7. Damn!
Aku hanya terdiam lemas, tidak tau harus berbuat apa.
Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku tidak melakukan apapun? Ada suara teriakan di dalam hatiku, untuk melakukan sesuatu. Tapi, kenapa aku seperti tidak bisa bergerak sama sekali? Kenapa tubuhku begitu lemas?
"Uso... Darou...? Ai... Ka-chan...?"
Aku berjalan tertatih-tatih kearahnya. Dadaku sesak. Tubuhku lemas. Jantungku serasa tercekat...
"Ini adalah salahmu, jinko."
Aku menghentikan langkahku. Tubuhku terasa gemetar.
"Bukankah aku pernah mengatakan hal ini padamu? Keberadaanmu hanyalah sebagai pembawa bencana bagi orang-orang disekitarmu." Ucapan Akutagawa membuatku semakin tercekat.
"TEMEEEE!!!!!"
Sebuah tamparan, ah, tidak. Lebih tepatnya sebuah tinjuan. Tinjuan yang sangat keras. Begitu keras, sampai Akutagawa hampir terhuyung jatuh. Dilanjutkan dengan sebuah tendangan keras dari sepatu Aika-chan, yang mengenai rahang Akutagawa dari bawah.
Aika-chan masih hidup?
Akutagawa merintih kesakitan. Dia kembali terbatuk-batuk, dan melepaskan rashomon-nya dari tubuh Aika-chan. Dia berjalan beberapa langkah ke belakang, dan memasang ekspresi tidak percaya.
Aika-chan terjatuh ke tanah. Dia terlihat begitu kesakitan. Aku-pun segera berlari kearahnya, dan mecoba menopang tubuhnya yang begitu lemas.
"Aika-chan? Daijobu ka?" Tanyaku sangat khawatir.
"Daijobu..." Suaranya begitu lirih. Aku yakin sekali, kalau dia sedang 'tidak apa-apa'.
Aku berusaha menyandarkan kepalanya di bahuku, agar dia bisa merasa nyaman. Darah segar terus mengalir dari tubuhnya.
"Senpai..." Dia menggenggam erat tanganku, dengan tangannya yang gemetar, juga terasa dingin itu.
"Perkataan orang itu... Jangan dipikirkan." Tambahnya, masih dengan suara lirih. Apa yang sedang dia maksud?
"Keberadaanmu bukanlah sebuah bencana... Tapi, keberadaanmu-lah yang akan membuat sekitarmu menjadi bahagia."
Oh, tolong... Apapun yang sedang dia katakan saat ini, jangan biarkan ini membuatnya menjadi kalimat terakhirnya. Aku sangat takut.
Tak lama, terdengar suara derapan langkah kaki mendekat. Kunikida-san dan Dazai-san.
"Dia kehilangan banyak darah." Dazai-san nampak memeriksa kondisi Aika-chan.
"Kita harus segera membawanya ke Yosano-sensei!" Tambahku, sangat khawatir. Yosano-sensei merupakan dokter milik agensi. Dia bisa menyembuhkan seseorang yang sudah berada diambang kematian, hanya dengan menggunakan bakatnya.
"Kalian berdua, cepatlah bawa Fujizawa ke Yosano-sensei. Aku akan mengulur waktu disini, sebanyak yang kubisa." Kunikida-san menyiapkan buku catatannya.
Aika-chan menarik lengan baju Kunikida-san. "Jangan bodoh. Aku tidak akan membiarkan senpai sendirian disini." Aku tau, kalau suaranya saat ini sedang sangat lirih. Tapi dia berusaha memaksakan suaranya, agar tetap terdengar tegar.
Aika-chan mencoba duduk dengan tegak, memaksakan dirinya yang begitu lemah nan dihiasi oleh darah segar. Tidak peduli meskipun aku terus membujuknya untuk tidak memaksakan diri, ia tetap bersih keras tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan semuanya. Di samping kami sedang berbisik satu sama lain, para Mafia itu sudah siap dengan senjatanya. Ya, siap untuk menembaki kami kapan saja.
"Kaulah yang bodoh. Apa kau mau melawan mereka dengan keadaan seperti ini?"
"Luka seperti ini sih..., hanya luka kecil...." sebuah senyum paksaan terulas di wajah lesu Aika-chan. Mengapa dia selalu saja memaksakan diri? Ingin aku membantahnya, ingin aku memarahinya, ingin aku melindunginya. Namun, bagaimanapun juga ia adalah tripikal gadis yang benar-benar keras kepala.
"Aika-chan, pendarahanmu mengalir begitu deras. Kau harus segera bertemu dengan Yosano-sensei." Kali ini Dazai-san mencoba untuk membujuknya.
[[ Aika POV ]]
Sialan. Aku bisa merasakan darah segar, yang terus mengalir dari dadaku. Rashomon itu benar-benar berhasil menembus jantungku.
Sakit? Tentu saja. Mana ada sebuah binatang--- cahaya--- (atau apalah itu), yang sudah menikam jantungmu, dan darah segar terus mengalir dari tubuhmu, dan kau tidak merasa kesakitan? Mungkin tubuhmu sudah rusak.
Rasanya sesak, mulutku terus ingin memuntahkan darah. Jantungku berdegub begitu kencang. Padahal, jantungku sudah terkoyak. Entah bagaimana organ itu masih dapat berfungsi, meskipun tidak normal.
Mengapa aku masih bisa hidup? Jangan ditanya. Aku sendiri juga tidak tahu.
Aku harus tetap berusaha bersikap baik-baik saja. Agar mereka semua, tidak merasa khawatir. Ya, seperti yang selama ini selalu kulakukan. Berusaha bersikap baik-baik saja, seperti tidak terjadi apapun.
Sialan... Bakat seperti apa itu? Mengerikan.
"Mari kita selesaikan ini secepatnya." Akutagawa kembali melancarkan serangan. Kali ini, rashomonnya mengincar Atsushi-senpai. Tetapi, dia dapat menghindar dengan mudah.
Hei, apa yang sedang kulihat itu? Sepasang kaki dan tangan harimau? Jadi itu bakatnya Atsushi-senpai? Keren.
"Dazai, cepat bawa dia ke Yosano-sensei. Aku yang akan mengurus sisanya disini." Kunikida-senpai berdiri, kemudian menyiapkan buku catatannya. Untuk apa buku itu?
"Yokai. Iko, Aika-chan." Dazai-senpai mencoba membantuku berdiri. Hei-hei. Aku masih ingin melihat Atsushi-senpai menggunakan kekuatannya. Dan juga, aku masih penasaran fungsi dari buku catatan milik Kunikida-senpai.
Ketika berdiri, tubuhku tiba-tiba menjadi oleng. Untung saja Dazai-senpai segera menangkap tubuhku. Kalau tidak, mungkin aku sudah jatuh.
"Woops! Hati-hati, nona."
Aku menatapnya sinis, lalu menegakkan tubuhku. Aku mulai berjalan keluar dari tempat ini, tentu dengan bantuan Dazai-senpai yang membantuku berjalan.
"Takkan kubiarkan kalian pergi!" Si berengsek berkacamata konyol itu tanpa kami sadari, sudah berada dibelakang kami. Entah siapa namanya.
Dan sialnya lagi, dia kembali melemparkan puluhan lemon pada kami. Tapi, Dazai-senpai dengan cepat megang tangan si sialan itu, dan membuatnya tidak dapat mengaktifkan bakatnya.
"Sekarang kau tidak dapat menggunakan lemon bomb-mu lagi." Ucap Dazai-senpai dengan seringaian.
Orang itu hanya mendecih kesal, sambil menatap Dazai-senpai tidak suka.
Suara tembakan. Ya. Para Mafia itu berusaha menembaki kami. Spontan, kami semua berusaha bersembunyi dibalik dinding. Dazai-senpai juga berlindung, dengan membiarkan 'si kacamata konyol' itu berhasil kabur. Daripada disuruh mengingat nama seseorang, aku lebih suka menyebut mereka dengan julukan.
Aku merintih kesakitan. Mafia itu masih saja menembak. Dadaku terasa berdegub sangat kencang. Menyebalkan.
Deg!
Jantungku berhenti berdetak.
Benar-benar berhenti.
Aku tidak bohong.
Hei.
Hei. Hei.
Hei hei hei.
Bohong kan?
Aku tidak bisa bernafas.
5 detik.
7 detik.
Bohong kan? Apakah aku akan mati disini?
10 detik.
Siapa saja. Tolong aku.
Aku mengeram dadaku erat. Rasanya seperti sedang menahan nafas, namun jauh lebih parah dari itu.
15 detik.
Aku benar-benar berada diambang kematian.
Dare ka...
Taskete!
"Aika-chan!? Daijoubu ka?" Tangan Dazai-senpai menepuk pundakku.
Are?
Are? Are?
Arere?
Aku kembali bernafas?
Apakah ada seseorang menggunakan bakatnya untuk membunuhku, dan tanpa sengaja, Dazai-senpai menetralkannya?
Aku menoleh pada Dazai-senpai, dengan ekspresi ketakutan.
"Ada apa? Sedetik yang lalu, kau terlihat sangat tersiksa." Tanya Dazai-senpai khawatir.
Heeh. Jisatsu mania sepertinya ternyata bisa khawatir juga.
"Mondanai..." Jawabku, sambil memalingkan muka. Aku tidak mau membuat seseorang lebih khawatir dari ini.
"Jangan bohong. Kau tadi seperti orang yang sedang kerasukan."
Aku kembali memandanginya dengan jengkel.
"Apakah itu adalah sinyal, agar aku dapat menonjok wajahmu?"
Dibalik kami yang masih mengandalkan 'tameng dinding', Atsushi-senpai masih sibuk kejar-mengejar dengan rashomon milik Akutagawa. Seberapa bencinya Akutagawa kepada Atsushi-senpai?
Ability : 金色夜叉 Golden Demon
"OOOUGGGH"
Heh? Suara apa itu tadi?
Aku mencoba mengintip keluar dinding, setelah suara tembakan telah berhenti.
Mataku membelalak kaget. Meskipun sekarang aku sudah dapat kembali bernafas, tetapi tetap saja jantungku sedang tak karuan. Dan keterkejutan ini membuat rasa sakitnya tambah parah.
"Uso..."
Tak salah lagi.
Didepan mataku, terlihat seperti iblis raksasa berkimono?-- Yang menancapkan katananya ditubuh Atsushi-senpai. Menurut pendapatku, sepertinya iblis atau roh itu (yang tidak terlihat mengerikan), merupakan sebuah bakat.
Atsushi-senpai kini berlumuran darahnya sendiri. Tak jauh dari tempat itu, ada seorang perempuan berkimono merah muda, sedang menyeringai sinis kepadaku.
Ah, tidak. Kurasa lebih tepatnya seringaian itu ditunjukkan pada Dazai-senpai, yang sedang berdiri dibelakangku. Sepertinya, wanita itu juga merupakan mafia. Jika boleh kutebak, iblis/roh tadi adalah merupakan bakat milik wanita itu
Dan yang membuatku tak nyaman adalah... Make up-nya. Benar-benar tebal. Menjijikkan. Aku saja diberi bedak sudah ogah-ogahan. Aku paling benci dengan make-up. Kata orang, make-up merupakan harta milik perempuan. Hah? Hanya orang bodoh yang mengatakan hal itu. Tampil apa adanya, adalah hal yang terbaik. Semacamku. Sudahlah. Lupakan saja.
Oh hei... Ada seseorang lagi dibelakang wanita itu. Dan topi itu... Cih. Ternyata si 'topi konyol'. Dia terlihat menyeringai kecil kepadaku.
"Yeah... Misi selesai. Ayo kembali..." Si 'topi konyol' itu seperti memerintahkan yang lainnya untuk mundur. Atsushi-senpai tak sadarkan diri, dengan katana milik iblis itu masih menancap ditubuhnya.
"Wah, wah. Tak kusangka akan semudah ini menangkap target, kalau bersama-sama." Ucap si 'yukata merah muda', terlihat senang.
Oh tuhan... Entah apa yang harus kulakukan... Aku tidak bisa berpikir, kalau melihat 'pemandangan berdarah' ini.
Dazai-senpai kelihatannya juga kehabisan ide, meskipun dia tetap terlihat tenang.
Para Mafia itu mulai beranjak pergi. Hei hei. Apakah mereka benar-benar akan membawa Atsushi-senpai?
Secara spontan dan tanpa pikir panjang, aku segera keluar dari tempat persembunyianku (maksudnya dari balik dinding). Dazai-senpai berusaha menghentikanku, tetapi aku terus memberontak, bersih keras untuk keluar.
"OIII TEME!" Teriakku sekeras mungkin. Mereka menghentikan langkahnya, dan berbalik arah untuk melihatku.
"KEMBALIKAN DIA!!" Teriakku penuh emosi.
"Kau mau dia? Silahkan ambil, kalau bisa." Ucap 'si yukata merah muda', sambil menyeringai.
"Mengapa kalian tidak ada henti-hentinya ingin membawa Atsushi?" Kunikida-senpai tiba-tiba sudah berada dibelakangku, bersama dengan Dazai-senpai.
"Kau tau sendiri bukan? Kepalanya dihargai sebesar 7.000.000.000 yen."
"Setahuku, bukankah perjanjian itu sudah dibatalkan oleh organisasi dari amerika itu!? Mengapa, kalian masih mengincar Atsushi!?"
"Port Mafia tidak akan menyerah semudah itu. Baka."
Aku hanya diam, mendengarkan mereka berdebat tiada henti. selagi telingaku mendengarkan, mataku terus menatap Atsushi-senpai yang masih pingsan, di tangan para mafia itu.
Apakah aku dapat mencari kesempatan, didalam kesempitan?
Lupakan saja. Sekarang dadaku masih terasa sakit sekali. Otakku sedang tidak bisa kuajak untuk ber-konpromi.
Setelah perdebatan yang lama itu berakhir, para Port Mafia itu mulai meninggalkan kami.
Hei hei hei.
Apakah ini akan berakhir?
Apakah Atsushi-senpai benar-benar akan dibawa? Bohong kan?
Mengapa kedua seniorku ini hanya diam saja?
Dazai-senpai melihat kearahku, dan menatap lurus kemataku. itu sedikit membuatku ngeri.
"Aika-chan, apakah kau bisa meneleport Atsushi-kun kesini?"
Aku langsung menoleh kearah Dazai-senpai. Dia nampak sangat serius.
"Bisa saja sih, tapi setelah kuteleport kesini, apa yang akan terjadi selanjutnya? Kemungkinan besar, para mafia itu akan kembali menyerang. Kita kalah jumlah loh." Aku berusaha meyakinkan, bahwa itu adalah ide yang buruk.
Dazai-senpai terlihat sedang menimang-nimang.
Dia menyentuh dagunya, lalu tersenyum sinis. Bukan seperti senyuman yang biasa ia tunjukkan.
"Aku punya ide."
Oh yeah...
Rencana gila seperti apa, yang sedang dia rencanakan kali ini.
Rencana seperti apapun itu, semoga hari gila ini tidak akan berlangung lebih lama lagi.
To Be Continued...
.
.
.
.
.
a.n. :
Tinggal 3 hari lagi, sampai menuju hari kemenangan!!!
(kemenangan, karena telah sukses bersabar menunggu Bungou Stray Dogs season 2 😆 👏 )
Ok... Di chapter selanjutnya, akan lebih sering memprairingkan OC dan Chuuyaaa :v
Gitu aja, sankyuu~ ♥
Thank you for reading~ ♥
- Aika -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top