Part 13.
Begitulah, kita bisa belajar apa saja, dari siapa saja, selama itu adalah sesuatu yang baik.
***
Hari masih pagi, suhu udara pun masih menetap di angka belasan pada derajat celcius. Yeo Joon beserta seluruh kru SungHo International Inc. terlihat berkumpul di salah satu sudut Gimpo International Airport. Pulau Jeju menjadi destinasi mereka.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ywo Joon yang sangat menyukai musim gugur mengajak para pegawainya untuk mengawali musim gugur dengan liburan singkat. Tentu saja semua ditanggung oleh kantor. Mereka hanya tinggal berangkat dan menikmati setiap acara, yang itupun kebanyakan bebas saja.
Di salah satu pojok kursi tempat gate mereka berada, wajah Jae Won terlihat tak bersemangat. Ara menangkap itu dan bertanya, "Kau kenapa, Oppa? Kelihatannya kau tak suka."
"Aku bosan ke Jeju. Dia sering sekali mengajak liburan ke sana," jawab Jae Won.
"Dia? Dia siapa maksudnya?"
"Si bos besar lah, siapa lagi memangnya?"
"Jangan begitu, harusnya kita bersyukur karena bisa berlibur. Free." Ara mencoba menghibur.
"Iya sih. Tapi..., ah sudahlah, kau tak tahu apa yang kurasakan sekarang ini."
"Baiklah kalau begitu. Aku permisi dulu."
"Eh, tunggu! Kau mau ke mana?" Jae Won menarik tangan Ara. Lalu buru-buru melepasnya begitu sadar itu tak seharusnya ia lakukan.
"Aku tak ingin mengganggu kekesalanmu. Takut menular padaku." Tawa kecil meluncur dari bibir Ara.
Ia lantas berlalu, menjauh dari Jae Won yang kemudian bergegas menyusulnya.
"Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengganggu kesenanganmu. Juga kesenangan yang lain. Baiklah, aku akan bersyukur dan bersemangat. Seperti katamu."
Wajah Jae Won berubah cerah. Mood-nya memang mudah sekali berubah-ubah.
Maskapai berlogo warna-warni cerah di bagian ekornya membawa mereka menuju Jeju. Pulau terbesar sekaligus tercantik yang terletak di selat Korea, di sebelah barat daya provinsi Jeolla Selatan.
Menjelang pukul sepuluh rombongan Yeo Joon mendarat di Jeju International Airport. Tak banyak acara, mereka segera menuju ke penginapan di sebuah villa dekat Sangumburi.
"Alhamdulillah. Kalian silakan beristirahat dulu. Room sudah dibagi oleh Chun Ae, kan?" kata Yeo Joon pada anak buahnya. Semua mengiyakan.
"Baiklah. Seperti biasa, acara dari sekarang sampai sore nanti bebas. Malamnyakita berkumpul di kebun belakang villa ini." Lanjut Yeo Joon.
Setelahnya semua bubar. Masing-masing menuju ke kamarnya. Ara mengikuti Chun Ae, ia sekamar lagi dengan satu-satunya perempuan --selain dirinya-- di kantor mereka.
Selepas zuhur dan makan siang, Ara meminta izin untuk berjalan-jalan di sekitar villa. Sebenarnya ia ingin pergi ke Sangumburi Crater. Melihat hamparan silvergrass yang selalu mengingatkannya pada episode di mana Jang Geum diasingkan ke Pulau Jeju. Juga episode sedih saat Dayang Han meninggal dalam gendongannya.
Ia berjalan sendiri. Kemampuan berbicara bahasa Korea dan baca tulis hangeul membuatnya cukup percaya diri untuk bepegian tanpa teman. Lagipula tempatnya tak jauh, begitu yang ada di pikirannya.
Keyakinannya tak meleset. Ara sampai juga pada tempat yang ingin dia tuju. Ia duduk di sebuah bangku, lalu mengeluarkan sebuah buku berwarna biru. Di situlah ia menuliskan banyak hal tentang drama Korea yang membuatnya terinspirasi si tokoh utama, membuatnya jatuh cinta pada budaya Korea, juga menumbuhkan rasa bangga atas darah Korea yang mengalir dalam dirinya.
Ara membaca kembali tulisan demi tulisan yang dulu ia tulis setiap kali merasa sedih.
Jang Geum sendirian, sama sepertiku. Kalau dia bisa mengisi hidupnya dengan kegembiraan, kenapa tidak denganku?
Ia membuka halaman berikutnya.
Tentu saja aku harus pintar, agar tak menyusahkan ibuku. Kalaupun ada yang tak suka dengan kemampuanku, itu urusan mereka. Jang Geum tetap pintar, meski ia miskin, sendiri, dan tak disukai, hingga harus belajar dari luar.
Lalu beberapa halaman ke belakang.
Cuma ibu yang aku punya, tapi ibu bisa menjadi semuanya buatku. Jadi, apa yang harus membuatku tidak bersyukur? Bukankah aku jadi seperti Jang Geum, yang cuma punya Dayang Han dalam kesendiriannya.
Ia tersenyum di sesela bening yang mengalir dari kedua netra. Memandangi potongan-potongan gambar Seo Jang Geum, beberapa tempat di Jeju Island, juga beberapa istana dan tempat yang menjadi lokasi syuting drama Korea favoritnya. Senyumnya makin lebar saat menatap Min Jeong Ho dalam balutan kostum pejabat istana era Joseon.
Dikembalikannya semua gambar ke dalam buku, kemudian menutupnya, dan memasukkan kembali ke dalam totebag. Ia bangkit dan mengayun langkah, hendak melihat lebih dekat ke hamparan silvergrass yang menjadi suguhan indah di musim gugur. Sedikit pun tak menyadari, ada selembar kertas yang jatuh saat ia memasukkan bukunya.
Seseorang memungut lembaran itu. Ia tersenyum melihat foto Ji Jin Hee yang beberapa kali memerankan tokoh pria dari masa dinasti kerajaan Korea. Pada sudut kiri bawah foto itu terdapat tulisan Dae Jang Geum dalam hangeul.
Pria itu tersenyum. Lalu diam-diam mengikuti Ara. Aktivitas yang sejatinya sudah ia lakukan sesaat setelah gadis itu keluar dari villa.
Dengan hati-hati ia mendekati Ara. Gadis itu sedang berhenti, berdiri menatap lautan rumput yang tampak bagai cahaya keperak-perakan. Sesekali ia terlihat mengusap kedua mata. Memang hatinya disesaki oleh berbagai perasaan bahagia. Hamdalah tak berhenti mengalir dari lisannya.
"Kau sedang membayangkan menggendong Dayang Han, kah? Sampai menangis begitu."
Sebuah suara mengagetkan. Ara bahkan sampai menggeser tubuhnya beberapa langkah.
Yeo Joon tertawa melihat gadis di depannya. Ekspresi kaget yang Ara tunjukkan sungguh menghibur baginya.
"S-Sajangnim, a-ada apa di s-sini?" Dengan gugup Ara menyeka basah di kedua sudut mata.
"Aku mengikutimu. Di sini, kau adalah tanggung jawabku. Mana mungkin aku membiarkanmu pergi sendirian." Alasan yang sama yang selalu Yeo Joon ajukan.
Memangnya dia mengawasiku, sampai tahu aku keluar dari villa segala. Ara menduga-duga.
"Ini. Tadi jatuh dari bukumu. Sungguh, aku tak tahu kalau kau berkencan dengan Ji Jin Hee." Yeo Joon mengulurkan selembar foto sembari mengulum senyum. Ia sukses membuat Ara malu setengah mati.
"S-saya, emm, s-saya...."
"Tenang saja, aku hanya bercanda. Tentu saja kau tak berkencan dengannya. Tapi dengan..., Min Jeong Ho, mungkin?" Tawa kembali lepas dari pria ber-default ekspresi datar itu.
Kali ini Ara ikut tertawa. Rasa malunya perlahan pergi, tak lagi sehebat tadi.
"Sajangnim tahu tentang Seo Jang Geum?"
"Tentu saja. Ibuku menonton serialnya. Aku juga. Salah satu K-drama yang membuat budaya kami dikenal di banyak negara. Aku bahkan hafal lagunya."
Tanpa malu-malu atau jaga imej, Yeo Joon melantunkan lagu yang ia maksud sebelumnya. Ara terharu sekaligus gembira. Maka ia pun mengikuti bosnya bersenandung lagu yang sama.
Onara onara aju ona
Gadara gadara aju gana
Nanari daryeodo mot nonani
Aniri aniri ani none
he-i-ya di-i-ya heiyadara
Nino ojido mothana daryeo gama
Eiiya-diiiya eyanara niro
Ojido mothana daryeo gama
Ada yang berdesir di hati Ara. Sulit untuk mengakui, tapi kenyataannya diam-diam ia menikmati. Menikmati kebersamaan dengan sajangnimnya.
"Kau suka Jang Geum?"
"Sangat, Sajangnim. Dia salah satu yang menginspirasi dan menjadi penyemangat buat hidup saya."
"Hemm. Begitulah, kita bisa belajar apa saja, dari siapa saja, selama itu adalah sesuatu yang baik. Dan Jang Geum memang salah satu contoh yang baik. Tapi, apa kau percaya kalau dia benar-benar ada dalam sejarah bangsa kami, Ara?"
"Tentu saja, Sajangnim. Saya sudah membaca tentang itu."
Yeo Joon mulai melangkah meninggalkan titik tempat mereka berdiri sekarang ini. Mau tak mau Ara mengikuti. Mereka berjalan santai beriringan, menyusuri jalanan batu dengan pagar kayu yang membatasi dengan rimbunan silvergrass di kanan kiri. Sesekali mereka sama-sama diam. Sedangkan angin musim gugur meniup-niupkan rasa yang berbeda pada hati keduanya.
"Kalau tentang serialnya, bagaimana menurutmu?" Yeo Joon melempar pertanyaan lagi.
"Menurut saya itu juga bagus, Sajangnim. Walaupun kisah aslinya mungkin tak sedramatis itu, tapi skenarionya terasa sangat masuk akal. Pasti tidak mudah membuatnya menjadi seperti itu."
"Katamu kau tak mengikuti drama Korea? Tapi kau kelihatannya tahu banyak tentang Jang Geum."
"Iya, saya memang tak mengikuti satu pun, kecuali Dae Jang Geum. Itupun saya tidak lagi mengikutinya, karena sudah sangat lama tak ditayangkan di negara saya. Tapi Jang Geum yang mengikuti saya. Mengikuti ke manapun saya pergi, dengan pelajaran hidup yang saya dapatkan dari sana.
"Sampai-sampai, Korea menjadi mimpi dalam hidup saya. Mimpi yang sekarang sudah ada di depan mata. Saya di Korea sekarang. Malah bisa sampai ke Jeju segala. Ibu pasti senang. Terima kasih, Sajangnim." Hati Ara berbunga-bunga.
"Berterimakasihlah pada Mr. Abu. Allah meminjam tangannya untuk memberimu kesempatan sampai ke negeri kami ini. Dan Jeju memang tak boleh dilewatkan oleh siapapun yang datang ke negara kami. Cantik, unik, menarik,---"
"Kelihatannya Sajangnim tahu banyak tentang Jeju." Ara menyela.
"Aku menghabiskan empat tahun masa kuliahku di Jeju. Dan aku dulu senang menemani turis yang berkunjung ke sini. Selain belajar bahasa, aku juga bisa memperluas jaringan. Termasuk Mr. Abu. Aku bertemu dengannya di Jeju."
"Benarkah?" Ara menyahut antusias.
"Ya. Dia sedang berlibur dengan keluarganya. Tahu aku kuliah di jurusan mesin, dia mengajakku bicara banyak tentang bisnisnya yang berhubungan dengan mesin. Bisa dikatakan bahwa dia salah satu mentorku. Bahkan dia pula yang menarikku untuk terjun ke dunia trading. Aku bahkan bisa melebihinya dengan masuk juga ke manufacturing.
"Begitulah. Jalan hidup tak ada yang tahu. Kami bertemu dalam urusan wisata, dan kemudian dekat karena urusan mesin dan bisnis. Aku menghormatinya sebagai guruku. Orang yang berjasa bagi perjalanan karirku."
"Oh, ya ya ya." Ara manggut-manggut. Ia mengalihkan pandangan, seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Sebenarnya ia bicara pada dirinya sendiri, sayangnya Yeo Joon mendengar apa yang barusan dia katakan.
"Kau menyimpan maksud apa di balik oh ya ya-mu baru saja?"
"Ehk, t-tidak, S-Sajangnim. T-tidak. Tidak ada apa-apa."
"Kau pikir tidak-mu itu bisa meyakinkanku?"
"Maaf, Sajangnim. Baiklah. Emm, maksud saya, emm, itu, emm..., maksud saya, kedekatan Sajangnim dengan Mr. Abu menjadi sebab Sajangnim akan menikah dengan putrinya Mr. Abu."
Yeo Joon menghentikan langkah. Wajahnya terlihat tak berkenan dengan ucapan Ara baru saja.
"Besok setelah subuh, kau ikutlah denganku. Aku akan menunjukkan padamu tempat terbaik untuk menikmati sunrise di Jeju. Aku juga akan menunjukkan Oedolgae Rock, salah satu tempat yang menjadi lokasi syuting Dae Jang Geum. Sekarang kita kembali ke villa."
"Emm, apakah Sajangnim marah? Saya mohon, maafkan saya jika yang saya katakan tadi membuat Sajangnim tidak berkenan." Ara tak enak hati.
"Besok kita pergi ke tempat-tempat yang kusebutkan tadi. Aku akan ceritakan tentang sesuatu padamu."
"Yang lain?" tanya Ara lagi.
"Apanya?"
"Teman-teman office yang lain? Apakah akan pergi bersama kita juga?"
"Jangan berharap mereka akan bangun sepagi kita. Kau tenang saja. Kalaupun mereka tak menemukanku, atau menemukan aku pergi berdua denganmu, aku yakin mereka tak akan angkat bicara di depanku. Kecuali---"
"Chun Ae?" sahut Ara.
Yeo Joon mengangguk, "Dan Jason, tentu saja."
Mendengar nama itu, segores senyum muncul di wajah Ara "Ah, ya ya. Jae Won Oppa. Kenapa dia seperti tidak suka dengan panggilan itu, Sajangnim?" Ara serasa mendapatkan topik untuk mengalihkan rasa tak enak hatinya.
"Kau bisa tanya sendiri saja padanya." Raut Yeo Joon kembali pada default-nya. Datar. Ada cemburu yang diam-diam menyusup ke sudut hatinya.
"Kita kembali ke villa. Sekarang!"
Yeo Joon melangkah berbalik arah. Ara tak menjawab, juga tak mengikuti perintah direkturnya. Ia malah mengeluarkan kamera dan melanjutkan berjalan ke arah yang berlawanan.
"Sung Jembar Segara! Apa kau tak mendengar perkataanku?" ucap Yeo Joon setengah berteriak. Ia baru sadar Ara tak mengikutinya, setelah jarak mereka hampir enam meter jauhnya.
"Satu foto saja, Sajangnim. Untuk saya tunjukkan pada ibu." Ara ganti berteriak.
Yeo Joon kembali mendekat pada Ara. Mengeluarkan ponselnya, lalu menyuruh Ara berpose. Ara tak mau, ia menyodorkan ponselnya sendiri. Adu pendapat sempat terjadi. Pada akhirnya Ara yang harus mengalah pada bosnya yang ternyata juga keras kepala. Emm, sebenarnya ia bukan tipe keras kepala, ia hanya ingin memiliki dan menyimpan foto gadis itu di handphone-nya.
Malu-malu Ara menuruti, tapi ia hanya mau berpose membelakangi. Yeo Joon hendak memaksa, namun segera ia urungkan niatnya. Ia tak mau Ara merasa tak nyaman di dekatnya, sebab sekarang ini, dialah yang mulai merasa nyaman berada di dekat Ara.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top