Enam: Nata dan Cewek-Cewek Seksi
Cowok normal yang melihat cewek cantik pasti akan terpesona. Apalagi yang seksi. Nggak munafik, ya... cowok itu memang diciptakan dengan komponen itu. Tapi nggak semua cowok kayak gitu! Ada cowok yang seleranya opsional. Maksudnya? Nata! Nata itu opsional. Dia suka nonton bokep. Suka nonton adegan anu-anuan. Suka, sih tapi kalau ada Vespa di sebelahnya dia lebih tertarik pada kakaknya itu, lah! Sedangkan Vespa? Vespa masih normal. Masih turn on kalau lihat bokep. BF. Bilm Ferjuangan. Bukan! Bukan! Tapi film layar biru. Nggak percaya ya kalau Vespa juga punya koleksi video begituan? Vespa normal. Cowok. Meskipun wajahnya mencurigakan gitu, dia bayangin yang mana. Jadi cowoknya atau ceweknya. Ups! Mesum mode on ini! Nggak... nggak...! Oke, kembali ke topik!
Seperti biasa, bahasan soal Nata itu nggak akan pernah ada habisnya. Nata akan selalu berulah. Ulahnya bukan ulah jahil yang kreatif macam anak pesantren imut cimit-cimit yang minta diikat gitu, tapi ulahnya sudah kelewatan. Kelewat porno. Kelewat mesum. Kelewat homo! Nata bukan homo! Nata masih suka cewek cantik, tapi dia lebih tertarik pada Vespa. Lho? Kan sudah dibilang, Nata cowok selera opsional. Tergantung keadaan dia sedang bersama siapa.
"Lo ngelamun aja, deh! Liatin apa sih sampe nyengir-nyengir gitu?" Gery memukul kepala Nata dengan buku kimia. Pemilik kepala itu menoleh kaget. Bukannya marah, tapi dia malah makin cengengesan. Padahal nih... kepala siapapun pasti merasa sakit kalau dipukul pakai buku paket setebal itu. Tapi kok Nata malah cengengesan, sih? Gila, nih anak...!
"Aku lagi SMSan..."
Gery mendelik kaget. Serius Nata mulai tertarik untuk beradaptasi dengan dunia manusia? Selama ini kan dia makhluk astral yang menghuni dunia manusia. Serius Nata sudah berhasil menempatkan diri? Cewek mana tuh yang berhasil mengembalikan kenyataan Nata?
"Tumben! Lo serius SMSan sama manusia? Bukan sama makhluk halus, kan?" Gery duduk di depannya dengan antusias. Dia akan mendengarkan dengan baik kali ini apapun yang akan diceritakan Nata. Biasanya kan dia paling anti mendengarkan cerita Nata. Alasannya adalah cerita Nata itu sering nggak masuk akal dan nggak rasional.
"Dia sih makhluk kasar, walaupun kulitnya halus, sih....!" Nata nyengir lebar. Gery makin antusias. Ini, nih obrolan mesum ala cowok!
"Lo pernah pegang? Trus? Trus? Apa lagi?"
"Peluk, cium...."
"Yang laen, yang lebih parah ada lagi nggak?"
"Ya nggak, lah! Gila apa aku?!" Nata mendadak emosi. Gery kaget di tempatnya. "Dia harus dijaga. Kan gawat kalau ada yang nyakitin dia. Aku akan jaga dia seumur hidupku..."
"Nikahin aja, deh sekalian!"
"Nggak mungkin, lah! Masa iya aku nikahin dia...?"
"Kenapa? Lo nggak direstuin sama ortu ceweknya?"
Nata bungkam. Dia hanya memandang Gery dengan tatapan sulit diartikan. Kalau Nata bilang, dia jadi kelihatan homo. Tapi dia nggak homo. Katanya homo yang tertunda akan jadi homo kalau melihat video homo. Nata sudah pernah nonton itu, tapi dia masih bingung. Dia hanya mengernyit lalu menggeleng jijik. Dia nggak pernah turn on hanya karena nonton video homo. Jadi artinya dia bukan homo, kan? Dia hanya Vespanistic.
"Jelas nggak mungkin..." Nata menghembuskan nafasnya gusar.
"Kenapa? Kenapa?"
"Dia kan masih saudaraku!"
Gery melongo. Nata jatuh cinta pada saudaranya sendiri. Wah, rumit sekali ya kisah cintamu, Nat! Nata.. Nata....
"Mending lo lupain aja dia, Nat! Masih banyak cewek yang suka sama lo!"
"Tapi aku..." Nata kembali bungkam. Dia nggak akan mengucapkan apapun. Dia hanya membisu. Nggak tahu harus ngomong apa ke Gery. Gery tahu kalau Nata mengidap semacam posesive pronoun pada Vespa. Vespa ibarat kata ganti benda atau pronoun. Bisa diganti dengan sebutan "mas", "sayang", "cinta" yang memiliki sifat kepemilikan atau posesive. Ini malah jadi mirip pelajaran bahasa inggris, ya?
Sementara itu Vespa masih memijat pelipisnya gemas. Nata berkali-kali mengiriminya SMS nggak penting. Vespa menunggu dosennya di kelas sembari memijat kepalanya yang puyeng. Tadi dia kabur dari Nata. Dia beralasan nggak ada kuliah. Hal itu dia lakukan hanya untuk menghindari Nata. Dia nggak mau lagi diboncengi motornya.
Lalu Nata yang nggak tahu kalau Vespa membohonginya pun menganggap Vespa sedang manis-manisan di rumah. Makanya, Nata mengiriminya SMS. Saat mata Vespa menatap kembali layar HPnya, seorang cewek masuk. Cewek yang kemarin itu. Iya, yang pernah ketemu di tempat les. Leva. Dia masuk ke kelas, lengkap dengan dandanan menornya. Vespa menyesal kenapa harus sekelas dengan cewek centil gatel pengen digaruk ini. Leva melangkah di depannya, dengan lenggak-lenggok bahenol sok seksi. Vespa tersenyum meremehkan. Dia masih illfeel. Gara-gara dicakar waktu itu. Bahkan saat Leva sudah putus dengan cowok itu pun, Leva nggak pernah baik padanya. Leva memandang Vespa dengan tatapan beringas.
"Apa?" Karena risih diperhatikan begitu, Vespa angkat bicara lebih dulu. Leva mendengus.
"Nggak apa!" Leva melengos lalu meninggalkannya. Cewek itu aneh. Rambut kriwilnya ala keriting cabe itu selalu bergoyang saat dia berjalan. Entah karena efek angin atau karena dia sengaja memantulkan gulungan kriwil itu tiap kali berjalan. Rambut kriwil itu mahal, jangan salah! Jangan menghinanya. Perawatannya saja sampai seharian. Vespa nggak sempat membahas soal keanehan cewek itu lagi karena dosen sudah datang.
Begitu jam kuliah usai, Leva lagi-lagi membuat masalah dengannya. Vespa nggak tahu, ya kalau Leva masih dendam begitu! Yang Vespa tahu, Leva itu membencinya karena malu kalah saing. Kalah saing sama cowok. Makanya sejak tragedi berdarah itu, Vespa memotong pendek rambutnya. Dia nggak punya rambut gondrong ala pecinta alam lagi. Padahal rambut itu bagus banget kalau dipakai foto. Foto di sebuah padang rumput dengan angin yang berhembus. Vespa, sadar!! Ini bukan waktunya menghayal! Ingat, yang profesional menghayal itu Nata! Dia di sekolah sekarang!
"Heh, lo!!" Leva menghampirinya. Vespa bengong. Mau apa lagi nih cewek kriwil tukang cakar? Vespa memegang kedua pipinya. Jangan-jangan cewek ini bernafsu untuk mencakarnya lagi! Nggak!
"Mau apa?" Vespa berdiri. Vespa mengutuki dirinya sendiri kenapa terlihat pengecut di depan cewek begini.
"Lo apanya Nata?"
Lah??
"Kamu kenapa tanya soal dia?" Vespa balik bertanya sadis. Keberanian dan juga rasa menang muncul tiba-tiba. Kalau mau tahu, hoho... harus bersikap baik dulu padanya.
"Tinggal jawab aja sulit amat, sih?"
Ini cewek nggak tahu diri, ya? Sudah nanya nggak sopan, maksa lagi! Vespa menaikkan alisnya. Kadar cuek Vespa itu jauh lebih tinggi daripada sifat arogan Leva.
"Aku nggak mau kasih tau kamu!" Vespa melangkah melewatinya. Leva ingin menarik tangan itu, namun langkah Vespa jauh lebih cepat darinya. Nah, salah sendiri pakai heels setinggi itu. Hoho... Vespa menjulurkan lidahnya diam-diam.
"Cowok jadi-jadian!!" Leva menjerit histeris karena kesal, mengabaikan fakta dimana dia berada sekarang. Vespa nggak peduli. Dia hanya melangkah cepat menuju halte bus. Dia pasti sudah sampai kalau saja Billy nggak menghalangi jalannya.
Oke! Ini masalah. Masalah. Kenapa masalah? Masalah itu adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Vespa ingin sampai di rumahnya lebih cepat, tapi Billy menghalangi jalannya. Pasti ingin mengajaknya ngobrol nggak penting lagi.
"Mau apa?" Vespa sudah nggak peduli norma untuk menjadi baik pada orang lain yang sedang membutuhkan. Billy tersenyum. Apapun yang Vespa katakan, Billy itu nggak pernah marah.
"Sadis..." Billy memiringkan senyumnya.
"Lima menit!"
Billy mengangkat tangannya.
"Skripsinya gimana?"
"Kalo kamu mau bahas itu sekarang, mendingan aku pulang!" Vespa sudah sangat sensitif saat ini. Masalah pertama adalah... Nata mengganggunya sejak tadi. SMS Nata selalu masuk di HPnya. Lalu masalah dengan Leva. Sekarang dengan Billy. God, dia ingin sebentar saja tidur di kamarnya yang nyaman. Dia masih ingin istirahat, agar nanti bisa bangun untuk melanjutkan skripsinya. Ah, dia sensitif kalau ada yang bahas masalah itu!
"Oke! Oke! Kamu nggak perlu bantuan cari buku lagi?" Billy menaikkan alisnya. Vespa menghembuskan nafasnya. Iya, bagaimanapun Billy itu sangat berjasa. Billy sudah membantunya mencari buku.
"Ada hal lain yang perlu kamu omongin, kan?" Vespa nggak mau basa-basi lagi.
"Eng... aku cuma nanya aja, kok soal skripsi kamu. Tapi kayaknya kamu lagi sensitif dan nggak bisa diganggu, jadi aku minta maaf..."
"Makasih kalau kamu ngerti. Aku harus pulang secepatnya untuk lanjut mengerjakan bab tiga."
Vespa menepuk bahu Billy sambil tersenyum. Senyum tulus pertamanya setelah hal-hal melelahkan seharian ini. Billy balas tersenyum lalu menggenggam pergelangan tangan Vespa.
"Apa?" Vespa balik pada modus cueknya.
"Aku anterin..."
"Nggak usah, ntar ngerepotin..."
Billy menatapnya sambil tersenyum. Billy itu keras kepala, makanya betah berada di dekat Vespa. Billy nggak akan melepaskan genggamannya kalau Vespa masih nolak. Vespa mengangguk pasrah karena setelah itu Billy menarik tangannya menuju parkiran. Vespa kan nggak mungkin kabur, kenapa pakai ditarik begini? Alay, deh!
***
Vespa masih sibuk berkutat dengan bab tiga. Dia masih fokus mencari rancangan dan jenis penelitiannya, hingga sebuah kepala melongok ke kamarnya tanpa izin seperti biasa. Bukan hanya kepala, karena setelah itu anggota badan beserta kelaminnya juga masuk ke dalam kamar Vespa. Vespa pura-pura nggak peduli, meski dia terusik dengan kedatangan Nata. Nata masuk ke kamarnya masih dengan seragam sekolah, dengan keringat mengucur deras, dengan bau parfum yang Vespa nggak suka. Karena... terlalu.. maskulin!
Nata duduk di kasurnya sambil mengunyah snack yang dia bawa sendiri. Kakinya menggapai tembok-tembok samping kasur Vespa. Vespa masih mencoba fokus pada skripsinya. Fokus.. fokus...
"Mas baru dari luar?" Nata duduk tiba-tiba. Snack yang dia makan sambil tiduran itu pun berantakan di kasur Vespa. Vespa masih mencoba menahan sabar. Nata itu sudah biasa kok menguji kesabarannya dengan mencari gara-gara. Jadi mendingan cuek saja! Vespa beringsut ke arahnya. Nggak masalah kok kalau Nata hanya beringsut lalu duduk manis gitu di sebelahnya. Tapi yang jadi masalah adalah... Nata menatap wajah Vespa dengan tajam. Menuntut. Tatapannya itu seakan menelanjangi Vespa. Vespa ngeri.
"Jawab, mas..." Nata menuntut meski suaranya terdengar lirih. Hal yang paling Vespa benci dari Nata adalah sifat otoriter dan mutlaknya itu membuatnya mati kutu. Vespa menghembuskan nafas gusar.
"Iya!"
"Mas kemana?"
"Cek motor di bengkel!" Vespa terpaksa bohong.
"Mas bohong. Tadi aku baru aja dari sana..."
Vespa merinding.
"Dari kampus.."
Nata membisu. Nggak ngomong apapun. Dia hanya melemparkan snack-nya lalu keluar kamar Vespa tanpa ngomong apapun, atau membersihkan hasil kekacauannya. Vespa berteriak kencang sambil mengumpat. Nata itu... ah, bosen kalau Vespa harus mengulang kata freak setiap saat!
***
Vespa tahu sesuatu tentang Nata dan cewek-cewek seksi. Nata selalu dilirik cewek-cewek seksi. Berbeda dengan dirinya. Karena itulah, Vespa merasa hidupnya nggak adil. Kalian sadarkah? Nata itu hidupnya sempurna sekali di mata Vespa. Hanya satu yang kurang. Nata itu krisis kepribadian. Dia menjijikkan. Namun meski begitu dia sangat dipuja dan dicintai karena dia ganteng. Oke, poin plus itu yang membuat poin minus Nata seolah nggak ada!
Vespa tahu kok kalau Leva itu juga menyukai Nata. Tadi, Billy yang bercerita di jalan ketika mengantarnya pulang. Leva mulai penasaran pada Nata. Tuh mak lampir memang nggak ingat umur apa ingin menggaet anak SMA! Vespa bingung harus menanggapi gimana. Pertama, dia nggak suka Leva dan masa bodoh itu cewek mau apa! Kedua, Vespa ogah berurusan sama masalah Nata. Ketiga, Nata adiknya. Keempat, kalau dua orang yang merepotkan itu pacaran.. atau setidaknya.. dekat gitu... gimana nasib Vespa?
"Yang bikin gerah itu, Leva terang-terangan godain adik kamu. Mentang-mentang dia cuma di bagian administrasi, dia bilang dia bukan gurunya jadi nggak masalah kalau deket Nata. Juga, tingkah gatelnya itu lho... godain adek kamu mulu..! Jadi, kalau saranku sih mendingan adek kamu pindah tempat les aja..." Billy bercerita panjang lebar di jalan. Vespa yang awalnya nggak minat dengan topik ini akhirnya terpaksa menyahut.
"Nggak bisa kayaknya kalo tuh anak pindah, Bil! Cuma tempat les kamu yang paling deket.. Kalau kejauhan, aku nggak yakin diizinin sama Ayahku..."
"Iya juga, sih! Pokoknya ini saran aja! Kamu coba nasehatin adek kamu biar nggak terlalu menanggapi Leva. Aku nggak mau adek kamu kena kasus macem-macem. Kasihan masa depannya."
Vespa bungkam. Dia bingung mau jawab apa dan apa yang harus dia lakukan. Dia benar-benar nggak tahu harus gimana sekarang. Saat sedang mengetik di laptopnya, bel pintu depan berbunyi. Ah, ada Nata di luar... Kok nggak dibuka sih? Vespa gerah.
"Nat! Bukain pintu!" Vespa berteriak kencang. Nata nggak menyahut. Aih, anak itu lagi jelek moodnya? Lagi? Vespa terpaksa berdiri dan melangkah ke arah pintu dan terdengar suara guyuran air di kamar mandi. Pantesan....
Vespa membuka pintu hingga... Matanya melotot kaget. Dia melongo. Dia masih nggak tahu ada apa di depannya. Bingung juga harus menanggapi gimana?
"Kamu ngapain ke sini?" Vespa bertanya pelan, tapi tajam. Makhluk yang dandanannya mirip mbak-mbak SPG itu menatapnya gerah. Ah, nggak! Mbak-mbak SPG masih tahu, lah cara menempatkan bedak. Ini sih adonan tepung yang tumpah ke muka! Apalagi yang datang itu makhluk yang nggak Vespa suka. Sama sekali!
"Gue butuh sama Nata, bukan sama lo!"
"Ini rumah gue juga!" Vespa bersorak menang. "Jadi gue bisa ngusir siapa aja, termasuk adonan kue belum jadi yang udah bertamu sebelum matang."
"Maksud lo...?" Cewek adonan tepung yang bergelar Leva itu berdecih jijik. Saat dia ingin membalas ucapan Vespa, wajahnya tiba-tiba berubah saat pintu kamar mandi terbuka. Nata muncul hanya dengan boxer rumahannya. Nata kan nggak tahu malu, jadi dia dengan pedenya gitu melangkah santai.
"Minggir!" Bahkan setelah itu Leva mendorong Vespa hingga dia terbentur pintu. Leva masuk semena-mena, mengabaikan Vespa yang sudah ingin marah-marah sekarang. Namun sebelum emosi Vespa meluap, Natalah yang mewakilinya. Nata marah. Tiba-tiba. Tangan Nata mencengkeran lengan Vespa kencang dengan raut marah.
"Kamu apain mas-ku?!"
Leva merinding dengan ekspresi kaget. Vespa mencoba menegakkan tubuhnya. Dia memang nggak suka pada Leva, tapi kalau Leva sampai kenapa-napa... Nggak, nggak!
"Orangtua kita nggak pernah mengajarkan kita untuk berbuat kasar sama cewek!" Vespa menarik lengan Nata lembut. Nata menoleh ke arah Vespa. Lagi-lagi dia berubah jadi aneh saat Vespa terluka. Perlahan Nata melepas cengkeramannya dari lengan Leva. Dia menatap mas Vespa-nya dan memeluknya erat. Leva sukses bengong. Vespa ikut melongo. Jangan! Nggak! Dia nggak akan membiarkan image Nata buruk di depan cewek gatel ini!
"Nat, lepas!!" Vespa memberontak. Nata masih nggak rela melepas pelukannya dan terus menempel begitu dengan erat. Leva menatap galak ke arahnya, sampai...
"Kamu pulang aja sana, mbak! Aku kan nggak kenal mbak, tiba-tiba datang nyelonong aja ke rumah orang..." Nata mendengus dan kembali mengusapkan dagunya di bahu Vespa.
Kali ini Vespa dan Leva yang mendadak melongo. Anak ini alien, ya?
***
Vespa jelas straight. Dia normal. Lurus. Dia nggak doyan cowok. Dia bukan homo. Nata mungkin sedikit mengidap brother complex akut. Nata nggak mau dikategorikan sebagai homo karena dia nggak doyan cowok juga. Nata tahu, meski penampilan mas Vespa-nya itu mirip cewek.. dia tetap cowok. Dia manly. Mandiri. Nggak manja.
Nata pernah merasa kesal. Nggak suka. Saat melihat mas Vespa-nya bersama dengan temannya yang tempo hari itu. Siapa namanya? Ah, iya.. kan dia tutor lesnya. Kak Billy namanya. Sok banget dipanggil begitu! Nata nggak suka meski hanya dengan membaca namanya. Nata juga tahu kalau tadi si Billy itu yang mengantarkan masnya pulang dari kampus. Vespa nggak mungkin pulang naik bis dari kampus karena bis di kampus searah, dia harus berjalan dulu ke halte untuk naik bus. Nata nggak suka saja kalau ada cowok sok baik yang mendekati Vespa.
Seperti pagi ini. Vespa bilang katanya mau ngampus untuk bimbingan jam sembilan. Seperti kemarin, Nata masih gencar memaksanya untuk nebeng. Vespa nggak mau. Itu artinya dia harus menunggu di kampus selama dua jam lebih. Nggak mau!
"Mas harus bareng aku!" Nata berteriak kesal.
"Jangan kebanyakan perintah-perintah! Sana sekolah!"
"Aku nggak mau berangkat sekolah kalau mas nggak bareng aku!"
"Jangan kebanyakan tingkah! Mas bareng temen!"
"Si Billy itu? Sejak kapan dia jadi temen deket mas sampe rela jemput-jemput segala?"
"Dia ada urusan di kampus!"
"Palingan cuma alasannya aja!"
"Emangnya mas pikirin? Yang jelas dia ngajakin mas bareng. Kan dia yang minta bareng, ngajakin bareng. Bukan mas yang maksa dia!"
"Sok baik banget itu temen mas!"
"Kenapa kamu jadi emosi? Sana sekolah!"
"Nggak mau!"
"Jangan manja, Nata!" Vespa sudah memasang wajah marahnya.
"Mas ikut aku, atau aku nggak mau sekolah!"
Ini childish!
"Kamu jangan bertingkah freak gini!"
"Mas yang mulai!"
"Salah mas apa? Jangan bertingkah seolah kamu..." Vespa ragu meneruskan ucapannya. Dia menatap Nata sekali lagi. "Jangan kayak homo, Nat!"
Nata bungkam. Nata itu jauh lebih menyeramkan saat diam, sumpah! Auranya mencekam. Horror! Kalau dibiarkan begini, bisa-bisa Nata jadi makin merepotkan. Bisa-bisa dia nggak mau sekolah sungguhan! Mau ngomong apa nanti dia pada Ayah? Lagi-lagi Vespa akan merasa bersalah karena nggak bisa mendidik dan menjaga adiknya dengan baik. Vespa menghembuskan nafasnya kesal.
"Oke! Kita buat ini mudah. Berangkatnya mas sama Billy, tapi nanti pulangnya... mas tunggu kamu sampe kamu pulang!" Vespa menyerah dengan syarat. Nata masih ogah-ogahan.
"Nggak mau!," keluhnya lagi. Merajuk.
"Terserah!" Vespa nyerah. Namun sebelum kakinya melangkah masuk ke dalam rumah, Nata menahan pergelangan tangannya.
"Iya, aku berangkat! Tapi pulangnya ntar beneran tunggu aku. Mas harus ikut aku jalan-jalan!" Nata menunduk dengan mulut mencebik nggak terima. Kakinya masuk ke dalam kamarnya, mengambil sebuah celana jeans dan jaket. Anak sekolah nggak boleh keluyuran dengan seragam, kan? Hoho... Vespa berhasil mendidiknya!
Vespa tersenyum puas saat melihat Nata berangkat setelah mencium tangannya. Biasanya Nata nggak pernah seperti itu meski orangtuanya selalu menyuruhnya. Nata nggak mau salim. Nata nggak mau mencium punggung tanga Vespa karena dia pikir itu gaya anak kecil. Kan Vespa masnya, bukan orangtuanya. Tapi kali ini... Nata mau melakukannya. Sepertinya Vespa tahu bagaimana cara mengendalikan keanehan anak itu...
***
Tiiinnn...!!
Billy kesal. Cowok itu cari mati ya sampai berhenti mendadak dan menghalangi laju mobilnya?
"Woi! Lihat-lihat kalau jalan!!" Billy mengeluarkan kepalanya dari kaca mobil dan berteriak kencang. Vespa yang duduk di sebelahnya ikut mengelus dada. Seorang anak SMA menghentikan motornya di depan mobil Billy. Anak itu nggak minta maaf, tapi malah melepas helmnya. Dia turun dari motornya dan melangkah pelan ke arah Billy. Vespa bungkam. Ini jam berapa? Seriusan? Ini jam berapa? Kok ada Nata? Bukannya anak itu harusnya masih di sekolah?
Padahal awalnya Vespa dan Billy ingin pergi ke toko buku. Kebetulan Billy membawa mobil, jadi Vespa menurut saja saat Billy mengajaknya. Dia juga harus menunggu Nata pulang dari sekolah. Kan dia bisa mati bosan kalau menunggu di kampus sendirian.
"Bil, biar aku turun aja. Maaf ya aku nggak bisa ikut kamu ke toko buku. Udah ada janji soalnya sama dia..." Vespa membuka pintu mobil Billy. Sebelum Billy sempat menahannya, Vespa sudah melangkah kesal ke arah Nata.
"Kenapa mas nebeng dia? Kan bilangnya mau bareng aku pulangnya!" Nata menatap Vespa nggak terima. Protes.
"Sebelum mas jawab pertanyaan kamu, kamu jawab dulu pertanyaan mas! Kenapa kamu udah balik?"
"Gurunya rapat!"
"Kamu nggak bohong, kan?"
"Mas telpon sekolah aja kalo nggak percaya! Kita itu udah ditakdirkan buat bareng tanpa ada yang ganggu!"
"Kamu jadi makin homo!"
"Lalu mas sendiri? Kenapa mas bareng sama dia? Mas mau kabur?"
"Awalnya mas kira kamu masih lama, jadi nggak ada salahnya kalau... keluar bentar sama Billy..."
Emosi Nata memuncak begitu saja. Nata mengeratkan rahangnya. Vespa merasa nggak enak. Apalagi saat Billy juga turun. Nggak, ini makin runyam! Vespa menatap Billy, memohon agar Billy pergi. Tapi Billy nggak paham maksudnya. Billy malah mengira Vespa sedang meminta bantuan padanya.
"Emang aku kok yang ajak dia, Nat.. daripada dia nungguin kamu lama..." Billy berkata pelan.
"Aku nggak lagi ngomong sama kamu!" Nata mulai kasar dan nggak sopan. Vespa menatap Billy. Menyuruhnya pergi. Menyingkir. Biarlah pertengkaran ini diselesaikan berdua saja.
"Nata, ayo pergi!" Vespa meraih lengan Nata, menariknya menjauh.
"Aku nggak suka mas deket-deket sama dia!" Nata masih emosi. Langkah Vespa terhenti seketika dan dia menoleh ke arah Nata dengan raut gemas. Kesal. Muak.
"Mas nggak paham mau kamu apa, tapi jangan mengatur mas mau temenan sama siapa!"
"Aku nggak suka kalo mas deket sama orang lain!"
"Nat...."
"Aku nggak peduli, pokoknya jauhin dia!" Nata menunjuk Billy tepat di hidungnya. Billy emosi juga. Tersinggung. Dia merasa dilecehkan oleh anak SMA. Saat Billy hendak mengeluarkan sumpah serapahnya, Vespa menatapnya dengan wajah melas. Separuh memohon. Matanya itu lho... menggemaskan! Lucu! Kemarahan Billy lenyap perlahan.
"Ayo balik!!" Vespa sudah mengabaikan rasa malunya untuk nggak berteriak di muka umum. Dia sudah cukup sabar menahan kesabarannya. Nata masih emosi, namun dia akhirnya menurut juga.
"Kita mau kema..."
"Pulang! Mas nggak mood buat kemana-mana sekarang!!" Vespa berkata tajam. Oh-oh.. Nata rasakan itu! Suruh siapa marah dan nggak rasional begitu? Siapapun pasti marah kalau diomeli di depan umum begitu! Apalagi antara dua orang cowok! Cowok yang sudah dewasa. Mungkin Nata iri karena Vespa selalu mengacuhkannya saat Vespa punya teman baru. Nata selalu dia abaikan. Saat Vespa sedang sibuk dengan tugas kelompok, Nata selalu dia abaikan. Padahal banyak orang yang akan mengajak dan memperhatikan Nata, tapi Nata hanya mau kakaknya. Hanya mau mas Vespa!
"Jangan ngomong sama mas dulu! Mas masih marah sama kamu!" Vespa turun dari motornya begitu sampai. Sepanjang perjalanan, Vespa hanya diam. Dia menahan kesabarannya hingga sampai di rumah. Vespa kembali ke kamarnya. Menutup pintunya. Menguncinya. Itu adalah hal yang nggak pernah Vespa lakukan sebelumnya. Mengunci kamarnya. Hal itu sudah membuktikan seberapa marahnya Vespa pada Nata....
TBC
Kan sudah janji, mau update tengah malem. Nih lagi... Tapi Gaachan majuin aja. jadi setengah dua belas. Gaachan baik kan? *emot titik dua tanda bintang*
Makasih ya kalo bukan karena "kerusuhan" kalian, mungkin Gaachan akan ngomong : "Ntar aja deh update, kan kagak ada yang suka juga..."
Tapi ada orang-orang yang nggak akan pernah lelah untuk mengobrak-abrik sosmed Gaachan. Itu indah sekali. Terimakasih.. Ayo makan rujak! *maaf saya absurd*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top