Nata: Aku Memang Maso, Mas!


Vespa mengerjap. Lagi. Lagi. Lalu lagi. Baginya ini aneh, namun dia sudah terbiasa seperti itu. Untuk yang ke sekian kalinya Vespa mengerjap. Cowok yang selalu jadi iblis manja di rumah itu muncul di depan tempat kerjanya. Vespa ingin melarikan diri, namun terlambat. Iblis itu sudah melambai riang, nyengir dengan tampang nggak berdosa di sana. Wajahnya masih ganteng seperti biasa, style-nya juga masih keren, hanya saja... Vespa malu. Dia benci tingkah menjijikkan Nata yang freak dan juga nggak beralasan itu. Vespa benar-benar merinding, nggak paham dengan tingkah maniak adiknya.

"Ngapain di sini?" tanya Vespa ketus. Nata mengerjap, nyengir lagi. Sebelah tangannya mulai terulur, lalu spontan memeluk tubuh Vespa. Ini tempat umum. Dengar, ini tempat umum. Akan aneh kalau dua orang lelaki berpelukan di tempat umum? Aneh? Hahahaha...

Tapi BISA saja terjadi. Nata freak dan penganut aliran "Masa bodo sama orang, aku ya aku! Peduli amat!". Nata nggak akan pernah mikir efek dari tingkah gilanya ini. Dia nggak akan pernah berpikir secara logis kalau dua orang cowok pelukan di muka umum akan diteriaki homo. Begitu?

"Lepasin, Nat!" Vespa berbisik tajam. Dia nggak mau ada adegan pertumpahan darah di sini. Cukup di rumah saja dia kasar, di luar dia harus jaga image. Jadi seperti itu? Vespa kejam pada adiknya, tapi lembut dan pendiam ketika berada di luar. Kamu makhluk apa, Vespa? Ah, kamu manusia! Kamu nggak tertebak dengan caramu. Kita semua pun sama. Tidak tertebak. Suka-suka begitu menjalani dan merespon hidup.

Karena manusia pada dasarnya adalah sebuah kerumitan yang diciptakan Tuhan.

"Tapi aku kan kangen..."

"Lepasin atau Mas tendang kamu!"

Nata menggeleng kencang. Beberapa orang yang lewat mulai memperhatikan mereka. Bahkan tidak heran kalua mereka tertawa cekikikan karena melihat adegan dua orang cowok yang sedang berpelukan itu. Vespa yang cantik itu sudah mulai terlihat manly. Dia sudah daftar di gym dan jadi anggota sana. Dia juga sudah mulai menumbuhkan kumis, meski itu nggak berguna.

Vespa jadi mirip cewek binaraga yang kelebihan hormon testosteron.

"Nat, jangan bikin Mas jadi orang kejam sekarang!" Sekali lagi Vespa mengancam. Nata masih menggeleng nggak peduli. Vespa malu. Mau sampai kapan peluk-pelukan seperti ini? Memangnya mereka anak TK?

"Nat, kalau kamu nggak mau lepasin... Mas nggak bakalan ngomong sama kamu lagi!"

Nata spontan melepas pelukannya. Hanya dengan ancaman seperti itu Nata mampu menurut. Masalahnya, Nata memang aneh sejak dulu. Dia lebih suka dipukul daripada diabaikan. Dia lebih suka dianiaya dan pasrah daripada membalas perbuatan kakaknya. Lalu kalian mau yang seperti apa? Jadi ketika Vespa memukul Nata harus menghindar? Nata harus membalas? Nata harus menangis?

Hahahaha.... itu sih terserah Nata saja. Kita, ya... kita hanya menonton saja apa yang dua sejoli itu lakukan dan perbuat. Hidup dunia nyata saja sudah termasuk sesuatu yang aneh dan juga kadang nggak ada logikanya. Nata yang selalu meminta untuk dipukul, Vespa yang pendiam di luar tetapi ganas pada adiknya... Kalau memang tidak masuk akal, silakan saja anggap seperti itu selamanya.

Ini hidup, bro... Semakin kita atur, maka kita nggak akan bisa bebas berekspresi!

"Pulang!" Vespa berkata tajam. Nata menggeleng kencang.

"Aku mau nunggu Mas sampe balik."

"Ini masih lama, Nat! Mas masih jam istirahat sekarang."

"Nggak masalah, aku tunggu!"

"Kenapa kamu keras kepala, sih?"

"Dari dulu aku udah kayak gini. Aku tadi naik bis ke sini, trus bawa uang pas. Jadi aku nggak bisa balik sendiri sekarang." Nata menaikkan alisnya. Vespa merengut. Hatinya menyumpah. Nata biadab! Sialan. Tai.

Vespa juga goblok. Kenapa hanya dengan ucapan seperti itu dia harus luluh? Kenapa memangnya kalau Nata nggak bawa duit? Bodo amat, kan? Yang penting dia harus balik!

Tetapi meski Vespa sering sekali memukul adiknya, Vespa nggak benar-benar tega menelantarkan adiknya. Ingat kejadian waktu Nata kabur ketika tahu kenyataan soal dia yang bukan anak kandung itu? Vespa nggak akan pernah sanggup membiarkan Nata seorang diri. Tentu, Nata kan adiknya!

Lalu rasamu terhadapnya bagaimana, Ves?

Vespa melangkah, mengisyaratkan Nata untuk mengikutinya. Nata menurut, mencoba mengimbangi langkah Vespa yang terkesan buru-buru. Di loby, mereka berhenti. Vespa menunjuk salah satu sofa di sana lalu berucap dingin.

"Tunggu di sana, nggak usah macem-macem! Tiga jam lagi Mas keluar."

"Lama amat, sih?" Nata protes.

"Nggak mau? Pulang aja sana!"

Nata menggeleng, lalu melangkah ke arah sofa itu. Dia duduk manis menunggu. Beberapa orang mulai memperhatikan mereka. Vespa gerah hanya dengan diawasi, jadi dia segera kembali ke ruangannya. Meninggalkan adiknya yang sedang nyengir seperti orang gila di sofa lobi.

***

Sungguh, Nata itu adalah iblis freak. Begitu Vespa keluar dari ruangannya dan tergesa menghampiri Nata, adiknya itu sedang terpejam. Beberapa cewek terlihat di sebelahnya, mengobrol dengannya. Sebenarnya Vespa curiga. Kenapa Nata selalu punya daya tarik agar didekati cewek? Kenapa cewek selalu sulit mengabaikannya? Apa Nata punya susuk? Pelet? Atau ilmu jampi-jampi begitu?

Nata juga visualisasi dari tokoh-tokoh di animanga Jepang. Vespa pernah baca manga, manga shoujo jenisnya. Manga yang bertema soal kisah perempuan dan kisah manis mereka. Vespa mengejek awalnya, namun akhirnya dia ketagihan setelah membacanya. Bagaimana si cewek di animanga itu yang awalnya ketus akhirnya jatuh cinta pada cowok yang kurang ajar, atau cewek lemah lembut yang jadi kuat di depan cowok yang dia suka....

Penasaran Vespa dapat itu darimana?

Kamar Nata.

Vespa jadi mikir. Jangan-jangan memang Nata adalah makhluk dalam animanga yang muncul di dunia sekitarnya. Nata itu bukan cowok real. Dia adalah khayalan. Delusi. Ilusi. Imajinasi. Korupsi. Nepotisme. Tsah!

"Mas...!" Wajah ngantuk yang sempat Vespa lihat pada Nata kini berubah aneh. Dalam sekian detik wajah ngantuk itu berubah ceria. Bahkan tangannya juga melambai riang. Kakinya melangkah cepat ke arah Vespa, dan sebelah tangannya merangkul bahu Vespa. Sabar, ya Vespa! Nata kan memang freak!

Mereka sampai di rumah setelah itu. Nata nggak mau bonceng. Ngantuk katanya. Jadi sepanjang jalan Vespa harus menjerit gusar ketika jemari Vespa memeluk erat perutnya.

"Nggak usah peluk-peluk, Nat!" Vespa menjerit gusar. Nata masih meletakkan kepalanya di tengkuk Vespa. Nata nggak pakai helm, jadi Vespa harus mencari jalan pintas untuk menghindari polisi.

"Aku kan ngantuk, Mas. Kalau nggak pegangan nanti aku jatuh!" Lagi-lagi Nata protes. Vespa mencoba menahan sabar. Nggak lucu kalau mereka kecelakaan hanya karena pertengkaran dengan tema "Lepaskan jemarimu dari perutku!" ini.

Mereka sampai di rumah, dengan Vespa yang merengut dan Nata yang menguap. Vespa kembali ke kamarnya dan bersiap mandi. Malam ini ada sesuatu yang ingin dia tanyakan ke Nata.

Soal banyak hal.

Kenapa Nata selalu menempel padanya... Ah, nggak perlu jawaban klise macam: Karena aku cinta Mas! ataupun jawaban lainnya. Lalu kenapa Nata masih nggak kapok meski Vespa sering memukulnya. Bukan memukul. Sudah pernah nampar, nonjok, jitak... Itu adegan kekerasan, kan? Tapi sampai sekarang Vespa belum pernah bawa pisau segala untuk menghukum adiknya. Ya kali...

Perbuatan kekerasan itu sudah nggak wajar, Vespa! Tapi keluarga lain melakukannya. Kakak adik bertengkar, sampai berdarah kadang. Namun mereka akan kembali berbaikan dan tidur bersama. Lalu kenapa kalian melakukan hal yang kekanakan seperti itu, he?

Jawabannya sederhana. Nata tuh yang minta!

Hah?

Nyatanya, sekejam apapun Vespa terhadap Nata... adiknya itu terus saja menempel seperti kutu di pitak kepala. Atau seperti upil di lubang hidung. Atau seperti gudal di gigi. Atau seperti...

Apa saja. Yang nempel pokoknya!

Menjelang malam, Vespa mengetuk pintu kamar Nata. Biasanya Vespa akan bahagia kalau Nata nggak cari gara-gara, namun kali ini biarlah Vespa dianggap sebagai makhluk pincang yang lagi silaturrahmi ke kandang singa. Nggak bisa kabur, tapi say hi ke dalam bahaya.

"Nat, udah tidur?" Vespa itu bukan Nata. Nata akan nyelonong masuk kamar Vespa, tanpa ketuk pintu dan tanya. Tetapi Vespa beda. Kalau dia asal nyelonong, maka yang terjadi adalah...

Bisa dibilang Vespa sedang menyiapkan lubang kuburnya sendiri.

"Ah, ada makanan lezat di luar sana!" Nata tergelak. Vespa melongo. Freak. Freak. Freak. Yakin ini keputusan yang tepat, Vespa? Kamu nggak takut kalau adikmu itu bertindak macam-macam?

Vespa mencoba berani sekarang. Dia menggeleng, lalu kembali berteriak. Dengan nada sok berani, meski gemetar nampak di suara itu.

"Ka... Kamu bukan Nenek Serigala di cerita gadis bertudung merah! Mas mau ngomong sesuatu." Vespa berteriak kencang. Dalam hati dia mengutuk perbuatannya sendiri. Suaramu, Vespa! Kenapa jadi gugup dan gemetar begitu?

"Yang butuh yang masuk." Suara Nata jadi makin menyebalkan di dalam. Vespa melotot, lalu berdehem.

"Ya udah kalau nggak mau!" Vespa bersiap berbalik, namun sebelum kakinya melangkah ada tangan yang menahannya. Nata muncul dari balik pintu kamarnya, memakai boxer rumahan warna abu bergambar monyet, nggak pakai baju. Nggak pakai baju. Lihat itu, Vespa! Kamu jauh sekali dari cowok itu! Badannya jauh lebih bagus darimu meski kamu udah ikutan anggota gym-gym itu!

"Ada apa? Ada apa? Mas kangen?"

Tidakkah Nata makin menyebalkan makin hari? Vespa jadi gemas setengah mati. Sebelah kakinya menendang tulang kering Nata. Cowok itu nggak mengaduh, namun hanya nyengir. Ini yang Vespa bingung sejak awal. Begitu banyak adegan kekerasan yang Vespa lakukan, namun kenapa respon Nata malah lembut begitu?

Kamu yang bodoh, Vespa!

Kenapa kamu atur karakter manusia seperti apa yang kamu harapkan? Memangnya kamu siapa? Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam karakter. Meski antimainstream, namun mereka nggak sama dengan pemikiranmu. Semua manusia itu berbeda, Vespa! Jangan harap kamu akan mendapat respon seperti di tipi-tipi!

Manusia rumit dengan caranya.

Begitu juga... CINTA.

Vespa melangkah lebih dulu ke arah teras belakang, sementara Nata mengikuti di belakangnya. Begitu Vespa duduk di kursi kayu yang menghadap halaman belakang, Nata juga ikut menggeser kursi kayu lainnya untuk berdekatan dengan kursi Vespa. Vespa meliriknya ganas, namun Nata malah nyengir dengan wajah nggak berdosa.

"Mas mau ngomong apa? Mau ngomong kalau selama ini Mas cinta sama aku?"

Vespa melongo, dan sekali lagi tangannya menjitak kepala Nata. Nata mengaduh sok dramatis.

"Owhhh... sakiiitttt...! Mas, aku amnesia. Tolong... aku amnesia!"

Vespa berdecih jijik.

"Nggak usah alay, Nata! Menjijikkan!"

Sekali lagi Nata nyengir. Dalam sekian detik keduanya bungkam. Tidak ada hal yang mereka katakan setelah itu. Sunyi. Vespa sedang bingung ingin mulai bicara dari mana, sedangkan Nata juga sedang menebak apa yang ingin Vespa katakan.

"Kalau kita diem-dieman gini rasanya aneh, ya Mas?" Itu prolog untuk yang ke sekian kalinya. Nata kembali lagi pada prolog soal sikap mereka berdua. Vespa menghela napas, lantas melirik wajah Nata.

"Mas akan membahas semuanya sekarang..."

Nata mengangguk, menoleh setelah itu. Menunggu. Vespa menghela napas, lalu kembali bersuara. Matanya mengerling ke arah Nata sejenak.

"Pertama, kita mulai dengan beberapa pertanyaan."

"Pertanyaan macam: 'Mau nggak jadi kekasih hati Mas?' gitu?" Nata sudah freak sejak dulu. Dia sudah seperti itu. Dia gila. Aneh. Psikopat. Alay. Narsis. Stress. Freak. Weird. Gila. Ah, gila sudah ya?

Jemari Vespa ingin sekali menjambak rambut adiknya, namun dia urungkan. Dia harus fokus dengan sesuatu yang lebih penting untuk dia bahas saat ini.

"Kenapa kamu nggak kapok meski Mas pukuli berkali-kali?" Vespa bertanya cepat. Matanya mengerjap menatap Nata. Nata menerawang, namun matanya berbinar. Vespa merinding. Dia yakin kalau jawaban Nata pasti akan menjijikkan seperti biasa.

"Karena cinta. Aku cinta Mas."

"Kamu tahu, pasangan suami istri yang sedang berada di ambang masalah. Suaminya memukuli istrinya. Apa itu cinta?"

Nata menggeleng cepat, lalu menatap Vespa dengan senyuman aneh. Senyuman yang berbeda dari biasanya.

"Mas pikir semua manusia akan sama ketika mengekspresikan cinta? Apa kita sama dengan kebencian yang mengatakan cinta di antara mereka? Suami itu memukul istrinya karena marah dan benci. Lalu menurut Mas kenapa istrinya masih bertahan meski dipukuli seperti itu?"

Vespa terusik. Kok tumben ya Nata ngomongnya filosofis begini? Bukankah biasanya dia nggak pernah bener kalau ngomong? Nata nggak pernah serius, nggak pernah sok memberikan pernyataan dan pertanyaan balik seperti itu.

"Karena si istri masih punya anak-anak yang patut dia perjuangkan."

"Itu karena cintanya terhadap anak, kan? Jadi kalau begitu anggap saja aku lagi cinta ke hatiku sendiri, makanya aku bertahan meski Mas pukul. Lagian juga pukulan Mas kan nggak kenceng-kenceng banget! Aku kan udah biasa dipukuli di ekskul karate dulu. Aku aliran Shotokan. Jadi kalau cuma ditonjok dan dijitak sih nggak seberapa."

"Aliran apaan lagi, tuh? Aliran suka anak kecil cowok?"

"Itu Shotacon, Mas..." Nata tergelak geli. "Mas suka baca-baca mangaku, ya?"

Ups, ketahuan!

Vespa menelan ludahnya gugup, lalu berdehem. Matanya kembali menatap Nata. Nata masih saja tersenyum ketika melihatnya. Matanya mengerjap lucu, lalu tersenyum sekali lagi.

"Jadi, Mas udah mulai merasa tingkahku nggak masuk akal karena malah cengengesan pas Mas pukul?"

Vespa merinding tiba-tiba.

"Mas pernah dipukul?" Nata tersenyum sekali lagi. Vespa mengangguk.

"Dulu Ayah pernah marah pas Mas nggak balik-balik setelah pulang sekolah. Lalu Mas dipukuli."

"Mas marah dan balas dendam ke Ayah?"

Vespa menggeleng kencang dan berkata ketus ke arah Nata, "Nggak mungkin, lah! Mas kan sayang Ayah, dan tahu kalau Ayah pukul karena Ayah sayang."

"Nah, aku juga udah anggap gitu! Aku anggap Mas sayang aku, makanya aku ikhlas dipukuli."

Kali ini Vespa melongo.

Ini gila!

Nggak waras! Sialan! Biadab! Bagaimana bisa pukulan demi pukulan yang Vespa berikan pada Nata itu malah dianggap pukulan karena sayang? Sialan, Nata! Kamu harus ditabok biar sadar! Vespa itu mukul kamu karena dia merasa kesal dengan tingkah maniak kamu. Dia nggak pernah lho bertingkah ganas di luaran sana! Ingat nggak kalau manusia itu lagi-lagi aneh? Mereka punya kepribadian yang beragam dan berbeda dalam kondisi yang berbeda.

Duh, Nata!

"Mana ada yang kayak gitu dianggap cinta? Pukulan Ayah buat anaknya itu beda sama pukulan Mas buat kamu!"

"Bodo amat, yang penting aku anggapnya gitu!" Nata mengedikkan bahunya cuek. Vespa ingin sekali memukulnya sekarang. Dia ingin mengatakan banyak hal pada Nata, namun dia hanya enggan kalau ucapannya ditanggapi santai oleh adiknya itu. Ngomong ginian pada Nata itu nggak asyik banget!

Menyebalkan!

"Kamu mirip masochist, Nat!"

"Aku mau jadi maso buat Mas!" Nata nyengir lagi. Ya ampun, kenapa tingkah freak Nata makin menyebalkan? Nata bertingkah seperti itu bukan tanpa alasan. Nata bertingkah seperti itu karena dia menikmati ketika disakiti?

"Kenapa kamu menikmati ketika dipukul?"

"Karena Mas yang pukul. Kalau orang lain yang pukul, aku bisa menghindar dan balas mereka."

"Tingkahmu nggak logis."

"Biar aja, aku mau kok jadi nggak logis di mata Mas! Emangnya aku tega apa balas perbuatan Mas ini? Nggak... Nggak mau!"

"Meski kamu harus Mas pukuli sampai sekarat?"

Kali ini Nata menaikkan bibirnya. Dia bersiap tergelak geli karena melihat kecemasan Vespa. Nata tidak tahu darimana Vespa bisa punya pemikiran seperti ini. Biasanya Vespa akan bertindak sesuai spontanitasnya, namun sekarang dia begitu pemikir. Apa karena Vespa sudah mulai merasa tingkahnya agak kejam?

"Mas pernah nendang aku sampai ninggalin bekas waktu itu. Aslinya itu sih bukan bekas tendangan Mas. Aku habis latihan karate."

Vespa melongo. Lalu dulu kenapa Vespa jadi merasa bersalah sampai dia harus mencarikan kompres untuk luka lebam Nata? Bahkan membiarkan Nata bermanja-manja padanya, tidur semalaman dengan lengan memeluk tubuhnya? Kenapa? Kenapa?

"Penipu!"

"Aku akan jadi penipu buat Mas."

Vespa menghela napas sesaat.

"Apapun itu, Mas nggak pernah kan mukul sampai kepalamu sekarat? Mas beraninya jitak aja kalau bagian kepala..."

Nata mengangguk.

"Aku suka jitakan manja itu!"

Diam. Mikir. Proses. Loading. Mau sampai kapan Vespa harus bertahan dengan pemikiran sialan Nata ini? Kenapa Vespa justru menyesal karena sudah sering memukul Nata akhir-akhir ini? Kenapa Vespa justru merasa seperti sedang menggali lubang kuburnya? Menyiapkan kafannya, lalu menulis batu nisannya sendiri?

"Apa kamu pernah merasa kesakitan sampai sekarat gitu?" Sekali lagi Vespa ingin konfirmasi. Dia nggak pernah memukul kepala Nata sampai adiknya itu berdarah-darah. Nggak pernah. Jitak pernak. Nendang? Sering. Nonjok? Pernah. Tapi pernah tahu bagaimana cara seorang anak ketika memukul saudaranya yang lain?

Coba saja bandingkan dengan kekerasan yang terjadi antara preman kompleks ini dengan kompleks sebelah. Aw, di kompleks nggak ada preman, yaa... adanya di pasar! Bodo amat. Hahahaha....

"Iya, sering! Sekarat karena cinta..."

Sialan!

"Mas lagi serius, Nata!"

"Pukulan Mas nggak sekeras pukulan anak-anak Karate, kok! Tenang aja!"

Kali ini Vespa bisa bernapas lega.

"Bagaimana pun, Mas nggak pernah berharap bikin kamu sekarat karena pukulan Mas, Nata! Kita saudara, meski Mas benci banget sama kamu."

"Benci itu sesuatu yang kita sebut dengan cinta yang tertunda."

"Itu adanya di sinetron dan kisah novel!"

Nata menghela napas sejenak. Vespa kembali terusik dengan ekspresi sok serius yang Nata tunjukkan. Ada beberapa ekspresi yang mengganggu Vespa. Ekspresi ketika Nata menangis. Lalu disusul dengan ekspresi ketika Nata marah. Terakhir... ekspresi ketika Nata serius.

"Mas percaya, nggak kalau aku sengaja bikin gara-gara?"

"Maksudnya?"

"Aku sengaja pasrah ketika Mas pukul, aku sengaja cengengesan biar Mas tambah bete, aku sengaja bikin gara-gara terus sampai Mas marah."

Vespa sudah menduga itu sejak awal, namun ketika mendengar ucapan Nata secara langsung ini Vespa jadi makin gemas dan kesal.

"Kenapa?"

"Kalau jadi orang baik di samping Mas nggak akan pernah Mas hiraukan, aku lebih milih jadi adik bajingan asal Mas selalu ingat ke aku. Aku tipe yang nggak suka dicueki, nggak suka diabaikan, nggak suka dianggap remeh. Aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau!"

Dan Nata sudah membuktikan semuanya sejak dia masih kecil. Semua mainan, uang saku, lalu wajah, lalu tubuh bagus, juga kepercayaan Ayahnya. Nata mendapatkan semuanya. Nata selalu beruntung. Nata selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Hanya saja... Vespa mulai terusik dengan pernyataan itu.

Lalu sekarang apa yang sedang Nata inginkan?

Kenapa firasat Vespa jadi nggak enak?

Mikir, Ves! Mikir! Kamu nggak aneh ketika lihat Nata pasrah pas kamu pukul, bahkan seperti menikmati itu? Kira-kira apa yang sedang dia inginkan waktu itu? Benar, ya kalau Nata itu maso?

"Jadi itu alasan kenapa kamu selalu nyengir tiap Mas pukul? Kamu sengaja meremehkan dan bikin Mas makin bete?" Vespa masih berujar kesal. Sebenarnya itu retorik, Vespa!

Kamu sudah tahu sejak awal kalau dia sengaja memancing amarahmu, namun kenapa kamu jelaskan lagi? Ah, daripada banyak yang salah paham, kan? Kekerasan seperti itu efeknya jauh lebih menakutkan karena nggak mainstream. Dipukul nggak balas mukul, dijitak nggak menghindar...

Itu semua karena apa? Cinta. Obsesi?

"Aku pengen bikin Mas sebel, lalu mukul lagi. Setelah itu aku pura-pura luka, lalu Mas deketin aku lagi. Lalu Mas merasa bersalah. Aku bakalan terus bikin gara-gara."

Jujur, Vespa merinding. Super merinding.

Nata dengan segala keanehannya, dengan segala sifat freak itu bukan tanpa alasan bersikap mirip maniak dan psikopat. Nata berbuat seperti itu karena dia memang sedang mencoba mengganggu Vespa. Dan dia berhasil. Vespa terusik karenanya.

"Freak!"

"Aku suka sama tingkah Mas yang kasar tapi tetap sayang itu..." Nata nyengir. Vespa ingin sekali memukul Nata sekarang, namun kalau dia melakukan itu... maka semuanya akan berubah sia-sia. Sesuatu yang sedang dia pertahankan agar Nata nggak makin bertingkah itu hampir saja lost control.

"Nggak usah bertingkah menjijikkan, Nat!"

"Cintaku ke Mas itu udah nempel, dilem pake lem super, dan nggak bakalan bisa dilepas gitu aja. Aku suka tingkah Mas yang kasar-kasar manis itu. Ah, apapun yang Mas lakukan aku pasti suka, kok! Jadi jangan sungkan kalau mau mukul aku lagi!"

Sialan!

"Kita nggak akan pernah bisa bersatu. Kita kakak adik sampai kapan pun!" Vespa mulai fokus dengan hal lain. Nata tersenyum bahagia mendengarnya.

"Jadi cinta Mas terhalang status? Nggak masalah, aku bisa cari keluarga yang bisa ngadopsi aku. Lalu kita nggak bakalan jadi saudara lagi, kok!"

Bagaimana, ya...! Nata itu sudah aneh sejak dulu dengan pemikirannya, jadi kalau tingkahnya juga aneh ya mau gimana lagi! Vespa sudah ingin menjelaskan banyak hal, namun Nata masih sibuk dengan pemikirannya sendiri.

"Mas nggak pernah menganggap kamu orang lain. Kamu adalah adik Mas, sampai kapan pun! Mas nggak cinta kamu, dan kali ini apa yang kamu harapkan itu nggak bakalan terjadi, Nat!"

Nata hanya bungkam ketika Vespa mengatakan itu. Aura ceria yang sempat menguar dari tubuhnya kini mulai menyusut. Nata balik lagi dengan caranya yang dulu ketika marah. Nata kembali jadi orang sialan seperti dulu.

"Dan nggak ada jaminan kalau cintamu itu bakalan terjadi..." Sekali lagi Vespa sudah membuat sebuah pernyataan yang bisa membuat Nata geram.

"Mas tahu kan kalau aku bisa saja mendapatkan apa yang kumau?"

OH!

Nggak, nggak! Ini nggak boleh terjadi! Nata jahat sudah kembali! Bagaimana bisa orang yang beberapa detik lalu masih nyengir padanya kini berubah serius seperti ini? Vespa merinding. Nata bisa saja gelap mata sekarang, lalu memutilasi tubuhnya!

"Mungkin bener aku adikmu, tapi meremehkan cintaku ke Mas... itu udah melukai harga diriku!"

INI APA?!!

Vespa tahu diri. Dia berdiri, bergerak panik bersiap melarikan diri. Namun sebelum Vespa sempat masuk, Nata lebih dulu menarik kakinya. Vespa terjatuh di lantai, mencoba merangkak kabur. Tetapi kekuatan Nata jauh lebih besar darinya. Nata jauh lebih sialan lagi sekarang ini.

Jemarinya menarik bahu Vespa. Membalik tubuh kakaknya hingga terlentang. Nata duduk di atas tubuh Vespa, mencekal pergelangan tangan Vespa di sisi kiri kanan kepalanya. Vespa diserang!!

Dan untuk yang ke sekian kalinya Vespa kalah! Setelah apa yang sudah coba Nata lakukan padanya dulu ketika dia sedang tidur, ketika dia sedang bicara dengan raut datar pada Nata waktu itu. Nata yang itu berbeda dengan Nata yang sekarang!

"Aku rela dipukul, rela dianiaya oleh Mas. Aku nggak akan membalas perbuatan Mas itu, hanya saja aku akan mengambil apa yang kuinginkan dari Mas sekarang. Aku mengambilnya karena aku ingin menandai apa yang kuinginkan. Aku pengen bilang ke seluruh dunia kalau Mas milikku. Aku bakalan jadi orang yang harus Mas ingat seumur hidup, sebagai orang pertama yang menandai Mas..."

Kenapa cara bicara Nata jadi sok formal begini?

Jadi ciri-ciri Nata ketika marah dan juga gelap mata adalah munculnya kamus Ejaan yang Disempurnakan di dalam otaknya?

Vespa! Woy, woy! Ini bukan saatnya mikir aneh-aneh! Lihat Nata! Lihat dia! Dia lagi kesurupan, lagi dirudung setan. Vespa menelan ludah gugup ketika Nata mendekatkan wajahnya. Vespa mencoba memberontak. Panik. Dia nggak mau teriak karena malas diurusi tetangga, jadi dia hanya meronta dan bicara tajam pada Nata agar melepaskannya.

Nata nggak mau tahu. Dia ingin melakukan sesuatu yang lebih menakutkan lagi sepertinya. Begitu salah satu tangan Vespa terlepas dari cengkeraman Nata, tangan itu nggak sengaja menghantam hidung adiknya.

Mereka bungkam. Adegan nggak sengaja ini sebenarnya bukan masalah yang sepele. Ketika tangan Vespa yang meronta nggak sengaja mengenai hidung Nata, saat itulah terjadi sebuah kesialan bagi Vespa. Setetes darah keluar dari lubang hidung Nata dan menetes di pipi Vespa. Lalu disusul dengan tetesan lain karena Nata menunduk menatapnya. Vespa mengerjap, lalu dalam beberapa detik matanya terpejam.

Kali ini Vespa pingsan.

Karena darah tentu saja.

TBC

Hahaha.... hahahaha... aku ngakak aja, deh! Jadi, apa dia kudu bilang gitu biar tingkahnya selama ini jelas? Eh, eh... psikopaaaaaaas *judul anime, woy!*

Karakternya aneh? Nanti aku bikin lebih aneh lagi, kok! Hahaha... bukannya aku emang udah aneh sejak dulu? #kayang Kalo diberi yg kayak gini aja udh ngeluh, gimana kalo aku beri adegan BDSM nanti... Atau plot twist kayak di anime School Days. Romance tapi endingnya Gore...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top