Dua Belas: Nata, What Are You Doing?!!

Vespa menggigit kukunya. Cemas. Takut. Dia nggak mau terjadi apa-apa pada adiknya, tapi dia benar-benar clueless saat ini. Dia nggak tahu kemana Nata. Mungkin Nata marah karenanya. Nata nggak bisa terima soal pengakuan mendadaknya itu. Vespa tahu, Vespa sudah kejam terhadap Nata. Tapi dia bisa apa? Itu harus dia lakukan, dia nggak mau Nata terlalu berharap padanya. Vespa sayang Nata? Ha? Dalam beberapa kasus dia sangat membenci Nata. Dalam beberapa sifat dia iri pada adiknya. Tapi bagaimana lagi? Nata itu tetap adiknya! Adik yang agak sesuatu! Adik yang agak....

Tapi jujur, Vespa mulai menyayangi Nata. Meski tingkah ajaib Nata membuatnya kesal. Membuatnya marah. Vespa mulai merasa hangat saat Nata muncul dengan cengiran bodohnya, lalu bertingkah alay di depannya. Vespa mulai merasa geli saat Nata mulai merepet padanya. Mulai ada yang kurang saat Nata pergi. Mulai merasa berterimakasih karena Nata sudah menyelesaikan skripsinya waktu itu. Dan... merasa bersalah saat ini. Saat Vespa menyebabkan Nata terluka. Rasanya aneh. Iya... Vespa nggak pernah mengeja cinta di relung hatinya. Vespa nggak pernah mengenal jatuh yang indah, seperti jatuh cinta. Yang dia ingat, dia hanya merasa sayang pada Nata. Dia bukannya baru menyadari sekarang, tapi memang dia menyayangi adiknya itu. Nata nggak pernah berkata "Mas, aku yang bantuin mas, lho!". Nggak pernah! Nata membantunya dalam diam. Bahkan... Ah, sejak kapan Vespa jadi melankolis begini? Dulu Vespa pernah terjatuh dari sepeda, kakinya terluka. Meski nggak berdarah, tapi kakinya keseleo. Nata datang membantunya, menggendongnya di punggung waktu itu. Vespa nggak nangis, kok! Malah Nata yang menangis sesenggukan sambil menggendong Vespa.

"Mas jangan luka lagi, ya!" Waktu itu Nata mengatakan itu di jalan. Tangisannya masih terdengar. Vespa mengangguk meski nggak menjawab. Keesokan harinya, ada hal aneh yang terjadi. Sepeda Vespa hancur. Entah ulah siapa, tapi saat menatap Nata... Vespa menyadari itu perbuatan siapa! "Biar mas nggak luka lagi!" Itu yang dia bisikkan waktu itu. Psikopat? Tapi dia adiknya!

Vespa mencoba menghubungi Nata, tapi nggak bisa. Vespa mulai menebak kemana perginya Nata. Nata bukan anak yang punya basecamp seperti dirinya. Maksudnya sudut alun-alun kota itu basecamp Vespa!

Lalu... Vespa mengingat sesuatu!

Puncak. Kebun teh. Iya, puncak yang pernah mereka kunjungi saat hujan. Tempat yang Vespa ingat. Mungkin adiknya pergi ke sana. Tapi dia nggak punya uang untuk ongkos ke sana. Ah, Vespa lupa ya? Anak itu kan licik sekali!

Benar! Dia benar di sana!

"Kamu kabur dari rumah sakit dan niat maen ke sini?" Vespa bertanya pelan. Nata benar-benar di sana. Duduk di salah satu gubuk tua. Nata terdiam. Menekuk kedua lututnya dan terdiam. Vespa curiga. Nggak biasanya anak itu mingkem begini.

"Nat...!" Vespa menghampirinya. Saat Vespa berhasil membuat Nata menoleh ke arahnya, Vespa tertegun. Nata menangis! Nata sedang menangis dalam diam. Air matanya mengalir begitu saja dari kedua matanya. Nata bungkam. Dia nggak memeluk Vespa seperti biasanya. Vespa menunggu. O-Oh? Menunggu apa? Menunggu Nata memeluknya seperti biasa? Vespa gusar. O-Oh? Sudah mulai sadar dan merasa kehilangan adikmu yang biasanya? Vespa ragu, lalu perlahan merengkuh tubuh Nata yang bergetar. Nata diam. Tangannya masih terkulai lemah di samping tubuhnya, sama sekali nggak ingin membalas pelukan Vespa.

Sebenarnya Vespa bingung! Kenapa Nata menangis? Apa beban di hatinya seberat itu? Tapi Vespa jauh lebih berat daripada bebannya!

"Mas kenapa di sini?" Suara Nata juga berubah. Vespa tercekat kaget dan menatap mata Nata. Adiknya hanya menatapnya datar. Please, Nata jangan seperti ini! Pergi kemana Nata yang dulunya jahil?

"Mas jemput kamu," jawab Vespa setelahnya. Nata bungkam.

"Mas pulang aja! Aku masih ingin di sini..."

Bukannya pulang, kini Vespa sudah mendaratkan bokongnya di sebelah Nata. Dia menoleh ke arah adiknya. Entah sejak kapan wajah adiknya jadi makin ganteng begitu! Hidung mancung, mata sedikit sipit, rahang kokoh... Vespa baru sadar kalau standar kegantengan adiknya mungkin nggak akan bisa dia raih. Ada yang memuji dia ganteng saja Vespa sudah bangga. Tapi itu nggak akan pernah ada. Pernah, sekali! Itu juga hanya sekedar... manis. Iya, manis!

"Mas mau dengerin kamu cerita apa aja!"

"Tumben...? Bukannya mas nggak pernah mengharapkan aku ada di samping mas?" Nata masih enggan menatap Vespa. Vespa tertohok begitu saja mendengar ucapan Nata.

"Kali ini aja... mas mau dengerin kamu!"

"Nggak usah! Aku nggak perlu rasa kasihan yang semu, mas!"

"Tapi mas beneran tulus pengen dengerin cerita kamu kali ini..."

"Soal bunda... aku udah tahu kalau aku bukan anak kandung bunda. Aku anak pungut..."

"Jadi karena itu kamu kabur ke sini?" Vespa menghela nafasnya. Jadi Nata tahu masalah ini dan kabur? Ini masalah sepele, Nata! Ibu nggak mungkin membuang kamu, tahu! Kamu tetap anaknya. Anak ayah juga! Adik Vespa juga... Lah?

"Menurut mas?" Nata balas bertanya.

"Ada alasan kenapa beliau nggak cerita ini sama kamu! Pertama, bunda udah sayang sama kamu. Siapapun kamu, dari mana asal kamu, beliau tulus sayang sama kamu! Apa ada alasan lain untuk itu? Kedua, nggak perlu lah bahas cerita itu lagi! Kamu udah bagian dari keluarga kami!"

"Tapi mas... paling nggak mereka cerita..."

"Bilang gitu... 'Aduh, Nata anak bunda yang manis! Kamu itu anak angkat doang, kok!' Menurut kamu apa yang penting soal itu? Mulut kamu dulu rada bocor juga, sih! Makanya bunda nutupin ini dengan sangat rapi! Belum lagi lengkingan kamu itu... ya ampun, masa kecil yang buruk sekali!" Vespa menyindir. Nata masih bungkam, lalu menghembuskan nafasnya.

"Sebenernya alasan aku kabur ke sini... ah, aku nggak kabur! Aku cuma menenangkan diri aja! Masalah utamaku bukan itu!"

Lah? Lalu?

"Apa segitu parahnya masalah kamu? Lebih parah mana sama masalah mas?" Vespa menunjuk mukanya sendiri. Nata masih mingkem. Lalu menatap mata Vespa. Kali lebih berani.

"Mas nggak pernah peduli sama perasaanku..."

Vespa melongo. Lah? Kali ini soal dirinya, nih? Nata membahasnya? Kalau maksud Nata soal perasaan yang itu, sih...

"Nata, dengerin mas!"

"Bahkan mas mau-maunya bohongin aku! Pake bilang kalau mas kenalan sama cewek laen..."

"Nata, ini salah Nata! Perasaan kamu..."

"Mas jijik sama aku?"

"Sama sekali nggak, Nat! Kamu adek mas, tapi.. untuk seorang adik yang memendam rasa ini untuk kakaknya..."

"Mas bahkan bukan kakakku..."

"Kamu bawa masalah ikatan darah sekarang?" Vespa mengernyit nggak suka. Sudahlah, masalah siapa Nata itu bukan masalah! Nata itu adiknya. Itu sudah cukup!

"Kemaren mas bikin aku berharap banyak sama mas! Kemaren mas nangis di depanku gara-gara aku luka. Mas juga tidur di sampingku. Aku sudah sering bilang perasaanku ke mas, tapi mas anggapnya itu hanya bercandaanku. Asal mas tahu, setiap malam.. di setiap doaku... nama mas yang paling sering kusebut!" Nata berteriak kalap. Nata marah. Emosi. Vespa menatapnya gemetar. Dia nggak menyangka kalau Nata akan bersikap begitu di depannya.

"Maafin mas, Nata..! Maaf..." Vespa berbisik pelan. "Mas hanya... nggak mau kamu terlalu terobsesi sama perasaan kamu itu!"

"Mas anggap aku sakit!"

"Nggak, sama sekali nggak, Nat!" Vespa menggeleng kencang. Vespa terpaksa berbohong sekarang. Vespa sudah sering mengatakan kalau Nata itu sakit. Aneh. Freak. Karena memang Nata begitu! Tapi kali ini Nata nggak butuh kejujuran semacam itu. Nata hanya butuh kekuatan.

"Mas bahkan bilang aku homo sialan!"

Speechless. Bungkam. Bisu. Vespa hanya sanggup diam.

"Tingkah kamu emang waktu itu sialan!" Vespa keceplosan. Nata terdiam. Lagi.

"Mungkin aku udah capek, mas..."

Vespa nggak ngerti apa yang dia ucapkan. Benar-benar nggak paham. Nata tampak lain. Tampak begitu frustasi. Putus asa....

"Maafin mas, Nata!" Vespa berbisik pelan.

"Aku nggak butuh permintaan maaf mas..."

"Mas akan minta maaf untuk apa yang sudah mas katakan ke kamu. Mas lakuin ini buat kebaikan kamu. Kamu adalah adik mas satu-satunya. Mas nggak mau kehilangan kamu hanya karena masalah ini."

"Mas ingin aku pergi, kan?"

"Nat!"

Vespa jadi sensitif kalau ada kata pergi saat ini. Vespa nggak mau ada satu orang lagi yang meninggalkannya. Nggak akan pernah. Dia nggak akan membiarkan satu orang lagi pergi. Vespa nggak mau!

"Kenapa aku harus cinta sama mas?" Nata bermonolog. Vespa nggak tahu harus ngomong apa lagi. Takut salah ucap. Takut membuat Nata makin frustasi. "Apa aku ini virus homo menjijikkan?"

Kali ini Vespa menggeleng kencang. Vespa nggak pernah melihat Nata seperti ini sebelumnya. Vespa tahu, Nata nggak sekuat kelihatannya. Nata kecil malah suka nangis. Nata kecil malah suka merepet.

"Jujur, mas juga ngerasa sakit saat kamu bilang gini..." Vespa berbisik pelan. Kali ini ucapannya jujur. Dia benar-benar merasa sakit. Entah apa yang terjadi, Vespa mulai merasa sayang pada Nata. Nggak mau kehilangan adiknya. Ayah dan ibu sibuk kerja. Vespa nggak punya teman. Hanya Nata. Oke, ada Billy. Tapi lain, Billy lain.

"Mas pulang aja..."

"Kamu juga pulang! Ayo!"

"Nggak..."

"Kamu mau sampai kapan di sini?"

"Mas sana sama Billy aja!"

"Hah?!" Vespa melongo kaget. Dia nggak tahu kalau adiknya begitu benci terhadap keberadaan Billy di dekatnya. "Nata! Ayo pulang!" Sekali lagi Vespa membujuknya.

"Mas balik aja sendiri...! Biarkan homo sialan dan menjijikkan ini di sini!"

Vespa sudah nggak kuat lagi membujuk Nata. Mungkin Nata memang butuh waktu sendiri. Tapi kan hari sudah mulai malam dan dingin. Nata keluar dengan kaos biasa. Kalau Nata makin sakit bagaimana? Nata kan juga sedang terluka. Vespa berdiri lalu berbalik.

"Oke, terserah kamu! Mas udah capek bujuk kamu!" Vespa pergi dari sana. Dia melangkah ke arah motornya. Dia nggak mau mengajak Nata lagi. Nggak mau. Biar saja anak itu. Kalau lapar juga pulang sendiri. Ayo, Vespa! Jalan saja! Jangan menoleh! Biarkan saja anak itu! Awalnya memang begitu! Namun saat dia mulai menyalakan motornya, kepalanya terusik untuk menoleh ke arah Nata dan....

Saat itu detak jantungnya serasa berhenti mendadak. Vespa membiarkan motornya terguling begitu saja dan berlari ke arah Nata. NATA HAMPIR MELOMPAT KE DALAM JURANG!! Dengar itu! Nata hampir melompat ke dalam jurang! Sebelum tubuhnya terlempar ke jurang, Vespa berhasil menarik kaosnya. Mereka terjatuh ke semak-semak dan tergores ranting dan duri tajam.

Tapi lebih dari itu, Vespa benar-benar marah. Vespa bungkam, lalu menarik paksa tangan Nata untuk naik ke tempat yang lebih baik. Vespa mencengkeram pergelangan tangan Nata, lalu melepaskannya kasar. Bukan hanya itu, karena setelahnya Vespa memukul rahang Nata. Nata terhuyung karena kaget, namun Vespa sudah duduk di atas tubuhnya dan memukul rahang Nata bertubi-tubi. Lalu... setetes dan beberapa tetes air jatuh di pipi Nata. Air mata Vespa! Vespa menangis!

"Cukup, Nata! Cukup!! Jangan buat mas makin benci sama kamu!!" Vespa masih memukulnya bertubi-tubi. Lalu pukulan itu melemah, kepala Vespa terjatuh di dada Nata lengkap dengan tangis yang sudah berganti dengan sesenggukan.

"Mas...."

"Cukup!! Cukup!! Mas nggak mau kehilangan lagi! Sudah cukup, Nata!!"

Vespa sudah pernah belajar arti kehilangan sejak kecil. Dia sudah pernah belajar untuk ikhlas. Dia sudah pernah belajar melepaskan. Sudah pernah belajar tentang itu semua. Sudah.

"Mas cinta sama Billy?" Nata berbisik pelan. Vespa masih menangis dan memukul dada Nata kencang. Bagaimana bisa Nata berpikir seperti itu? Nata itu bodoh, apa?

"Cukup, Nata!!" Vespa masih mencoba untuk menahan tangisnya. Tapi dia nggak bisa apa-apa. Vespa hanya menggigit bibirnya hingga berdarah agar sesenggukannya berhenti.

"Aku sayang mas... Aku cinta mas... Mas sayang aku? Mas cinta aku?" Nata berbisik. Dia menggenggam pergelangan tangan Vespa yang masih memukul dadanya. Vespa diam dan mengangguk perlahan. Nata mengangkat kepala Vespa. Ketika melihat ada darah di bibir bawah Vespa, Nata memajukan bibirnya. Mengecupnya sekilas. Menjilatnya. Matanya menelusuri wajah Vespa di depannya. Wajah yang penuh air mata, hidung merah, bibir berdarah... Kali ini setan menang!!

Nata sudah kehilangan kendali atas dirinya. Dia berguling, menindih Vespa yang kini berada di bawahnya. Bibirnya sudah menelusuri kening, mata, hidung, pipi... Vespa mencoba meronta, tapi dia nggak bisa rasional sekarang. Vespa hanya menatap Nata dengan raut memohon. Memohon untuk dilepaskan. Tapi Nata yang melihat ekspresi itu makin gila. Lalu... Nata mulai khilaf. Nggak, bukan khilaf! Khilaf itu hal nggak sengaja yang dilakukan untuk pertama kali, tapi kekhilafan yang kedua disebut dosa!

"Nat.. Nata..."

Mata Nata menggelap. Bibirnya masih menelusuri leher jenjang Vespa, menciptakan jejak kemerahan di sana. Vespa mencoba meronta, tapi cengkeraman Nata begitu erat di pergelangan tangannya.

"Nata..." Vespa memanggilnya parau. Nata nggak peduli apa yang dia dengar. Suara Vespa makin membuatnya gila. Bahkan tangannya sudah masuk ke dalam kaos Vespa. Menggerayangi sesuatu yang pernah dia sentuh dulu. Menyentuh hal yang dulu membuatnya tertarik ketika Vespa basah-basahan karena menguras kamar mandi.

"Nata...!! Stop, Nata!!" Vespa berbisik saat Nata sudah menjilat benda itu. Nata tersentak. Meski Vespa merasa sesuatu saat bibir Nata menelusuri tubuhnya, tapi Vespa harus sadar!

"Mas.... Mas.... Aku... Aku...." Nata beringsut mundur ketakutan. Dia menenggelamkan kepalanya di antara kedua lututnya. "Aku makin menjijikkan! Mas pasti benci aku, mas pasti ngira aku menjijikkan...!!!" Nata histeris. Vespa bangkit, menarik tangan Nata. Merengkuh tubuh Nata.

"Sttt... udah, udah... mas nggak pernah jijik sama kamu, kok! Kamu tetep adek mas...! Udah, udah... mas maafin, kok! Mas tahu yang tadi itu pasti kamu cuma lagi terbawa emosi aja... udah... udah...." Vespa merengkuhnya. Memeluknya. Berbisik di telinganya. Nata terlihat begitu rapuh saat ini.

"Mas pasti benci aku... mas pasti benci aku...." Nata masih menyalahkan dirinya sendiri. Tapi Vespa menggeleng. Dia menggeleng dan mengusap sayang kepala Nata. Vespa memang terkejut atas perbuatan Nata tadi. Namun Vespa tahu, Nata sedang terbawa emosi saat ini. Dibanding "serangan" Nata tadi, Vespa lebih takut saat Nata melompat ke dalam jurang.

"Mas sayang kamu. Mas sayang kamu...." Vespa mencoba menenangkannya, tapi Nata menggeleng nggak percaya. Tubuh Nata masih gemetar dalam pelukannya. Nata sendiri merasa takut pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia membuat mas Vespa-nya ketakutan begitu? Mas Vespa adalah orang yang terlalu berharga untuknya, dan nggak akan pernah dia lukai sedikitpun! Nggak akan! Tapi tadi...

Nata masih gemetar dan menenggelamkan kepala di dada Vespa. Vespa nggak tahu apa yang harus dia lakukan untuk membuat Nata kembali tenang. Hingga.... Vespa mengecup bibir Nata. Ini rekor pertama! Vespa berani mengecup bibir Nata lebih dulu! Hahahaha... fiks, dia makin homo sekarang! Apa Vespa homo? Dia nggak tahu! Dia belum memastikan soal itu!

Nata terdiam. Ciuman Vespa menyadarkannya. Dia semakin bersumpah, dia nggak akan pernah melepaskan mas Vespa-nya. Apapun yang terjadi!

"Pulang, yuk sayang!" Vespa tersenyum. Itu senyum paling tulus yang pernah Vespa berikan untuknya! Mas Vespa tersenyum padanya! Lalu apa katanya tadi? Sayang? Nata tersenyum, lalu memeluk masnya dengan sayang.

"Mulai sekarang dan seterusnya, mas harus sayang sama Nata..." Nata merajuk. Manja. Vespa nggak yakin apa ini keputusan yang tepat, tapi dia tetap meyakini satu hal! Vespa nggak mau kehilangan adiknya!!

Mereka pulang dengan motor Vespa. Nata mau dibonceng di belakang, memeluk perut Vespa. Saat melihat bekas kemerahan yang cukup banyak di leher Vespa, Nata tersenyum lalu berbisik pelan.

"Lagi-lagi aku nandain mas..."

Vespa speechless. Hingga dia sadar bagaimana bentuk lehernya saat ini!!

TBC

Hoiii... maaf, ya part ini sengaja Gaachan bikin ala anu. Kalau emang kalian nggak suka ada scene kayak gini, yah... emang Gaachan baperin??? :v huaakakakaka.. Nggak, nggak... maksudnya.. ini scene yang Gaachan mau... Kalau kalian nggak suka ya udah... :P *ala badass lagi* Ini sih scene-nya Cuma anu-anu ringan. Kalian kagak mau baca yang rada hot gitu? Ntar Gaachan bagi... *eh? Ketahuan deh!* Nggak, maksudnya.. kalian nggak mau komentar gitu? Jangan bilang kurang, ya! Kalo kurang kalian bisa ambil sendiri. Kalo lebih, balikin! Wkwkwkwkwkwk... cukuv, cukuv... Intinya gitu... kalau nggak suka ya gimana lagi. Rasa suka kan nggak bisa dipaksa. Sama kayak jari Gaachan yang selalu iseng tiap ngetik part-part baru.. Pengen bikin makin nista, tapi kasihan*senyum iseng* Bye... :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top