D e s t i n y
🌻🌻🌻
Di tengah-tengah hamparan ladang bunga matahari. Kedua insan dengan gender yang sama berdiri saling berhadapan. Aroma bunga matahari yang manis tercium bersamaan dengan debaran halus pada dada.
Ini bukanlah sebuah kebetulan. Ini takdir.
Takdir yang membawa kedua insan itu menjadi satu. Bunga matahari yang indah itu menjadi saksi bisu keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, kejadian tak terlupakan itu harus berhenti di sana, karena keduanya harus pergi dan kembali pada kehidupan masing-masing.
Belum sempat keduanya saling menanyakan nama, mereka sudah harus berpisah. Dan hanya kenangan sekilas itu saja yang menjadi pengingat setiap kali keduanya menemukan bunga matahari.
***
Aikawa Sakura—wanita dengan helaian rambut biru dengan iris mata senada itu menatap setangkai bunga matahari yang ia terima dari adiknya, Yuto. Yuto bilang, bahwa seorang gadis di sekolahnya menyatakan cinta pada Yuto dan memberikan bunga matahari ini sebagai ungkapan kasih. Yuto bukanlah orang baik, karena itu ia memberikan hadiahnya pada Sakura. "Namamu ada unsur bunganya bukan?" ujar Yuto beralasan.
Sakura mendengkus mendengar omong kosong dari si adik. Namanya memang diambil dari bunga sakura, tapi bukan berarti bunga matahari bisa ia terima juga. Sempat Sakura ingin membuang bunga itu, tiba-tiba lintasan memori terputar pada kepalanya. Sakura mengingat saat masa sekolahnya kala itu, ia pergi sendiri menuju ladang bunga matahari jauh dari tempat tinggalnya. Sengaja mencari tempat jauh setelah mendapati masalah dan butuh ketenangan jauh dari rumah juga sekolah.
Di sana Sakura hanya berdiri diam, menatap hamparan bunga matahari yang berdiri tegak ke arah sinar matahari menyinari. Tak tahu ingin melakukan apa, Sakura memutuskan untuk pulang saja. Ketika ia berbalik, tak sengaja kakinya menjengkal kaki sendiri, dengan cepat Sakura menutup matanya—yakin tak dapat menahan diri dan akan segera jatuh menyentuh tanah.
"Eh? Tidak sakit?" Sakura membuka matanya perlahan kala tak merasakan sakit di tubuh maupun wajah. Matanya membulat sempurna, hampir saja wajah cantiknya itu ternodai oleh kotornya tanah yang sudah diinjak oleh banyak orang. Sakura merasakan tangan ditarik oleh seseorang, dia menoleh ke belakang—lalu mendapati seorang gadis dengan perawakan tinggi darinya menahan tangan Sakura agar tidak jatuh. Gadis itu kembali menarik Sakura ke dalam pelukannya—membantu agar kembali berdiri tegak.
Menyadari situasi canggung ini, Sakura dengan cepat mendorong pundak gadis yang menolongnya. "Ah, maafkan saya!" Seru Sakura dengan wajah yang memerah malu.
Gadis itu tersenyum manis. "Tidak masalah. Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Sakura mengangguk kecil. "Iya, saya tidak apa-apa. Terima kasih banyak." Balas Sakura dengan kepalanya yang tertunduk. Masih berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Gadis itu terlihat bingung dengan tingkah Sakura, tanganya bergerak menyentuh pipi Sakura—membuat Sakura mengangkat wajahnya dan menatap gadis yang tak ia kenali. Seperti terhipnotis, keduanya terdiam. Iris mata merah dan biru menarik satu lama lain. Hembusan angin melewati keduanya—angin itu menerbangkan helaian rambut masing-masing ke belakang.
Jika saja seseorang memutar soundtrack romantis saat itu juga, pasti adegan ini akan akan sangat pas untuk dijadikan drama Korea.
Your eyes that are glistening brilliantly
Only look at me
Please look at me
Oh, sial. Ini akan menjadi drama Korea.
Bukan. Itu ringtone ponsel milik Sakura yang berbunyi. Hal itu membuat Sakura tersadar dengan apa yang terjadi, ia dengan cepat menepis tangan gadis yang sudah menolongnya itu dari pipi dan buru-buru pergi dari ladang bunga matahari. Debaran pada dadanya tak berhenti terasa. Tak pernah Sakura merasakan hal ini sebelumnya, apalagi dengan seorang gadis—tidak dikenal pula.
Sakura menggeleng keras setelah mengingat kejadian di masa lalu. Hingga saat ini, Sakura masih merasakan malu yang luar biasa karena dipeluk oleh orang asing. Tapi, kalau boleh jujur wajah gadis yang ia temui dulu sangat cantik—jadi wajar bukan kalau Sakura berdebar saat dipeluk oleh manusia berparas cantik?
Lupakan hal itu, Sakura. Sekarang kembali pada realita kehidupan dan persiapkan diri untuk wawancara kerja besok.
***
Tak menarik, tak tertarik, dan tak mau peduli.
Iris merah menyala itu menatap tumpukan berkas data diri dari pelamar yang ingin berkerja di perusahaan miliknya. Dapat dilihat sorot matanya menunjukan bahwa ia malas sekali harus turun tangan melihat langsung para calon karyawan hari ini. Namun sebagai CEO yang baik, Ylva tetap membaca satu-satu formulir para pelamar (ya meski banyak yang ia lewatkan).
Ylva meletakan formulir yang baru saja selesai ia baca lalu menoleh pada asistennya. "Sampai sini saja ya? Sisanya oleh kau dan yang lain. Aku malas." Ujar Ylva acuh.
Asistennya mengangguk dan dengan segera mengambil sisa berkas di atas meja milik Ylva. Karena tidak hati-hati salah satu berkas terjatuh ke lantai dekat kaki Ylva. Ylva yang menyadari itu segera mengambilnya dan memeriksa isinya.
"Aikawa Sakura. Hmm ... eh, tunggu—"
***
Sakura tak paham dengan situasi saat ini. Dua jam yang lalu, Sakura tengah berada di gedung perusahaan yang akan menjadi tempat berkerjanya nanti. Namun mengapa sekarang dia berada di sebuah kafe? Bersama Ylva pula?! CEO perusahaan yang ia lamar pekerjaannya.
"A-anu ... Ylva-san?"
"Iya, Aikawa-san?" Ylva merespon dengan senyuman manis membuat Sakura tak nyaman ingin bertanya.
"A-ada yang salah dengan saya saat wawancara tadi? Ng ... Apa saya akan dimarahi?" tanya Sakura takut-takut.
Ylva tertawa mendengar pertanyaan konyol Sakura. "Tidak kok. Memangnya salah ya jika atasan ingin minum bersama karyawannya?"
"Ta-tapi .. saya belum—"
"Kau diterima kok." Potong Ylva cepat.
Sakura mengerjap berkali-kali, ia mencoba memproses perkataan Ylva. "E-eh? Secepat itu?"
Ylva mengangguk mantap. "Aku sudah membaca data dirimu, kau memiliki banyak kelebihan, pekerja keras, dan saat wawancara tadi kau mendapat nilai plus. Bukankah itu hal yang cukup untuk menerimamu?"
Sakura meringis, ia tak tahu harus menjawab seperti apa. Rasanya ia diterima lewat jalur belakang, apalagi sampai atasannya ini menemuinya langsung dan mengajak minum bersama. Sejujurnya hal ini membuat Sakura merasa tak nyaman.
"Lupakan hal itu. Ada yang ingin aku tanyakan." Ylva kembali membuka suara.
Sakura menyerngit heran. Dengan entengnya Ylva menyuruhnya melupakan bagaimana bisa ia diterima secepat itu? Gila ya! Sakura merasa janggal tahu!
Namun di lain sisi Sakura senang karena ia akhirnya mendapatkan pekerjaan, jadi ia akan menuruti kata bosnya dan membiarkan Ylva bertanya. Daripada Sakura tidak jadi diterima bukan?
"Iya?"
Sakura tersentak kaget kala Ylva menaruh tangannya pada salah satu pipi Sakura. Sakura merasa déjà vu dengan sentuhan ini. Ia menatap Ylva penuh tanda tanya. "Ylva-san ... ?"
"Kau ingat ini?"
Iya. Sakura ingat.
Sentuhan hangat dari seorang gadis yang menolongnya dahulu saat Sakura hampir terjatuh. Meski hanya sekilas, tapi hal ini begitu membekas. Sakura meneguk ludah gugup, "Jangan-jangan ...,"
Ylva tersenyum. "Hai, sudah lama ya?"
Wajah Sakura seketika memerah. Terlintas lagi kejadian di mana Ylva tak sengaja memeluknya dulu, ditambah sekarang Ylva kembali menyentuh pipinya dengan senyum semanis itu. Bagaimana bisa Sakura tidak dag-dig-dug.
"Takdir." Ylva berujar tiba-tiba.
"Apa?"
"Ini takdir. Ini bukanlah sebuah kebetulan." Lanjut Ylva menatap lembut Sakura—menarik tangannya dari pipi Sakura kemudian merogoh sesuatu pada paperbag yang ia bawa sebelumnya. Dikeluarkannya sebuket bunga matahari dari dalam tas tersebut, lantas ia berikan pada Sakura. "Aku senang bisa bertemu lagi denganmu, Sakura."
"Terima kasih kepadabunga matahari ini, aku selalu mengingatmu dan kita kembali bertemu."
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top