Chapter 47
Markas LRSSG, Esthirant, Kekaisaran Parpaldia.
28 Februari 1640.
Marsekal Patein, sosok pria berkharisma di umur pertengahan 50an nya nampak memandangi peta yang diambil melalui citra satelit Indonesia, peta itu menunjukkan posisi pasukan NWO yang mulai meresahkan di Utara Kantemart, bahkan terjadi beberapa sabotase oleh pasukan khusus Mirishial di beberapa lokasi logistik penting.
Marsekal Patein diminta oleh Komando Tertinggi RPTO untuk sesegera mungkin melaksanakan serangan yang dapat memenggal kaki NWO hingga membuat mereka tidak dapat bergerak dengan leluasa. Marsekal Patein sudah dapat memikirkan beberapa ide, karena dia baru saja mendengar kalau ada tiga HSST varian pengebom yang dikirim Indonesia, sebagai komitmen mereka di LRSSG.
"Bagaimana menurutmu, Mayor? Apa yang harus kita lakukan dalam mencekik pasukan NWO?" Tanya Marsekal Patein ke salah satu perwira yang hadir di dalam rapat kali ini.
"Menurut saya, kita harus menyerang pelabuhan mereka yang ada di Leifor, walau kita menggempur markas logistik mereka sampai rata dengan tanah, jikalau rantai logistik mereka tetap berjalan, sama saja bohong." Tukas seorang Mayor dari Mu dengan tegas.
"Saya setuju dengan anda, Mayor, namun... Bukankah lebih baik membuat mereka kelaparan? Lagipula, rantai logistik mereka sudah melemah dan tidak bisa mengangkut lebih banyak pasokan makanan maupun amunisi untuk pasukan NWO yang ada di Benua Mu, terimakasih atas Indonesia atas hal itu." Balas seorang Kolonel dari Altaras yang sedikit gemuk.
"Tapi Kolonel, jikalau kita memutus rantai mereka, pasukan mereka masih dapat membuat kerusakan yang berarti, dan ingat, sebelum Leifor jatuh, mereka sudah punya kompleks Industri yang mumpuni dan Gra Valkas sudah pasti merenovasi komplek Industri dan mulai memproduksi kendaraan perang mereka, aku bahkan sekarang yakin kalau mereka mulai merekrut relawan dari negeri jajahan mereka." Balas sang Mayor dari Mu.
"Betul yang kamu katakan, Mayor, namun kita tentu juga harus mementingkan para pasukan darat yang saat ini sedang mengalami kebuntuan di Front Kantemart Utara, baru beberapa hari yang lalu lho kita menghancurkan ribuan pasukan mereka di Lembah Kantemart, namun sekarang mereka kembali menggempur bagian Utara Kantemart yang berbatasan dengan Agincourt." Ucap Kolonel dari Altaras sambil mengetuk jari nya di meja.
"Ughh... Apa yang kamu katakan itu benar..."
Marsekal Patein mendengarkan perdebatan tersebut dalam diam, mereka berdua sama-sama benar, tapi menurutnya... Usulan Mayor dari Mu itu ada benarnya, memotong rantai logistik mereka akan benar-benar membuat usaha perang sangat terpuruk, apalagi Armada laut Gra Valkas ataupun NWO saat ini mengalami krisis kapal.
"Baiklah semuanya, aku sudah mendapatkan keputusan." Ujar Marsekal Patein.
Semua orang langsung menghadap Patein dengan tatapan penasaran. Patein menghirup nafas dalam-dalam, lalu membuangnya.
"Kita akan menggunakan pengebom jarak jauh kita untuk mengebom Pelabuhan Leiforia, Angl-St dan Viilin Dank. Menurut Intelijen Indonesia dan citra satelit mereka, Angkatan Laut NWO menurunkan prajurit, suplai dan menyandarkan kapal mereka di ketiga pelabuhan ini, namun masalahnya, pengebom jarak jauh kita sangat terbatas dan harus bergantung kepada Indonesia... Mungkin Sios juga salah satu harapan kita, namun kita benar-benar terbatas dalam pengeboman jarak jauh, penyerangan terjauh kita berada di Front Kantemart beberapa hari lalu, itu saja kita harus melakukan beberapa pemberhentian... Bagaimana menurut hadirin sekalian?" Tanya Patein setelah menjelaskan secara panjang lebar kekurangan mereka.
Mereka semua nampak berpikir keras, sebelum akhirnya salah satu perwira perwakilan dari Parpaldia, seorang Letkol, berdiri.
"Marsekal, kalau soal penyerangan jarak jauh seperti itu, kita bisa melakukannya tanpa bergantung kepada pengebom jarak jauh... Saya baru mendapatkan kabar dari Pager saya, kalau Indonesia baru saja menjual beberapa kapal induk super canggih kepada Angkatan Laut Quila, Qua-Toyne, Phantalasa dan Pandora. Mereka bersedia menyewakan semua kapal induk tersebut sebagai basis operasi kita berikutnya jikalau dibutuhkan, Indonesia bahkan katanya berniat menyewakan KRI Soekarno kepada kita untuk melakukan operasi ini." Ucap sang Letkol dengan panjang lebar.
Semua orang melebarkan mata mereka, ini benar-benar hal yang sangatlah tidak mereka harapkan, Indonesia secara tiba-tiba mau memberi izin kepada negara lain untuk membeli Kapal Induk?! Nampak perwira dari Mu menggerutu, giliran mereka ingin beli dengan harga mahal beserta TOT nya malah ditolak.
"Bagus! Baiklah semuanya, begini strategi kita..."
Front Wilhelmburg, Magicaraich.
29 Februari 1640.
Jujur, Mayor Jenderal Hendra tidak tahu dia harus merasa heran atau tidak, pasukan NWO yang saat ini mengalami kekalahan demi kekalahan di berbagai Front, berpikir kalau itu adalah ide yang bagus untuk membuka Front baru dengan pasukan mereka yang semakin menipis dan moral yang super rendah.
Saat ini, Mayjen Hendra dari TNI AD sedang memimpin pasukan Indonesia yang berisi dua Divisi Infanteri dan satu brigade Lapis Baja untuk menghadang laju 150.000 prajurit NWO dengan ratusan kendaraan lapis baja. Geografis Magicaraich juga hampir sebelas dua belas dengan Mu, membuat pasukan Korps Insinyur RPTO yang berdatangan dengan jumlah ribuan, dengan leluasa nya memasang perangkap mematikan.
Mayjen Hendra belajar dari pertempuran di Front Kantemart beberapa hari lalu, dan dia menyadari kalau ada ancaman dari serangan saturasi roket Kekaisaran Gra Valkas dan NWO, karena hal itu Mayjen Hendra meminta lebih banyak drone untuk dikirim dan juga prajurit yang dilatih khusus untuk bertempur di pegunungan.
"Pak, salah satu Leopard 3 kita baru saja nyungsep di tepi jurang, untung saja tidak terlalu tinggi namun tank tersebut mengalami kerusakan dan kru di dalamnya luka-luka, saat ini operasi penyelamatan kru dan tank sedang dilaksanakan." Lapor seorang prajurit TNI.
"Sudah kuduga menggunakan tank sebesar itu di wilayah seperti ini akan sangatlah merepotkan.. Apalagi saat ini tank yang rata-rata dioperasikan adalah Leopard 3... Kapten, minta ke Mabes untuk mengirimkan tank medium dan ringan saja kemari, yang dari kuburan tank pun tidak apa-apa." Ujar Mayjen Hendra kepada seorang Warrant Officer yang berada di satuan pimpinan Hendra.
"Siap, laksanakan!" Sang Warrant Officer yang berpangkat Kapten langsung bergegas pergi keluar.
Mayjen Hendra kembali memandang peta hologram di depannya dengan tatapan ragu, dia ragu pasukannya dapat melindungi lembah ini, apalagi lembah di sektor W-22 yang sangatlah terbuka, tempat itu terbuka karena digunakan Magicaraich untuk melakukan perdagangan dengan Sonal dan Hinomawari, namun mereka harus menyesali tindakan tersebut karena pasukan NWO dapat dengan mudahnya masuk dari situ.
Pasukan Magicaraich dibawah perintah Jenderal Kurt dari Angkatan Darat Magicaraich sudah mulai membangun benteng dari tanah, dengan dibantu generator Magis milik Indonesia yang secara konstan memompa energi magis ke para penyihir di Angkatan Darat untuk membangun fortifikasi dengan cepat, para Alkemis juga sangat membantu disini, apalagi dengan skill mereka yang dapat menciptakan apa saja selagi ada bahan dasarnya.
Kurang lebih beginilah peta pertempuran di Front Wilhelmburg, atau lebih tepatnya di sektor W-22.
Pasukan NWO benar-benar masif dan Mayjen Hendra khawatir, kalau ini akan menjadi pertempuran pertama dimana Indonesia dan sekutu mereka akan kalah serta harus mundur.
Provinsi Wellcourt, Perbatasan Mu dan Leifor.
29 Februari 1640.
Jenderal Hasyim dari Phantalassa menatap ribuan prajurit gabungan dari Phantalassa, Barnaul, Mu, Edallia dan Jinghal sedang bergerak menyebrangi perbatasan Mu-Leifor, lebih tepatnya di Provinsi Wellcourt milik Mu... Tempat ini dipilih sebagai tempat counteroffensive karena hamparan tanah yang sangat luas dan lapang, tidak seperti Kantermart yang mayoritas diisi dengan pertahanan alami yaitu pegunungan dan lembah-lembah.
Jenderal Hasyim berdiri di atas salah satu Willys Jeep yang menjadi kendaraannya selama counteroffensive ini berlangsung, mereka sudah melewati perbatasan satu jam yang lalu dan sudah bergerak sepanjang 28 kilometer dari perbatasan... Kenapa mereka belum bertemu dengan musuh? Jenderal Hasyim mengambil radio nya.
"Disini Golden Sand ke para Ahool, meminta pemantauan ulang lokasi sekitar, ganti." Ucap Hasyim.
"[Dimengerti Jenderal.]" Sepuluh Ahool yang ada di atas pasukan gabungan RPTO ini, langsung mengaktifkan afterburner mereka lalu menyebar ke seluruh penjuru dan melakukan pengintaian lebih lanjut.
"Dimana mereka? Ini terlalu mencurigakan... Apa ini rasa takut? Mungkin..." Gumam Jenderal Hasyim dengan cemas.
Dia adalah pria yang perkasa dan hebat, memang, namun bukan berarti Hasyim tidak bisa merasakan ketakutan, dia mengalami banyak hal mengerikan di hidupnya dan kebanyakan adalah pengalaman hidup atau mati, saat ini Hasyim tidak ingin mencari kejayaan atau ketenaran, dia hanya ingin pulang dengan selamat bersama semua anak buahnya.
"Jenderal! Kita sudah mencapai posisi yang direncanakan!" Teriak seorang pria dengan ciri khas Duro Utara yang datang sambil menenteng M1 Garand.
"Bagus, perintahkan ke semua prajurit untuk sesegera mungkin membangun Foxhole dan parit pertahanan, kita akan menjadikan tempat ini sebagai FOB, sesuai rencana yang dibuat Jenderal Pratama." Ujar Jenderal Hasyim dengan tegas.
"Siap, laksanakan!" Pria tersebut langsung bergegas pergi dan menyampaikan pesan ke seluruh pasukan.
Ribuan prajurit mulai menggali Foxhole dan parit pertahanan yang mengelilingi 'FOB' mereka, puluhan tenda untuk keperluan medis dan perwira juga mulai dibangun, beberapa kendaraan spesial seperti Mk. 3 APA varian medis juga ikut dibawa karena pasti kendaraan rumah sakit lapangan ini akan sangat berguna...
Ratusan artileri yang dibawa dengan cara ditarik menggunakan truk mulai memposisikan diri mereka dengan amunisi yang cukup untuk melakukan pengeboman tanpa henti selama tiga hari, apalagi pasukan Kopassus dan Kontraktor SPID yang bekerja dengan keras mengamankan garis logistik agar pasukan Counteroffensive yang dipimpin Jenderal Hasyim dapat bertempur tanpa khawatir sabotase di garis belakang.
Tiga hari mereka menunggu dan pasukan gelombang kedua yang berisi sekitar 25.000 prajurit RPTO tiba dan counteroffensive pun akan dimulai. Mesin ratusan tank dan kendaraan lapis baja lainnya mengaum dengan ganas, bau asap dari mesin dapat tercium dengan jelas, ribuan prajurit RPTO siap melakukan serangan layaknya tentakel gurita, menyebar ke segala arah agar lebih efektif dan nampaknya, Jenderal Hasyim mengadopsi sistem seperti Perang Napoleon dulu, sistem Korps.
Masing-masing Korps ini akan berisi 500 prajurit dengan maksimal enam kendaraan lapis baja seperti tank dan truk bersenjata, dan tentu saja kendaraan spesial yang dimodifikasi dari chasis M4 Sherman yang akan digunakan sebagai Mine sweeper..
Pada tanggal 1 Maret 1640, sekitar tujuh puluh lebih Korps disebar sebagai gelombang pertama dengan lima puluh Korps lagi akan dikirim pada tanggal 3 Maret. Masing-masing Korps juga akan diisi minimal beberapa Bintara dan maksimal dua Perwira berpangkat tinggi, Jenderal Hasyim sengaja memiliki memperbanyak Bintara agar mereka dapat mengambil keputusan secara langsung di medan, tidak seperti perwira berpangkat tinggi yang kadang-kadang memang diharuskan dibelakang meja, namun bukan berarti para perwira tidak bisa mengambil keputusan mandiri di medan laga.
Counteroffensive tanpa bantuan Republik Indonesia ini adalah kejutan tersendiri bagi Indonesia, mereka tidak menyangka kalau counteroffensive akan dilakukan tanpa mereka dan progresnya lumayan baik memang, dalam dua hari saja gelombang pertama dikirim, sudah ada sekitar dua puluh desa berukuran besar yang dibebaskan dan setidaknya dua kota menengah di Leifor.
Dan saat ini, tiga Korps pasukan Counteroffensive RPTO sedang dalam kebuntuan dalam menggempur kota Khauffnant, salah satu kota yang cukup besar yang ada di Utara Leifor. Karena perlawanan pihak NWO yang sangat hebat menyebabkan kebuntuan ini jugalah yang membuat momentum pasukan counteroffensive tersendat dan harus berhenti dan melakukan fortifikasi di wilayah yang mereka bebaskan, ditambah dengan bantuan ratusan atau bahkan ribuan pasukan Pembebasan Leifor... Pembersihan Utara Leifor akan cukup mudah dilaksanakan.
Penyerangan ke Kota Khauffnant dipimpin Kapten Kujo, seorang perwira Angkatan Darat Fenn dan saat ini beliau sedang melakukan baku tembak di salah satu jalanan Kota Khauffnant.
"Perhatikan siluet di jendela-jendela! Zhaff 1-7, dimana serangan udara itu?!" Tanya Kapten Kujo dengan kesal sambil memberi tembakan yang menekan posisi sekelompok prajurit Gra Valkas.
"[Dalam perjalanan, kami dapat melihat asap biru yang kalian buat, ganti.]" Suara pria dengan aksen Quila (Arab) yang kental pun terdengar.
Tiba-tiba mereka mendengar suara seperti pisau memotong sesuatu dengan cepat dan suara tersebut kian mengeras, saat Kujo melihat keatas, terdapat sebuah helikopter UH-1C dengan rondel Angkatan Darat Quila yang kemudian menghujani posisi dengan semua roket yang helikopter tersebut bawa, tidak hanya sampai disitu, sang Helikopter berputar kembali dan mengambil posisi lalu menghujani puluhan prajurit NWO yang terekspos di jalanan dengan timah panas dari dua Minigun yang ada di masing-masing sisi Helikopter.
"[Quintesia, kami baru saja mengeringkan amunisi kami dan akan pulang untuk melakukan isi ulang, kami akan segera kembali.]" Huey varian Gunship milik Angkatan Darat Quila tersebut langsung terbang menjauh dari Kota, sambil menghindari tembakan dari beberapa roket bahu milik NWO.
"Dimengerti, Zhaff 1-7! Baiklah anak-anak, waktunya melakukan pertempuran jarak dekat! Dossoles! Kalian sudah bisa bergerak?!" Tanya Kujo melalui radio nya.
Pertanyaan Kujo dijawab dengan sebuah auman mesin dan suara rantai yang bertemu dengan tanah, tanah juga ikut bergetar akibat kedatangan sebuah Tank dengan cat berwarna hijau dan ada logo Angkatan Darat Qua-Toyne, tank itu adalah M26 Pershing hasil belian mereka dari Indonesia dan mereka dapat TOT serta lisensi untuk memproduksi lebih banyak Pershing.
"[Disini Dossoles, para insinyur berhasil memperbaiki mesin kami, sempat mendapatkan donasi beberapa peluru berhulu ledak tinggi dari Dominic dan Trude.... Kami siap untuk Rock and Roll.]" Jawab komandan dari tank yang dinamakan Dossoles.
"Bagus, semuanya! Kawal para tank, perhatikan siluet di jendela, mengerti?!" Kujo mengangguk puas setelah mendengar pernyataan mengerti dari anak buahnya.
Tiga Tank Pershing dengan dikawal 65 lebih prajurit gabungan RPTO nampak berjalan dengan waspada, para tank memberi jarak masing-masing tujuh meter dengan para prajurit berbaris di samping kiri kanan masing-masing tank dengan berjarak tentunya. Seorang Sersan nampaknya memberi arahan untuk menunduk agar tidak terkena tembakan, namun kepala beliau langsung berlubang, membuat darah dan isi otaknya keluar.
"Sniper!" Semua orang langsung mencari persembunyian, seperti bekas kendaraan NWO yang hancur, Tank-tank yang mereka kawal atau bangunan-bangunan sekitar.
"Dossoles! Kalian melihat arah darimana bajingan itu menembak?!" Tanya Kujo melalui radio.
"[Negatif, Kapten, aku tak dapat melihat kilatan apapun.]" Ucap Komandan dari Dossoles.
"[Aku melihatnya, Kapten. Isi HE!]" Komandan Trude tiba-tiba berkata di radio.
"Up!"
"Target Ditemukan."
"Tembak!"
Meriam 90mm dari Pershing Trude langsung menembakkan peluru HE dan menghantam jendela sebuah bangunan yang menyebabkan ledakan besar yang membunuh sang Sniper dan beberapa prajurit musuh lainnya yang ada di sana.
"Woohooo!"
Senapan mesin kaliber .30-06 dari Pershing Trude ditembakkan oleh pengisi peluru ke arah bangunan yang baru diledakkan tadi, memastikan tidak ada lagi yang selamat. Kapten Kujo yang melihat itu lalu memberi isyarat untuk maju.
"Maju Maju Maju!"
"Sarang senapan mesin di depan!"
"[Kami ambil alih, pengisi!]"
"[Up!]"
BOOM BOOM BOOM BOOM
Komandan dari Dossoles memperhatikan sekitar dengan mata yang terbuka lebar, dia tidak ingin terjadi penyergapan secara tiba-tiba oleh tank musuh seperti tank Panther III atau Tiger I mereka yang diperkuat dengan sihir Mirishial.
Saat Korps yang dipimpin Kapten Kujo hampir tiba di Gedung Pemerintah kota Khauffnant, Tiba-tiba sesuatu mengenai Dominic yang membuat tank Pershing yang ada barisan paling belakang itu langsung berhenti bergerak, Komandan Trude yang ada di palka tank nya langsung menggunakan senapan mesin M2 Browning dan memberikan tembakan perlindungan.
"Seseorang melihat darimana proyektil itu berasal?!" Teriak Kapten Kujo.
"Tidak, pak!"
Lalu tiba-tiba tanah bergetar hebat dan terdengar suara sorakan semangat dari prajurit NWO yang masih bertahan, dari jalan utama dekat dengan Gedung Pemerintah kota Khauffnant... Keluar sebuah Panther III dengan dikawal tiga Tiger I, prajurit RPTO yang melihat keempat tank tersebut yang muncul secara tiba-tiba langsung berkeringat dingin, namun mereka tetap percaya diri dan bertekad untuk mengalahkan semua musuh.
"[Target Ditemukan!]"
"[Tembak!]"
Meriam 90mm dari Trude dan Dossoles langsung memuntahkan masing-masing peluru AP yang mengenai secara telah Panther III yang jauh lebih berbahaya daripada Tiger I. Kedua peluru AP tersebut mengenai telak zirah baja Panther III, namun tidak mengejutkan, peluru mereka tidak dapat menembus zirah Panther III yang menjadi kendaraan terhebat dan benar-benar memberi ancaman kepada pasukan RPTO.
Beberapa prajurit RPTO membawa RPG-7 dan Bazooka berlari menuju ke sebuah bangunan dekat dengan Panther III, dengan dilindungi oleh prajurit lainnya yang mengambil perhatian para tank musuh dan pasukan NWO yang masih selamat.
"Oke! Kita sampai, semuanya, bidik ke Panther III itu! Pastikan kita menghancurkan tank durjana itu!"
Delapan amunisi dari RPG-7 ditembakkan dan disusul dengan beberapa roket Bazooka yang menghantam telak bagian samping Panther III yang menyebabkan ledakan besar, namun sebelum Panther III tersebut dihantam senjata AT yang dibawa para prajurit RPTO yang menyerang dari titik buta, Panther III itu menembakkan meriam nya yang kuat dan langsung menghancurkan Dominic, membunuh seluruh kru yang ada di dalam tank tersebut dan beberapa prajurit yang berlindung di dekat Dominic.
"Kita kehilangan Dominic!"
"Sialan!"
"Apakah tank itu hancur?!" Tanya Kujo sambil mengintip keluar untuk memastikan Panther III yang dimaksud sudah hancur atau belum.
Asap hitam bekas ledakan perlahan-lahan menghilang dan terlihat Panther III tersebut mengalami kerusakan ringan dan hanya memiliki bekas hitam di sisinya, hal ini membuat Kujo terlihat sangat frustasi, apalagi para Tiger I yang mengawal Panther III tersebut mulai membuka tembakan yang membuat posisi mereka semakin tertekan dan korban jiwa semakin meningkat, Trude dan Dossoles untung saja masih selamat akibat para Penyihir yang ada di unit pasukan Kujo yang menggunakan kekuatan Telekinesis mereka untuk memanipulasi reruntuhan sekitar sebagai perisai, walau tentu perisai buatan itu hancur jikalau dihantam meriam kaliber 88mm dari Tiger I dan kaliber 120mm Panther III.
"Disini Quintesia! Meminta ke apapun aset udara yang ada di wilayah Kota Khauffnant untuk memberi dukungan kepada kami!" Teriak Kujo sambil menembakkan M1 Garand yang ia bawa.
"[Disini Nacht-7, siap mengirim paket.]"
"Bagus! Rorke! Lempar asap hijau ke posisi tank-tank itu! Trude dan Dossoles! Terus tekan para tank tersebut sampai serangan udara tiba!" Teriak Kujo.
Perintah Kujo dibalas dengan raungan dari meriam Trude yang langsung menghantam salah satu Tiger I yang menyebabkan tank tersebut berhenti bergerak, namun hal itu tidak berbuat banyak karena Tiger I tersebut kembali bergerak dengan diikuti beberapa Tiger I lainnya yang mulai bergerak maju, Panther III yang menjadi ancaman utama tetap berada dibelakang dan nampak mengerikan.
Pertempuran berlanjut selama beberapa menit dengan Dossoles kini harus mengalami kerusakan parah dan Trude harus bertarung sendirian membendung gempuran ganas dari pasukan Tank NWO yang kian mendekat, namun untungnya keberuntungan lagi-lagi berada di pihak RPTO.
"[Bombs away.]"
Tiga pesawat dengan baling-baling melewati posisi mereka, pesawat tersebut di cat dengan warna biru gelap dan dengan lambang Elang dengan dua kepala, itu adalah pesawat F4U Corsair milik Angkatan Udara Kerajaan Barnaul. Enam bom yang mereka jatuhkan lalu meledak di atas masing-masing tank yang ditargetkan dan mengakibatkan ledakan besar yang menghancurkan semua Tiger I dan membuat Panther III rusak parah.
"Maju Maju Maju!" Perintah Kujo.
Prajurit RPTO langsung menyerbu masuk ke gedung pemerintahan kota Khauffnant yang saat ini berisi banyak parit pertahanan dan bunker, dengan Panther III yang rusak mencoba mati-matian mundur namun karena sudah rusak, mereka berjalan sangatlah lamban. Beberapa prajurit RPTO berlari ke arah Panther III dengan membawa peledak di tangan mereka, lalu melemparnya ke bagian bawah Panther III tersebut yang langsung meledak dan menghancurkan Panther III tersebut secara permanen.
Beberapa prajurit RPTO yang membawa Flamethrower langsung masuk ke parit-parit dan menyemburkan api panas dari senjata mereka ke dalam bunker pertahanan NWO, tidak hanya itu, para Mage mulai merapalkan sihir api yang semakin memperparah keadaan pasukan NWO yang terjebak di dalam bunker pertahanan.
Pada akhirnya, lebih dari 230 prajurit NWO mati di dalam bunker, antara terbakar hidup-hidup atau mati kehabisan nafas karena ada api, hanya 48 prajurit saja yang ditangkap untuk dijadikan tahanan perang... Ini adalah sekian dari banyaknya kejahatan perang yang dilakukan Prajurit RPTO di Perang Dunia Baru.
Kapten Kujo duduk di kursi yang dia seret dari salah satu Gereja di kota Khauffnant dan merenung, dia saat ini membafa laporan dari Korps lainnya yang ikut menggempur kota Khauffnant, kurang lebih masing-masing Korps kehilangan 45 persen kekuatan mereka dan itu adalah hal yang cukup menyakitkan.
"Kapan semua omong kosong ini akan selesai?" Tanya Kujo entah kepada siapa.
Republik Indonesia.
10 Maret 1640.
Inilah dia, momen-momen yang paling ditunggu oleh semua rakyat Indonesia dan juga pemimpin dari negara-negara anggota RPTO... Indonesia memasuki periode pergantian administrasi.
Hal ini tentu menyebabkan akan terjadi banyaknya pertikaian antara sesama tetangga atau warga suatu daerah karena berbeda pandangan politik, namun begitulah demokrasi. Partai-partai politik sudah memulai kampanye untuk mempromosikan masing-masing kandidat yang akan menjadi Presiden Indonesia berikutnya, saat ini Indonesia terbagi menjadi dua kubu yaitu kubu Realistis dan kubu Idealis.
Kubu realistis berisi politikus dan orang-orang yang berpikir secara nyata, dan mencari cara untuk menangani masalah secepat dan seefisien mungkin. Kubu realistis ini juga menjadi salah satu kubu yang disukai karena mereka itu tidak memakai kata-kata manis untuk memenangkan hati para masyarakat.
Sedangkan kubu Idealis lebih lantas menentang peperangan dengan pihak NWO karena tidak semestinya Indonesia merecoki urusan negara lain, apalagi sampai melakukan intervensi secara militer. Mereka berniat membuat Indonesia menjadi lebih maju dengan rencana jangka panjang yang sudah pasti akan memakan uang yang sangat banyak. Tidak hanya itu, mayoritas anggota kubu ini adalah anak muda yang termakan propaganda dari pihak Fasis yang mulai menggerogoti Indonesia dari dalam dan pihak-pihak yang memiliki paham fasisme.
Saking rusuhnya, TNI dan POLRI sampai harus diterjunkan untuk kembali melakukan Aturan Militer yang ketat dan menangkap siapapun yang dianggap merusuh, baik itu dari pihak Realistis ataupun pihak Idealis.
Calon dari masing-masing kubu adalah Sakura dari Kubu Realistis dan Jaka Agung dari kubu Idealis, dalam waktu sebulan kurang, mereka akan memperebutkan kursi kepemimpinan tertinggi di negara terkuat yang eksis di Terra ini, makanya MPR dan MA sangatlah berhati-hati dalam melakukan Pilpres kali ini.
Pemilihan dilakukan pada tanggal 11 Maret dan hasilnya akan diumumkan pada tanggal 17 Maret, juga sekaligus untuk pelantikan Presiden baru, untuk saat ini pemerintahan darurat Republik Indonesia masih berusaha menstabilkan semua wilayah mereka yang terkena nuklir atas perintah terakhir Presiden Wijaya sebelum akhirnya beliau akan keluar dari kursi pemerintahan untuk selama-lamanya pada tanggal 17 Maret mendatang.
..
....
......
Wijaya nampak duduk di kursi di kantor kepresidenan Indonesia yang ada di Istana Negara, dia saat ini sedang memandang kearah Televisi yang menunjukkan parade kemenangan Kubu Realistis karena pengumuman yang dilakukan setengah jam lalu oleh MPR dan MA, keputusan kedua organisasi itu sudah tetap dan tidak bisa diganggu gugat.
Wijaya tersenyum lebar saat melihat Sakura, seorang wanita Jepang yang sekarang warga negara indonesia, dilantik menjadi Presiden Indonesia yang Kesebelas oleh Ketua MPR saat ini, menggantikan almarhum Ketua MPR yang wafat saat ledakan Nuklir.
Sekarang waktunya dia menunggu Sakura untuk datang ke Istana Negara untuk menyelesaikan tradisi dari Kepresidenan Republik Indonesia, tradisi ini dibuat oleh Presiden Soekarno dan sampai saat ini diteruskan. Wijay mematikan TV nya dan melihat ke dua bingkai foto yang ada di mejanya. Di bingkai yang kanan ada Wijaya, mendiang istri dan anak-anaknya yang tersenyum kearah kamera, pada foto itu juga Istri Wijaya nampak pucat dan kurang sehat.
Sedangkan di sebelah kiri adalah sebuah foto yang selalu membuatnya ingin menangis, di foto itu ada Wijaya memegang tangan Indah, Hamdani dan Marian yang juga berpegangan tangan dengan Nirmala yang duduk di bahu Hamdani, itu foto yang mereka ambil seminggu sebelum kejadian 'itu' terjadi.
"Heh... Rasanya baru kemarin aku memakan Nusa Mie..." Gumam Wijaya mengelus foto tersebut, lalu dia mendengar banyak langkah kaki dari luar yang menandakan Sakura telah tiba.
Pintu pun diketuk dan Wijaya membalas. "Masuklah!"
Sakura masuk seorang diri, dia nampak memakai pakaian berupa jas berwarna hitam, kemeja berwarna putih susu, dasi berwarna merah terang dan memakai celana hitam, rambut coklat keabu-abuan nya dipangkas pendek sebahu dan terlihat sangat rapih.
"Pak Wijaya." Sakura nampak memberi Wijaya sebuah salut.
Wijaya melambaikan tangannya dan memberi isyarat agar Sakura semakin mendekat. Sakura berjalan semakin mendekat, setiap langkah yang Sakura ambil terasa semakin berat dan bahunya merasa semakin turun, inilah beban yang akan dia pikul selama empat sampai lima tahun mendatang, beban dari seorang pemimpin Negara.
Wijaya mengambil sesuatu dari laci meja kerjanya dan dari sana, Wijaya mengeluarkan sebuah bola bisbol yang terlihat cukup kusam dan tua, bola bisbol itulah yang dijadikan tradisi Kepresidenan Indonesia yang akan terus digunakan sampai matahari terbenam di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Indonesia telah melewati banyak masa yang sulit, Sakura muda, dalam seratus tahun lebih masa kebebasan kita, kita tidak pernah menikmati apa yang namanya perdamaian ataupun mengenalnya sama sekali, dulu aku pernah berjanji untuk membuat perdamaian agar Rakyat Indonesia tidak perlu meringkuk ketakutan dan ditindas oleh bangsa lain atau pendatang dari bintang-bintang... Dan aku gagal, aku gagal memenuhi misi dan permintaan dari para presiden yang telah mendahului kita..." Wijaya berhenti sejenak dam menarik napas.
"Namun, jalan mu masihlah panjang, Sakura muda, akan ada banyak orang yang tidak menyukai gaya mu memimpin Negeri ini, banyak orang yang akan mencoba menjatuhkanmu... Namun akan ada banyak orang juga yang akan membela mu karena mereka percaya pada mu, percaya kalau kau dapat membawa perubahan pada Negeri, perubahan yang mungkin aku dan para pendahulu kita tidak dapat gapai... Namun aku tahu kau bisa melakukannya, aku telah mengikuti jejak karir mu baik di militer dan juga politik, kau memenuhi syarat untuk menjadi Presiden Indonesia, tidak seperti rival mu yang tidak memiliki latar belakang militer sama sekali..."
"Sakura, bawalah perdamaian dan kesejahteraan untuk Rakyat Indonesia... Buat kami bangga." Wijaya lalu melemparkan bola bisbol sakral yang dia pegang kearah Sakura.
Sakura melihat secara intens bola tersebut dan pandangannya perlahan melambat, bola bisbol itu seolah-olah jatuh sangatlah pelan... Sakura meragukan dirinya dan mengutuk akan kepedean nya yang tiba-tiba menghilang, padahal dia adalah orang yang selalu pede dan tegas, namun dia saat ini berubah menjadi dirinya dulu saat mengabdi untuk IJA, selalu meragukan dirinya dan selalu merendah sampai ke inti bumi.
Namun dia mendengar suara dari belakangnya, dia tidak tahu suara siapa-siapa saja itu, tapi dia merasa sangat familiar dengan suara-suara itu.
"Ayo, Sakura!"
"Melangkah dan tangkap masa depan dengan kedua tangan mu, Sakura!"
"Ayo, pemula! Kau pasti bisa!"
"Kami bersama mu, Kapten!"
"Ayah bangga pada mu, putriku."
"Ibu juga, nak, Ibu sangat bangga dapat mempunyai anak yang hebat seperti mu."
"Cucuku... Kau telah melewati banyak hal yang tidak dapat dijelaskan oleh kata-kata... Kamu telah melakukan berbagai kejahatan yang harus dilakukan dan bekerja dalam bayangan... Agar orang-orang yang kamu cintai dan sayangi dapat hidup dalam cahaya terang tanpa khawatir... Cucuku sayang, hiduplah dan majulah, kamu tidak perlu khawatir, Ayah dan Ibumu akan bersama nenek dan akan selalu menyemangati mu dari sini...."
Mendengar suara-suara orang terdekatnya yang menyemangati nya, mata Sakura pun penuh akan tekad dan api yang membara, lalu dia menangkap bola bisbol tersebut dengan relatif muda. Secara samar-samar, Sakura melihat Wijaya berubah menjadi Presiden Soekarno dan Sakura sendiri menjadi Soeharto, dan itu terjadi terus menerus dari presiden yang satu, ke presiden yang satu lagi.
Sakura memandang bola bisbol tersebut dengan tatapan heran sekaligus kagum, jadi ini maksud orang-orang mengenai keajaiban tradisi Kepresidenan.
"Pak Wijaya... Saya akan melakukannya." Ucap Sakura dengan tegas.
"Aku tahu kau akan melakukannya, selamat bertugas, nak, Nasib Indonesia dan dunia ini ada di tangan mu."
...
.....
Pelabuhan Tanjung Priok, Republik Indonesia.
Nampak seorang wanita yang cantik berambut pirang dan memiliki tubuh yang dapat mengalahkan model manapun, wanita itu nampak berjalan ke salah satu Kapal Induk Super tua yang Indonesia punya, KRI Yos Sudarso. Namun yang mengherankan adalah, tidak ada satupun orang yang nampaknya menyadari kedatangan dari wanita tersebut.
Wanita tersebut bukannya naik melalui tangga, malahan dia langsung melompat dengan sangat tinggi dan mendarat di dek kapal induk KRI Yos Sudarso. Di sana, dia melihat beberapa pria sedang berkumpul, mereka memakai kopiah dan setelan jas.
Pria pertama yang menyadarinya adalah pria yang sangat mirip dengan Presiden kedua Republik Indonesia, dia adalah KRI Soeharto, kapal kedua dari Kapal Induk kelas Presiden.
"Soekarno, dia sudah datang." Ujar Soeharto sambil menganggukkan kepalanya kearah sang wanita yang baru datang.
"Ah, Missouri! Kamu tiba." Soekarno yang sedang bercengkrama dengan pria lainnya, nampak senang akan kedatangan wanita berambut pirang yang bernama Missouri.
"Soekarno, bagaimana keadaannya?" Tanya Missouri dengan khawatir.
Soekarno hanya menghela nafas panjang. "Tidak baik-baik saja, dia saat ini akan dibongkar dan jiwa kapalnya menghilang setelah perbincangan kami tadi malam."
Lalu seorang pria lainnya ikut nimbrung, dia adalah KRI Habibie. "Benar apa yang Bung Karno katakan, kami tidak dapat merasakan jiwa dari Sudarso lagi... Dia sudah tidak bersama kita."
"Tidak... Aku baru saja datang..." Missouri nampak sangat sedih.
"Begitulah hidup kita, Missouri, hanya untuk dijadikan senjata dan alat oleh majikan kita, walaupun kami dinamakan dan memiliki sifat seperti Presiden Indonesia yang terdahulu, namun nasib kami tidak lebih dari kapal-kapal yang sudah tua, akan dibongkar." Ucap Soeharto yang sedari tadi diam.
Mereka semua menundukkan kepala mereka dan merenungkan hal tersebut... Begitulah kehidupan mereka sebagai senjata... Sebagai alat.
TBC.
Oke, ini chapter barunya. Counteroffensive dari pihak RPTO sudah dimulai dan NWO nampaknya akan mengalahkan pasukan Indonesia di Magicaraich, mau tau kelanjutannya? Saksikan episode kamen rider berikutnya-
Oh iya, jika kalian berniat untuk membaca cerita ini dari awal, aku minta tolong untuk mencari nama dari perusahaan pembuatan Drone Indonesia yang pernah aku mention di Buku ini kalau aku tidak salah ingat, tentang Tank Ganesha gitu.
Oke, sekian dari aku.
Sampai jumpa bulan depan wkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top