Delapan: Nata Harus Sadar!

Vespa mengerjap. Matahari menyinari kamarnya, masuk ke celah-celah jendela. Sinar pagi itu sangat mengganggu. Dia mencoba memejamkan mata lagi dan menutupi wajahnya, namun saat tangannya mencoba menggapai selimut tebalnya... dia nggak menemukan apapun! Selimutnya hilang! Dia nggak menemukan apapun selain kulit. Yang agak basah. Kulit basah kecoklatan yang agak dingin. Vespa tersentak lalu membuka paksa matanya. Dia menoleh ke sampingnya dan menemukan seseorang. Ada wajah ganteng adiknya yang sedang bobok manis di sampingnya.

"Kamu ngapain di sini?!!" Reflek, Vespa memukul kencang pipi Nata. Nata menggeliat, merentangkan lengannya dan mengerjap pelan. Mencoba membuka paksa matanya dan kembali mengalungkan tangannya di perut Vespa.

"Pagi-pagi udah maen tampar aja, ah mas!" Nata berucap datar, masih dengan mata terpejam. Vespa mengalihkan tangan Nata dari atas perutnya.

"Keluar dari kamar mas!" Vespa berteriak kencang, bahkan tangannya sudah siap menjitak kepala Nata berkali-kali.

"Perutku sakit. Bekas tonjokan mas, nih!" Nata merajuk . Vespa menatapnya jijik.

"Rasain!," balas Vespa pedas. Dia nggak menyesal sudah menghajar perut Nata berulang kali. Dia akan terus melakukannya kalau Nata masih menghinanya. Kalau Nata masih mengatakan Vespa nggak mungkin punya pacar cewek. Entah kenapa akhir-akhir ini Vespa jadi sensitif. Dia yang biasanya cuek dan masa bodoh jadi gampang marah kalau Nata mulai berulah dengan ucapannya. Mungkin karena efek skripsi!

"Mas beneran nggak percaya? Nih! Nih!" Nata bergerak. Kebiasaan Nata saat tidur adalah nggak pakai baju. Panas katanya. Juga kadang hanya pakai kaos dalam. Untungnya sekarang Nata pakai kaos dalamnya, bukannya topless. Nata mengangkat kaos dalamnya, menampakkan jejak berbentuk lingkaran yang warnanya sudah membiru di perutnya. Vespa melongo. Fokusnya bukan pada jejak biru itu, melainkan pada bentuk perut adiknya. Sejak kapan badan adiknya jadi... Vespa iri! Sungguh! Dia juga ingin memiliki tubuh keren yang diidamkan hampir semua cowok. Dia ingin punya otot besar seperti lengan Nata. Tapi.. sayang sekali! Perutnya halus, mulus dan rata! God, ini nggak adil!

"Iler mas netes, tuh!" Nata membuyarkan lamunannya. Vespa menggeleng kencang dan mengusap bibir bawahnya. Hey, dia sama sekali nggak ngiler!

"Sialan!"

"Kenapa liatin aku sampe kayak gitu? Mas tergiur sama perutku?" Nata pamer. Vespa melotot. Ha? Apa katanya? Tergiur katanya? Hell! Ini nggak lucu! Bagaimana mungkin dia tertarik dengan perutnya? Dia hanya iri! Dia ingin punya perut seperti itu!

"My ass!"

"Mas nggak ngerasa bersalah udah nonjok perutku?"

"Kamu pantes dapetin itu!"

"Kakak macam apa, tuh?"

"Sejak kapan kamu ngaku jadi adek mas?"

Vespa makin nggak sabar. Dia sudah cukup menahan kesabaran. Maka dengan kekuatan yang lebih gila lagi, Vespa menendang Nata bertubi-tubi. Nata menjerit, mencoba menggapai kaki Vespa hingga Vespa kehilangan keseimbangan. Tubuhnya roboh menimpa Nata dan satu kecupan lolos dari bibir Nata mengenai pipinya. Lagi!

Vespa menjerit nista sambil melepaskan diri. Dia berteriak kesetanan dengan wajah jijik. Dia bukan homo! Baca! Dia bukan homo! Sementara itu Nata hanya terkekeh puas. Dia bangkit dari kasur Vespa dan merentangkan tangannya.

"Kissing di pagi hari itu menyehatkan!" Lalu Nata ngacir keluar kamar, meninggalkan Vespa yang masih mengucapkan sumpah serapahnya. Cukup! Vespa makin nggak tahan berada bersama si freak itu di rumah ini! Berdua! Hanya berdua, pula! Tunggu! Harusnya hari ini mereka sudah pulang!

Vespa keluar dari kamarnya, dan begitu keluar dari kamarnya hal pertama yang dia lihat adalah Ayah dan Ibunya sedang sibuk menata koper-koper. Mereka memasukkan baju dan segala macam keperluan ke dalamnya.

"Ayah sama bunda mau kemana?" Vespa mulai curiga. Mereka menatap Vespa lalu menatap Nata yang juga ikut keluar dari kamarnya bergantian.

"Nata belum bilang sama kamu?" Ayahnya menoleh ke arah Nata. Vespa menggeleng cepat.

"Nenekmu sakit. Budemu harus keluar kota buat jemput anaknya. Nah, mereka minta tolong jaga nenekmu..."

"Ha??" Vespa masih sibuk mencerna apa yang Ibunya katakan. Tunggu! Jadi nanti dia akan ditinggalkan berdua bersama dengan si freak ini? Lagi? Sudah berapa kali mereka sibuk dan sudah berapa lama Vespa harus menjaga adiknya saat kedua orangtuanya sibuk dengan kerja? Sudah berapa lama Vespa harus menahan diri untuk nggak kabur dari rumah?

"Kalian kan udah gede, bisa jaga diri. Kalian juga cowok, kan? Untuk makan dan lain-lain kalian kan bisa ngurus sendiri. Ayah tinggalin uang cukup kok buat kalian..."

"Masalahnya bukan itu, Yah..."

"Apa lagi?"

"Eng.. ah, lupakan! Vespa boleh nginap di kosan temen, kan?" Vespa berharap Ayahnya kali ini menyetujui ucapannya. Dia nggak tahu apa yang dia ucapkan, tapi dia berharap Billy mau menampungnya untuk sementara. Meski Vespa agak sungkan juga kalau nginap di kostan Billy.

"Lalu Nata?"

"Ayah bilang kami udah gede, bisa jaga diri. Kami juga cowok!"

"Justru itu, Ves! Walau kalian udah gede, tapi kalian harus saling menjaga. Ayah cemas, nggak.. nggak...! Nata...! Nata...!" Ayah cemas tiba-tiba. Nggak rasional kan? Ayah jadi plin-plan begitu! Bukan hal aneh kalau Ayahnya jadi kelabakan, kok! Ketika masih kecil dulu Vespa sudah sering jadi sasaran penculikan. Ayahnya agak posesif memang, karena itulah mungkin tindakan Ayahnya agak berlebihan. Tapi... Hey! Itu kan sudah dulu! Sekarang siapa yang ingin menculiknya?

"Ada apa, Yah?" Nata muncul masih dengan singlet dan boxernya. Dia baru saja keluar dari kamar mandi.

"Jagain kakak kamu, jangan boleh keluyuran seenaknya!"

"Siap, Yah!" Nata tersenyum puas. Bahkan tangannya sudah merangkul Vespa dengan sayang. Vespa mendengus dan menatapnya dengan wajah jijik.

"Kemaren-kemaren juga Vespa keluyuran..."

"Sekarang nggak lagi! Bahaya, tau! Semalem Ayah nonton TV dan katanya sekarang kriminalitas makin banyak. Penculikan makin menjadi sekarang!"

"Vespa udah gede, Yah!"

"Nggak, Nak! Ayah nggak mau kamu kenapa-napa!" Ayahnya menggeleng. Ibunya juga mengangguk mengiyakan.

"Tenang, Yah! Nata akan jagain kak Vespa! Nggak boleh ada yang nyentuh kak Vespa!" Nata menjawab dengan percaya diri. "Termasuk si kembar..." Nata berbisik pelan. Vespa mendengarnya! Vespa menatap ke arahnya dengan raut kesal. Oke, dia makin merasa mirip cewek tulen sekarang! Dikekang. Dipasung. Dipingit. Memangnya dia cewek zaman Kartini?

Kedua orangtuanya berangkat. Vespa merengut. Dia nggak suka, apalagi mereka pulang dalam beberapa hari. Itu artinya, dia akan berdua bersama dengan Nata. Dia akan selalu bersama adiknya itu. Dia pasti nggak akan betah. Dia ingin kebebasan. Dengan langkah lunglai, akhirnya Vespa segera mandi dan bersiap ke kampus untuk bimbingan bab selanjutnya.

Dia nggak mau pulang lebih dulu. Dia nggak akan pulang ke rumah dalam waktu dekat mungkin.. kalau saja Nata nggak ember dan melapor pada Ayahnya. Ancamannya nggak pernah main-main. Ayahnya akan lebih mempercayai Nata dan bisa saja mengambil ATM dan juga motor kesayangan Vespa. Nggak, ini nggak akan terjadi! Nggak boleh!

"Pulang ngampus cepetan balik! Ah, mas nggak usah bawa motor deh! Biar aku yang nganterin mas!" Nata mulai lagi. Vespa memicingkan matanya dengan penuh emosi.

"Kamu gila? Aku nungguin kamu balik sekolah gitu? Ogah!"

"Mas..."

"Jangan ngatur-ngatur seenaknya! Kamu nggak ada hak apapun!"

"Berangkatnya mas boleh sendiri, pulangnya harus bareng aku!" Nata mulai lagi. Ah, jangan lupakan kalau gara-gara kesepakatan ini kemaren-kemaren mereka sempat bertengkar! Baikannya juga nggak jelas. Nggak ada permintaan maaf dan nangis mehrong-mehrong gitu. Yang ada malah keusilan Nata makin menjadi. Calon neraka, tuh anak!

"Mas harus nunggu kamu gitu sampe keriting? Hih, ogah!!"

"Mas Vespa!!" Nata membentak. Untuk pertama kalinya dia membentak sekeras itu. Bentakan Nata memang sudah biasa, tapi kali ini ada nada otoriter dalam suaranya. Bahkan Nata memanggil namanya. Itu artinya Nata benar-benar marah. Vespa bungkam. Dia jadi serba salah, kan?

Vespa menghela nafas. Nah, kan? Akhirnya Vespa berkorban juga. Ada dorongan tertentu yang membuatnya menyetujui usul adiknya itu. Meski ini gila. Oke, dia mulai tunduk pada adiknya sendiri! Ini nggak baik! Tapi dia bisa apa? Saat ini hanya tinggal mereka berdua di rumah. Mereka harus saling menjaga. Mereka harus mandiri.

Nata tersenyum puas dan segera bersiap-siap pergi ke sekolah. Nggak seperti sebelumnya, Nata membawa motornya dengan kecepatan normal kali ini. Vespa sampai di kampusnya pukul sepuluh dan langsung masuk ke dalam gedung dengan terburu-buru. Vespa menunggu dosennya sambil duduk di salah satu bangku dekanat. Seperti sinetron lain, Billy datang ke kampus meski dia sudah lulus. Luar biasa, kan?

"Kamu nggak bawa motor?," tanya Billy sambil meletakkan pantatnya di samping Vespa. "Di parkiran kok motor kamu nggak ada..."

"Aku nebeng Nata.."

"Ha? Kamu udah akur sama dia? Sejak kapan?" Billy menyahut lagi.

"Panjang, lah ceritanya. Yang jelas ntar aku kudu nunggu tuh bocah jemput..."

"Bareng aku aja! Kayak apaan, dah sungkan segala!" Billy merangkulnya. Vespa menggeleng horror. Nggak! Nggak! Dia nggak mau membuat keduanya saling bunuh.

"Sorry, Bil! Aku udah janji sama dia soalnya..."

"Jadi kamu mau nunggu dia sampe dia balik sekolah gitu?" Billy nggak suka. Vespa menatapnya lagi.

"Yah, gimana lagi..."

"Gini aja, deh! Daripada kamu bosen nunggu dia, kenapa kita nggak keluar aja dulu? Maen ke mana gitu, kek! Aku anterin kamu ke sini lagi kalo udah jam pulang sekolah..."

Vespa mengerjap. Matanya berbinar. Ide bagus! Iya juga, ya! Daripada dia menunggu nggak jelas begitu, bisa bosan dia! Mendingan main! Kalau ketahuan seperti waktu itu gimana? Ah, kemarin kan kebetulan doang!

***

Mereka berdua membisu. Bengong dengan segala macam pikiran aneh. Ini bukan jam pulang anak sekolah, kan? Lalu untuk apa anak itu di sana? Vespa masih bengong sementara Billy menyikutnya. Itu Nata, bukan? Ya, di sana Nata sedang duduk berdua bersama dengan seorang cewek. Mereka terlihat mesra, saling tertawa dan memandang satu sama lain. bukan hanya itu, sesekali tangan keduanya saling terkait. Ternyata Nata sudah punya cewek..! Heng.. Tunggu! Masalah utamanya bukan itu! Ini kan masih jam sekolah! Mereka juga pintar sekali, ganti baju dulu sebelum keluar. Bagus.. bagus.. jadi nggak akan bawa-bawa sekolah kalau ada apa-apa! Lho, ini kok malah bahas seragam, sih?

"Ini bukannya jam sekolah, kan? Apa adek kamu itu lagi bolos?" Billy menyenggol lengan Vespa. Vespa menatapnya lalu menggeleng. Dia nggak tahu. "Perlu kita samperin?" Billy memotong lagi.

"Tunggu dulu, kita tunggu aja mau ngapain mereka!" Vespa melarang dan duduk di salah satu bangku restoran. Mereka pura-pura memesan. Nggak, mereka memang memesan. Mana mungkin restoran mengizinkan mereka nebeng memata-matai orang begitu dengan gratis?

Mereka berdua masih fokus memperhatikan Nata yang masih sibuk bercanda dengan ceweknya. Vespa bukannya peduli pada adiknya. Dia masa bodoh. Namun mengingat kalau ini masih jam sekolah dan orangtuanya pasti dalam masalah kalau ada panggilan karena ulah Nata, jadi dia harus peduli. Gurunya rapat lagi? Atau gimana? Atau Nata memang murid trouble maker? Nata masih sibuk tertawa dengan cewek itu. Akhirnya karena sudah nggak betah lagi Vespa berdiri. Ayo kita akhiri ini dengan cepat!

"Kamu ngapain di sini?" Suara Vespa terdengar dingin. Nata menoleh dan terkejut mendapati Vespa berdiri di sampingnya. Vespa jadi mirip cewek yang memergoki pacarnya yang sedang selingkuh dengan cewek lain! Oke, ini drama sekali, pemirsa!

"M.. Mas? Kok mas di sini?" Nata balas bertanya. Nada suaranya juga ikut meninggi. Lho? Kan harusnya Vespa yang marah.

"Ini jam sekolah, kenapa kamu di sini?"

"Aku pulang pagi, ada rapat guru!"

"Oh, lalu kenapa kamu nggak langsung balik? Udah bawa baju ganti juga! Mana mungkin ada rapat dan kamu udah tahu? Kamu juga ada janji jemput mas! Tau gitu mas pulang dulu tadi..." Vespa sudah kesal. Dia kecewa. Dia kesal. Bete. Kalau memang Nata pulang pagi, harusnya dia segera menjemput Vespa agar Vespa nggak lama nunggu di kampus. Lah, Nata itu kan freak! Entah, freak dan bego itu bedanya apa Vespa nggak peduli sekarang!

Juga... oke, fix! Vespa mirip cowok homo yang sedang cemburu pacarnya selingkuh sekarang! Ini lucu!

"Mas.. aku..."

"Aku nggak peduli kamu adekku atau bukan, tapi mulai sekarang... Nata, jangan ngomong sama mas lagi! Mas masih marah sama kamu!" Suara Vespa terdengar dingin. Bukan hanya itu, sekarang tatapan mata Vespa berubah kaku. Nata bungkam. Dia nggak menyangka reaksi Vespa akan seperti itu. Sejujurnya cewek yang sedang bersamanya ini bukan pacarnya. Cewek ini adalah teman belajarnya. Nata punya keinginan dan obsesi untuk masuk ke kampus Vespa. Dia harus berhasil lolos tes masuk perguruan tinggi agar bisa sekampus dengan Vespa.

Dia harus sekampus dengan Vespa! Meski Vespa nanti keburu lulus duluan, yang jelas dia harus mengikuti jejak mas kesayangannya.

Vespa keluar dari tempat itu diikut Billy. Billy diam. Membisu. Vespa juga bungkam, nggak ingin mengatakan apapun. Intinya, saat ini dia kecewa. Dia harus ikut permainan mental bocah itu. Dia kapok. Dia nggak mau lagi jadi kakak yang lemah dan penurut. Dia harus bisa menjadi dirinya sendiri mulai saat ini. Dia nggak akan pernah takut pada Nata. Dia akan menjadi apa yang dia mau. Persetan dengan adik tirinya itu. Kalau bisa, dia juga bisa melawan apapun yang dia katakan. Dia lebih tua dan juga harusnya Nata bisa menghormatinya!

Vespa sampai di rumahnya yang sepi. Melihat rumahnya sepi seperti itu membuat Billy nggak tega. Apalagi melihat wajah Vespa yang sudah terlipat begitu. Dia tahu, Vespa pasti kesal. Kalaupun Nata memang pulang pagi harusnya dia tahu kalau jam kuliah Vespa pasti lebih cepat darinya. Kalau saja tadi Vespa menunggunya.. kalau saja... pasti Vespa nggak akan tahu kalau Nata berkhianat di belakangnya. Oke, ini berlebihan!

"Kok kamu masih di sini?" Nada suara Vespa nggak suka. Billy duduk di sofa ruang tamunya sambil mengangkat alisnya tanpa disuruh.

"Aku nggak akan balik!" Billy menjawab tenang.

"Pulang sana!" Untuk pertama kalinya Vespa emosi begini. Billy tahu saat Vespa emosi.. mungkin akan bahaya nantinya. Vespa pernah mematahkan bangku di alun-alun gara-gara dia kesal waktu itu. Bukan hanya itu, spion motornya pernah patah karena dia pukul dengan tangannya sendiri. Mereka takut Vespa terluka. Vespa tipe orang yang akan melukai dirinya sendiri saat emosi.

"Aku bakalan di sini sampe adek kamu balik!" Billy sok tenang dan membaca majalah sport milik Nata.

"Aku nggak peduli dia balik atau nggak! Aku pengen sendiri saat ini!"

"Kamu bisa masuk kamar, aku tunggu di sini!" Billy menyahut. Dia tahu, dia akan jadi pihak paling bosan kalau menunggu pertengkaran Vespa dan Nata. Billy nggak mau ikut campur urusan kedua orang ini. Mereka sama-sama keras kepala dan nggak mau mengalah. Sekarang hanya tinggal Vespa dan Billy. Vespa memang ikut kesal pada Billy karena nggak pulang, tapi dia nggak bisa meninggalkan Billy sendirian di sofanya. Pantatnya terhempas di sofanya begitu saja.

"Kenapa kamu masih di sini?" Setelah dikuasai keheningan yang lama akhirnya Vespa bersuara.

"Aku nggak bakalan biarin kamu sendirian!" Billy menjawab pelan. Vespa menoleh ke arah Billy. Iya, sejak kapan dia lupa? Billy yang sering menggandeng tangannya saat dia butuh bantuan. Billy yang sering membantunya mencari buku. Billy yang selalu menunggunya dan menemaninya kalau dia menunggu jemputan Nata. Billy lebih lembut dan juga lebih mudah emosi. Billy memang selalu menjadi pelindungnya meski Vespa sering mengusirnya. Namun lagi-lagi Billy akan datang padanya dan menggenggam tangannya, menyeruak di antara keheningan Vespa. Ah, ya.. sejak kapan Vespa melupakan hal sepenting itu? Kenapa dia menjadi nggak peka hanya karena kebenciannya terhadap Nata? Bukankah Nata itu bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan Billy?

Lalu kamu tunggu apa lagi, Vespa? Ini saatnya kamu berubah! Berhenti untuk takut dan memperdulikan Nata! Acuhkan adik yang bahkan nggak pernah kamu suka kehadirannya itu. Dia bukan siapa-siapa kamu!

"Makasih, ya Bil buat selama ini..." Vespa menatap Billy sambil tersenyum. Itu pertama kalinya Vespa tersenyum seperti itu padanya. Billy menatap balik Vespa.

"Buat apa?"

"Semuanya...! Sejak dulu kamu selalu peduli sama aku... Walaupun aku selalu ketus, sih!"

"Kenapa kamu baru sadar sekarang?"

"Karena kemaren-kemaren aku pingsan?"

"Apapun yang terjadi, aku tetep akan selalu sayang sama kamu! Maksudnya.. eng.. sebagai teman!"

"Kamu juga udah aku anggap saudara sendiri!"

Billy terkekeh paksa. Vespa ikut tersenyum. Vespa menepuk pundaknya dengan hangat. Bagaimanapun dia bersyukur ada Billy yang selalu menemaninya. Suasana hening itu berubah menghangat. Mereka kembali bercanda dan asyik mengobrol. Bahkan Vespa sudah mengeluarkan laptopnya dan asyik bermain game bersama Billy. Mereka juga sudah pindah ke kamar Vespa, bergulingan di atas kasur sambil tergelak sesekali. Tanpa sadar, ada sepasang mata yang mengawasi mereka. Pemilik mata itu terdiam dengan raut marah, kesal, namun nggak bisa melakukan apapun. Dia hanya menatap mereka. Hatinya berubah panas saat melihat tangan Billy sesekali mengacak gemas rambut Vespa. Nata. Dia sakit hati melihat kakak yang disayanginya itu bersama dengan orang lain! Tapi dia bisa apa? Kakaknya sedang marah padanya dan nggak akan sudi berbicara dengannya lagi.

Mungkin ini saatnya... Nata harus mencari orang lain yang sanggup menambal hatinya yang terluka karena Vespa. Kenapa Vespa? Ya, karena kini Nata sadar.. perasaan seperti apa yang dia rasakan terhadap kakaknya itu... Dia harus mengenyahkan rasa itu! Dia nggak boleh memiliki rasa ini! Ini nggak benar! Ini salah! Nata harus menghapus predikat Vespanistic-nya dan mulai menatap dunianya sendiri. Dia akan mencoba mengenyahkan dunia yang dipenuhi dengan mas Vespa-nya. Dia harus bisa! Nata, kamu harus mulai sadar! Lupakan perasaan aneh pada mas Vespa ini!

TBC

Kabar baik, kan? Iya, karena besok pagi Gaachan harus ke Jember. Mau ngapain? Banyak planning. *curcol gak penting* Jadi, ini Gaachan post sekarang. Makasih... *titik dua tanda bintang*


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top