Part 9.

Aku cuma mau mengantar ini. Kau belum makan kan? Makanlah, lalu istirahat. Besok kau tak usah ke kantor dulu.

***

"Sudah, tak usah dipikirkan, Ara. Dia memang begitu. Kadang menyebalkan." Jae Won menghibur Ara, yang wajahnya terlihat merasa sangat berdosa.

Ara merapatkan coat-nya. Dimasukkannya kedua tangan ke dalam saku, menghindari dingin yang baginya teramat menusuk. Mereka bersisian menuju stasiun.

"Heh, dua orang keras kepala! Naiklah!"

Belum jauh meninggalkan gedung tempat kantor mereka berada, sebuah mobil berhenti. Kaca sebelah kiri terbuka, disusul teriakan Yeo Joon yang membuat mereka berdua tertawa. Rupanya si bos besar tak tega juga.

"Terima kasih, Sajangnim." Ara membungkuk sebelum masuk ke dalam mobil.

Jae Won membukakan pintu untuk Ara, lantas berlari menuju sisi pintu yang lain. Ia hendak duduk di sebelah Ara.

"Memangnya aku sopirmu!" ujar Yeo Joon kesal. Jae Won terbahak, segera berpindah ke samping bosnya.

"Tumben kau baik, Hyeong?" canda Jae Won.

"Sejak dulu aku memang baik. Kau saja yang selalu sentimen padaku, Jason Sung."

"Sekali lagi kau panggil dengan nama itu, aku turun."

"Aku memang sengaja ingin menurunkanmu di sini."

"Damn!" Gantian Jae Won yang kesal.

Perjalanan menuju Yongsan-gu mereka lalui dengan adu argumen tak penting antara dua pria bermarga Sung. Ara hanya tertawa menyaksikan keduanya. Kepalanya yang sejak tadi cenut-cenut terasa kian berat saja.

Sampai di apartemen Chun Ae, Jae Won menawarkan agar dirinya saja yang turun dan mengantar Ara. Yeo Joon yang malas berdebat mengiyakan saja. Tapi ia pula menyuruh Jae Won untuk melanjutkan perjalanannya sendiri, dan ia pulang duluan. Kebetulan apartemen mereka bertiga tak saling berjauhan.

Di depan pintu unit Chun Ae, Ara mengucapkan terima kasih pada rekan sekantornya itu. Ia meminta Jae Won untuk langsung pulang saja, tak perlu bertemu dengan Chun Ae. Lagi-lagi sebab Ara merasa tak enak hati.

Ditekannya bel dengan perlahan. Ara tak mau mengagetkan Chun Ae. Ia lupa, mau ditekan model apapun, bunyi yang ditimbulkan akan tetap saja sama.

"Akhirnya kamu pulang juga, Ara," sambut Chun Ae ramah. Ada nada khawatir terdengar darinya.

"Terima kasih, Eonni."

Ara meminta izin masuk ke kamar untuk meletakkan barang bawaan. Dilepasnya pula coat dan kaus kaki. Lalu kembali keluar tanpa mengganti kostumnya.

"Maafkan aku, jadi membuatmu menunda istirahatmu karena harus menungguku," ujar Ara sopan.

"Santai saja, Ara, aku belum mengantuk kok. Kamu malah yang kelihatan pucat. Tapi kamu baik-baik saja kan? Atau kamu kedinginan? Tadi pulang naik apa? Sudah makan belum?" Rentetan pertanyaan diajukan oleh Chun Ae.

Ara tersenyum senang. Ia bahagia dikelilingi teman-teman yang baik dan penuh perhatian.

"Tak apa, Eonni. Aku baik-baik saja. Mungkin cuma kedinginan dan sedikit capek. Aku juga belum...."

Ara mendadak merosot. Ia pingsan. Chun Ae yang panik segera berlari mengambil ponsel. Sebenarnya Jae Won masih di sekitar apartemen Chun Ae, sayangnya yang terlintas di benak perempuan itu untuk dimintai tolong pertama kali adalah Yeo Joon.

"Yeo Joon, kau di mana? Kemarilah. Aku butuh bantuan. Ara pingsan."

"Apa?! Oke, aku ke sana sekarang." Yeo Joon tak kalah panik. Beruntung, ia belum jauh dari apartemen Chun Ae, jadi tak butuh waktu lama untuk sampai.

Tak bertanya apapun, ia segera membawa Ara menuju ke kamarnya, dan meminta Chun Ae mengambilkan air hangat, serta sesuatu yang berbau agak menyengat.

"Aku akan keluar. Tolong kau bantu untuk membuka kerudungnya. Lalu---" Yeo Joon hendak memberi instruksi, yang dipotong dengan cepat oleh Chun Ae.

"Ya, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan. Aku tadi cuma panik saja. Kau pulanglah."

"Aku tak akan pulang sebelum dia siuman. Biar aku tunggu di luar."

Yeo Joon menjauh dari Ara. Ia tak mau gadis itu merasa tak nyaman jika ia melihat bagian dari auratnya. Ditujunya toilet untuk mencuci muka. Setelahnya ia berhenti di dapur dan menandaskan segelas air hangat, lalu kembali mendekati kamar Ara.

Baru akan duduk di ruang tamu, gawainya bergetar. Panggilan dari Jae Won.

"Yeoboseo." Diterimanya telepon dengan enggan.

"Kau ke mana lagi, Hyeong? Kulihat tadi mobilmu berbalik arah?" Jae Won memang sempat melihat mobil bosnya menempuh arah yang berlawanan dengan taksinya, juga dengan arah menuju apartemennya.

"Bukan urusanmu." Singkat, padat, dan kesal. Yeo Joon mengakhiri panggilan dengan sepihak.

Chun Ae keluar. Memberitahu bahwa Ara sudah sadar.

"Ia punya tekanan darah yang rendah. Kadang terjadi seperti ini kalau ia terlalu kecapaian atau berpikir keras. Mungkin diperparah dengan kedinginan. Begitu katanya." Chun Ae melaporkan.

Hamdalah meluncur dari bibir Yeo Joon. Ia lega. Bagaimanapun, Ara adalah tanggung jawabnya. Ia juga....

"Oh ya, dia juga belum makan," lapor Chun Ae lagi.

"Kalau begitu, biar aku belikan dia makan."

"Tak usah. Nanti biar aku yang buatkan makan untuknya. Kau pulanglah," suruh Chun Ae.

"Oh ya, kau kenapa tak memasang ¹ondol di kamar depan? Apa karena bukan kau yang menempati?" Satu pertanyaan terlintas di pikiran Yeo Joon.

"Aku menyuruhmu pulang, bukan malah menanyaiku hal-hal yang tidak perlu." Chun Ae tersulut emosi, merasa Yeo Joon mengaturnya. Ia tak suka.

"Pasanglah. Dia masih akan lama di sini. Sebentar lagi musim dingin, dan kelihatannya dia kurang begitu tahan pada dingin." Yeo Joon berusaha sabar, tak mau membuat perempuan itu makin kesal.

"Aku nggak mau!"

"Aku yang akan menanggung semuanya. Kau tinggal menghubungi pihak apartemen kan? Apa susahnya?"

"Ini apartemenku. Kau tak punya hak apapun untuk mengaturku, Yeo Joon-ah."

"Kalau keberatan, kau boleh melepasnya lagi kalau dia sudah kembali ke Indonesia."

"Kau yakin tak akan menahannya di sini lebih lama?"

"Maksudmu apa?"

"Tak usah berkilah. Aku tahu apa yang ada di pikiranmu."

"Kau...."

"Pulanglah. Kau tak mau kan dia mendengar obrolan kita dan merasa tak nyaman di sini?"

"Baiklah. Aku pulang. Tak perlu marah begitu, aku tak akan memberi alasan apapun. Percuma. Kau sudah tahu bagaimana aku. Kabari saja kalau kau sudah lega dan mau memuruti permintaanku."

"Jangan harap!"

Yeo Joon pamit. Chun Ae mengantarnya sampai ke pintu.

"Maafkan aku. Salam untuk---"

"Ya ya ya." Chun Ae menutup pintu agak keras. Lantas menuju ke kamarnya dengan gegas. Ia kurang suka pada perhatian yang diberikan Yeo Joon pada Ara.

Di kamarnya, Ara mendengar semua pembicaraan mereka meski samar. Tentu saja ia sedih dan merasa bersalah. Gara-gara dirinya, Chun Ae dan Yeo Joon harus terlibat pembicaraan yang berakhir tak menyenangkan.

Apa mereka punya hubungan yang istimewa? Dan keberadaanku merusak semuanya?

Ia ragu untuk beranjak dari kamar. Beruntung ia sudah melaksanakan salat isya di kantor. Tapi ia belum makan. Cacing di perutnya meronta-ronta, dan kalau dibiarkan bisa memperparah keadaannya.

Cukup lama diayun bimbang, Ara akhirnya keluar dari kamar. Terpaksa, meski agak lemah. Ia jauh dari kampung halaman, sebisa mungkin jangan sampai sakit. Begitu yang ada di pikirannya.

Mencuci muka dengan air hangat sedikit menolong dan membuatnya merasa lebih baik dari sebelumnya. Dengan sangat hati-hati ia melangkah ke dapur. Menggoreng telur menjadi pilihan. Selain mudah, ia juga tak ingin mengganggu sang tuan rumah yang mungkin sedang dilanda amarah.

Dalam hati ia bertekad, esok pagi akan meminta izin untuk mencari tempat tinggal sendiri selama di sini.

Ting tong. Bel apartemen Chun Ae berbunyi. Ara baru saja akan menyalakan kompor. Urung memasak, ia justru kembali bimbang, akan membukakan pintu atau tidak. Tapi ia merasa tak punya hak untuk menentukan soal itu. Mau mengetuk pintu kamar Chun Ae, tapi ia pun ragu.

Ara mencoba mengintip dari lubang kecil di pintu. Ia menghela napas menemukan bayangan yang tertangkap oleh kedua netra. Sajangnim-nya berdiri di sana, entah dengan tujuan apa. Mungkin mau minta maaf dan mengajak Chun Ae berbaikan. Atau ....

"Bukakan saja. Dia mencarimu." Suara Chun Ae terdengar, disusul detik berikutnya kembali menutup pintu kamar.

Ya Rabb, apa Chun Ae cemburu sama aku?

Rasa tak enak hati lagi-lagi melanda Ara. Dengan sangat terpaksa, pintu di hadapannya terbuka juga.

"Maaf mengganggu. Bagaimana keadaanmu?" ujar Yeo Joon tanpa basa-basi.

"S-saya b-baik-baik saja, Sajangnim. Tidak perlu mengkhawatirkan saya."

"Baiklah. Aku cuma mau mengantar ini. Kau belum makan kan? Makanlah, lalu istirahat. Besok kau tak usah ke kantor dulu."

"T-tapi, Saj---"

"Aku pulang. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," balas Ara lirih.

Tiga detik berikutnya ia tersadar, ia belum mengucapkan terima kasih pada Yeo Joon.

Ara berlari melewati pintu, "Sajangnim," panggil Ara.

Yeo Joon berhenti dan membalikkan badan.

"Kamsahamnida, Yeo Joon-ssi." Ara membungkuk dalam.

"Masuklah. Kita bukan sedang shooting drama Korea kan?" Yeo Joon tersenyum geli. Senyum yang terlihat berbeda di mata Ara, lalu satu desir yang asing menyusup ke hatinya.

Astaghfirullah.

Satu detik, dua detik, tiga detik... Ara masih berdiri di tempatnya.

"Apa aku harus menggendongmu seperti tadi baru kau akan pergi dari tempatmu berdiri?" tanya Yeo Joon lagi.

Hah, jadi yang bawa aku ke kamar waktu pingsan tadi....

Ara menggeragap. Buru-buru masuk ke apartemen Chun Ae. Mengunci pintu, lalu bersandar dengan dada yang mendadak berdebar-debar.

Ya Rabb. Ini perasaan apa?

Ia melangkah gontai menuju dapur. Ada haru menyeruak melihat apa yang dibawakan Yeo Joon untuknya. Semangkuk gomtang yang masih mengepulkan asap. Aroma sedap menguar dari sup kaldu dengan buntut sapi dan irisan daun bawang yang melimpah itu.

Ara menaruh sedikit nasi pada mangkuknya. Ia makan dengan pelan sambil sesekali menyeka sudut mata, yang menghangat tanpa diminta.

Lalu gawai di sisi cangkir tehnya berdering. Satu notifikasi pesan muncul pada layar, nama Sajangnim tertera sebagai pengirimnya.

"Jal jayo, Ara."
(Selamat tidur, Ara)

"Ehk. Uhuk uhuk uhuk."

Singkat saja, tapi mampu membuat Ara tersedak seketika.

***

Note:
¹Ondol: Penghangat ruangan yang diletakkan di bawah lantai. Tradisi ini sudah ada di Korea sejak beribu tahun lalu. Di zaman modern, sistem yang digunakan lebih canggih, yaitu dengan menggunakan listrik.
Lebih lengkap tentang ondol bisa dibaca di workku yang berjudul Before yang berisi hasil riset untuk mendukung penulisan cerita SUNG ini.

***

Baiklah, sampai di sini dulu ya.

See you soon. Insya Allah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top