From One Era to Another
Author Note : hey, ini pertama kalinya Author membuat catatan Author di paling atas, biasanya berada di bawah, bukan? Well... Aku menghabiskan waktu selama sebulan untuk membuatkan kalian chapter paling spesial dan paling panjang yang pernah aku ketik. Aku merasa baru saja menyelesaikan sesuatu yang spesial, aku seperti baru saja melakukan hal yang tidak mungkin aku lakukan selama ini.
Aku mencurahkan semua perasaan dan cinta ku di chapter ini, aku harap kalian semua suka dengan chapter ini, setelah chaptee ini, update diharapkan dapat kembali seperti normal, seperti biasanya.
Salam hangat, Author : No Name.
13K words.
...
.....
........
10 Kilometer dari Reruntuhan Makam Qin Shi Huang, Unified Front of China.
26 Februari 2027.
2030.
Letkol Wijaya, seorang perwira veteran dari TNI Kopassus nampak mengobservasi reruntuhan Makam Kaisar Cina yang Pertama, dia berasal dari Kompi Pertama dan dikirim kemari untuk membantu tiga Batalyon pasukan khusus Cina, Falcon Unit, yang sedang melakukan ekskavasi di pemakaman sang Kaisar.
Pasukan TNI yang dikirim kemari ada tiga kompi dan enam tank medium Harimau, jadi secara total ada 300 prajurit TNI Kopassus dengan dukungan darat mereka adalah enam tank medium Harimau dan dua peleton APC Anoa Mk. II Proto yang sedang dalam perjalanan melalui udara dari Pangkalan Udara Hanoi.
Provinsi Shaanxi sebenarnya belum secara penuh berhasil di ambil alih oleh pasukan koalisi, mengingat mereka baru saja mengambil alih Xi'an beberapa pekan lalu dan kebanyak pasukan Koalisi yang terdiri dari IJA, UCA, TNI dan Angkatan Bersenjata COSEAN melakukan operasi bersih-bersih dan pengamanan setiap wilayah, agar tidak ada Nodian yang menyerang dari arah belakang mereka.
Ini saja, Letkol Wijaya dan rekannya dapat melihat kilatan ledakan cahaya dari kejauhan, pertanda prajurit di sana meminta melakukan dukungan Artileri.
"Andai saja kita dapat melakukan itu juga." Komen tangan kanan Wijaya, Mayor Dzahir sambil mengelus dagunya yang tertutup Balaclava.
"Jikalau kau ingin membuat orang-orang Cina ini marah, silahkan, aku tidak ingin ikut-ikut." Balas Wijaya dengan malas sambil menonaktifkan mode 'zoom-in' nya.
"Nggak dulu deh, aku sudah melihat secara langsung kegilaan mereka di Formosa saat Operasi Sentinel dua tahun lalu, itu sangat gila, Jaya." Ucap Dzahir dengan serius.
"Itu kau tahu sendiri, jadi... Kapan APC yang dimaksud datang? Brigjen Cina yang memimpin Operasi kali ini nampaknya ingin menghajar ku karena lagi-lagi menunda operasi ekskavasi mereka." Ucap Wijaya sambil menghela nafas.
"Palingan besok pagi, kemungkinan Operasi baru dapat dimulai tiga hari lagi... Akan kuusahakan besok malam agar para APC dapat siap bertempur." Ucap Dzahir sambil menepuk bahunya Wijaya.
"Makasih bro."
"Yoi bro."
Mereka lalu kembali terdiam, masing-masing menatap dari kejauhan ke reruntuhan pemakaman Qin Shi Huang yang separuhnya sudah terbuka akibat Nodian yang selalu penasaran akan bunker bawah tanah, namun dari lubang itu juga pasukan Cina dapat melakukan dan melanjutkan pekerjaan dari Nodian, ekskavasi tempat bersejarah ini.
"Menurutmu, apa yang akan kita temukan di dalam sana?" Tanya Dzahir.
"Masalah yang besar nampaknya." Mereka berdua lantas melihat ke langit dan terdapat tujuh pesawat pengebom yang secara samar-samar mirip dengan bentuk B-21 Raider yang lewat dan mengebom dekat pinggir kota Xi'an dengan bom yang dipandu mereka, nampaknya tidak ada Kelas Laser karena superioritas udara pasukan Koalisi dapat dengan leluasa keluar masuk wilayah udara Provinsi Shaanxi.
"Perasaan ku gak enak dah." Wijaya berkomentar sambil menatap ledakan itu dari kejauhan.
Dua hari kemudian.
28 Februari 2027.
2010.
Akhirnya, setelah menunggu cukup lama... Pasukan Ekspedisi ke Pemakaman pun dikirim, dua Batalyon Falcon Unit ditugaskan untuk menjaga perimeter luar pemakaman dengan seluruh kendaraan berat agar tidak ada yang masuk seenaknya ke dalam Area Operasi mereka.
Wijaya saat ini berjalan dengan sepuluh anak buahnya termasuk Dzahir, mereka sedang mengecek para prajurit terracotta yang terdiam tidak bergerak, beberapa dari prajurit Kopassus yang nampaknya masih agak muda, berfoto dengan beberapa patung.
"Foto diizinkan anak-anak, asal jangan kalian rusak saja mereka." Ucap Wijaya sambil menguap.
"Tidak tidur?" Tanya Dzahir.
"Naahhh, aku tidak bisa tidur saat akan melaksanakan misi dan... Memikirkan Istriku yang ada di Rumah Sakit." Ucap Wijaya sambil menundukkan kepalanya.
"Tenanglah bro, percaya saja sama Dokter di Negara kita, mereka adalah salah satu yang terbaik di dunia." Ucap Dzahir mencoba menghibur sobat nya ini.
"Ya, terimakasih atas semangatnya, Dzahir... Baiklah mari kita lanjutkan dan cepat selesaikan misi penuh omong kosong ini." Dzahir menganggukkan kepalanya dan mereka berdua lanjut menyisiri beberapa tempat prajurit terracotta.
Wijaya berjalan hingga akhirnya dia secara tidak sengaja menginjak sesuatu yang membuat suara seperti indomie yang dipijak, dia perlahan menundukkan kepalanya dan terkejut bukan main saat melihat semacam pistol namun dengan bentuk yang kotak-kotak, dia secara perlahan mengambil pistol tersebut dan memperhatikannya lebih lanjut. Dzahir yang ada di sampingnya juga ikut melihat pistol aneh itu.
"Seseorang menjatuhkan pistol?" Tanya Dzahir heran.
"Entahlah... Benda ini terlihat seperti sudah sangat lama disini... Kau punya ide, Dzahir?" Tanya Wijaya balik.
"... Entahlah bro, otak ku seketika buntu... Kita laporkan ke Brigjen Xi Anying saja deh." Jawab Dzahir yang tidak mau ambil pusing.
"Hmm ide bagus, kau yang antar sana gih." Wijaya pun menyodorkan pistol aneh itu ke Dzahir.
"Anjing amat punya teman." Dzahir dengan tidak rela menerima pistol aneh itu dan pergi dengan dua prajurit Kopassus lainnya.
"Hehe.." Wijaya tertawa kecil sebelum akhirnya lanjut jalan-jalan mengelilingi Pasukan Terracotta.
Saat Wijaya berhenti di dekat salah satu Prajurit Terracotta, tiba-tiba pemakaman bergemuruh dan raungan ganas terdengar dengan sangat jelas, Nodian disini. Wijaya langsung mengokang SS2 kepercayaannya dan mengontak semua pasukan Kopassus.
"Semua Anaconda, disini Induk Anaconda, bersiap untuk melakukan pertempuran dan buat garis pertahanan yang sudah kita setujui saat pertemuan beberapa hari lalu, jika bertemu dengan prajurit UCA, bawa mereka bersama kalian. Over and out." Wijaya setelah selesai memberi perintah itu langsung menunjuk ke semua prajurit Kopassus yang ada di sekitarnya.
"Kalian, dengan ku. Kita harus mengamankan artefak yang dimaksud." Ucap Wijaya dengan relatif kalem, seperti dia mengharapkan ini untuk terjadi.
"Siap, Letkol!" Delapan Kopassus yang dipimpin Wijaya langsung bergerak ke arah pusat penelitian UFC yang berada cukup dekat dari posisi mereka.
Kacamata VIZ milik Wijaya terus saja berbunyi dan menunjukkan angka yang dapat membuat para veteran perang Nodian bergetar ketakutan, namun Wijaya dan anak buahnya menghiraukan hal tersebut dan terus berjalan melalui para prajurit Terracotta.
"991!"
"991!"
"991!"
"991!"
"991!"
"991!"
"Sangat mengganggu." Gerutu salah anak buahnya Wijaya.
"Tahan saja, tujuan kita hanya beberapa puluh meter lagi... Nah, itu dia!" Wijaya lantas menunjuk ke sebuah Kotak raksasa yang baru diangkat menggunakan Crane, kotak tersebut adalah makam dari Kaisar Pertama Cina, Qin Shi Huang.
Sepuluh prajurit khusus Cina dan beberapa ilmuwan yang melihat sahabat Indonesia mereka datang dengan bahagia menurunkan senjata mereka dan melambaikan tangan mereka, namun kesenangan itu berubah menjadi rasa horor dan terkhianati saat Wijaya dan anak buahnya yang ikut bersama Wijaya, langsung menghujani para pasukan khusus Cina tanpa ampun.
Pasukan khusus Cina yang tidak siap akan pengkhianatan ini langsung terkena hujan timah panas dari prajurit Kopassus yang dipimpin Wijaya, para Ilmuwan juga tidak luput dari kebrutalan Kopassus yang dengan ganasnya menghabisi mereka. Wijaya berjalan memijak beberapa mayat pasukan khusus Cina dan melihat pemimpin mereka yang berpangkat Letnan masih hidup dan batuk darah di dal helmnya.
"Menga... pa?" Tanya dia dengan tatapan kecewa, marah dan ketakutan.
"Tidak ada yang personal, sobat, hanya bisnis." Wijaya menembakkan lima peluru yang menembus kepala Letnan tersebut yang langsung mengirimnya ke sang Pencipta.
"Baiklah semuanya, amankan makam tersebut dan buat seolah-olah mereka mati karena Nodian, buat se-authenthic mungkin." Perintah Wijaya tanpa perasaan bersalah sama sekali.
"Siap dilaksanakan!"
Separuh prajurit Kopassus yang ada bersama nya langsung bergegas mengamankan peti Qin Shi Huang sedangkan separuh lagi mulai memotong anggota tubuh pasukan Cina dengan tidak rapi agar jika mayat mereka ditemukan, maka orang-orang hanya akan menganggap Nodian membunuh mereka.
Wijaya memerhatikan semua hal itu terjadi dengan tatapan tenang, ini semua atas perintah Presiden Prabowo yang tidak menginginkan Cina mendapatkan apapun yang ada di dalam peti Qin Shi Huang, walau Wijaya sendiri sebenarnya heran, apa isi dari peti ini sampai Presiden Prabowo memerintahkan untuk mengkhianati sekutu Tionghoa mereka.
"[Hey Jaya... Kita mendapat masalah.]" Tiba-tiba suara Dzahir muncul dari radio milik Wijaya yang tersambung ke headgear nya.
"Katakan, Dzahir."
"[Well... Aku mungkin atau tidak mungkin secara tidak sengaja membunuh Jenderal Xi Anying...]" Wijaya yang mendengar hal itu mengerang dengan sangat keras.
"Apa-apaan kau ini?! Apa kau tidak becus kerja? Bagaimana caranya kau 'tidak sengaja' membunuh seorang Brigjen yang sangat dihormati dijajaran Angkatan Perang Cina?!" Teriak Wijaya yang mendapat perhatian dari anak buahnya.
"[Bos, dengarkan aku dulu, dia nampaknya berhasil mengetahui rencana kita dan ide kita untuk melepaskan Nodian yang kita tangkap di Operasi sebelumnya, akan sangat membahayakan jika saksi mata berhasil lolos dan melaporkan hal ini.]" Ujar Dzagir dengan kelewat santai.
"... Aku tidak akan bertanggungjawab atas semua ini, Dzahir, jika kita terkena masalah kau yang akan ku jadikan kambing hitam nya, ini semua adalah ide mu." Ujar Wijaya sambil mematikan komunikasi nya dengan Dzahir.
Wijaya merasa mulutnya pahit namun dia tidak dapat berkata apa-apa, ini adalah cara paling efisien yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan misi, dia yakin kalau Pak Prabowo tidak akan terlalu mempermasalahkan cara penyelesaian misi ini.
"Letkol! Semuanya siap diangkut untuk pemusnahan!"
"Dimengerti, beritahu kepada unit Lapis Baja diluar sana untuk memberi dukungan kepada truk yang membawa sang Kaisar keluar, hubungi juga pemimpin pasukan yang diluar untuk meminta pesanan Broken Arrow di posisi pasukan Cina, tekan terus mereka hingga sang Kaisar berhasil kita bawa ke KRI Sadewa." Perintah Wijaya.
"Siap Laksanakan!" Truk pengangkut pun siap berkendara keluar Pemakaman, dengan peti sang Kaisar yang ditutupi terpal agar tidak diketahui apa yang dibawa.
Saat Wijaya akan ikut naik bersama dua anak buahnya yang lain, Tiba-tiba kepala anak buahnya yang mencoba membantunya naik pecah dan tubuhnya jatuh ke belakang, Wijaya yang merasa tiba-tiba tangan si prajurit yang melemah langsung terjatuh.
"Aduh... Darimana itu tadi?!" Teriak Wijaya.
"P-Pak! Para Terracotta!-"
"Ahgghhh!!"
Anak buah Wijaya satu persatu terkena sebuah cahaya kebiruan panas yang menembus tubuh mereka layaknya pisau panas membelah mentega, Wijaya sendiri langsung melompat ke samping dan berlindung di salah satu barikade yang sempat dibangun oleh pasukan khusus Cina.
"Apa-apaan ini?! Siapa yang menyerang kita?!" Tanya Wijaya kebingungan dan membalas tembakan.
Saat Wijaya keluar dari barikade tempat dia berlindung, Wijaya melihat puluhan prajurit dengan zirah hitam yang terlihat sangat canggih dan entah terbuat dari material apa. Tapi yang membuat Wijaya sangat syok adalah, prajurit ini keluar dari patung prajurit Terracotta, prajurit Terracotta yang diceritakan dibuat untuk mengawal sang Kaisar di liang lahat ternyata terbukti sangat benar.
Tombak mereka terus menghujani posisi barikade Wijaya dan Wijaya merasakan panas dari senjata mereka, dia langsung mengisi Grenade Launcher yang ada di Senapan Serbu nya dan menembakkan granat kearah tengah-tengah posisi prajurit Terracotta yang baru bangkit dari tidur mereka, ledakan tersebut berhasil menjatuhkan mereka dan mengoyak zirah mereka.
Namun yang membuat Wijaya tambah syok dan ngeri adalah, zirah mereka yang koyak dengan cepat melakukan regenerasi dan dengan sendirinya merekonstruksi tubuh mereka. Dalam hitungan beberapa detik saja, mereka kembali berdiri dan membentuk formasi lalu berjalan dengan gagah.
"Bajingan! Semua Anaconda yang masih hidup, kalian dengar aku?!" Hanya suara statik yang dapat didengar oleh Wijaya yang membuatnya berkeringat dingin.
Tapi dia tidak akan mati tanpa perlawanan, Wijaya melemparkan dua granat asap dan langsung berlari keluar dari barikade ketika asap mulai keluar dari granat yang ia lempar, namun hal itu tidak membuat para prajurit Terracotta berhenti dan terus menghujani kearah posisi Wijaya dengan plasma biru, Wijaya yang memutar otaknya langsung melihat sebuah senjata anti-tank yang dipasang oleh tentara Cina dekat salah satu Tenda penelitian, dengan sigap Wijaya langsung menggunakan senjata tersebut, memasukkan amunisi nya dan mencari target yang tersembunyi asap.
Wijaya meneguk ludahnya dengan kasar, namun bukan musuh yang dia lihat, tapi tiba-tiba bahu kanannya di cengkram sangat kuat hingga membuat tulang bahunya patah dan sosok itu juga langsung melempar Wijaya kearah belakang hingga menabrak tembok dengan sangat keras.
"Ahhggh!! Sialan!" Wijay memegangi bahu kanannya dengan tangan kirinya, Wijaya menataop sosok yang memakai zirah seperti pasukan Terracotta lainnya namun lebih tinggi dan membawa tombak yang jauh lebih indah dengan beberapa permata berharga di taruh di sana.
Wijaya sempat melihat ke Truk yang akan membawa Peti Qin Shi Huang dan terkejut bukan main saat melihat sang supir mati dengan keadaan mengenaskan, tubuh terpotong-potong dan yang paling membuat Wijaya terkejut adalah peti Qin Shi Huang yang sudah terbuka lebar....
"Oh... Ternyata kutukan yang dikatakan itu benar, eh." Ucap Wijaya berkeringat dingin.
Sosok yang melempar Wijaya tadi, ternyata adalah Qin Shi Huang atau... Apapun yang tidur di makam Qin Shi Huang, mulai berjalab kearah Wijaya dengan pelan dan terlihat sangat menakutkan, dibelakangnya ada lebih dari delapan ribu prajurit Terracotta mulai bangkit dengan beberapa gundukan pasir yang orang-orang kira menyimpan harta, ternyata adalah sebuah kendaraan mirip APC dengan bentuk yang super canggih.
"Haghh... Sebenarnya... Siapa kalian ini?" Wijaya terlihat sangat frustasi.
Sosok Qin Shi Huang nampak menodongkan kepala Wijaya dengan tombaknya yang dapat menembakkan plasma. Wijaya menutup matanya dengan pasrah, namun setelah beberapa detik dia menunggu rasa sakit, tidak terjadi apa-apa dan malah semuanya nampak terdiam, tidak ada yang bergerak sedikit pun.
Wijaya bernapas dengan kasar dan mengambil pistol yang ada di paha nya, dia menodongkan pistol tersebut ke Qin Shi Huang dan berniat untuk menembakkan timah panas tepat ke kepala keparat ini.
"Makan ini!" Namun usaha Wijaya tergagal tatkala seluruh ruangan berubah menjadi luar angkasa dan tubuhnya menjadi sangat ringan, dia seperti melayang di udara.
Wijaya melihat berbagai fenomena luar angkasa yang berwarna-warni, mahluk yang mirip ubur-ubur seukuran Matahari nampak berenang dengan tenangnya, lalu dia tidak dapat melihat apa-apa, semuanya sangat gelap.... Lalu ledakan super raksasa yang menyilaukan terjadi namun tidak membunuh dirinya dan dari bekas ledaka itu mulai menyebar gelombang keputihan yang menciptakan banyak hal, dari planet hingga ke Matahari... Semuanya benar-benar sangat indah, Wijaya bisa melihat ini untuk selama-lamanya jika memang dia harus.
"Jadi... Ini penciptaan alam... Sungguh menakjubkan, alam semesta memang luar biasa." Gumam Wijaya dengan kekaguman.
Namun tiba-tiba dia ditarik dengan paksa dan tubuhnya terasa di lempar ke sana kemari, Wijaya merasa sangat mual dan ingin mengeluarkan makanan yang ia makan sebelum bertempur di Pemakaman sang Kaisar Pertama. Wijaya terus fokus agar tidak kehilangan kesadaran, lalu dia merasa dirinya jatuh dengan kecepatan tinggi.
Hingga akhirnya Wijaya menabrak semacam asteroid dan membuatnya tidak sadarkan diri.....
..
...
....
.......
Wijaya terbangun dan menghirup nafas dalam-dalam, dia memegang dadanya yang sangat sesak dan melihat ke kiri dan kanan. Semuanya... Sangatlah alien, tempat ini jelas-jelas semacam rumah sakit namun... Selama dia berdinas dan hidup di dunia ini, dia tidak pernah masuk ke Rumah Sakit semewah dan secanggih ini.
"Dimana... Aku?" Tanya Wijaya dengan keheranan.
"Kamu saat ini sedang berada di rumah sakit Imperium Nusantara, saya adalah Indah, perawat mu yang akan mengurus mu selama masa menginap mu disini." Ucap sosok wanita berambut ungu yang muncul sambil memegang tablet hologram dan diikuti dua robot pendek berwarna putih dengan salib merah.
(Indah Putri Savitri.)
"Indah... Aku... Seperti pernah mendengar nama mu, tapi dimana..??" Wijaya nampak berbicara ngelantur yang membuat Indah, sang Suster, menghela nafas pendek sebelum akhirnya tersenyum..
"Anda baru saja terbangun setelah seminggu pingsan, tentu saja kau akan seperti ini." Ucap Indah sambil mencentang sesuatu di tablet nya.
"Tunggu, apa?! Seminggu?! Sialan aku harus-" Sebelum Wijaya dapat bangkit dari kasur rumah sakit tempat ia baring tadi, salah satu robot menahan Wijaya dan memaksanya kembali baring.
"Maaf tuan, tapi tuan belum boleh banyak bergerak. Paduka Yuwaraja Hamdani menemukan anda dalam keadaan yang cukup mengenaskan, kami harus menggunakan beberapa botol R-Gel untuk mengobati secara penuh semua luka-luka yang kamu alami." Ucap Indah sambil melakukan pengecekan ke tubuh Wijaya.
Wijaya yang tubuhnya di cek oleh seorang Wanita cantik pun hanya diam saja, namun kewaspadaan nya setinggi langit, dia mengawasi gerak-gerik sang Wanita beserta robot yang menemaninya, insting bertahan hidupnya yang sudah terlatih di kesatuan Kopassus terus berteriak kalau sesuatu sangat salah telah terjadi.
"Baiklah, tekanan darah normal, suhu badan juga normal dan secara keseluruhan, kamu adalah lelaki yang sehat." Ucap Indah sambil menganggukkan kepalanya.
Belum sempat Wijaya angkat suara, Tiba-tiba pintu terbuka dengan cara ke samping dan muncul sosok pria paruh baya dengan jaket dokter, dia tidak sendirian, dibelakangnya ada sosok pria yang mungkin berada di umur 20 tahun dan memiliki tinggi... Buset, sekitar 200cm lebih.
"Ah dokter Saka, pasien sudah bangun dan ini hasil pengecekan yang saya lakukan barusan." Ucap Indah terburu-buru.
Dokter Saka mengambil tablet yang diberikan Indah dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hmmm... Bagus, bagus... Kerja yang bagus Indah, tolong ambil kan makanan untuk pasien kita ini, sudah cukup lama dia tidak makan, kan?"
Wijaya secara perlahan menganggukkan kepalanya... Dia terus memandang kearah pria berbadan tinggi tegap yang memasang wajah ramah kepadanya, pria ini benar-benar representasi dari Gigachad.
"Baiklah... Untuk memulai, kamu adalah Letnan Kolonel Wijaya Sanjaya dari Kesatuan Kopassus, lebih tepatnya Kompi pertama dari negara bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia, benar?" Tanya Dokter Saka sambil memegang Dogtag milik Wijaya.
Wijaya terdiam, sedang menimbang harus jujur atau berbohong. "Ya, itu benar, aku adalah Letnan Kolonel Wijaya Sanjaya... Dimana aku dan siapa kalian?"
Sang Dokter tidak menjawab dan lanjut membaca dokumen berbentuk tablet hologram dan dan kertas perintah dari Presiden Prabowo yang masih belum ia bakar.
"Anda diperintahkan ke United Front of China untuk membantu mereka dalam melaksanakan ekskavasi akan pemakaman? Hmm, bagimana menurut anda, Paduka Yuwaraja?" Tanya Dokter Saka.
"Menurut ku ini semua sangat menarik, ada banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan... Wijaya ini, jika boleh, saya ingin sedikit privasi dengan dia." Ucap Hamdani dengan senyuman.
Dokter Saka menundukkan kepalanya dan tangan kanannya berada di dada kirinya. "Tentu saja, Paduka Yuwaraja, izinkan saya melakukan pengecekan ulang lalu setelah itu anda dapat melakukan perbincangan dengannya."
"Silahkan, dok." Dokter Saka lantas bergegas melakukan pengecekan ulang untuk memastikan kesehatan Wijaya, setelah melakukan beberapa tes, seperti tes respon syaraf dan tes motorik lainnya. Setelah dirasa semuanya masih baik-baik saja dan Wijaya dapat beroperasi secara normal, Dokter Saka berbicara.
"Paduka Yuwaraja, Letkol Wijaya sudah dapat berbicara dengan anda, saya permisi tuan." Dokter Saka segera bergegas keluar dari kamar rawat Wijaya.
Sekarang, di ruangan itu hanya tinggal Wijaya dan Hamdani, mereka menatap satu sama lain dengan tatapan yang sulit dimengerti, lalu Hamdani memasang wajah penuh simpatik dan duduk di kursi sebelah kasur Wijaya.
"Sebelumnya, maafkan aku jika aku terlihat sedikit mengintimidasi, aku hanya ingin memastikan kau bukanlah suatu ancaman... Izinkan aku memperkenalkan diri ku, aku adalah Hamdani Wijaya Jayawardana IX, cucu dari Sri Baduga Dewantrapana Jayawardana, aku juga adalah penerus langsung Imperium Nusantara ini." Ucap Hamdani dengan senyuman seperti matahari.
"... Sedikit terlalu silau sobat... Kau bilang kau ini cucu Prabu Siliwangi, kan? Aku kira dia hanyalah Urban Legend." Komen Wijaya yang harus memakan banyak informasi seperti itu dalam waktu singkat.
"Ahahhaa, maafkan aku jika aku membebani pikiran mu... Namun, apa maksudmu Prabu Siliwangi? Kakek selalu bernama Dewantrapana, dia tidak pernah dipanggil demikian... Oh pembicaraan kita sudah mulai kemana-mana, huh?" Hamdani tertawa ringan.
"Kurang lebih... Bisakah kau jelaskan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi disini? Apakah Jenderal Aditya mencoba melakukan prank terhadap ku karena tidak sengaja membuat lecet mobil dinas nya?" Hamdani kembali tertawa ringan.
"Tentu saja tidak, sejauh yang aku tahu, tidak ada Jenderal bernama Aditya di Militer Imperium, gak tahu kalau NCO nya." Ucap Hamdani sambil mengelus jenggotnya.
"B-Begitu... Jadi, bisa tolong jelaskan pada ku apa yang terjadi, dimana aku dan bisa kau jelaskan tentang... Imperium Nusantara ini lebih jelas?"
Hamdani menganggukkan Kepalanya. "Tentu saja, namun ada syaratnya, setiap pertanyaan yang aku jawab maka kau juga harus menjawab satu pertanyaan dari ku, kita impas kalau seperti itu, kan?"
Wijaya memikirkan tentang hal itu... Itu terdengar sangatlah masuk akal, namun dia harus hati-hati dalam memilih jawaban, tidak mau rahasia Negaranya terungkap.
"Baiklah... Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Wijaya.
"Aku juga tidak tahu, waktu itu aku sedang berkencan dengan tunangan ku, kami menyaksikan hujan asteroid yang sangat indah, lalu kami melihat salah satu asteroid berputar arah dan malah mengarah ke taman Kekaisaran, tempat kau mendarat, seperti yang aku katakan... MENDARAT, aku dan tunangan ku pun langsung ke tempat asteroid tersebut mendarat dengan ditemani beberapa Emperor Blade dan Ksatria Bhayangkara, saat sampai kami menemukan kau terbaring dengan pakaian tempur unik mu itu dan luka parah, begitulah secara singkatnya bagaimana kami menemukan kamu." Jawab Hamdani dengan panjang lebar.
Wijaya termenung mendengar jawaban tersebut, apakah itu berhubungan dengan mimpinya yang seolah-olah melihat penciptaan alam semesta? Jika iya, maka ini adalah salah satu hal yang paling gila yang pernah Wijaya alami.
"Hah... Astaga.. Itu yang terjadi padaku... Baiklah, apa pertanyaan mu?"
Hamdani menganggukkan kepalanya. "Pertanyaan dari ku adalah, apakah kau berasal dari dunia lain? Semua teknologi dan senjata yang ada di dekat mu saat kau mendarat di Taman Kekaisaran terlihat sangatlah kuno bahkan untuk standar negara miskin seperti Kerajaan Tibet, dan lagi, aku tidak pernah melihat bendera negara seperti mu dan juga negara bernama Republik Indonesia, bisa tolong jelaskan?"
"Kau sadar kalau itu adalah pertanyaan yang banyak, kan? Tapi baiklah, senjata yang kau lihat itu adalah pistol M1911 yang dibeli lisensinya oleh negara ku, Indonesia, senjata itu sudah ada lebih dari 100 di... Dunia ku, kurasa." Jawab Wijaya.
"Ahh masuk akal kenapa kau masih menggunakan relic masa lalu ini, tapi... Mengapa? Aku mendapat laporan dari Divisi Penelitian Imperium mengatakan kalau kacamata pintar mu itu sangatlah maju dan setara dengan kacamata VR/AR buatan kami untuk komersil namun persenjataan mu sangatlah kuno, mengapa?" Tanya Hamdani lagi.
Wijaya menghela nafas. "Dan kau bertanya lagi... Baiklah, pertama-tama Negara ku bernama Indonesia... Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan banyak pulau dan banyak orang yang tinggal di sana. Negara ini memiliki kebudayaan yang sangat beragam dan banyak tempat wisata yang menarik, seperti pantai, gunung, hutan, dan situs sejarah. Bahasa yang dipakai di Indonesia adalah Bahasa Indonesia dan mata uang resminya adalah rupiah. Kami baru saja merdeka dari penjajahan sekitar... 92 tahunan yang lalu, dan untuk menjawab pertanyaan tentang persenjataan kuno ku itu...
Adalah bagian dari tradisi Kopassus yang kami ambil dari tradisi Delta Forces, pasukan elit milik sekutu terkuat Indonesia dan Negara paling kuat di tempat asal ku, Amerika Serikat. Tradisi yang dimaksud adalah, saat seorang komandan tertinggi di lapangan meninggal dunia dalam tugas, maka sang komandan akan memilih salah satu dari prajurit yang juga masih ada di lapangan untuk di pilih sebagai komandan berikutnya... Aku mendapatkan pistol itu saat mentor ku, Letnan Ginting, gugur saat Operasi Thunderclap di Hanoi." Ucap Wijaya dengan panjang lebar.
Hamdani mengelus jenggotnya dan menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku kurang lebih mengerti sekarang mengapa kau menggunakan senjata kuno dan negara... Indonesia ini. Sekarang giliran mu."
"Dimana aku saat ini? Posisi pasti jikalau bisa." Tanya Wijaya.
"Kau saat ini ada di Trowulan, Pulau Jawadwipa dan di Rumah Sakit yang dikhususkan untuk jajaran elit Imperium Nusantara." Jawab Hamdani dengan mudah.
"... Trowulan? Jawadwipa? Nama-nama ini sama dengan Kerajaan Majapahit dulu yang sempat menguasai Kepulauan Negara ku sekarang berdiri." Ucap Wijaya dengan terkejut, dia yakin ini bukan kebetulan semata apalagi logat yang digunakan oleh Hamdani itu adalah Jawa, sangatlah JAWA.
"Kerajaan Majapahit? Aneh, dulu, saat Imperium Nusantara belum terbentuk, Raja Raden Wijaya menyatukan seluruh kepulauan yang sekarang menjadi Wilayah utama Imperium, lalu mulai menaklukkan Kerajaan lain di dekat Negeri Qin, kami juga sempat beraliansi dengan Kekaisaran Fuso untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan yang bersatu di Indochina." Ujar Hamdani dengan kelewat santai dan sedikit heran, nampaknya Wijaya ini benar-benar orang dari dunia lain karena semua orang di dunia ini tahu saat aliansi Nusantara-Fuso memporak-porandakan Asia Timur saat awal-awal kebangkitan mereka, itu juga masa saat Revolusi Industri terjadi.
"What the... Tunggu, Indochina? Bolehkah aku melihat peta... Dunia kalian ini, aku ingin memastikan teori ku ini." Ucap Wijaya dengan khawatir, dia merasa sudah janggal saat mendengar nama Nusantara disebut, Nama-nama dari Kerajaan Majapahit dipakai dan nama alternatif Jepang dipakai..
"Tentu saja kawan, ini dia." Hamdani memproyeksikan peta dunia dari gelang di tangannya, hologram tersebut sedikit melakukan loading lalu muncul peta dengan resolusi tinggi.
Wijaya langsung mencari-cari keberadaan negaranya dan rasa curiganya itu benar, Imperium Nusantara adalah Indonesia di dunia atau tempat apapun ini. Wijaya melotot dan bergetar, apa yang sebenarnya terjadi?! Apakah para Nodian mencoba bermain dengan pikirannya?!
"Hey kawan, kau kenapa? Badan mu bergetar." Tanya Hamdani sedikit khawatir.
Lalu pintu ruangan dibuka dan menunjukkan Indah yang mendorong sebuah troli pembawa makanan yang mengambang tanpa roda, dua robot medis selalu mengikutinya.
"Itu karena kau memaksa dia berbicara dengan perut kosong, Kak." Ucap Indah dengan malas.
"Ah! Indah! Kau yang menjadi perawatnya ternyata..." Indah menggelengkan kepalanya melihat sang Kakak, Hamdani, terkejut.
"Tentu saja, dia belum makan sejak dia bangun tidur, minum saja tidak, aku cukup terkesan dia dapat berbicara panjang lebar sebelum mengalami hal ini." Komen Indah sambil mengambil semangkuk sup dan air putih, lalu dia duduk di kursi dekat kasur Wijaya, bersebrangan dengan Hamdani.
"Hey, minum ini dulu." Indah dengan telaten dan lembut memberi minum Wijaya yang dengan rakusnya meminum air tersebut hingga air tersebut mengalir keluar dari bibirnya karena sangking hausnya.
"Pelan-pelan, oke? Kau akan mendapatkan banyak minum, Prajurit." Ucap Indah dengan lembut.
Hamdani memperhatikan hal tersebut dengan seksama, dia terus melihat Indah menyuapi Wijaya hingga akhirnya sup itu habis dan Indah tengah menyiapkan tablet obat.
"Hah... Terimakasih, suster." Ucap Wijaya dengan lega.
"Sama-sama, sebenarnya aku menambahkan sedikit bumbu penyedap rasa di Sup itu, jadi tolong rahasiakan hal ini dari Dokter Saka, ya?" Indah mengedipkan sebelah matanya.
"Kenapa?" Wijaya.
"Saat kau dibawa kemari, tubuh mu mengalami malnutrisi yang cukup parah tubuh mu hanya diisi makanan sintetik dan air, aku cukup terkejut kenapa kau tidak muntah saat ini setelah makan sup tadi." Ucap Indah menyodorkan beberapa pil yang di makan oleh Wijaya dengan wajah hati-hati.
Hamdani angkat suara. "Makanan sintetik? Apa itu?"
"Suata serat yang diberikan zat kimia dan bumbu rempah-rempah agar memiliki rasa dan nutrisi yang sama seperti makanan asli, aku tidak terlalu tahu detailnya, tapi aku dengar makanan sintetik memang dikhususkan untuk prajurit namun tidak pernah masuk ke dalam Militer karena cadangan makanan yang berlimpah... Aku tebak, dunia apapun asal mu itu memiliki krisis pangan?" Tanya Indah penasaran.
Wijaya yang selesai makan pil sambil mendengar pembicaraan mereka mengangguk. "Ya, krisis pangan yang sangat parah, makanan asli hanya diberikan kepada para tikus di Pemerintahan sedangkan kami rakyat biasa harus makan makanan sintetik, bahkan kopi saja sampai sintetik seperti yang kau bisa lihat dari kantung ku."
Hamdani mengambil sesuatu dari kantung baju nya dan menunjukkan nya kepada Wijaya. "Ini maksudmu? Terlihat seperti snack bar biasa bagi ku."
"Memang terasa seperti snack bar biasa, namun cukup untuk memberi ku dan prajurit lain tenaga seharian penuh, namun perut akan cukup kosong." Balas Wijaya.
"Baiklah kak, kamu bisa lanjutkan pembicaraan dengan dia, aku akan pergi dulu." Indah nampak terburu-buru keluar dengan mencoba tidak menatap mata Hamdani.
"Tunggu, Indah-" Namun terlambat, Indah suda keburu keluar.
"Hah sial..." Gerutu Hamdani.
"Masalah keluarga?" Tanya Wijaya dengan was-was, dia tidak ingin mengurusi urusan keluarga orang, namun dia adalah orang Indonesia, kepo itu sudah kewajiban.
"Bisa dibilang begitu... Ah sudahlah, waktunya melanjutkan sesi tanya jawab kita yang sempat tertunda tadi... Kau kenapa nampak terkejut saat melihat peta dunia kami?" Tanya Hamdani.
"Ah itu karena, peta dunia kalian itu SANGAT mirip dengan peta dunia ku... Apa kau membawa barang ku yang lainnya, buku catatan yang ada di tas bersama ku misalnya?" Hamdani nampak mencari sesuatu di kantung jaketnya dan mengambil keluar buku catatan yang sudah jelek.
"Ini? Aku cukup terkejut kalian masih menggunakan buku, tidak ramah lingkungan kau tahu?"
"Begitulah hidup, berikan kepadaku." Hamdani memberikan buku tersebut ke Wijaya.
Wijaya membuka halaman demi halaman dan menemukan halaman yang dia inginkan, dia lalu menunjukkan halaman pada buku tersebut ke Hamdani. Hamdani melihat lebih dekat dan terkejut melihat gambar di halaman tersebut.
"Wow... Ini seriusan? Dunia mu memiliki tata letak yang sama dengan dunia kami? Apakah dunia kita ini semacam dunia kembar atau sesuatu?" Tanya Hamdani dengan nada bercanda.
"Kemungkinan besar itu dapat terjadi, namun aku saat ini akan masib berpegang teguh akan teori aku sedang ada di Dunia lain dan bukan semacam.. Ah itulah, tapi... Saat aku mengingat peta kalian, ada sebuah benua super besar di Laut Pasifik, yah?" Ucap Wijaya sambil menunjuk bagian lautan Pasifik yang memang isinya hanya lautan dan pulau-pulau kecil lainnya.
"Benar, di... Lautan Pasifik yang kau maksud itu adalah Benua Lemuria yang berisi Kekaisaran Lemuria, mereka adalah sekutu kami, Imperium Nusantara dan sedikit berbatasan dengan Columbia Serikat." Ucap Hamdani lagi sambil menunjuk Benua Amerika Utara.
"Columbia Serikat? Jadi Amerika tetap ada di dunia ini... Eh, Ngomong-ngomong, ini tahun berapa dah?" Tanya Wijaya.
"Sekarang? Tahun 1099, lebih tepatnya bulan Desember dan sebentar lagi akan diadakan perayaan tahun baru." Ucap Hamdani dengan senyuman lebar.
Mereka berdua pun melanjutkan perbincangan dan pembahasan mereka mengenai masing-masing dunia, entah kenapa mereka berdua tidak merasa aneh dengan percakapan ini dan semuanya terasa sangat normal serta alami, seolah-olah ini hal biasa yang dilakukan. Namun Hamdani, setelah ngobrol selama beberapa jam dengan Wijaya, harus bergegas pergi ke Istana Kekaisaran, karena urusan keluarga katanya, jadi dia, Wijaya, ditinggalkan disini sendiri.
Tidak sepenuhnya sendiri, karena Indah datang bersama para robot nya untuk menemani Wijaya dan karena Indah ingin melakukan bolos kerja, jadi dia menggunakan Wijaya sebagai alasannya jikalau dipanggil suster lain.
(Robot milik Indah.)
"Seriusan? Disini Nasi Goreng dijadikan makanan standar rumah sakit kecuali untuk pasien yang sakit di bagian perut?" Tanya Wijaya tidak percaya.
"Tentu saja, salah satu obat terbaik untuk menyembuhkan penyakit adalah kenyamanan sang pasien dan rasa senang, pasien senang maka mereka akan sehat! Kurang lebih begitulah filosofi kedokteran di Dunia kami ini, unik bukan?" Ucap Indah sambil tertawa dan menutup mulutnya.
Wijaya langsung memasang wajah serius. "Aku harus tahu cara menjadi penduduk tetap dunia ini."
"Hahaha, bukankah kau ada keluarga atau sesuatu di dunia asal mu?" Tanya Indah dengan senyuman kecil.
"Ya, Istri dan dua anak menunggu kepulangan Ayah nya, aku harap rumah tidak banjir." Canda Wijaya.
Indah nampak cukup terkejut saat mendengar Wijaya sudah berkeluarga dan ikut tertawa. "Aku tidak beranggapan kalau kamu ini sudah berkeluarga, Wijaya."
"Kenapa begitu?"
"Tampang mu mirip orang yang menikah dengan negara dan bendera." Celetuk Indah yang mendapatkan erangan dari Wijaya.
"Tidak kau juga, sudah cukup anak buah dan sahabat ku mengatakan itu pada ku, payah." Gerutu Wijaya.
Mereka terus melakukan perbincangan hangat, dengan sekali-sekali Indah harus keluar untuk mengambil jatah makan Wijaya dan membeli Sate Madura di depan Rumah sakit, namun perbincangan mereka harus di sela waktu karena sudah terlalu larut malam, Indah pun pamit duluan untuk pulang ke apartemen nya dan berjanji untuk datang lagi dengan cepat.
Wijaya menatap pintu tempat Indah keluar tadi dengan tatapan sulit diartikan... Dia sudah menelan semua informasi yang ditumpahkan kepadanya dan dia mendapatkan satu kesimpulan, ini semua bisa menjadi liburan bagi Wijaya yang selalu bertempur non-stop selama enam bulan terakhir, jadi dia memutuskan untuk memanfaatkan waktu nya disini dan mungkin mengumpulkan informasi mengenai teknologi dunia ini sebanyak yang dia bisa.
Wijaya berharap dengan informasi yang ia dapatkan di dunia dapat membantu negara dan umat manusia dari dunia asalnya, dia tidak ingin seluruh kerja keras dirinya dan negaranya terbakar begitu saja dalam api yang dibawa oleh para Nodian dan Wijaya bersumpah akan melakukan hal itu dengan benar.
Lelah berpikir, Wijaya pun tertidur dengan pulas nya, tanpa ia sadari ia sedang dipantau oleh beberapa Emperor Blade dan Ksatria Bhayangkara, pasukan khusus yang ditugaskan untuk menjaga Keluarga Kaisar, melakukan espionase atas perintah Kaisar dan hal yang biasanya pasukan khusus nan elit lakukan, terlebih lagi mereka hanya menerima perintah dari Kaisar dan keturunan langsungnya.
(Emperor Blade)
(Ksatria Bhayangkara.)
....
......
Keesokan pagi nya.
Wijaya terbangun dengan perasaan yang sangat segar di tubuh nya, rasanya seperti terlahir kembali! Dia melihat botol infus yang dipasang sudah diganti dengan yang baru, nampaknya itu adalah suster yang kerja Shift Malam.
"Damn, pinggang ku sakit tidur di kasur yang lembut.." Gumam Wijaya.
"Manusia macam apa yang mengeluh tidur di tempat yang empuk?" Dari pintu kamarnya, masuklah Dokter Saka dan Indah.
"Ah, Dokter, Suster Indah... Selamat pagi." Ucap Wijaya sambil menganggukkan kepalanya.
"Selamat pagi juga, Wijaya, aku akan kembali melakukan pengecekan terhadap mu, aku harap itu tidak apa-apa." Wijaya hanya menganggukkan kepalanya dan Dokter Saka langsung melakukan pengecekan kesehatan yang dibantu oleh Indah.
"Hmm... Nampaknya bahu mu sudah hampir sepenuhnya pulih setelah diberi dosis brutal oleh para petugas penanganan pertama, itu juga mungkin sebab kenapa kemarin kau sedikit lemas dan pusing, stamina mu dipaksa untuk menyembuhkan luka ini dengan R-Gel." Ucap Dokter Saka sambil bersenandung.
"Begitu, Dok, kapan aku bisa keluar dari sini?" Tanya Wijaya.
"Kemungkinan besok atau lusa, namun mengingat kau adalah prajurit yang tangguh dan diberi dosis brutal oleh petugas penanganan pertama... Palingan besok atau bahkan nanti sore." Ujar Dokter Saka dengan santai.
"B-Begitu... Terimakasih atas informasinya."
"Hmhm... Baiklah semuanya aman-aman saja, Indah, kau lanjut rawat dia yah? Aku akan ada di kantor ku dan lanjut memeriksa pasien lainnya." Dokter Saka berjalan pergi sambil melambaikan tangannya.
Pintu tertutup dan meninggal Wijaya serta Indah berdua... Mereka terdiam di dalam keheningan yang canggung. Indah yang pertama memecah keheningan. "Jadi uh... Setelah kau keluar, kau akan kemana?"
Dipikir-pikir, gak kepikiran, itulah yang Wijaya pikirkan, dia ada di dunia lain dan bukan dunia asalnya, dia tidak punya rumah, uang, kerabat atau bahkan pekerjaan disini! Bagaimana caranya agar dia bisa bertahan hidup?!
"Waduh..." Ucap Wijaya dengan mata terbuka lebar.
Indah hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Sudah kuduga, aku sebenarnya membicarakan hal ini dengan... Kak Hamdani, dia setuju untuk kau tinggal di kamar sebelah kamar apartemen ku, alasannya agar aku mudah mengawasimu."
"Apakah tidak apa-apa? Jadi tidak enak rasanya." Ujar Wijaya dengan jujur..
"Sekalinya kak Hamdani berbuat baik, kau harus menerimanya, dia itu orang yang sangat keras kepala." Ucap Indah sambil menghela nafas.
"Jadi... Aku akan tinggal di Apartemen dekat mu? Maaf jika aku akan mengganggu."
"Oh tidak apa-apa, serius, malahan aku senang akan ada teman ngobrol yang satu pemikiran dengan ku." Ucap Indah.
"Baiklah... Jadi uhh... Sekarang apa?"
Indah membuka kain penutup jendela yang tidak Wijaya sadari saat ia bangkit kemarin, dan Wijaya melihat pemandangan yang sangat menakjubkan dan membuat matanya terbuka lebar.
"Pemandangan yang sangat mengesankan, namun... Polusi nya lumayan tebal juga, huh." Komen Wijaya yang tidak terlalu bisa berkata banyak, karena dia masih kagum serta terperangah akan pemandangan kota Trowulan ini.
"Terimakasih atas pujiannya, Trowulan adalah jantung Imperium, kebanggaan kami, tentu saja pemandangannya akan cukup mengagumkan, kau harus coba lain kali lihat melalui Tangga Surga, pemandangannya akan jauh lebih indah." Balas Indah sedikit sombong.
Wijaya melihat pemandangan kota lalu melihat kearah semacam pulau di lepas pantai dengan sebuah meriam raksasa terpasang di sana, meriam itu sangat mengingatkan Wijaya akan Over The Horizon yang tengah dibangun di Jawa dan Natuna.
"Meriam apa itu?" Tanya Wijaya heran.
"Ah itu adalah senjata pertahanan orbital yang dibangun dua tahun silam semenjak beberapa meteorit keluar dari jalur mereka dan mengarah ke bumi, aku dengar para militer sampai menggunakan senjata satelit untuk menembak hancur semua meteorit dan serpihan-serpihan nya, hal yang cukup gila." Jawab Indah mengingat kejadian tiga tahun silam.
"Begitu-begitu...."
Keesokan harinya (lagi).
0800.
Wijaya nampak memakai pakaian BDU standar TNI AD yang dibawakan oleh Hamdani, karena Hamdani yang punya akses ke barang bawaan Wijaya saat datang ke dunia ini. Dia saat ini melihat tangannya yang dibalut sedikit perban karena saat melepas infus, terjadi sedikit malpraktik yang menyebabkan pendarahan, namun Wijaya tidak merasakan sakit yang terlalu berarti, dia pernah merasakan yang lebih dari ini.
"Kamu serius tidak apa-apa, Wijaya? Aku minta maaf jika itu menyakitkan." Indah selaku suster yang melepas Infus Wijaya, nampak khawatir dan merasa bersalah.
"Hmm? Aku tidak merasakan sakit yang terlalu, malahan ini hanya terasa seperti gatal bagiku entah kenapa." Ujar Wijaya yang juga sedikit heran namun dia sendiri nampaknya memiliki beberapa teori kenapa dirinya dapat menahan sakit.
Dokter Saka dan Hamdani secara tiba-tiba masuk ruangan. "Itu karena, Tuan Wijaya, anda memiliki toleransi terhadap rasa sakit yang sangat mengesankan, jika aku tidak berpikir dengan benar, aku akan berpikir kalau kau itu adalah Emperor Blade atau sesuatu."
"Uhhh... Terimakasih?" Wijaya tidak tahu itu pujian atau bukan.
"Itu adalah pujian, kawan ku, Emperor Blade adalah prajurit terhebat Imperium dan menjadi tulang punggung berbagai operasi militer baik itu rahasia mau tidak, aku melihat hasil lab dan pengecekan mu, nampaknya rasa toleransi terhadap rasa sakit mu itu alami, seolah-olah tubuh mu berevolusi untuk menahan rasa sakit sebanyak itu, sedangkan Emperor Blade harus dilatih dan memakai beberapa jenis obat-obatan." Ucap Hamdani panjang lebar.
"Aku tidak tahu harus berkata apa, aku memang terlahir seperti ini begitu juga dengan yang lain dari dunia lama ku." Ucap Wijaya dengan jujur.
"Hmm kemungkinan faktor lingkungan yang mengharuskan kalian melakukan evolusi agar dapat bertahan hidup." Ucap Dokter Saka.
Sekarang barulah tersadar si Wijaya kalau Nodian masih eksis di dunianya dan itu membuat dia bergetar dengan amarah.
Hamdani nampak menyadari hal ini dan pura-pura batuk untuk mengambil perhatian. "Baiklah, Wijaya, aku akan mengantarkan mu ke Apartemen tempat kau akan tinggal sementara waktu sampai kita tahu bagaimana cara mengirim mu kembali ke dunia asal mu, oh dan Kakek berkata ingin berjumpa dengan mu besok, jadi besok aku akan menjemput mu lagi." Ucap Hamdani menurunkan bom informasi yang kembali membuat Wijaya berpikir.
"Terimakasih atas kebaikan hati kalian namun...." Wijaya nampak ragu untuk berkata, entah kenapa semenjak datang ke dunia ini dia jadi sulit mengambil keputusan dan menjadi orang yang ragu.
"Namun apa, Wijaya?" Tanya Hamdani.
Wijaya menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak apa-apa, aku hanya bersyukur atas kebaikan kalian semua."
"Hahaha! Tidak setiap hari kami memiliki tamu dari dunia lain, tentu kami sebisa mungkin memberikan fasilitas terbaik, apalagi ternyata kita sama-sama manusia." Ucap Hamdani sambil tertawa dengan suara menggelegar.
Indah yang ada di samping Wijaya berbisik. "Sampai jumpa sore nanti, Wijaya."
Wijaya hanya menganggukkan kepalanya pelan-pelan, pasti Indah akan lanjut kerja makanya mereka akan kembali bertemu sore nanti, mengingat mereka adalah tetangga.
Setelah menyelesaikan masalah administrasi yang dilakukan Hamdani, Wijaya pun disuruh masuk ke salah satu mobil hitam yang cukup mirip dengan BMW, sebelum Wijaya masuk, dia sempat melihat beberapa pria berbadan besar tinggi dengan memakai jubah hitam dan memakai semacam topeng gas yang selang nya berjalan kearah belakang tubuh mereka.
Di sekitar juga terdapat beberapa prajurit berpakaian serba hitam dengan membawa senapan dan mereka memakai topeng gas yang sama seperti yang berbadan tinggi besar tadi. Namun... Wijaya merasa sedikit aneh dengan banyaknya warga sipil yang memakai masker gas dan banyaknya abu yang berjatuhan dari langit.
Hamdani yang baru masuk ke dalam mobil setelah menyelesaikan urusan administrasi melihat Wijaya yang memandang para prajurit yang satu persatu menaiki kendaraan lapis baja di belakang mobil yang saat ini Wijaya dan Hamdani kendarai.
"Ada apa, Wijaya?"
"Oh, tidak, hanya penasaran akan pasukan militer yang kalian punya." Jawab Wijaya kembali memandang ke depan, tas yang berisi barang bawaannya dari dunia lain tetap ada di pangkuannya.
"Hehe, itu baru bagian kecilnya saja, pasukan Imperium tersebar hingga ke Benua Afryka dan Eurasia." Ucap Hamdani dengan bangga.
"Sejauh itu? Mengesankan, kalian pasti Negara yang sangat berpengaruh besar." Puji Wijaya.
"Begitulah, walau akhir-akhir ini sedikit terjadi pemberontakan di wilayah perbatasan dengan Kekaisaran Qin dan Kerajaan India, namun itu adalah pemberontakan kecil, tidak perlu dikhawatirkan." Ucap Hamdani dengan santai.
"... Bukan kah kalian sedikit terlalu meremehkan mereka?" Tanya Wijaya sedikit khawatir.
"Tenang saja, Wijaya, mereka hanyalah pemberontak, saat mereka menyadari mereka tidak dapat memenuhi tujuan mereka, mereka akan bubar dengan sendirinya." Ucap Hamdani dengan pede.
"Aku harap itu tidak menggigit kalian tepat di bokong." Komen Wijaya.
"Hahaha, tidak akan, Supir! Bawa kita ke Pusat Penelitian Gajah Mada, aku ingin menjemput 'mereka' dulu sebelum mengantar Wijaya." Perintah Hamdani.
"Dimengerti, Yuwaraja."
Sang sopir langsung injak gas dan mereka langsung berangkat ke pusat penelitian Gajah Mada. Perjalanan tersebut memakan waktu kurang lebih tiga puluh lima menit, dan selama itu juga Wijaya dan Hamdani menghabiskan waktu untuk berbincang akan beberapa hal, membandingkan tingkat teknologi antara dunia dan lain sebagainya, walau Wijaya belum menyinggung satu hal pun mengenai Nodian dan Perang melawan mereka.
Wijaya melihat keluar jendela dan terdapat gedung raksasa dengan banyak kaca, inilah Pusat penelitian Gajah Mada, mobil yang terdapat Wijaya serta Hamdani dan para pengawal mereka berhenti tepat di depan lobby Gedung.
Dari dalam gedung, keluar dua orang, mereka berdua sama-sama perempuan yang satu Dewasa sedangkan yang satunya lagi masih berada di umur sekitar 12 tahun.
"Nah itu mereka, sebentar..." Hamdani beranjak keluar dan menemui kedua perempuan tersebut, sang wanita berambut pirang nampak memeluk dan mencium Hamdani dengan dalam sedangkan yang perempuan kecil hanya membuat ekspresi muntah.
Setelah beberapa saat, mereka masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang yang berhadap-hadapan, sang wanita pirang menatap Wijaya dengan tatapan ramah dan menjulurkan tangannya.
"Perkenalkan, aku adalah Marian Degenbrecher, tunangan dari Hamdani, salam kenal." Ucap sang wanita dengan ramah, namun Wijaya merasakan aura misterius di sekeliling tubuhnya.
"Wijaya, Wijaya Sanjaya, salam kenal juga." Ucap Wijaya memperkenalkan dirinya juga dengan singkat dan menjabat tangan Marian, lalu mereka menarik tangan mereka kembali.
Marian lalu mencolek gadis kecil yang bersamanya tadi. "Nah Nirmala, perkenalkan diri mu."
Sang Gadis yang bernama Nirmala dengan malunya menjulurkan tangannya. "H-Halo... Aku Nirmala, salam kenal."
Wijaya tersenyum kecil, Nirmala mengingat Wijaya akan anak-anaknya yang ada di dunia asalnya. "Halo nak Nirmala, salam kenal kepadamu juga."
"Baiklah, supir! Bawa kita ke Apartemen Lung." Perintah Hamdani.
"Dimengerti, Yuwaraja." Mobil kembali bergerak dengan diikuti kendaraan lapis baja dari belakang.
Nirmala nampak baring dipangkuan Marian dan perlahan tertidur, Wijaya memandang kearah Nirmala lalu kearah Hamdani.
"Kecelakaan?" Tanya Wijaya dengan serius.
"Syukurnya tidak, kami mengadopsinya setelah dia akan dilelang di pasar gelap." Balas Hamdani yang tidak kalah serius.
"Kau baru saja menghindari penyesalan 18 tahun yang akan datang sobat, aku iri pada mu, namun nampaknya kau akan tetap keluar biaya." Lanjut Wijaya dengan serius.
"Selama itu, heh? Sepertinya aku bisa belajar satu atau dua hal dari mu, Sepuh Wijaya." Mereka berdua terdiam satu sama lain, sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak yang membuat Nirmala terbangun karena terganggu mendengar suara berisik dari kedua pria ini.
Marian menghela nafas. "Oh astaga, inikah lelaki yang aku cintai?"
Setelah beberapa menit, mereka akhirnya berhenti tertawa... Wijaya memutuskan untuk berbicara, namun kali ini benar-benar serius.
"Baiklah... Cukup bercandanya, Hamdani, apa kau membaca buku ini dan beberapa buku lain yang aku bawa sebelum kau mengembalikannya?" Tanya Wijaya.
Hamdani termenung lalu menggelengkan Kepalanya. "Tidak terlalu, namun aku sempat membaca sebuah kalimat yang mengatakan kalau Tanah Fuso dunia mu sedang diinvasi oleh sesuatu, bisa jelaskan?"
Suasana seketika mencekam, Hamdani memandang Wijaya dengan tatapan serius sedangkan Marian mendekap Nirmala dengan erat.
Wijaya menghela nafas. "Ya, sesuatu menginvasi Jepang atau Fuso di dunia lama ku... Sesuatu itu bukanlah Negara lain melainkan Alien."
Hamdani dan Marian terkejut bukan main mendengar pernyataan yang diluncurkan oleh Wijaya dari mulutnya. Marian angkat suara dengan nada khawatir. "Alien? Tapi... Bagaimana bisa? Bukannya Semesta ini mengalami The Great Filter beberapa juta tahun lalu?"
"Jahanam jika aku tahu, mereka datang secara tiba-tiba tepat saat kami baru saja merayakan tahun baru dan kemenangan atas Perang Global yang melahap dunia dalam pertumpahan darah terbesar pada saat itu, sejak itu seluruh negara dari dunia asal ku mulai bersatu dan mencoba melawan balik para Alien ini." Ucap Wijaya sambil mengelus buku catatan yang dia pegang.
"Lalu, apa kalian memenangkan perang tersebut?" Tanya Hamdani.
"Hahaha, tentu saja tidak, nyatanya kami dibuat sadar akan kecilnya kami sebagai manusia, mereka mendarat di bumi dan menguasai hampir seluruh wilayah Eropa dan Asia dalam hitungan 8 tahun, mereka membuat kehidupan layaknya neraka." Jawab Wijaya dengan nada dingin..
Kali ini Marian yang berkata. "Aku benar-benar tidak percaya kalau Alien itu nyata, namun melihat eksistensi diri mu saat ini, aku harus percaya nampaknya... Berapa banyak?"
".... Kurang lebih 4 Milyar, Terima atau tidak, itu terserah kalian." Jawab Wijaya dengan nada sendu.
Terlalu banyak kepedihan dan kesengsaraan terjadi di dunia milik Wijaya, mereka merasa kasihan dan merasa ingin membantu dunia tempat asal Wijaya dalam memenangkan perang melawan... Apapun Alien ini.
"Benar-benar sangat mengerikan, Perang Antartika saja hanya memakan korban jiwa sebanyak 78 ribu orang dan perang terbesar kita, Perang Akbar, hanya memakan korban jiwa sebanyak 1 juta orang... Bagaimana kalian bisa bertahan selama hampir 80 tahun?" Tanya Hamdani terpukau dan merasa respek akan dunia Wijaya yang walau telah dipukul jatuh, tetap kembali bangkit dan membalas dengan pukulan yang sama sakitnya.
"Manusia sudah ditempa dalam Baja dan Darah, peperangan dan kehancuran mengalir di nadi kita, begitulah takdir dan kemampuan yang Tuhan berikan kepada kita." Ucap Wijaya sambil mengelus foto yang dia ambil dari dompetnya, itu adalah foto saat Istri nya melahirkan anak pertama mereka.
Marian menyela. "Menurut ku, tidak, Wijaya... Umat manusia lebih dari itu, aku tahu kalau terkadang kita ini bajingan dan selalu mencoba menyebabkan kekacauan untuk untuk dimanfaatkan, namun, tidak semua manusia seperti itu. Sekarang ini, seluruh negara yang ada di Planet Biru ini telah mengesampingkan keegoisan masing-masing dan berjuang bersama untuk menembus garis akhir, Ruang Angkasa."
"Benar apa yang dikatakan Marian, namun aku tidak akan terlalu mempertanyakan ideologi kalian, nika itu yang membuat kalian bertahan hidup sampai selama itu, maka biarkanlah." Ujar Hamdani yang memang lebih realistis.
"Terimakasih atas pengertiannya, aku tahu kalian akan sedikit sulit menerima semua hal dari Dunia ku, mengingat betapa damai nya dunia ini." Ujar Wijaya dengan anggukan kepala.
Mereka akhirnya sampai di apartemen Lung, yang akan menjadi tempat tinggal sementara waktu bagi Wijaya di dunia ini.
Wijaya yang sudah keluar dari mobil, memandang Apartemen tersebut dengan pandangan yang campur aduk.
"Aku merasa kembali ke Uni Soviet, apalagi dengan Apartemen mereka." Komen Wijaya..
"Penampilan luarnya memang sedikit kurang terurus, namun fasilitas dalamnya sangatlah lengkap untuk sebuah Apartemen murah dan dapat dijangkau rakyat jelata, itulah motto Korporasi Lung." Ucap Marian sambil membersihkan sedikit bahu nya dari hujan abu.
"Oh iya, aku lupa... Tolong pakai ini." Marian menyerahkan masker gas ke Wijaya yang langsung dia pakai.
Setelah berhasil terpakai, Wijaya bertanya dengan heran. "Ada apa dengan abu ini? Erupsi gunung berapi?"
"Bukan, fenomena ini sering terjadi pasca perang Antartika beberapa tahun lalu, para peneliti sampai saat ini masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab fenomena ini." Jawab Marian.
"Begitu... Apa fenomena aneh ini terjadi di seluruh dunia?" Tanya Wijaya.
"Tidak, ini hanya terjadi wilayah Asia Timur, Tenggara dan Tengah." Jawab Marian lagi.
"Bukannya itu cukup aneh?" Tanya Wijaya.
"Memang, sampai saat ini itulah yang membuat para peneliti dan ahli kebingungan, salah satu alasan yang membuat kami melakukan ekspedisi menembus Garis Akhir untuk mencari jawaban yang sebenarnya." Kali ini Hamdani yang menjawab sambil menggendong Nirmala.
"Begitu... Baiklah, aku mengerti." Mereka bertiga dengan Nirmala yang tidur langsung berjalan kearah kamar Apartemen Wijaya yang baru.
Saat sampai, Marian yang diberikan kunci oleh Hamdani di mobil tadi langsung membuka pintu tersebut dan mereka semua masuk ke dalam kamar Wijaya. Wijaya melihat dengan tatapan sedikit heran dan melongo pemandangan dari kamar apartemen nya ini.
"Apa-apaan ini? Aku merasa kembali ke Rumah Dinas Perwira tinggi Italia." Komen Wijaya terpukau.
Hamdani tertawa. "Hahaha, aku sedikit meminta bantuan pada teman-teman ku yang pintar dalam dekorasi, aku senang kalau kau suka."
"Suka? Aku jatuh cinta, serius, kos-kosan ku saat kuliah dulu saja tidak sebagus ini, tapi jauh beda sih...." Gumam Wijaya.
Wijaya berjalan masuk dan melihat-lihat ruangan tamu kamar apartemen baru nya ini, Hamdani menaruh Nirmala di sofa dan menyelimuti nya sedangkan Marian langsung ke dapur untuk membuatkan minum. Wijaya membuka kain jendela dan menatap keluar jendela yang langsung menunjukkan pemandangan gedung pencakar langit dari Kota Trowulan.
"Benar-benar pemandangan yang menyegarkan mata." Komen Wijay sebelum akhirnya kembali ke sofa yang ada Hamdani, Nirmala yang tidur dan Marian yang menuangkan teh dari sebuah pot.
"Bagaimana Wijaya? Mantap bukan?" Ucap Hamdani sambil menyeringai.
"Lebih baik dari kos-kosan lama ku, abu dan kabutnya sedikit menganggu pemandangan sih." Balas Wijaya yang duduk di sofa.
"Silahkan teh nya." Ucap Marian.
"Terimakasih."
Mereka pun lanjut berbincang-bincang mengenai berbagai macam hal, lebih ke Wijaya banyak bertanya tentang dunia ini dan Hamdani serta tunangannya yang menjawab pertanyaan dari Wijaya. Setelah beberapa jam berlalu, Mereka pun pamit untuk pulang, meninggalkan Wijaya duduk sendiri menghadap TV besar dihadapannya.
"... Kok bosen ya?" Wijaya pun memutuskan untuk menutup matanya dan tertidur.
...
.....
Selang beberapa jam Wijaya tertidur, pintu apartemen nya tiba-tiba diketok oleh seseorang, hal ini langsung membangunkan Wijaya yang melompat ke belakang sofa untuk berlindung, jantungnya berdegup dengan kencang.... Wijaya secara perlahan pergi ke kabinet dapur dan mengambil sebuah pisau yang memang sudah disediakan oleh pihak Apartemen.
Wijaya perlahan berjalan secara mengendap-endap ke pintu Apartemen, dengan pisau dibelakang badannya, Wijaya membuka pintu dan bersiap. Wijaya hampir menjatuhkan pisau yang tangan kanannya pegang, sosok yang mengetok pintu Apartemen milik Wijaya adalah Indah yang terlihat lelah dan membawa banyak plastik belanjaan.
"Indah! Astaga, aku kira siapa." Ucap Wijaya terkejut.
"Tentu saja ini aku, aku tadi pagi kan sudah berjanji untuk mampir sambil bawa makanan." Ujar Indah dengan letih.
Wijaya teringat hal itu dan memasukkan pisau di tangan kanannya di celana bagian belakangnya dan menutup keberadaan pisau tersebut dengan bajunya.
"Ahaha, iya, maaf, aku baru bangun tidur karena bosan, silahkan masuk... Oh iya, itu biar aku bawa." Wijaya dengan santainya mengambil plastik belanjaan besar dari tangan Indah dan membawanya ke meja makan.
"Terimakasih, Wijaya, aku tahu kalau barang-barang itu akan membuat tangan ku copot." Ucap Indah dengan senyuman pahit.
"Sama-sama, memangnya kamu bawa apa sih?" Tanya Wijaya heran.
"Ah ini, makanan instan, aku tahu fasilitas dan furnitur disini lengkap, tapi tidak ada bahan makanan yang tersedia... Kau bahkan tidak punya pekerjaan atau uang di dunia ini, kan?" Tebak Indah dengan cukup akurat.
"Aduh... Kau benar, aku lapar dari tadi siang, kau memang penyelamat, Indah." Ucap Wijaya dengan tulus.
Indah tertawa renyah dan merasakan hal aneh ditubuhnya, namun dia menepis hal itu. "Kalau begitu, mari kita seduh Nusamie nya."
"Nusa- apa?" Wijaya nampak bingung.
"Nusamie adalah Mi Instan yang sangat terkenal di Imperium dan seluruh dunia, ini adalah salah satu makanan instan yang paling digemari karena murah, mudah dibuat dan secara mengejutkan, menyehatkan." Jelas Indah.
"... Mirip dengan Indomie, huh." Komen Wijaya melihat bungkusan Mi instan dengan logo Nusamie.
"Mi Instan dari dunia mu?" Tanya Indah.
"Yap... Ini rasa apa?" Wijaya memegang salah satu bungkusan Mi.
"Oh... Ini? Ini salah satu varian rasa baru, cita rasa Fuso, katanya... Nusamie Ramen!" Seru Indah sambil menghidupkan kompor yang diisi air, seluruh kompor di Imperium saat ini telah menggunakan kompor induksi, jadi tidak ada lagi kompor api... Kompor api hanya dipakai di acara khusus seperti pesta perkawinan dan lain sebagainya.
Mereka berdua memasak Mi Instan tersebut dan setelah beberapa menit, mereka memakan Mi tersebut bersama-sama dengan diselingi canda tawa di sana sini... Benar-benar terasa seperti rumah, pikir Wijaya.
"Jadi... Wijaya, apa yang akan kau lakukan sehari-hari? Tidak mungkin hanya berdiam diri disini, kan?" Indah memulai sebuah topik yang menurutnya penting.
"Hamdani menawarkan ku sebuah pekerjaan yang menarik, bergabung dengan suatu Tim khusus, aku juga masih bingung dan masih merasa sangat sanksi... Namun aku sedikit memercayai Hamdani dan lagipula, aku sendirian serta tidak punya teman di dunia ini, lebih baik memperluas relasi." Balas Wijaya dengan tenang.
"Pekerjaan tempur, huh... Oh well, jangan sampai masuk rumah sakit terus, yah?" Tawa Indah.
"Tidak terlalu janji, Tenda medis dan rumah sakit sudah seperti rumah kedua ku." Ujar Wijaya sambil menyeringai.
"Hahahaha!"
Indah mengangkat gelasnya yang berisi bir dan berkata. "Untuk rumah sementara?"
Wijaya ikut mengangkat gelasnya. "Untuk rumah sementara dan penemuan dunia baru!"
Mereka berdua pun minum-minum dan tertawa bersama.
......
.........
.............
Beberapa minggu berlalu dengan relatif cepat, bahkan Wijaya saja tidak sadar kalau dia saat ini berada di dunia yang asing. Selama beberapa minggu ini juga dia telah bekerja bersama para Ksatria Bhayangkara dan sesekali dengan Emperor Blade.
Dan menurut Wijaya selama dia bertarung bersama mereka, dia mendapatkan banyak sekali pelajaran baru yang sangat berharga, seperti teknik baru untuk bertahan hidup, bertarung atau bahkan melakukan hal yang normal seperti tidur... Semuanya benar-benar membuka mata Wijaya.
Mereka, para Ksatria Bhayangkara dan Emperor Blade tentu juga ikutan belajar dari sosok prajurit hebat seperti Wijaya, mereka awalnya tidak terlalu mempunyai rasa respek terhadap Wijaya, namun setelah melakukan pelatihan bersama dan misi bersama, mereka menumbuhkan rasa respek terhadap Wijaya.
Semuanya benar-benar berjalan lancar, Wijaya menjadi lebih dekat dengan Indah dan Wijaya mendapati dirinya sering merawat Nirmala saat Hamdani dan Marian sedang sibuk menyiapkan pernikahan mereka, Nirmala awalnya nampak selalu gugup saat berada di sekitar Wijaya, namun setelah beberapa hari Nirmala mulai melunak dan sangat suka bermain dengan Wijaya.
Tapi tentu, tidak semuanya dapat berjalan dengan baik, bukan? Lagipula... Dimana serunya suatu cerita tanpa tragedi.
Saat ini, Wijaya nampak dengan pakaian tempur standar Angkatan Darat Imperium (foto ada di atas) dan sedang duduk di dalam mobil, dia ditugaskan oleh Hamdani untuk menjemput Nirmala dan mengantarnya pulang, apalagi hari ini adalah Ulang Tahun Nirmala, jadi mereka menyiapkan pesta ulang tahun yang meriah untuknya.
(Nirmala.)
Wijaya telah menunggu selama beberapa menit kurang lebih, namun tidak ada tanda-tanda Nirmala yang keluar, banyak orang tua dan anaknya sudah pulang namun Nirmala juga belum keluar.
"Dimana dia? Kok perasaan ku gak enak ya." Wijaya yang sudah bosan menunggu, lantas keluar dari mobilnya dan langsung menemui salah satu guru yang ada di depan gerbang sekolah.
"Permisi pak, apakah anak yang namanya Nirmala sudah keluar?" Tanya Wijaya dengan sopan.
"Loh? Tapi tadi dia sudah dijemput oleh seseorang." Ujar sang Guru.
Jantung Wijaya langsung berdegup dengan kencang.
"Anda tahu kemana arah mereka pergi, dan yang ciri-ciri menjemputnya?"
"Maaf pak, tapi saya tidak bisa memberitahu anda karena regulasi-" Wijaya langsung memegang kerah baju guru tersebut dengan tatapan paling tenang yang bisa ia pasang.
Disekelilingnya, Orang-orang mulai was-was dan khawatir.
"Dengar, kawan, ini adalah hari yang spesial untuk Nirmala, dan jika Orang Tua asli Nirmala tahu kalau dia ternyata diculik, maka kau tidak akan pernah melihat Matahari kembali." Ancam Wijaya sambil menekan beberapa bagian tubuh guru tersebut, yang paling banyak di bagian perut.
"B-Baik, pak! Maaf! Dia pergi kearah sana..." Wijaya melepaskan guru tersebut dan langsung bergegas menuju ke tempat yang ditunjuk.
"Disini Wijaya! Meminta bala bantuan di tempat ku segera!" Ucap Wijaya melalui alat komunikasi nya dan lanjut berlari.
Saat ini Wijaya hanya berbekal sebuah Las Pistol dan juga Pisau Tempur nya yang ternyata ikut terbawa ke dunia ini dan dikembalikan oleh Hamdani, tapi walau begitu, Wijaya bertekad kuat untuk menyelamatkan Nirmala, tidak lagi dia akan kehilangan orang penting dalam kehidupannya!
Akhirnya, Wijaya sampai di salah satu Gudang terbengkalai dengan keadaan yang memperihatinkan, Wijaya melihat beberapa orang dengan pakaian sipil dan memegang senapan serbu Laser yang cukup antik dalam Angkatan Bersenjata Imperium, namun tetap mematikan.... Bagaimana orang-orang ini mendapatkan senjata seperti itu dan untuk apa?
Wijaya menganalisa sekitar dan menemukan ternyata Gudang ini hanya dijaga empat orang diluar... Tidak tahu kalau di dalam, Wijaya yang tidak ingin menunggu bala bantuan langsung mendekat...
Saat sudah merasa di posisi yang pas, yaitu dibelakang sebuah kontainer terbengkalai dekat dengan salah satu penjaga... Wijaya langsung menggorok leher penjaga tersebut dan menutup mulutnya agar tidak bersuara, setelah dipastikan sang Penjaga Mati, Wijaya langsung mengambil senapan punya penjaga yang sudah mati dan menghujani ke para penjaga yang tersisa dengan laser.
PSIU PSIU PSIU.
Ketiga penjaga tersebut tumbang, namun salah satu penjaga masih selamat mengerang kesakitan dan menangis, Wijaya mendatanginya dengan tatapan yang bukan manusia normal, lebih ke binatang buas yang rasa haus akan darahnya perlu di puaskan.
"Maafkan aku...! Aku hanya diajak-" Leher penjaga tersebut dipijak dengan keras secara berkali-kali oleh Wijaya hingga sang penjaga langsung mati dengan suara dia tercekik darah yang terdengar sangat menjijikkan.
Saat akan lanjut, Wijaya mendengar suara hentakan kaki yang terdengar sangat berat, ternyata saat Wijaya membalikkan badannya, itu adalah Satu Ksatria Bhayangkara dan Emperor Blade, dengan sang Emperor Blade yang membawa sebuah koper.
"Wijaya. Ambil. Ini." Sang Emperor Blade melemparkan koper tersebut ke tanah dan saat Wijaya buka, ada sebuah senapan serbu yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
"Prototipe?" Tanya Wijaya sambil memakai rompi anti-laser yang juga ada magazine pouch.
"Yap, kami kira itu dapat membantu kita dalam menghadapi... Serangga ini." Ucap sang Ksatria Bhayangkara.
"Raden, kehadiran Rangga disini saja sudah cukup untuk menghabisi satu batalyon prajurit, apalagi kau, sosok Ksatria Bhayangkara yang hebat." Komen Wijaya.
Raden atau sang Ksatria Bhayangkara hanya tersenyum sombong dibalik helm nya, sedangkan Rangga, sang Emperor Blade banya diam.
"Baiklah, mari?" Mereka bertiga lalu menuju ke pintu raksasa yang ada di depan Gudang.
Rangga yang memiliki kekuatan fisik yang luar biasa monster, langsung mengoyak pintu besi tersebut dan membuat pintu masuk yang cukup besar untuk mereka bertiga masuk. Raden langsung menyiapkan kedua Gatling Gun nya dan Wijaya yang memeriksa Heat Sink terhadap persenjataannya.
"Maju." Gumam Rangga yang langsung berjalan dengan gagah.
Saat berada di dalam, mereka mendapati sosok Nirmala tergantung dengan kedua tangannya di rantai ke langit-langit... Kondisinya saat ini sangatlah mengenaskan.
Seluruh tubuhnya terisi oleh lubang akibat tembakan laser, salah satu matanya nampak dicabut secara paksa, semua kuku kaki dan tangannya dicabut dan dari bekas luka cabutan itu mengalir darah segar serta dagingnya dipaku, ada beberapa besi tajam yang tertancap di tubuhnya, isi perutnya berhamburan ke lantai dan secara keseluruhan... Nirmala terlihat mati.
Mereka bertiga menatap hal tersebut dengan tatapan syok dan tidak percaya, amarah mereka memuncak dan secara tiba-tiba mereka dikepung dari segala arah oleh banyak musuh, Rata-rata mereka memakai pakaian sipil.
"... Waktunya membunuh." Wijaya menggerutu dan mengubah senjatanya dari mode senapan serbu ke mode shotgun.
Tanpa peringatan, Rangga langsung melesat maju dan membunuh empat musuh sekaligus dengan cara menabrak mereka dengan tubuh besarnya, Raden menghujani posisi musuh yang mengelilingi mereka sedangkan Wijaya langsung maju ke posisi musuh dan bertarung dengan jarak dekat dengan mereka.
Wijaya menembak lutut kanan salah satu musuh, mengokang shotgun nya dan langsung menembak kepala sang musuh yang lebih rendah akibat dia jatuh berlutut. Dia mengulangi hal yang serupa dengan semua musuh yang dia lihat, namun ada beberapa saat dimana dia memompa banyak laser langsung ke tubuh mereka.
Pembantaian satu sisi itu hanya berlangsung selama 5 menit, setelah berhasil membantai mereka, Wijaya langsung menghampiri Nirmala yang tersiksa.
"Nirmala! Nirmala! Kau masih di sana?!" Tanya Wijaya dengan keras.
"Pa...man... Sakit..." Gumam Nirmala dengan suara serak.
"Tenanglah nak! Para dokter akan memperbaiki mu! Rangga, Raden! Tolong aku lepaskan dia!" Rangga langsung memutuskan rantai yang mengikat Nirmala dan secara perlahan menggendongnya, hati Rangga hancur saat melihat keadaan Nirmala yang mengenaskan seperti ini.
Raden yang baru datang nampak mengepalkan tangannya, hatinya dipenuhi dendam. Sedangkan Wijaya terus mengelus kepala Nirmala, berharap untuk menenangkan Nirmala yang merintih kesakitan.
"Pa...man... Apa aku... Ana..k... Yang... Baik...?" Tanya Nirmala dengan lirih.
"Ya, nak, kau anak yang baik, bertahanlah, oke?! Akan ada pesta besar menantimu, makanan, kue, semuanya bisa kamu makan! Kamu hanya harus bertahan...!" Seru Wijaya.
"Terde...ngar... Menyenangkan... Tolong... Bilang... Ke... Mama... Dan... Papa... Agar janga....n... Khawatir..." Lalu Nirmala menutup matanya untuk selama-lamanya.
Raden yang baru datang nampak mengepalkan kedua tangannya sedangkan Rangga hanya menghela nafas kasar, Wijaya sendiri hanya menangis dalam diam... Tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk menyelamatkan Nirmala... Takdir yang kejam untuk gadis yang ceria seperti dia.
Wijaya lalu mengambil Holophone miliknya dan menelpon Hamdani.
"Hey, Hamdani."
"[Jaya! Astaga, aku sempat khawatir saat kau mengatakan Nirmala diculik, untung saja kau ada untuk membereskannya. Kalian sedang dalam perjalanan pulang, kan?]" Tanya Hamdani dengan nada ceria.
"Nirmala dia... Dia meninggal, bro." Wijaya memutuskan untuk langsung jujur.
"[A-Apa maksudmu Wijaya? Kamu jangan bercanda seperti itu dong, Nirmala saat ini sedang disampingmu dan sedang menahan tawa, bukan?]" Wijaya dapat mendengar suara Hamdani bergetar.
"Hamdani... Aku tidak pernah berbohong saat serius, maafkan aku... Aku terlambat.."
"[... ANJING! BABI! WIJAYA, AKU INGIN KAU DAN SELURUH EMPEROR BLADE UNTUK DIMOBILISASI DAN BANTAI SEMUA PELAKUNYA AKU TIDAK INGIN ADA YANG TERSISA! KALAU PERLU, KEJAR KE NERAKA!]" Wijaya terpaksa harus menjauhkan Holophone tersebut dari telinganya.
Wijaya terus mendengar amarah dari Hamdani yang seperti operator MG42 mencoba melindungi Hutan Ardennes dari gempuran Banzai IJA di Perang Dunia Kedua. Setelah beberapa menit berlalu...
"[Tidak tidak tidak tidak mungkin kan? Aku mohon Wijaya... Aku mohon... Tolong bilang kalau ini hanyalah candaan jelek darimu, kan? Aku tidak akan marah... Aku akan memaafkan mu, tolong... Bilang kepadaku kalau Nirmala saat ini sedang tertawa terbahak-bahak dibelakang mu...]" Hamdani terdengar menangis tersedu-sedu.
"Maafkan aku, kawan, aku dan yang lain akan sebisa mungkin membawanya kembali dalam keadaan yang baik." Wijaya lalu mematikan Holophone nya dan menatap kedua rekannya dengan tatapan sulit diartikan.
"... Raden, mana Medevac nya?" Tanya Wijaya dengan suram.
Tiba-tiba terdengar sebuah mesin jet yang perlahan mendekat dan mendarat. "Itu dia, aku akan memberitahukan situasi Nyonya Nirmala kepada mereka."
Wijaya menatap Raden pergi dengan tatapan sulit diartikan, sedangkan Rangga terus mendekap tubuh rusak dari Nirmala.
...
....
.......
Wijaya nampak berada di pemakaman, dia memakai pakaian serba hitam dan memegang payung hitam karena situasi sedang hujan. Disampingnya ada Indah yang tengah menangis tersedu-sedu dan menjadikan Wijaya sebagai tempat dia berpegang.
Wijaya melirik kearah Hamdani yang menatap peti Nirmala yang secara perlahan diturunkan dan ditanam, Marian nampak sangat berduka dan terus menangis, tangisan yang tidak akan dapat membawa seseorang kembali ke kehidupan, Wijaya menatap ke langit yang mendung.
"Benar-benar hari yang buruk untuk hujan." Gumam Wijaya.
Pemakaman pun selesai dan semua orang mulai bubar, dengan yang tersisa di sana hanyalah Wijaya, Hamdani, Marian dan Indah. Mereka menatap kuburan Nirmala dengan tatapan sedih dan berduka. Hamdani lalu mendatangi Wijaya dan mencengkram kerah bajunya.
Indah melihat itu mengelap air matanya dan mencoba melerai mereka. "Kak! Jangan di depan kuburan Nirmala!"
"Diam, Indah! Wijaya... Katakan kepadaku... Katakan dengan jujur... Apa... Apa... Apakah aku telah menjadi sosok ayah yang baik? Apakah Nirmala membenciku karena tidak ada di sana saat dia paling membutuhkan ku?!" Mata Hamdani nampak seperti seorang hewan yang ketakutan.
"Kawan, kau bukanlah ayah yang baik...." Hamdani nampak lemas mendengar hal tersebut.
Namun Wijaya mengepalkan tangannya dan menunjuk dada Hamdani lalu berkata. "Tapi kau adalah ayah terbaik yang seorang anak bisa dapatkan, banggalah, kawan ku, kau ayah yang jauh lebih baik bahkan dariku... Aku lah ayah yang gagal disini, bukan kau."
"Terimakasih... Terimakasih..." Marian lalu menarik Hamdani ke mobil pribadi mereka dan pulang ke rumah mereka untuk berduka, sebelum pergi Marian melihat kearah Wijaya dan berbicara namun tanpa suara.
'Terimakasih telah berjuang.'
Wijaya mengepalkan tangannya, dia gagal sialan! Orang-orang seharusnya tidak berterimakasih kepadanya, seharusnya mereka menyalahkan dirinya dan menghukum dirinya! Namun tidak, mereka berterimakasih kepadanya dan membuat rasa bersalah di hati Wijaya semakin menjadi-jadi.
Indah yang ada di sampingnya memeluk Wijaya dan juga menariknya ke salah satu mobil yang mereka sewa untuk pemakaman ini, perjalanan pulang sangatlah senyap tanpa suara, bahkan Indah yang biasanya ceria dan banyak bicara terlihat muram, kematian Nirmala benar-benar membuat banyak orang sedih.
Mereka sampai di Apartemen milik mereka dan langsung masuk ke apartemen milik Wijaya, tanpa memperdulikan apapun... Mereka berdua berpelukan di sofa sambil berselimut... Rasanya nyaman, pikir Wijaya.
Waktu berlalu dan kematian Nirmala sekarang bagaikan angin lalu bagi banyak orang, bahkan tidak ada yang mengingat siapa itu lagi sosok Nirmala, begitulah manusia, selalu melupakan.
Hamdani dan Wijaya bersumpah untuk memburu semua anggota pelaku pembunuh Nirmala dan membawa mereka ke ranah hukum, namun tanpa mereka sadari, para pelaku saat ini sedang melakukan pertemuan di suatu tempat rahasia yang pasti bukan di Kolumbia.
Di sana ada lima sosok hitam yang nampak membicarakan sesuatu.
"Jadi... Itu adalah keduabelas yang kita bunuh, eh?" Komen salah satu bayangan tersebut.
"Benar, tersisa satu yang masih berkeliaran diluar sana."
"Tapi... Apa ini tindakan benar membunuh seorang gadis kecil? Kalau seperti korban sebelumnya yang rata-rata sudah Dewasa aku tidak akan terlalu mempermasalahkannya." Salah satu bayangan berargumen.
Salah satu bayangan mendengus. "Apa peduli kita? Mereka hanyalah kotoran yang harus dibersihkan untuk keamanan dunia, lebih baik kita menyingkirkan mereka sebelum akhirnya mereka lepas kendali dan membunuh banyak orang."
'Kalian baru melakukannya lho.'
Semua orang yang di dalam bayangan terkejut mendengar suara anak kecil yang terdengar bergema, lampur penerangan yang dihidupkan seketika mati, membuat semua orang dalam bayangan waspada.
'Kalian baru saja menghancurkan mimpi seorang anak kecil yang hanya ingin bahagia, waktunya kalian menerima ganjaran dari perbuatan kalian.'
Tiba-tiba muncul sebuah asap hitam dan asap itu terhirup oleh semua sosok di bayangan yang membuat mereka batuk-batuk darah lalu tubuh mereka perlahan berubah dengan cara yang sangat menjijikan dan menjadi seperti... Kambing yang paling menjijikkan di sejarah dunia. Suara rintihan kesakitan mereka semua membuat sosok gadis kecik tersebut tertawa layak nya orang Gila.
'Sekarang... Waktunya menghilangkan anomali yang mengganggu itu.' Sosok gadis kecil tadi langsung ber-teleportasi dengan percikan api ungu.
Di Apartemen Wijaya.
Wijaya nampak sedang terbaring dengan dipeluk Indah, mereka masih memakai pakaian yang sama mereka pakai setelah pulang dari pemakaman Nirmala, Indah tertidur pulas setelah lelah menangis sedangkan Wijaya tidak bisa tidur dan terus memikirkan ribuan cara tentang bagaimana dia bisa menyelematkan Nirmala.
"Kau tidak bisa melakukan apapun, Paman." Bulu kuduk Wijaya langsung naik dan instingnya langsung berteriak untuk lari.
Wijaya perlahan melihat ke arah jendela dan terdapat sosok Nirmala dengan pakaian yang sama seperti sebelum dia meninggal, dengan banyak bekas luka jahitan di tubuhnya dan memiliki warna mata ungu yang sangat dalam.
"Nirmala! Bagaimana kau bisa ada disini?!" Tanya Wijaya dengan keras yang membuat Indah terbangun.
Indah ingin bertanya kenapa Wijaya berbicara dengan keras, namun dia melihat Nirmala dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya, air mata kembali meleleh dari kedua matanya.
"Aku hanya ingin menyelesaikan masalah disini, Paman, kamu seharusnya tidak ada di Waktu ini." Ujar Nirmala dengan wajah tanpa ekspresi.
"Apa maksudmu dengan waktu ini, Nirmala?!" Tanya Wijaya dengan heran.
"Paman, kamu dan Ayah selalu berkata kalau tempat asal mu dan tempat ini adalah dunia lain, bukan? Kalian keliru... Ini adalah Bumi, planet tempat Republik Indonesia kelak akan lahir.... Ini adalah 65 Juta tahun di masa lalu, kamu seharusnya tidak disini, kau sudah merusak alur waktu dengan eksistensi mu di alur waktu ini." Ucap Nirmala sambil mengeluarkan kekuatannya.
Wijaya melebarkan matanya dan Indah bingung harus berkata apa. Bom informasi yang baru saja dijatuhkan oleh Nirmala butuh sedikit waktu untuk diproses nampaknya.
"Kau... Akan mengembalikan ku ke... Waktu asal ku?" Tanya Wijaya dengan was-was.
"Ya, kekuatan ku hanya cukup untuk mengembalikan satu orang saja ke masa depan dan tidak punya cadangan kekuatan lagi untuk mengubah memori seseorang... Astaga, paman, kamu baru saja membuat paradoks yang gila di masa lalu." Komen Nirmala dengan bola energi di tangannya..
"Tidak, tunggu dulu... Lalu apa yang akan kamu lakukan ke alur waktu ini?" Tanya Wijaya yang tidak ingin tahu jawabannya, dia tahu tatapan mata yang dikeluarkan Nirmala, dia tahu apa jawabannya.
"Menghancurkan peradaban manusia dan memaksa kalian kembali ke Zaman batu." Jawab Nirmala dengan entengnya.
Wijaya dan Indah melebarkan kedua mata mereka, mereka tidak percaya kalau sosok Nirmala, seorang gadis kecil yang polos dan selalu penasaran akan sesuatu hal yang baru, berniat untuk memusnahkan peradaban manusia yang sudah sangat maju ini.
"Nirmala! Kenapa kau ingin melakukan hal tersebut?!" Tanya Indah meninggikan suaranya.
"Simpel, Bibi... Manusia terkadang lupa akan masa lalu dan tidak pernah belajar dari masa lalu, membunuh 'kami' hanya karena 'kami' berbeda dan mempunyai kekuatan, 'kami' diburu karena hal itu, umat manusia patut dimusnahkan kalau aku diberikan izin, namun sayang saja, sosok yang memberiku kekuatan tidak ingin memusnahkan kalian, setidaknya untuk SEKARANG." Ucap Nirmala dengan santai.
Wijaya memiliki perasaan yang campur aduk dan bingung, campur aduk karena dia ingin marah kepada Nirmala namun tidak bisa, karena Nirmala benar, Wijaya bingung sebab... Siapa 'kami' yang disebut Nirmala, kenapa 'kami' ini diburu dan siapa pelakunya?
"Bisakah kau beritahu kami setidaknya siapa yang melakukan hal keji tersebut kepada kami?" Tanya Wijaya penuh harapan.
Nirmala menggelengkan kepalanya. "Sayangnya tidak bisa, Paman, aku sudah mengatasi mereka atas izin 'DIA'.... Baiklah waktunya mengirim mu kembali, setiap menit kau berada di alur waktu ini, kau baru saja menumbuhkan cabang baru di Pohon Kehidupan, dan hal itu membuat 'DIA' sangat kerepotan, jadi lebih baik aku mengirim mu sekarang, segera katakan perasaan kalian masing-masing sebelum terlambat."
"... Nirmala, katakan, kalau kau bisa melihat masa depan, akankah Indah selamat dari pembantaian mu dan hidup serta mati dengan damai?" Tanya Wijaya dengan pelan.
"Aku tidak bisa memberitahu mu, tapi aku bisa menjamin kalau Bibi Indah memiliki peran yang jauh lebih penting. Itu saja." Ucap Nirmala singkat padat dan jelas.
"Baiklah... Terimakasih... Indah." Wijaya sekarang menghadap Indah yang matanya berkaca-kaca.
"Aku tidak ingin mengungkapkan hal ini kepadamu karena aku tahu aku akan pergi meninggalkan mu dengan perasaan yang hancur... Maafkan aku..." Ucap Wijaya dengan penuh penyesalan.
"Bodoh... Seharusnya yang kau katakan kepadaku buka itu." Indah memeluk Wijaya dengan erat.
"... Aku mencintaimu, tidak peduli apapun alur waktunya, aku pasti akan mencari cara untuk bertemu denganmu kembali." Ujar Wijaya dengan tulus.
"Wijaya bodoh... Kau tidak bisa datang ke dalam kehidupan ku, membuatku merasa spesial, lalu pergi begitu saja meninggalkan ku seperti ini... Itu tidak adil..." Pekik Indah sambil menangis.
"Begitulah kehidupan... Indah, ada awal, maka akan ada akhir... Tapi... Kita memulai kisah ini dengan bahagia, maka akan kita akhiri juga dengan bahagia." Wijaya mulai mendekatkan kepalanya.
"Bodoh... Yang benar itu adalah sampai jumpa." Mereka berdua lalu berciuman, di saat yang bersamaan tubuh Wijaya bersinar dengan sangat terang dan perlahan tapi pasti... Tubuh Wijaya mulai berubah menjadi partikel-partikel kecil yang terbang ke langit.
Indah yang menyadari kalau sosok yang telah mengisi kekosongan hatinya menghilang langsung menangis secara histeris, Nirmala yang melihat semua itu lalu beranjak pergi dan terbang ke langit.
'Mengakhiri cerita ini dengan kebahagiaan dan senyuman... Huh?' Pikir Nirmala.
'Benar-benar konsep yang indah...'
Lalu secar tiba-tiba, semua arsenal nuklir di seluruh negara di Planet Bumi mendadak hidup sendiri dan mulai meluncur ke semua negara, tidak ada yang tidak menjadi sasaran. Semua negara mati-matian mencoba menghentikan serangan nuklir tersebut, namun semuanya hanya kesia-siaan... Ledakan pertama menghantam Kota Metropolis Tokuyo di Kekaisaran Fuso... Lalu Moskva, Max DC, Londonium dan lain sebagainya.
Saat semua ledakan mulai mereda, luruhan nuklir terjadi yang membuat atmosfer bumi hampir tidak bisa dihirup lagi, oksigen menjadi komoditas yang sangat mahal dan orang-orang rela membunuh satu sama lain hanya untuk menghirup udara segar selama beberapa jam. Peradaban manusia yang baru memasuki Abad Keemasan... Langsung menghilang tanpa jejak begitu saja... Namun bukan berarti semua orang menyerah begitu saja.
Imperium yang masih bertahan, menghabiskan sisa sumber daya mereka untuk membuat Kapal Tempur Ekspedisi luar angkasa Kelas Ginga Dan Kapal Koloni untuk mengirim manusia ke 'Dunia' milik Wijaya atas perintah Raja Hamdani yang baru dilantik setelah Raja sebelumnya wafat dalam ledakan nuklir. Indah tidak pernah berkata apapun mengenai Wijaya berasal dari masa depan, melainkan tetap kukuh berkata kalau Wijaya berasal dari dunia lain.
Dia melakukan hal ini untuk memberi harapan palsu kepada para survivor yang lelah akan semua yang telah terjadi dan mereka semua siap untuk melakukan petualangan di luar angkasa yang sangat lama, demi mencari dunia baru untuk ditinggali... Tempat yang mereka dapat panggil 'rumah' kembali.
Indah nampak menggunakan setelan dokter dengan APD, dia saat ini sedang mengecek rombongan terakhir yang akan memasuki INSS Ginga, kapal pertama di Kapal Tempur Ekspedisi luar angkasa Kelas Ginga.
"Baiklah... Semua sudah bagus seharusnya." Gumam Indah, dia melihat beberapa hewan ternak yang digiring masuk, hewan-hewan ini akan sangat berguna kelak di masa depan, apalagi katanya hewan-hewan tersebut juga akan di cryogenic sleep, agar tidak mati karena umur.
"Indah." Indah yang sedang membaca laporan dari Tablet nya, langsung kaget saat mendengar ada yang memanggilnya... Ternyata itu adalah Marian, orang yang dipercayakan sebagai kapten INSS Ginga.
"Ah... Kak Marian, dimana Kak Hamdani? Kita sudah mau berangkat lho." Tanya Indah sambil mengetuk tablet nya.
"... Si bodoh itu tidak mau ikut, berkata kalau dia akan tetap tinggal bersama dengan penyesalan nya." Jawab Marian dengan tatapan sedih, dia mengelus perut bagian bawahnya.
"Ah... Begitu... Lagi-lagi dia egois, huh?" Komen Indah dengan sedih.
"Ya, begitulah dia... Aku tidak percaya aku jatuh cinta kepada orang idiot seperti itu.. Ayo, naik, Indah... Sudah waktunya lepas landas." Indah menganggukkan kepalanya dan naik ke INSS Ginga bersam dengan Marian.
Mereka pun berada di anjungan utama INSS Ginga, dengan semua kru dan departemen melaporkan siap untuk lepas landas, Marian nampak duduk di kursi kaptennya dengan Indah berada di sampingnya.
"Petugas komunikasi, hubungkan aku dengan seluruh Armada." Perintah Marian dengan tegas.
"Anda sudah tersambung, Nyonya." Balas sang Petugas Komunikasi.
"Baiklah... Semuanya, disini Kapten Marian berbicara, aku akan menjadi pemimpin sementara kalian dalam perjalanan ini... Saudara-saudariku yang tercinta,
Hari ini, saya ingin berbicara tentang sebuah perjalanan yang mungkin akan menjadi satu-satunya harapan bagi kelangsungan hidup umat manusia. Perjalanan ini adalah perjalanan ke luar angkasa, untuk mencari rumah baru bagi kita semua.
Kita semua tahu bahwa planet bumi kita baru saja melewati masa-masa yang sangat sulit. Perang nuklir yang dahsyat hampir memusnahkan seluruh umat manusia. Kita melihat kerusakan lingkungan yang sangat parah, kekurangan sumber daya yang semakin meningkat, dan masyarakat yang hancur berantakan.
Namun, saya percaya bahwa tidak semua harapan sudah hilang. Kita masih memiliki kesempatan untuk memulihkan diri dan membangun kembali peradaban kita. Kita masih memiliki kesempatan untuk mencari rumah baru bagi umat manusia.
Saudara-saudaraku, kita harus bersatu untuk mewujudkan mimpi ini. Kita harus bersatu untuk mengejar impian kita. Kita akan menghadapi banyak rintangan dan tantangan di sepanjang jalan, tetapi jika kita bersatu, kita pasti akan berhasil.
Perjalanan ini tidak akan mudah. Kita harus belajar dari kesalahan kita di masa lalu dan membangun sebuah masyarakat yang lebih baik di planet baru yang akan kita temukan. Kita harus bekerja sama dan saling membantu untuk memastikan kelangsungan hidup kita.
Saudara-saudariku, mari kita bersama-sama memulai perjalanan yang akan mengubah sejarah umat manusia. Perjalanan untuk mencari rumah baru bagi kita semua. Mari kita jadikan masa depan yang lebih baik untuk kita semua. Disini kapten Marian." Marian lalu menaruh alat komunikasi yang dia gunakan dan memandang satu persatu personil yang ada di anjungan utama INSS Ginga saat ini. Mereka memasang wajah yang berani dan keras.
'Heh... Jadi ini perasaan kalian saat berperang melawan alien huh, Wijaya?' pikir Marian.
"Kemudi! Bawa kita ke Rumah baru." Perintah Marian.
"Siap! Menghidupkan mesin bantu, mengisi energi mesin utama."
"Mesin CRS (Cosmo Reverse System) online, pengisian energi stabil."
"Kapal Koloni 1 sampai 100 sudah mulai lepas landas, semua kapal luar angkasa kelas Dreadnought yang dimodifikasi sudah mulai memasuki formasi juga... Hanya tersisa kita, Nyonya."
"Energi mencapai 120 persen!"
"Ginga, berangkat!" Ginga yang saat ini tertambat di pelabuhan langsung menghidupkan mesin pendorongnya yang menciptakan ledakan air, perlahan-lahan Ginga mulai melayang dan bergabung ke dalam formasi Armada raksasa Umat Manusia.
(INSS Ginga.)
(Kapal Koloni)
Perlahan-lahan semua kapal meninggalkan bumi, semua orang yang melihat bumi yang berwarna coklat melambaikan tangan mereka.
"Selamat tinggal Bumi!"
"Terimakasih untuk selama ini sudah menjadi rumah kami!"
"Kami tidak akan pernah melupakanmu!"
Berbagai kata atau ungkapan perpisahan diutarakan para Kolonis, mereka merasa sedih karena harus meninggalkan tanah kelahiran mereka dan leluhur mereka, namun mereka harus tegar, untuk masa depan yang lebih baik, untuk generasi masa depan yang lebih baik!
"Baiklah, setelah kita keluar dari Tata Surya, perintahkan untuk semua manusia masuk ke dalam Cryo-Pod, biarkan sistem AI di kapal ini untuk mengambil alih sampai kita tiba tujuan." Itulah perintah terakhir dari Marian.
Di Bumi sendiri, ada satu pria yang memandang kepergian para kapal-kapal koloni dan pengawal mereka dengan tatapan sendu... Pria tersebut adalah Hamdani yang memakai pakaian berupa kemeja dan celana hitam panjang, dia saat ini duduk di bangku taman tempat dia selalu bermain dengan Nirmala.
Saat Hamdani akan beranjak pergi ke tempat mainan lainnya, dia melihat sosok yang sangat sangat sangat dia rindukan selama ini... Sosok Nirmala muncul dengan tubuhnya bersinar terang.
"Halo Papa." Ucap Nirmala dengan senyuman manis.
"Nirma...la..." Hamdani ingin mendatangi Nirmala namun tidak bisa, kakinya seolah-olah beku dan tidak bisa digerakkan.
Nirmala mendatangi Hamdani dan duduk di pangkuannya, Nirmala tanpa berkata apa-apa menyandarkan badannya ke Hamdani dan perlahan menutup matanya. Hamdani yang melihat itu tidak berkata banyak dan ikut menutup matanya, sebelum akhirnya dia melihat ke kegelapan dia berkata.
"Wijaya... Aku harap dimanapun kau berada... Aku berdoa akan kebahagiaanmu, aku berdoa agar kau dapat terus melangkah ke depan, aku berdoa agar kau dan orang-orang mu dapat menemui Armada yang saat ini mencari dunia kalian... Aku berdoa... Agar kalian bahagia... Untuk selama-lamanya..."
Tato burung Garuda yang ada di belakang badan Hamdani perlahan memudar dan hilang sepenuhnya, berbarengan dengan itu... Peradaban Emas manusia, berakhir dengan senyuman dan kesengsaraan.
--. --- --- -.. / -. .. --. .... - / . .- .-. - .... / --. --- --- -.. / -. .. --. .... - / ..- -. .. ...- . .-. ... .
..
....
......
Wijaya nampak terbangun dan mencium bau bubuk mesiu, bau yang sudah cukup lama dia tidak cium, saat dia melihat ke kanan dia melihat dirinya kembali ke Reruntuhan Pemakaman Qin Shi Huang, dengan semua patung Terracotta dan kuburan Qin Shi Huang kembali ke tempat awal mereka sebelum di ekskavasi.
"... Dari satu Era, ke Era yang lain, huh?" Gumam Wijaya sambil mengambil senapan SS2 nya yang terbaring di tanah, lalu dia pergi keluar.
Saat di luar, dia melihat banyak sekali mayat tentara Cina dan mayat Nod, Wijaya juga melihat Dzahir yang tengah menunjuk ke beberapa arah kepada seorang Komandan Tank Cina yang nampaknya baru datang.
"Ah, Wijaya, kami sempat kehilangan kontak dengan mu, kami kira kau sudah mati dan sedang membahas siapa yang akan dapat mengurus Istri mu nanti." Canda Dzahir.
"Sangat sangat sangat lucu, Dzahir, laporan situasi, sekarang." Perintah Wijaya.
"Kabar baiknya, kita berhasil membunuh semua Nod yang mencoba membunuh kita semua, kabar buruknya? Garis depan kembali berganti dan kita diperintahkan untuk mundur." Jawab Dzahir.
"... Ayo bergerak kalau begitu." Dzahir menganggukkan kepalanya dan mereka lanjut berbincang dengan sang komandan tank Cina.
Wijaya sekali-sekali melihat kearah pemakaman di belakangnya dan berpikir...
Masa lalu biarlah berada di masa lalu, aku sudah tahu sekarang kenapa peradaban itu musnah, karena keserakahan Umat Manusia yang selalu berpikir mereka dapat mengendalikan semua hal, namun tidak, mereka bukan Tuhan, mereka hanyalah mahluk fana yang masih bisa berbuat salah dan mati... Tapi itulah yang membuat Manusia mahluk yang sangat indah, mereka memiliki banyak sekali sifat dan watak yang benar-benar membuat mereka unik dan mengerikan.
Sejak hari itu juga, Wijaya bertekad untuk masuk ke dunia perpolitikan, demi mengubah takdir Indonesia yang bisa sama dengan Imperium Nusantara jikalau tidak ada yang mengambil langkah untuk maju.
Through action, a Man becomes a Hero
Through death, a Hero becomes a Legend
Through time, a Legend becomes a Myth
and by learning from the myth a man takes action.
..
....
......
Kaisae Ludius, La Mu, Dean Asuka, Perdana Menteri Kanata dan Raja Neptunus (sekarang Kaisar), memandang Wijaya dengan tatapan tidak percaya.
Sedangkan Wijaya sendiri hanya menyeruput kopinya dengan santai.
"Itu cerita yang gila... Pak Tua." Ujar Ludius.
"Hahaha, benar kan? Aku aja berpikir kalau itu mimpi." Tawa Wijaya.
"Tapi serius, perjalanan waktu? Itu terdengar sangat menakjubkan dan menakutkan." Komen Dean Asuka dengan mata yang menyala.
"Benar kan?" Kanata nampak setuju.
"Hmm, leluhur kami mempunyai catatan mengenai Perjalanan waktu juga seingatku." Pikir Neptunus..
"Ughh, kalian manusia ikan dan kemahakuasaan kalian." Gerutu La Mu.
"Hey!"
"HAAHAHAHAHAHA!!!"
THE END.
Penampilan Wijaya saat dia masih muda :
(Digambar oleh aku dan teman ku, aku harap dedikasi ini terbayarkan wkwkwk.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top