Sebelas: Vespa dan Sebuah Perjanjian

Ditaksir dua cowok sekaligus? Kalaupun Vespa cewek, pasti Vespa sudah merasa senang dan bangga. Apalagi saat dua orang cowok itu memiliki tampang di atas rata-rata. Vespa pasti bangga. Iya, kalau dia cewek. Nyatanya, dia bukan cewek. Dia sejenis dengan mereka. Kalau diibaratkan, Vespa itu jeruk. Jadi Vespa nggak mau makan jeruk. Oke, bukan jeruk! Terong. Vespa itu terong. Tapi dia nggak mau terong-terongan. Eh?

"Jadi kalian berdua sampe kapan saling ngeliatin kayak gitu? Aku udah capek duduk di sini, kalo mau berantem sampe maen golok... aku nggak mau ikutan!" Vespa mendengus. Di depannya kali ini, Billy dan Nata duduk anteng. Saling menatap dengan tatapan membunuh. Billy datang ke rumahnya bukan untuk menantang Nata duel maut, kok! Dia bilang kalau dia ingin minta maaf. Tulus, minta maaf. Soal kejadian kemarin saat dia terbawa emosi. Namun Nata nggak mau tahu. Baginya, Billy itu musuh. Selain karena berniat jahat pada Vespa, dia juga sudah berani mencintai kakaknya. "Oh, lihat! Tatapan kalian juga penuh dengan bunga-bunga cinta!" Lagi-lagi Vespa menyahut dengan nada sarkas.

"Mas diem di sana! Jangan pergi ke manapun!" Suara otoriter Nata terdengar. Vespa berdecih kesal. Seenaknya saja mereka menarik Vespa dalam masalah ini. Oke, ini memang ada hubungannya dengan Vespa! Tapi Vespa sama sekali nggak ingin tergabung dalam kelompok paduan otot ini!

"Siapa kamu pake merintah-merintah segala!" Vespa kalap. Dia berdiri, lalu menendang kasar perut Nata. Nata terjungkal ke belakang namun masih bisa mempertahankan dirinya. Jelas, lah! Dia sedang emosi begitu sambil menatap Billy dengan tatapan marah. Sedangkan Billy juga menatapnya nggak kalah seram.

"Kamu! Ikut mas!" Vespa menarik lengan Nata kasar, menyeretnya paksa dan masuk ke salah satu ruangan di rumahnya. Di kamarnya? Nggak mungkin! Dia malas ada bau Nata di sana! Ke kamar Nata? Kalau di sana Nata malah semakin berkuasa! Jadi ruangan paling aman adalah.. kamar mandi! O-oh? Aman?

"Mungkin kamu bakalan salah paham sama mas setelah ini, tapi terserah! Mas udah capek sama kamu! Inget perjanjian kemaren kita? Mas bakalan ikutin permainan kamu soal cewek kemaren, asal... kamu turutin semua yang mas bilang!" Vespa ingin menyelesaikan semua ini dengan cepat. Ini kamar mandi yang sempit dan juga awkward momment ini makin membuatnya nggak nyaman.

Sebenarnya nggak rasional juga ide Nata untuk menghindari Fanysa. Bilangnya nggak mau nyakitin, tapi malah membuat Fanysa makin benci. Nata kan memang rada freak. Oke, nggak rada, tapi amat sangat sekali! Menurut Nata, lebih sulit mengatakan "Maaf, aku nggak bisa beri hatiku buat kamu!" dibanding "Aku udah cinta sama yang laen...". Nah, lalu kenapa harus Vespa? Mungkin karena bersandiwara dengan cewek akan membuat mereka baper, makanya hanya Vespa yang bisa. Selain itu... Lihat! Wajah masnya itu lucu sekali kalau diajak bersandiwara. Alisnya mengerut. Bibirnya mengerucut. Matanya mengerjap. Nata bersumpah, itu adalah pemandangan paling menggemaskan yang pernah dia lihat.

Tapi tetap saja dua-duanya nyakitin, tau! Apalagi dengan gamblang dan entengnya Nata menyeret orang yang sama sekali nggak ada hubungannya dengan masalah ini. Vespa juga sebenarnya nggak mau ikut. Mau tahu saja nggak, kok!

"Beneran? Walaupun harus pura-pura jadi homo?"

"Oke! Cuma depan si Fanysa itu kan? Jadi, kamu turuti apa yang mas bilang sekarang! Deal?" Vespa menatap Nata. Nata terdiam, tersenyum lalu mengangguk. Nata senang karena merasa menang.

"Oke!"

"Good, jadi perintah pertama kamu adalah... baikan sama Billy!" Vespa berkata puas. Nata melotot nggak terima. Vespa yang sudah tahu akan mendapatkan respon yang nggak enak dari Nata, makanya dia sudah mengangkat alisnya. Nata paham dan mengangkat bahunya.

Mereka kembali ke tempat Billy yang sedang menunggu. Nata diam. Dia masih kesal, tapi dia nggak bisa apa-apa. Tawaran dari Vespa lebih menarik daripada harus sok marah pada Billy begini. Billy juga jadi tutor di tempat lesnya. Makanya terkadang dia ogah mendengarkan pelajaran Billy. Sialnya, Billy mengajar hampir di semua mata pelajaran yang ingin dipelajari Nata. Nggak masalah sih dia ingin damai biasa saja!

Nata mengulurkan tangannya, khas anak kecil yang sedang bertengkar dengan temannya. Billy mendongak. Dia bingung. Tapi melihat Nata yang melotot ke arahnya, dia menurut. Mereka bersalaman. Vespa tersenyum puas.

Bagus! Satu masalah teratasi meski dia harus mengorbankan hal lain. Itu artinya dia harus siap dengan resiko masalah lain itu. Billy dan Nata sudah baikan! Iya, baikan! Maksudnya hanya baikan saja. Bukan beramah tamah. Nata dan Billy hanya mau berdamai sedikit. Sedikit. Hanya nggak mau berantem ala anak kecil, kok! Tapi bukan berarti mereka akan bermain bersama dan bergandengan tangan kayak anak TK begitu!

"Aku beneran minta maaf soal yang kemaren... Nggak seharusnya aku..." Billy berkata sekali lagi. Dia sudah berkali-kali mengucapkan maaf pada Vespa.

"Iya, aku paham kok Bil! Aku tahu kamu lagi khilaf aja..." Vespa menjawab santai.

"Mas segampang itu maafin dia? Aku aja nggak segampang itu dimaafin dari dulu..." Nata menyahut iri. Vespa meliriknya sadis. Iya, lah! Siapa yang akan tahan dengan semua itu? Nata itu nggak pernah tulus minta maaf, jadi siapa yang mau memaafkannya??

"Dia teman mas satu-satunya yang tulus temenan sama mas!" Vespa merangkul Billy santai sambil tersenyum menang, sementara itu... O-Oh, Vespa tanganmu! Tangamu! Nata sudah merah padam karena emosi.

"Lepasin tuh tangan! Nggak usah rangkul-rangkul!" Nata emosi. Namun bukan Vespa namanya kalau nggak keras kepala. Bahkan dia makin mendekatkan tubuhnya dan memeluk Billy hangat. Billy hanya sanggup terdiam dan menerima segala perlakuan Vespa padanya. Billy canggung, tapi dia senyum-senyum senang. Lah?

"LEPASIN TANGAN MAS!!" Nata makin meledak. Dia mendekati Vespa, namun Vespa menjauh dan mundur. Oke, ini kekanakan! Vespa tersenyum meremehkan, sementara Nata makin mendekat padanya. Lalu ketika tangan Nata ingin menarik baju Vespa, tragedi itu terjadi. Tangan Nata luput dari sasaran dan tubuhnya terjungkal ke depan lalu menabrak meja kaca di depannya. Bahu Nata menabrak meja itu hingga meja itu pecah. Lalu darah mulai mengalir di bawahnya dan Nata pingsan. Vespa menjerit histeris, sementara Billy langsung menelpon ambulan.

Satu hal yang pasti : Vespa takut darah! Takut rumah sakit!

***

Ayah dan ibunya sudah sampai di rumah sakit dengan wajah cemas. Vespa menunduk di ruang tunggu sementara Nata masih di dalam. Dia terdiam dengan kepala tertunduk. Buku-buku jarinya memutih, bibirnya memucat, dan ada air mata menetes di sudut matanya. Setetes lagi, lagi... Billy nggak bisa menghiburnya. Dia ingin memeluk Vespa, namun sejak tadi Vespa menghindarinya. Dia hanya menatap Billy dengan tatapan takut. Ya, Vespa pernah mengalami trauma. Dia pernah melihat ibu kandungnya yang bersimbah darah di rumah sakit. Nyawa ibunya nggak tertolong lagi waktu itu, karena itulah dia merasa semuanya nggak akan pernah baik meski rumah sakit turun tangan.

"A... Ayah..."

"Vespa...." Ayahnya mendekat, lalu mencengkram kedua bahu Vespa. Vespa ingin bergerak mundur, tapi Ayahnya lebih dulu memegang kedua bahunya. Memeluknya.

"Na.. Nata kayak gitu.. karena Vespa... Ayah..." Vespa terbata, namun Ayahnya tahu bagaimana kondisi psikis Vespa saat itu. Ayahnya hanya memeluk Vespa dan menenangkan anak pertamanya itu. Ayahnya hanya mengelus punggung Vespa yang bergetar.

"Maaf, apa keluarga dari pasien ada di sini?" Dokter keluar dari ruangan dan mencari seseorang. Ayahnya langsung menoleh. "Pasien butuh transfusi darah saat ini. Apa ada di antara keluarga yang memiliki golongan darah O?"

Mereka saling pandang. Ibu memiliki golongan darah yang berbeda? Tunggu! Vespa A, Ayah AB, Ibu A... Nata O... Oke, ini membingungkan! Apa golongan darah Ayah kandung Nata O? Tapi.. Ayah kandung Nata sudah meninggal dunia. Lalu...

"Saya... O.." Billy menyahut pelan. Sebelum yang lain memproses ucapan Billy, dia sudah melangkah dan mengikuti dokter untuk melakukan transfusi. Vespa menatap ibunya. Ibunya menoleh sambil tersenyum sedih.

"Seandainya aja ibu Nata masih ada..." Ibu menunduk sambil menangis. Vespa mendongak. Vespa masih menatap wajah Ibunya. Ketakutan awalnya perlahan sirna dan berganti dengan kebingungan. Seandainya ibu Nata masih ada? Jadi... Nata itu bukan...

Lalu, fakta baru soal adiknya itu terkuak begitu saja. Ibunya bercerita dengan tangis. Dulu orangtua Nata meninggal dalam kecelakaan. Karena Nata nggak punya siapa-siapa lagi, maka ibunya yang mengasuh dia. Nata nggak tahu karena menurut ibunya, Nata nggak perlu tahu. Untuk apa? Nata sudah dia sayang sebagai anaknya sendiri. Mau Nata anak kandung atau bukan, Nata tetap saja anak yang dia sayangi. Nggak akan pernah berubah.

Billy keluar dari ruangan setelah selesai transfusi. Wajahnya terlihat pucat. Vespa menghampirinya, mengulurkan minum ke arahnya. Billy terdiam. Tangannya gemetar.

"Kamu nggak apa, Bil?" Vespa mengernyit heran. Dia agak cemas melihat Billy gemetar begitu. Apa darah yang suster ambil kebanyakan? Ah, nggak mungkin!

"Ves... aku... sebenarnya aku... takut.. jarum suntik...." Billy menjawab tertatih. Vespa melongo. Billy takut jarum suntik tapi dia rela memberikan darahnya untuk Nata? Hanya untuk adiknya yang sudah mengibarkan bendera perang terhadapnya? Vespa terharu. Billy ternyata baik banget! Dia nggak pernah melihat siapa orang itu, Billy ikhlas menolongnya. Vespa tersenyum, lalu spontan memeluk tubuh gemetar Billy.

"Terimakasih, Billy...!" Vespa memeluknya hangat. Penuh rasa terimakasih. Billy menegang dalam pelukannya. Dia nggak pernah mengira kalau Vespa akan memeluknya lagi. Ini kali kedua Vespa memeluknya. Rasanya... hangat. Lembut. Tubuh ramping Vespa nyaman sekali untuk dia peluk. Dengan sisa gemetaran yang masih ada, Billy balas melingkarkan tangannya di pinggang Vespa.

"Iya..." bisiknya pelan. Aroma Vespa menusuk ke dalam hidungnya. Entah... dia merasa ketenangan dan kebahagiaan yang belum pernah dia dapat sebelumnya. Saat tubuh Vespa mulai menjauh dan merenggangkan pelukannya, Billy menarik lagi tubuh Vespa. Mendekapnya lagi. Dengan erat. "Tolong... sebentar aja..." Billy masih belum rela melepaskan Vespa, karena itulah Vespa menurut dan tetap memeluknya.

Saat sudah yakin Billy kembali pada mode normal tanpa gemetar, Vespa benar-benar melepaskan diri. Dia menatap Billy dengan wajah canggung. Dia tahu, Billy menyukainya. Tahu. Tapi dia nggak punya rasa apa-apa terhadap Billy. Selain rasa persahabatan.

Lalu perlahan kesadarannya kembali pada kenyataan Nata yang terbaring sakit. Dokter sudah keluar tadi dan mengatakan kabar baik kalau Nata sudah baik-baik saja. Vespa nggak cemas lagi, tapi lebih dari itu... dia takut. Apa yang akan terjadi kalau sampai Nata membahas ini. Membahas siapa dia. Membahas kesalahan Vespa hingga membuatnya terluka.

"Vespa..." Billy berucap pelan. Ada kilatan saat matanya menatap Vespa. Vespa mendongak. "Ada hal yang mau aku minta dari kamu...."

***

Vespa menatap Nata yang sedang terbaring di kasur rumah sakit. Dia menatap Nata bengis. Kesal. Sejak tadi Nata sudah membuatnya emosi. Ternyata Nata itu nggak pernah serius. Dia tetap saja alay meski sedang sakit!

"Nggak usah sok lemah gitu! Dokter bilang kamu udah baik-baik aja!" Vespa menatapnya kesal. Nata masih sibuk dengan acting-nya yang jadi sok sakit itu.

"Mas.. kupasin jeruk, dong!," rengeknya manja. Vespa gemas nggak karuan. Kemarin saat pertama kali Nata membuka matanya, hal yang dia ucapkan adalah "Mas mana?" Lalu saat Vespa menghampirinya, Nata malah mengatakan, "Mas, rawat aku!" Gila, kan?! Memangnya Nata itu kucing yang terlantar? Nata memang kucing, sih! Kucing garong!

Vespa tahu, dia merasa bersalah atas insiden ini. Makanya, dia ikhlas diperbudak oleh Nata kemudian.

"Mas, suapin..." Nata masih merajuk. Vespa makin nggak tahan. Tapi dia bisa apa? Dia juga merasa kasihan dan merasa bersalah. Selain itu... perjanjian dengan Billy dua hari yang lalu....

"Tangan kamu nggak apa, Nata!" Vespa berkata tajam.

"Tapi bahuku dijahit! Juga ntar kata dokter bakalan membekas! Mas nggak kasihan?" Nata menatapnya dengan raut melas. Vespa bungkam seketika. Mau nggak mau dia menyuapi Nata. Meski dengan kedongkolan yang kini sudah jadi noda membandel. Deterjen manapun nggak akan bisa menghapusnya sekarang!

"Kamu sengaja bikin mas ngerasa bersalah?," tanya Vespa perlahan. Nata mengangkat alisnya. Dia tersenyum ala badass evil seperti biasa. Senyum miring menawan yang menurut Vespa itu senyum yang menjijikkan.

"Kalau memang mas ngerasa bersalah, tetaplah begitu seumur hidup mas! Aku seneng pas dokter bilang luka ini bakalan ninggalin bekas di bahuku. Dengan gitu mas akan selalu ingat saat melihat bekas luka ini!" Nata berkata tajam penuh tekanan. Vespa merinding. Nata ingin mengatakan padanya kalau keinginannya mutlak.

"Sampe kapan?"

"Hm...?"

"Sampe kapan kamu bikin mas kayak gini? Kamu nggak puas biarin mas menderita sejak dulu?"

Nata bungkam.

"Hanya itu, kan...?"

"Nata..."

"Hanya itu yang sanggup bikin mas ingat aku, hanya itu yang bisa aku lakukan agar mas nggak lupain aku. Hanya itu yang bisa aku perbuat kalau nggak mau mas pergi dari sisiku..."

"Homo sialan!"

"Tapi homo sialan ini sayang sama mas!"

"Aku nggak butuh sayangmu!"

"Tapi aku butuh mas!"

"Kamu sakit, Nata!"

"Tapi sakit ini menyenangkan! Aku sanggup sakit kayak gini berapa kalipun asal tetep bersama mas!"

Cukup! Vespa sudah nggak tahan lagi. Sudah cukup! Dia berdiri tiba-tiba. Nata mendongak menatapnya.

"Mas mau kemana?" Nata mulai menyadari perubahan di wajah Vespa.

"Pipis!" Lalu Vespa keluar dari kamarnya. Nata tahu Vespa bohong. Di kamar Nata ada kamar mandi, tapi Vespa malah keluar dari sana. Vespa keluar dari kamar Nata dan masuk ke dalam toilet cowok di rumah sakit. Dia menutup salah satu bilik kamar mandi dan... menangis!! Vespa menangis!

Orang bilang, cowok baru akan menangis saat dia sudah benar-benar nggak kuat menghadapi kesedihannya. Meski Vespa memiliki wajah yang cantik mirip cewek, tapi dia tetap cowok. Dia nggak pernah menangis kecuali marah sudah memenuhi kepalanya. Dia menangis. Dia akan menangis. Saat ibu kandungnya meninggal dulu, dia nggak menangis. Dia hanya menggenggam pergelangan tangan ayahnya. Dia nggak menangis, hingga dua hari kemudian... dia menjerit kencang. Dia terbangun dari tidurnya dan menangis. Dia bermimpi ibunya. Vespa tetap begitu. Menyimpan kemarahan dan kesedihannya sendiri. Hingga penuh. Lalu dia akan menangis.

Vespa menghapus air matanya, mencuci muka di wastafel dan ketika ada cowok lain yang masuk ke dalamnya...

Sudah dia duga sebelumnya!

Cowok itu keluar dari kamar mandi, melihat tanda di luar kamar mandi lalu masuk lagi. Dia hanya ingin memastikan kalau itu toilet cowok. Oh, god! Vespa nggak betah berada di sana makin lama. Dia segera keluar. Suasana hatinya makin buruk sekarang.

"Mas...." Sebuah suara menyentakkan lamunannya. Dia menoleh dan mendapati ada Nata di sana. Dia berdiri dengan menyeret tiang infusnya.

"Ngapain kamu di sini?"

"Aku nunggu mas..."

"Nggak butuh!"

Nata melangkah ke arahnya, lalu memeluknya. Memeluknya lemah. Vespa memang nggak pernah tahu apa maksud adiknya ini, tapi yang Vespa tahu... saat ini adiknya sedang tulus memeluknya. Bukan pelukan ala Nata yang jahil seperti biasanya.

Lalu... tubuh Nata limbung seketika. Ada noda merah yang merembes dari bahunya. Nata berdarah lagi!! Lalu Vespa juga pingsan saat itu juga!

***

Nata tadi berlari menyusulnya. Nata mencarinya. Dia berlari meski luka di bahunya belum sembuh. Jahitannya terlepas lagi. Dia cemas. Dia menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa dia sampai membuat mas Vespa-nya menangis begitu? Kenapa dia harus membuatnya sedih?

Vespa mengerjap dan menoleh mendapati Nata sedang menatapnya. Vespa spontan terbangun. Dia mengingat semuanya. Kenapa dia bisa satu kasur dengan Nata? Maksudnya, kenapa dia harus dijadikan satu dengan Nata? Kenapa? Rumah sakit nggak punya kasur lagi apa? Lebih baik Vespa diletakkan di lantai saja! Lebih ikhlas, kok daripada harus sekasur dengan Nata!

Vespa mengingat lagi... beberapa hari yang lalu ada hal yang dia bicarakan dengan Billy. Ketika Billy berkata dia ingin meminta sesuatu pada Vespa. Billy mungkin terlihat egois waktu itu. Terlihat nggak ikhlas dan pamrih. Billy hanya menyampaikan pikirannya. Vespa menyetujuinya. Vespa menyetujui permintaan Billy untuk berpura-pura dekat dengan salah satu temannya. Alasan klise? Tapi bagi Vespa itu lebih baik! Vespa setuju begitu. Itu juga baik untuk Nata... agar Nata tidak mengejarnya lagi!

"Denger Nata...! Mas mau ngomong sesuatu! Kamu dengerin apa yang mas omongin!" Vespa berkata tajam. Nata menaikkan alisnya.

"Mas mau ngomong apa?"

"Terserah kamu mau percaya atau nggak... tapi.. sejak dua hari yang lalu... mas.. kenalan sama cewek.. Jadi, Nata..."

Rahang Nata mengatup kencang. Mengeras. Tatapan matanya menajam. Marah.

"Mas!!"

"Dengerin dulu, Nata!!" Vespa nggak mau kalah dan balas membentak. "Mas masih normal... Mas juga ingin punya pacar..."

"Shit!!" Nata mengumpat! Dengar itu! Nata mengumpat! Bukan hanya mengumpat, karena setelah itu dia mendorong tubuh Vespa dan menindihnya. Nata duduk di atas tubuh Vespa sambil mencengkeram kedua pergelangan tangan Vespa. Matanya menggelap. "Siapa yang ngizinin mas pergi dari hidupku?!!" Nata berteriak gusar. Nata benar-benar menyeramkan saat ini. Tatapan matanya menakutkan. Nata marah.

"Lepas... Lepasin, Nata...." Vespa meronta. Namun tubuh Nata jauh lebih besar darinya. Nata duduk di atas perutnya. Vespa merasa sesak nafas.

"Mas hanya milikku! Milikku!!" Nggak rasional, kan saat ada orang yang begitu terobsesi.. tapi dia mengatasnamakan cinta di atasnya. Tapi Nata benar-benar mencintai Vespa. Bohong kalau dia mengatakan bahagia untuk orang yang dicinta adalah salah satu dari prinsip cinta. Bohong! Itu ungkapan orang patah hati! Cinta itu bukan meminta dan memberi, tapi cinta itu keduanya! Nata mencintai Vespa, meski Vespa....

"Nata..."

Lalu bibir Nata mulai mengecup bibirnya dengan brutal. Dengan emosi. Nata begitu marah karena Vespa mengacuhkan perasaannya. Nata marah saat tahu kalau kakaknya akan meninggalkannya. Nata nggak terima. Sampai kapanpun! Nata masih melumat kasar bibir Vespa, sementara Vespa mencoba melepaskan diri. Hingga... tubuh Vespa lemas. Dia menerima apapun yang Nata perbuat padanya. Nata sadar. Dia melepas ciumannya dan menatap Vespa. Kali ini ada rasa sakit dalam tatapan itu.

"Aku sayang mas... cinta mas..." Nata menangis dan memeluk Vespa. Vespa hanya bungkam. Membisu. Jauh dalam hatinya... ada rasa sakit saat melihat air mata Nata yang jatuh di pipinya. Ada rasa berbahaya yang mulai tumbuh, karena itulah Vespa nggak akan membiarkan perasaan itu berkembang makin jauh lagi. Nggak akan!

***

Kamarnya kosong! Kamar Nata kosong! Nata menghilang dari kamarnya! Vespa panik. Dia nggak tahu kemana anak itu. Nata pasti kabur. Karena... infusnya terlepas. Infusnya masih di dalam kamar, baju rumah sakitnya juga tergeletak begitu saja di atas kasur. Vespa panik.

Dia harus menemukan Nata! Sekarang juga!

TBC

Maafkan Gaachan... telat update... hiks... Gaachan lagi baper! Masa paketan Gaachan 3GB gak bisa dipake di rumah.. kan Gaachan bete! Itu mubazir banget! Mungkin Gaachan harus pindah lokasi dulu... Hiks! Tau, ah! Intinya gitu, jadi semalam Gaachan represing karena udah prustasi.. gitu... sudah, itu aja. curcol ini gak penting. Tapi kalian harus baca..! *bisikan seorang gaachan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top