15: Baik hati juga suatu kelebihan di zaman sekarang
Naura berangkat sekolah pukul setengah enam pagi, agar ia tidak merasa gugup saat harus memasuki kelas.
Semalam, Naura terus berpikir cara agar tidak merasa gugup ke kelasnya walau harus bertemu dengan Resya. Dan, jawabannya adalah datang lebih cepat daripada Resya; ketika kelas masih kosong.
Naura hingga rela tidak tidur sehabis salat subuh, lalu bersiap-siap ke sekolah menggunakan sepeda agar ia juga sekalian olahraga. Ia baru sadar, ternyata udara di pagi hari itu begitu menenangkan pikiran dan paru-parunya, karena udara di pagi hari masih belum tercemar dengan banyaknya asap kendaraan.
Jika tahu akan terasa senyaman ini, seharusnya Naura mulai berangkat pagi dari kemarin-kemarin. "Besok kalau lari sanggup nggak, ya?"
Jangan salah paham. Naura ingin lari pagi besok, bukan karena masih terobsesi ingin kurus dan berubah demi Angga. Melainkan, ia hanya merasa ... ingin berlari. Ia ingin membuat jantungnya berdebar cepat, tanpa harus jatuh cinta lagi. Jujur, Naura merasa tidak pantas untuk jatuh cinta lagi setelah patah hati kemarin.
Untuk saat ini, Naura hanya ingin merasa lebih tenang. Tidak merasa takut atau pun gugup di sekolah. Ia juga ingin benar-benar memiliki sahabat. Namun, apa benar ia pantas untuk menjadi sahabat Bima dan yang lain? Termasuk, Angga.
Ketika Naura memarkirkan sepedanya di parkiran, Naura heran karena sudah ada motor yang terparkir. Ternyata ... masih ada yang datang lebih pagi dibanding dirinya. Naura jadi penasaran, siapa pemilik motor merah itu?
Naura berjalan dengan santai menuju kelasnya. Ia tidak bertabrakkan dengan siapa pun, dan tidak ada juga yang menjambak rambutnya diam-diam. Menyenangkan sekali. Saking senangnya, Naura berjalan sambil sedikit melompat kegirangan. Pagi yang indah sekali.
"Yes, pertama!" seru Naura saat melompat masuk ke dalam kelas. Namun, mulutnya terbuka sedikit saat melihat seseorang sedang tidur menyamping di atas meja, menjadikan jaket sebagai bantalnya. "Who's that?"
Naura berjalan mendekat, karena cowok itu duduk di meja paling belakang dan pojok. Mata Naura melebar ketika sadar bahwa cowok yang sedang tertidur itu adalah Nata. Alis cowok itu bertautan seolah tidak tenang, lalu ketika matanya terbuka, Naura otomatis mundur beberapa Langkah.
"Jangan buka mata tiba-tiba gitu! Bikin kaget aja!"
"Hah? Ini jam berapa? Kok lo udah dateng?" tanya Nata, berusaha duduk sambil memegangi lehernya. Pasti lehernya sakit karena posisi tidurnya.
"Bukannya gue yang harus nanya gitu? Lagian, kok lo di kelas gue?"
"Gue sama Rezki pindah ke kelas ini."
"WHAT?"
"Tukeran sama dua murid yang lumayan berprestasi di kelas ini. Dan, ternyata boleh sama Pak Sugiman."
"KOK BISA?"
Nata tersenyum miring. "Gue sama Rezki punya alesan yang kuat untuk pindah ke kelas biang onar ini."
"Jangan bilang ... karena gue?"
Nata menggembungkan pipinya, lalu tawanya meledak. "Astaga, gue baru tau lo sepede ini. Sorry, no. Gue sama Rezki bikin perjanjian gitu sama Pak Sugiman, untuk bikin Bima semangat bersekolah lagi dan nilainya kembali tinggi kayak dulu. Gue juga nggak nyangka Pak Sugiman bakal setuju. Kayaknya, Pak Sugiman sayang banget sama Bima."
Naura mengembuskan napas lega, karena mereka pindah kelas bukan karena dirinya. "Nat, guru itu kayak punya perhatian khusus untuk dua macam murid," ujar Naura serius. "Pertama, yang berprestasi. Kedua, yang nakalnya keterlaluan."
"Bima ... termasuk yang mana, tuh?"
"Dua-duanya. Dia dulu berprestasi, tapi tiba-tiba mencoba nakal dengan sering bolos. Jadi, tentu aja Pak Sugiman nggak bisa mengabaikan dia."
"Hmm, oke, gue ngerti. Terus, kalau lo di kategori yang mana?"
Naura tersenyum miris. "Nggak dua-duanya. Gue jenis murid yang berada di tengah-tengah. Nggak pinter, tapi nggak nakal juga. Jadi, gue merasa ... guru-guru nggak pernah memperhatikan gue dengan benar. Bahkan, setiap gue disuruh ngerjain soal di depan, guru-guru keliatan nggak hafal sama nama gue."
"Tengah-tengah, ya?" gumam Nata sambil melipat tangan di depan perut, "kalau gitu, lo cuma perlu milih buat berada di mana. Berprestasi atau nakal? Bukannya itu seru? Lo dibebaskan buat milih, karena lo nggak terlahir dari dua kategori mutlak itu."
Naura terdiam. "Lo nyuruh gue buat milih?"
Nata mengangguk. "Lo lebih suka mana? Berprestasi atau nakal?"
"Kalau gue beneran bisa milih, tentu aja gue milih berprestasi. Sayangnya, otak gue nggak sepintar Bima dan lo. Bahkan, adek gue jauh lebih pinter dari gue," jawab Naura menghela napas.
"Lo percaya sama usaha keras, nggak?"
"Hah?"
Nata tersenyum miring. "Lo kira, gue terlahir pinter gitu aja? Tanpa usaha?"
"Tampang lo nggak keliatan suka berusaha keras," ujar Naura datar.
"Hei, setiap malam gue selalu belajar dan baca buku."
"Nggak mungkin!" Naura mundur satu langkah, "kalau gitu, lo pinter karena rajin belajar? Nggak kayak Bima?"
Nata mengangguk. "Ingatan Bima itu bagus banget. Sekali baca, dia bisa hafal apa aja. Sedangkan gue, mungkin harus sepuluh kali baca, baru hafal."
"Lo nggak merasa iri?"
"Iri, lah. Tapi, bukannya itu memang kelebihan Bima? Otak gue mungkin nggak secemerlang Bima, tapi fisik gue jauh lebih kuat dari dia. Dan, gue bangga." Nata tersenyum sombong. "Naura, setiap manusia itu diberi kelebihan juga kekurangan, agar hidupnya menjadi lebih menarik. Kalau semua manusia punya kelebihan yang sama, bukannya hidup jadi lebih mudah ditebak?"
Naura perlahan duduk di kursi terdekat. Ia terdiam sebentar sebelum berkata, "Tapi, gue nggak tahu kelebihan gue itu apa. Sedangkan, gue bisa sebutin semua kekurangan gue tanpa harus susah payah mikir."
Nata terlihat berpikir sejenak. "Kalau misalnya lo nemu tiga ekor kucing kecil di kardus saat lo pulang sekolah, apa yang akan lo lakukan?"
Naura mengernyit, bingung dengan maksud pertanyaan Nata. "Hah? Tentu aja gue bawa pulang, lah."
"Kenapa?"
"Karena ... mereka bisa mati kedinginan dan kelaparan kalau nggak ada orang yang memelihara mereka. Lagian, siapa sih yang tega buang kucing kecil kayak gitu?!" Naura mendengus. "Pokoknya, akan gue rawat mereka sebaik mungkin."
"See? Lo baik banget. Mungkin, itu kelebihan lo. Nggak banyak orang yang berani memungut kucing liar di jalan, apalagi masih kecil-kecil dan nggak cuma ada satu."
"Baik? Ha-ha. Lo pasti cuma ngarang. No, baik bukan kelebihan yang bisa dipamerkan. Bukannya semua orang itu memang harus menjadi orang baik?"
"Yap. Harus baik. Tapi, banyak orang yang tetap melakukan kejahatan, kan? Sengaja atau nggak sengaja, orang jahat itu banyak. Zaman sekarang, malah jarang bisa ketemu orang yang bener-bener baik."
Kata-kata Nata berhasil membuat Naura sedikit senang. "Tapi, baik dan pintar itu dua hal yang berbeda loh. Kalau baik ... bukannya nggak boleh dipamerkan?"
"Pamer? Buat apa pamer? Naura, nggak ada yang perlu dipamerkan. Asal lo jadi diri lo sendiri dan terus berbuat baik, orang-orang akan melihat lo lebih jelas. Ah, dan jangan nunduk."
"Really?" Naura mengangkat wajahnya, memandang Nata sambil tersenyum tipis. "Terus, apa gue bisa punya teman?"
Nata menaikkan satu alisnya. "Bukannya lo udah punya?"
"Hah?"
"Bima, Rezki, Kak Angga ... mau jadi teman, bahkan sahabat lo. Masih kurang?"
"Kenapa lo nggak nyebut diri lo sendiri? Wah, lo nggak mau jadi temen gue?!" Naura bangkit berdiri.
"Eh? Gue malah ngira lo yang nggak mau jadi temen gue. Lo selalu galak sama gue, kan?" Nata melipat tangan, lalu membuang pandangannya ke arah lain. Menghindari tatapan Naura.
Naura mendengus. "Kalau gugup, gue memang gitu. Bukan berarti gue benci sama lo. Paham?"
"Gugup?" Nata memiringkan kepalanya. "Ngapain gugup sama gue doang? Jangan bilang, lo suka ya sama gue?"
Naura menatap Nata tanpa ekspresi. "Lo mau gue tonjok?"
"Oke, ternyata bukan karena suka, ya. Sorry." Nata menunduk, lalu menahan senyum.
"Kenapa lo duduk di deket meja gue?" tanya Naura setelah berjalan menaruh tas.
"Bukannya itu meja Bima?"
"Ah, gue teman sebangku Bima. Salam kenal." Naura mengulurkan tangan, tanpa sadar. Saat ia menyesal dan ingin menurunkan tangannya, ternyata Nata menerima uluran tangannya sambil tersenyum lebar.
"Salam kenal, semoga kita bisa akrab. Oke?"
Deg.
Kenapa jantung Naura berdetak lebih cepat? Padahal ia tidak sedang berlari, kan?
[]
an:
Ternyata ada draft yang lupa aku update. wkwk bodoh sekali saya.
Makasih loh buat yang ingetin aku update cerita ini. Semoga part ini cukup menghibur yaaaa💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top