vespa. Vespa tersadar dan menjawab judes. Dia nggak minat untuk mengingat kejadian tadi.
"Terserah!" Suaranya bergetar. Seandainya Nata bukan adiknya, seandainya usia Nata lebih tua darinya, seandainya Vespa adalah cewek....! Ah... apa yang dia pikirkan, sih?! Nata terus menjalankan motornya walaupun Vespa nggak tahu mereka berada dimana sekarang. Nata berhenti begitu mereka sampai di sebuah bukit, lengkap dengan perkebunan tehnya. Di sebuah gubuk Nata menghentikan motornya.
"Aku nggak pernah lihat mas kayak gini sebelumnya!" Nata menoleh ke arah Vespa.
"Mungkin ini buat pertama kalinya juga buat mas!"
"Udah, deh nggak usah sok nahan tangis kayak gitu! Pasti disini sakit!" Nata menunjuk dadanya. "Nangis aja! Nggak apa-apa, kok!" Tiba-tiba tangan Nata meraih kepala Vespa dan menyandarkan kepala Vespa di dada bidangnya. Vespa nggak tahu harus apa! Harus nangis, harus bilang makasih atau harus marah?
"Saat ini mas bukannya pengen nangis! Mas pengen ketawa!" Vespa meronta dan melepaskan diri dari paksaan Nata untuk bersandar di dadanya. Nata menatapnya bingung. "Iya, mas pengen ketawa! Ketawa ngakak! Miris!" Suara sarkasme Vespa terdengar kembali.
"Kenapa?"
"Selama mas hidup dan melingkari jenis kelamin laki-laki buat setiap biodata, cuma cowok yang naksir mas! Lebih mirisnya lagi, teman mas sendiri yang naksir! Cowok, pula!"
"Jadi mas nggak suka ditaksir cowok?"
"Emang siapa yang sudi? Mas bukan homo!!" Vespa berteriak brutal.
"Kalo aku... juga, gimana?"
Vespa menatapnya datar. Sudah dia duga sebelumnya!
"Kalo kamu yang naksir, mas bakalan tepuk tangan! Mas bakalan ketawa paling kenceng. Biarpun kamu homo dan naksir mas, tapi mas punya seribu alasan yang bakalan bikin kamu nyerah!" Vespa tertawa bangga. Tawa yang sama sekali nggak menunjukkan kebahagiaannya. Hanya tawa ironisnya.
"Karena aku adek mas?"
Vespa menjentikkan jarinya.
"Aku bukan adek mas, tau! Aku nggak mau punya kakak kayak mas! Nggak dewasa banget!" Nata menepuk-nepuk kepala Vespa. Vespa mendengus dan memukul lengan Nata kasar.
"Kayaknya kamu nggak ada sedikitpun rasa hormat ke mas!"
"Aku hanya punya rasa sayang buat mas..."
"Kali ini mas beneran jijik kalo ada homo bertingkah kayak gitu!" Vespa memandang Nata dengan wajah geli.
"Rasa terimakasih buatku mana?" Nata mulai melunjak. Vespa mengerjap dan mengangkat bahunya.
"Berapa? Mas kagak bawa duit!"
"Aku bukan cowok bayaran!"
"Tapi kamu cowok homo!"
"Aku bukan homo! Aku nggak suka sama cowok, aku sukanya sama mas!"
"Aku cowok, bajingan!"
"Kalo cintanya sama mas doang dan nggak ada minat buat sama yang laen namanya apa? Vespalicious? Vespalover? Vespanistic?"
"Kamu makin menjijikkan!"
"Makasih, sayang! Itu pujian yang indah..." Nata menatap Vespa dengan mata berbinar.
"Otak kamu kudu dibenerin!"
"Tapi nggak mungkin bisa ngilangin mas dari sini.." Nata menyentuh dadanya. Vespa mati kutu. Oke, Vespa! Kali ini kamu kalah lagi! Nata menatap Vespa, lalu wajahnya mendekat. Vespa sadar apa yang akan dilakukan Nata. Ketika bibir Nata hampir mengenai pipinya, Vespa mendorong kasar wajah Nata.
"Aku sadar kamu homo, tapi jangan bawa-bawa mas buat menuhin nafsu homo kamu!" Vespa berkata judes. Nata melempem, namun itu nggak membuatnya berhenti. Dia menyeringai, dan dalam sekejap memegang pipi Vespa dengan kedua tangannya. Nata memaksa Vespa memandangnya. Lalu... CUP!
"Aku udah nandain mas!" Nata tersenyum puas. Vespa melongo. Ini pasti mimpi! Ini pasti mimpi buruk! Serius! Ini mimpi! Barusan.. barusan... Nata mencium bibirnya! Nata menciumnya! NATA MENCIUM BIBIRNYA, PEMIRSAAAA...!! HAHAHAHA...!!
Itu hanya sekilas, Ves! Tapi tetap! Itu ciuman dari cowok! Dia kan bukan homo! Tapi Nata menciumnya! Nata menciumnya! Nata homo! Dia dicium homo! Lolos dari serangan Billy dan mendapatkan serangan dari adiknya sendiri! Terimakasih, ini mimpi buruk!!
JDUARR!!! Suara petir menyambar keras di langit dan bersamaan dengan itu pula ribuan tetes air turun dengan derasnya. Sepertinya langit sedang merayakan dukanya. Langit sedang menangis untuknya!
"Hujan! Ayo, buruan berteduh!" Seolah nggak sadar dengan apa yang sudah dia lakukan, Nata mengajak Vespa berteduh. Vespa masih melongo dan hanya mengikuti kemana Nata menyeretnya. Mereka berteduh di sebuah gubuk tua yang mencurigakan. Pasti gubuk ini digunakan untuk... Ah, gara-gara kecupan singkat itu membuat pikiran Vespa jadi mesum! Juga jahat...! Vespa jadi berpikiran jahat! Dia membayangkan membuang mayat adiknya di sini. Memutilasinya lebih dulu... Dia puas meski hanya membayangkannya..! Oh, poor Vespa!
"Kita jadi kayak couple yang kehujanan dan berteduh di gubuk, yak?" Celetukan Nata sukses membuat Vespa makin jijik. Dia menatap Nata lagi dan melotot nggak terima.
"Aku nggak sudi jadi couple kamu..!"
"Lalu pas berteduh gini, tiba-tiba ada petir dan mas takut. Lalu mas mendekat ke arahku dan melukku. Kita berpelukan, lalu muncul setan yang ganggu kita. Kita khilap, deh! Lalu kita..."
"Kalo kamu masih ngomong hal aneh lagi, mas pastikan besok di nama kamu ada gelar 'mendiang' dan 'almarhum'...!"
"Kan itu bisa aja terjadi..."
"Mas bukan cewek yang pake baju tipis seksi dan bisa bikin kamu nafsu!"
"Tapi kan.. aku bisa aja beneran khilap lalu lakuin 'this' and 'that'!" Nata masih nyengir. Vespa benci sikap Nata akhir-akhir ini. Ucapan judesnya berubah jadi sok manis dan seperti ini pasti karena Vespa sudah bersikap baik padanya. Jadi Nata mulai ngelunjak dan bersikap sok baik. Ingat, ya Nata.. kemarin itu Vespa terpaksa merawat kamu! Kalau nggak terpaksa juga dia ogah!
Nata masih tersenyum dan memandangi hujan yang makin deras. Vespa menggigil di tempatnya. Nata menoleh dan mengulurkan tangannya. Vespa cengo.
"Apa?," tanyanya pelan. Nggak peka.
"Pegang tanganku!"
"Makasih, nggak usah repot-repot!"
"Mas yang minta, lho!" Nata tersenyum puas lalu memeluk Vespa erat. Vespa meronta.
"Lepasin!"
"Mas nggak mau pegang tanganku pasti karena mas milih pelukan sama aku, kan?" Nata itu freak. Benar-benar freak!
"Otak kamu perlu ditata ulang kayaknya, deh!" Vespa berteriak kencang. Nata menggeleng dan meneggelamkan wajahnya di leher Vespa. Nata suka aroma Vespa. Wangi. Menenangkan. Tapi, Vespa...
"Sana, Nat!! Jauh-jauh dari mas!!" Vespa masih meronta. Nata masih mendekapnya erat. Tubuh Vespa memang dingin, makanya dia nggak akan membiarkan mas Vespa-nya kedinginan. Oke, fiks! Nata akan mendeklarasikan ke seluruh dunia kalau dia homo terhadap Vespa! Vespahomina syndrome namanya. Penganutnya namanya Vespanistic. Nah, mulai absurd lagi, kan?
TBC
Jadi, ini buat kalian ya... makasih.. makasih... aku cinta kalian semua.. makasih banget yang udah ngerusuh. Aku cinta kalian... *titik dua tanda bintang*
#C
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top