Empat Belas: Sungkem Sama Masmu!!
Keinginan Vespa untuk pulang lebih dulu sepertinya harus pupus. Dia nggak bisa pulang karena ada masalah alay mirip sinetron. Kalau bisa sih dia ingin pulang duluan, tapi nyatanya keinginannya nggak sesuai dengan kenyataan. Masalah! Nggak tahu apa yang terjadi dan punya masalah apa, tiba-tiba segerombolan cewek yang sempat dia lihat mengerubungi Nata di lapangan basket kemarin sore menghadang jalannya. Mereka memasang wajah gahar. Vespa nggak takut, sih.. tapi kalau ceweknya sebanyak ini dan juga membawa tongkat baseball seperti itu kan keder juga nyalinya! Duh, Nata juga sih! Selalu begini! Dia selalu membuat Vespa menunggu, yang artinya... dia harus menyusul Nata masuk ke dalam area kampus untuk menyeretnya pulang. Tapi cewek-cewek ini malah menghadang jalannya. Bahkan mereka menarik Vespa ke dalam toilet, mendorong tubuh Vespa masuk ke salah satu bilik, dan menguncinya. Vespa diculik cewek! Vespa ingin tertawa saat ini. Tertawa kencang. Miris. Miris. Diculik segerombolan cewek lalu terkunci cantik dalam toilet.
"Gue tegasin ya sama lo! Jangan mimpi buat jadiin Nata homo kayak lo!" Mereka menggedor pintu tempat Vespa dikunci. O-Oh, rupanya mereka paham kalau Vespa adalah salah satu spesies berbatang dan bertelur dia. Lalalala.
Vespa melongo. Ini sungguhan, kan? Sejak kapan Vespa jadi cowok terbully begini? Selain itu, mirisnya juga adegannya mirip sinetron. Tapi nggak.. nggak... yang lebih miris justru karena cewek-cewek yang membully-nya. Cewek-cewek itu tertawa puas mirip nenek sihir di film-film.
"Woi, buka! Ini nggak lucu, tau!" Vespa menggedor-gedor malas pintu toilet dengan kakinya.
"Percuma, nggak bakal ada yang denger lo!! Semua udah pada pulang.." Mereka tersenyum puas. God! Ini cobaan apa lagi? Vespa nggak tahu bagaimana mungkin dia berakhir menyedihkan seperti ini. Dia kan cowok, kok bisa-bisanya malah dibully oleh cewek. Dikunci di kamar mandi, pula!
Vespa mencari HPnya dan melihat battery bar-nya yang membentuk tanda silang. Beberapa detik kemudian HP itu mati. Vespa melangkah mendekati pintu, mencoba menggedor pintu itu lagi. Sayangnya pintu nggak akan bisa dibuka paksa dari dalam dan hanya bisa didobrak dari luar.
"Woi, biji cabe! Buka, dong!" Vespa berteriak malas. Dia nggak mungkin kan menjerit ala cewek-cewek yang terkunci begitu? "Siapa aja, deh buka dong pintunya!" Vespa berteriak lagi. Karena yakin kalau teriakannya nggak akan ada hasilnya akhirnya dia duduk diam di kloset dan bersandar ke dinding. Tenaganya sudah habis. Vespa memijat pelipisnya sekali lagi. Dia nggak menyangka cewek-cewek itu masih nggak rela kalau Nata bersamanya. Lagipula, ini kan sudah malam. Nggak mungkin juga Nata tahu kalau Vespa ada di sini. Terkunci.
"Mas? Mas Vespa?!" Saat sedang sibuk dengan lamunannya tiba-tiba terdengar teriakan dari luar. Vespa berdiri dan menendang pintu toilet dengan malas.
"Mas di sini..!"
"Mas di dalem?" Itu suara Nata. Vespa mengiyakan, mengangguk malas. Padahal dia tahu itu tindakan bodoh yang nggak bakal dilihat Nata. Entah apa yang terjadi tiba-tiba saja pintu terbuka dan.. Nata memeluknya dengan tubuh gemetar. Lah? Kan yang dikunciin Vespa, kok malah Nata yang ketakutan?
"Siapa yang udah ngelakuin ini sama mas?" Nata memandang wajah Vespa. Vespa nyengir.
"Mas dibully sama cewek-cewek..! Miris, kan?'
Nata bungkam. Dia nggak bicara apapun. Dia hanya melepas jaketnya, memakaikan pada Vespa dan mengenggam erat tangan Vespa lalu pergi dari sana. Vespa sudah lelah begini. Lelah. Capek. Begitu? Mereka pulang. Namun saat Vespa melangkah masuk ke kamarnya, Nata mengikuti.
"Aku mau tidur sama mas!," ucapnya datar. Vespa melongo. Nata nggak mendengarkan protes Vespa karena selanjutnya dia sudah melepas bajunya dan merebahkan diri di kasur Vespa.
"Sana balik ke kamar kamu! Kamu belum mandi juga!"
"Ogah!"
"Kamu belom mandi! Bau asem!"
"Biar!"
"Aku nggak bisa tidur kalo ada yang bau! Aku tidur di kamar kamu aja, deh!" Vespa bermaksud keluar, namun Nata langsung bangkit dan dengan kecepatan yang nggak akan pernah Vespa punya, dia berhasil sampai di pintu lebih dulu. Nata menghalangi langkah Vespa untuk keluar. Menatap tajam wajah mas-nya dengan raut nggak enak.
"Jangan sekali-kali mas ninggalin kamar ini!"
"Ini kamarku, kamu yang harusnya keluar dari sini!"
"Aku sayang mas..."
Vespa menatapnya lagi. Nggak tahu harus menanggapi seperti apa. Dia sudah lelah begini. Perjuangannya terlalu panjang untuk bisa menerima keanehan Nata. Tapi dia bisa apa? Nata adiknya. Dia sayang Nata. Meskipun kadang ada saja bisikan setan yang mengganggu otaknya, tapi... dia harus tetap kuat. Harus bisa memegang prinsip "teguhkanlah niat dan tujuan untuk menjadi kakak yang adil, makmur, dan bijaksana!". Nah? Kampanye? Maaf, makin nggak jelas kan akhirnya?!
"Kalimat kamu udah terlalu sering mas denger! Siapapun pasti akan bosan kalau mendengarnya setiap hari!" Vespa mencoba menyindir, meski dia tahu.. sindirannya salah. Iya, kedua orangtuanya selalu mengatakan itu setiap hari tapi sedikitpun Vespa nggak pernah bosan. Ayolah, ini Nata! Vespa kan kakaknya! Lucu, kan kalau jadi mirip PHP begini! Pemberi Harapan Pen... Penagih! Penagih! Itu pikiran kenapa kotor sekaleeee...? Ups, Oke kita lanjutkan lagi!
"Aku harus bikin perhitungan sama cewek-cewek itu!" Nata menggeram. Vespa menatapnya datar.
"Mereka cewek! Kamu dianggap bajingan kalo sampe macem-macem ke mereka."
"Mereka udah nyakitin mas! Lalu kenapa aku nggak bisa nyebut mereka bajingan juga?"
"Mas baik-baik aja, mas cowok!"
"Tapi mas orang yang aku sayang! Aku nggak mau mas terluka!"
Ah, Nata! Apapun yang telah kamu ucapkan memang manis, tapi kamu harus ingat.. ada norma yang menghalangi kasih sayangmu itu! Vespa juga nggak terlalu membawa masalah ini dengan serius. Dia sudah kebal dengan segala tingkah aneh Nata. Meski kadang anu... itu, lho.. fantasi dan hatinya nggak mau diajak kerja sama. Mereka mengkhianati kepercayaan Vespa sebagai kakak dan individu yang memegang prinsip.
"Iya, kamu kan adek mas!"
Nata membisu. Bungkam. Bagaimanapun Vespa nggak akan pernah bisa berpikiran sepertinya. Tapi biarlah, Nata bahagia walau hanya memiliki Vespa sebagai kakak yang sangat dia cintai meski hatinya menjerit protes. Protes karena dia nggak bisa berbuat apa-apa saat Vespa menolaknya. Nata berbalik, dan keluar dari kamar Vespa. Niatannya mau mandi, tapi setelah mandi dia berjanji akan kembali ke kamar Vespa dan merebahkan diri di sampingnya.
***
Nata kesal. Marah. Bete. Numpuk jadi satu mirip rumus fisika yang dia rapalkan tiap malam menjelang UN. Dia sudah kebal dengan sikap PHP kakaknya, sikap manis Vespa yang nongol tiap dia PMS. Habisnya... Nata kesal. Kakaknya itu baiknya sebulan bisa dihitung jari. Nata kan jadi baper. Bawa perasaan. Mikir lama. Mikir panjang. Kok bisa ya mas yang dia sayang tapi menarik ulur hatinya itu santai gitu terhadap perasaannya. Nata tahu, Vespa bukan homo. Dia juga awalnya bukan homo. Tapi apa salahnya homo terhadap Nata? Kan Nata juga homo terhadap Vespa. Vespanistic. Ah, istilah ini ambigay! Jangan dipakai! Nanti akan menimbulkan spekulasi tentang istilah yang akan dibahas berkepanjangan. Susah kan mengerti pikiran orang yang agak absurd?
Hari ini Nata sudah nggak menyandang status sebagai mahasiswa OSPEK lagi. Dia sudah resmi jadi mahasiswa. Jadi... jadwal terbangnya beda-beda. Vespa nyengir senang ke arahnya. Akhirnya dia bisa bebas membawa motor tanpa mengantar atau menjemput Nata lagi. Horeeee....!
"Kayaknya mas seneng banget gitu kalo aku nggak nebeng..." Nata menyindir. Vespa angkat bahu. Sok cool.
"Nggak, kok!"
"Tuh buktinya nyengir mulu..."
"Mas nggak seneng, tapi bahagia...! Huahahahaha...." Vespa melambai nista, melangkah santai ke arah motornya. Nggak lupa untuk berjoged ria dulu. Goyang pinggul. Nata gemas. Pengen remas tuh bokong. Tapi Vespa kan nggak pernah peka. Dia santai saja sambil ganti joged. Kali ini bukan joged bokong seksi, tapi sudah transformasi jadi joged bokong stylist. Joged macam apa itu? Nggak tahu, yang jelas saat ini Vespa sudah memakai helmnya sambil bernyanyi. Meski suaranya nggak layak didengar gitu!
"Cinta ini... kadang-kadang tak ada logika..." Vespa menggeleng. Dia mau ganti lagu. Lagu yang cocok untuk suasana hatinya. "Ayo goyang dumang, biar hati senang..." Stop, Vespa! Kamu jangan alay sekarang! Lihat itu, Vespa sedang menggodanya. O-Oh...
"Mas godain aku? Di kamar aja yuk jangan di sini!"
Tarian Vespa berhenti. Kepalanya menoleh ke arah Nata yang sedang tersenyum miring sambil bersandar di pintu.
"Shut the fuck up!!" Nah? Vespa dalam mode cabe lagi! Vespa nggak mau tahu, ya.. yang jelas dia harus segera enyah dari situ sebelum Nata berhasil membuat mood-nya makin amburadul.
***
Suasana makin mencekam. Rumahnya sepi. Hari sudah mulai malam, tapi rumahnya masih gelap. Nata kemana? Harusnya dia sudah pulang. Vespa melangkah. Membuka pintu depan yang nggak dikunci. Aneh... hingga dia menjerit kaget. Jeritannya mirip cewek cabe yang kaget saat lihat ada diskon lipstick. Oke, ini lebay! Abaikan!
Di dalam sana sudah ada Ayah, Ibu dan Nata. Nata duduk di depan orangtuanya. Ibunya menangis. Vespa mulai curiga. Jangan-jangan Nata menghamili anak orang! Ya ampun, ini bocah ribet sekali hidupnya!
"Ini.. ada apa, Yah?" Vespa bertanya pelan. Takut salah ngomong.
"Vespa, duduk! Ada yang perlu Ayah sampaikan..."
Vespa merinding. Deg-degan.
"Tapi sebelum itu, boleh nggak Vespa nyalain lampunya, Yah? Nggak enak gelap-gelapan gini..." Vespa berbisik lagi. Takut salah ngomong. Semua orang di sana mingkem. Vespa berjingkat, menekan saklar lampu lalu lampu menyala. Tiup lilinnya.. tiup lilinnya... Lah? Kok malah jadi makin absurd? Oke, why so serious? Santai, bro! Nggak perlu tarik otot. Namanya opini orang beda, jadi terserah kita yang memandang itu sebagai lilin atau.. ini apa, sih? Maaf, lagi absurd!
Vespa duduk di samping Nata, berhadapan dengan kedua orang tuanya. Mereka masih diam, menatap tajam Nata yang menunduk. Ibunya menangis. Nata, apa yang sudah kamu lakukan?! Kamu sudah membuat ibumu menangis! Durhaka kamu, Nata! Durhaka!!
"Selama ini kami terlalu sibuk dengan kerja hingga mengabaikan kalian.." Ayah berdehem pelan. Vespa mulai merasa nggak enak. Kali ini level nggak enaknya naik.
"Kalian tumbuh besar tanpa pengawasan dari kami..."
Vespa mulai merinding. Ayahnya nggak pernah berbicara dengan nada seperti ini sebelumnya. Lupakan soal nada!
"Ayah juga nggak berhak menyalahkan kamu karena ini semua salah kami. Kami tahu, tapi..."
Sumpah, feeling Vespa sudah mulai nggak enak!
"Ayah hanya ingin bertanya sama kamu, nak..."
Vespa menatap takut Ayahnya.
"Kamu sudah tahu kalau Nata gay??"
Vespa menatap Nata dan Ayahnya bergantian. Ini soal ini? Jadi ini...?? Vespa nggak tahu harus mulai darimana, tapi dia takut. Takut kalau Ayahnya sampai berbuat jahat pada Nata. Tapi itu jelas nggak mungkin.
Vespa mingkem. Serba salah harus menjawab apa. Dia melirik Nata, menyenggol kakinya.
"Nata, tolong jawab bunda, nak! Siapa cowok yang kamu sayang itu?"
Vespa melongo. Jadi...? Nata belum ngomong kalau Nata menghomokan dirinya? Nata nggak bilang kalau cowok yang dia suka adalah...
"Nak, ini salah! Salah!" Ayah menekankan ucapannya. Nata hanya menunduk.
"Nata sayang dia, Ayah...! Banget..." Akhirnya Nata bersuara.
"Sampai mana hubungan kalian? Berapa usianya? Keluarganya?"
Vespa berdehem gugup. Kok Ayahnya mirip sedang menginterogasi jodoh Nata sih? Nata meliriknya, nggak tahu harus menjawab apa. Ini mulai ambigu. Absurd!
Ayah berdiri, mengambil HPnya dan menelpon seseorang. Ayah menelpon om Fery. Setahu mereka, om Fery adalah psikolog kenalan Ayahnya. Vespa mulai nggak terima. Homo. Gay. Itu bukan kelainan, kan? Terserah orang mengatakan apa soal itu, tapi menurut Vespa itu bukan kelainan. Dulu dia sempat mengatakan itu penyakit. Tapi nyatanya, dia sadar kalau gay bukan penyakit. Itu adalah selera seksual. Sama seperti saat kamu bilang lebih suka terong daripada melon.
"Om Fery akan sampai di sini, nak..."
"Untuk apa?" Suara nata bergetar. Dia nggak suka. Nggak suka kalau ada yang membuatnya jadi....
"Nata nggak sakit jiwa, Ayah!" Nata menggeleng.
"Psikolog bukan buat orang gila aja, Nata..."
"Ayah seolah-olah mengatakan kalau Nata sakit..."
Ayah dan ibunya nggak kuasa melihat anak bungsu mereka kacau seperti itu. Vespa yang sudah mulai merasa nggak enak sejak tadi akhirnya beringsut, menarik tubuh Nata yang mengejang karena emosi.
"Nata..." Vespa menariknya. Nata menatap Vespa dengan tatapan sedih. Memohon. Ini jadi melankolis? Sungguh?
"Biarkan adikmu, Vespa! Ayah... Ayah akan memberikan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk..."
"Ayah..." Vespa nggak terima. Selama ini... dia selalu mengiyakan semua perintah Ayahnya. Nggak pernah protes, bahkan ketika Ayah lebih menyayangi Nata. Vespa selalu legowo. Jadi kakak yang selalu mau berbagi. Meski berbagi Ayahnya.
"Biarkan Nata seperti apa adanya dia, Ayah! Dia nggak sakit..." Vespa setengah memohon. Ayahnya menggeleng keras kepala.
"Vespa, gay itu... Apa kamu bisa menerima seseorang dengan ketertarikan seksual yang lain? Kami cemas masa depannya, nak!"
"Ayah, memangnya Nata kenapa? Dia nggak pernah mencuri, mencoba narkoba, atau pelaku seks bebas, Ayah! Ada apa dengan masa depannya? Apa yang akan terjadi? Apa karena gay bisa membuat masa depannya suram? Ayah...." Vespa menatap mata Ayahnya. Entah sejak detik keberapa, air mata sudah turun di pipinya. Vespa menangis. Menangis untuk Nata. Sayangnya Ayah nggak tahu, orang yang begitu Nata cintai adalah dirinya. Nata nggak mengatakan hal itu karena takut kalau mereka akan dipisahkan.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan dengan itu, Nat?" Kini Ayah menatap Nata.
"Nothing! There's nothing else he can do. He just... love something which different from us. Sama seperti saat Ayah mengatakan lebih suka klub manchester city daripada manchester united. Nggak ada yang perlu dilakukan, Ayah! Biarkan Nata seperti ini. Vespa jamin, dia nggak akan pernah berbuat asusila. Dia nggak akan jajan seks. Dia nggak akan nakal. Vespa yang akan menjaganya...." Nah? Nah? Vespa? yakin??? Kamu beneran yakin akan menjaga adikmu itu? Yakin? Kamu kan yang....
Ayah mengusap kasar wajahnya. Ibu sudah menghapus air matanya.
"We love you, boys!"
Lalu mereka berpelukan. Meski Vespa tahu Ayah ragu. Ibu nggak rela. Juga.. Vespa nggak yakin. Tapi Nata sedikit lega. Dia nggak diusir. Dia nggak dipisahkan dari kakaknya. Dia sayang Vespa. Sangat.
Tengah malam. Vespa masih belum tidur. Dia kehausan. Kakinya melangkah keluar kamar dan menatap Nata sedang menatap ke halaman belakang. Nata duduk sambil melamun, menatap halaman belakang dengan raut yang nggak bisa ditebak. Vespa ragu membiarkannya sendiri, lalu dia menghampiri adiknya.
"Masih kepikiran yang tadi?" Vespa duduk santai di sebelah Nata. Nata menoleh dan mendapati orang yang sangat dia cintai duduk di sebelahnya. Dia nggak tahu harus mulai darimana. Yang jelas, saat ini dia merasa beruntung. Beruntung karena orang yang dia cintai adalah orang yang luar biasa seperti Vespa. Yang selalu menarik tangannya, meski terkadang mendorongnya. Yah...
"Makasih, ya mas.. buat semuanya. Mas satu-satunya orang yang percaya, meskipun... orang yang aku sayang adalah...." Nata menggaruk tengkuknya gugup.
"Makanya, sungkem sama mas-mu!! Harus tahu sopan santun dan terimakasih mulai sekarang!" Vespa terkikik bangga. Nata tersenyum. "Yah, pada akhirnya norma menghalangi kamu untuk memiliki apa yang seharusnya nggak kamu miliki. Kamu boleh cinta sama mas, tapi lebih baik kamu menatap mas sebagai kakak. Nggak lebih. Ayah dan bunda emang udah tau orientasi seksual kamu, tapi mereka tetep sayang sama kamu sebagai anaknya. Jangan pernah rusak kepercayaan mereka, Nat!"
"Apa aku se-menyedihkan itu buat dapat orang yang kusayangi?"
"Kamu harus realistis, Nat! Suatu hari nanti mas harus menikah sama cewek, meskipun mas nggak yakin akan ada cewek yang mau sama mas..."
"Kalo nggak ada cewek yang mau sama mas, aku mau sama mas!"
"Otak homo kamu itu kapan berhenti merepet ke mas, sih? Oh, ya.. lebih dari itu... Mas mau nanya! Apa sebelumnya kamu pernah punya pacar atau gebetan cowok?"
"Nggak, aku nggak pernah punya pacar! Aku kan cintanya sama mas, masa iya aku berkhianat dari mas? Cuma sama mas aku ngerasa...."
"Sini, mas tabok kepala homo kamu!"
"Aku cinta sama mas!" Nata menunduk, mencondongkan wajahnya ke arah Vespa lalu... CUP! Nata berhasil mencium bibir Vespa lalu tersenyum menyeringai puas. Dia melambai riang dan melarikan diri. Masuk ke kamarnya dan menutup pintunya.
"Nata!!!!" Vespa ngamuk. Lalu dia menutup mulutnya sendiri sebelum orang tuanya terbangun. Bukan pertama kalinya, sih Nata bertingkah seperti itu! Tapi dia nggak akan pernah bisa tahan dengan kelakuan Nata yang terlalu ajaib. Iya, tuyul ajaib yang selalu membuat hari-harinya berantakan itu adalah adiknya. Vespa tersenyum geli, lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Yah, ternyata memang kisah incest yang tertunda! Pffftttt.....
TAMAT
Terimakasih buat temen-temen yang nggak berhenti buat ngobrak-abrik cerita ini. Yah, nggak tahu sih mulainya darimana. Gaachan jujur sih ya... bikin cerita ini buat apa ya? Nggak tahu, buat apa ya? Kan? Juga setelah sekian lama ada yang notice gara-gara statemen itu. Huahahaha... padahal mau sembunyi di belakang layar. Kadang otak isi absurd-ku bikin orang jadi salah paham. Juga banyak yang kontra... *lirik Zain* Kamu juga, nak! Kita kayaknya terlahir sebagai pribadi tersembunyi yang akan menuai kontroversi. Tapi aku seneng ada yang komentar, ada yang kritik, ada yang maksa lanjut, ada yang... ah macem-macem sih. Anggap aja ini sebagai hadiah. Hahaha... nggak apa deh digituin daripada diplagiatin.. *njiiirrr trauma* Nah, jadi intinya Gaachan nggak mau menebar spekulasi macem-macem. Mulut Gaachan emang rada badass sih biasanya. Nggak ding... seringnya gitu.. *coret usually jadi oftenly* Nah.. nah.. kenapa harus diendingin? Mungkin karena... karena... takdir... *nah?
Juga.. mau meluruskan aja.. mungkin udah Gaachan post status dan SS-nya. Jadi... Spekulasi seperti itu jadi panjang sekali sampe bikin debat kusir. Aku debat supir aja, deh ah! Thanks buat semuanya. Juga maaf kalau ada kontroversi. IYKWIM. Tapi emang kagak ada maksud apa-apa, sih! Kan emang niatannya cuma bagi humu stories. Hahahaha.... Ibu bilang, jangan pernah lupa bilang makasih, jangan pernah lupa bilang maaf. Dua kata itu bukan menjadikan kamu sebagai pribadi yang lebih rendah, tapi justru yang membedakan antara kamu dengan peran antagonis di tipi2. (Kalian tahu kan sifat absurd ini turunan siapa) *sungkem sama ibu
9
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top