Chapter 41 : Golden Dawn
Yumi tidak tahu harus berpikir apa, mereka saat ini terkepung oleh setidaknya tiga puluh Centaur berzirah seperti Winged Hussar dari Polandia, mereka semua terlihat sangat perkasa, terlebih lagi beberapa dari mereka memegang semacam senjata seperti Musket atau bahkan Bolt-Action, tidak ada yang tahu dan Yumi tidak ingin mencari tahu.
"H-Hey, damai oke?" Kata-kata yang dilontarkan oleh Yumi itu lebih ke pertanyaan daripada ucapan.
"Orang luar! Lepaskan anggota kami dan sebutkan tujuan kalian kemari!" Sosok Centaur jantan raksasa yang membawa Halberd nampak berbicara dengan sangat keras.
"Shit... Dia besar... Grayson, kau pikir kau dapat melawannya?" Tanya Mike dengan pelan.
"Tergantung." Ujar Grayson perlahan melepaskan Centaur betina yang dia pegang.
"Kami kemari untuk bertemu dengan kalian dan Ketua kalian! Kami ingin berteman, yah, berteman!" Ujar Yumi perlahan berdiri sambil mengangkat kedua tangannya, senapan XM7 nya tetap tergantung dari bahunya.
"Berteman dengan kami? Kalian sangat mirip dengan orang-orang dari suku Sundae, siapa kalian sebenarnya?" Yumi nampak menggigit bawah bibirnya.
"Uhh sebenarnya saya orang Jepang-AS... Tapi kami adalah perwakilan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, kami mewakili mereka saat ini untuk membuka hubungan dengan kalian." Ujar Yumi menggunakan nada diplomatik.
"Kalau begitu, kenapa bukan mereka saja yang datang kemari untuk melakukannya, tanpa melalui perantara seperti ini, dimana adab mereka?" Tanya sang Centaur Jantan yang nampaknya adalag ketua kelompok Centaur Hussar ini.
"Mike, segera hubungi Cahyadi dan minta dia kemari! Ini sudah tidak sesuai gaji kita, dan lagi, akan lebih sulit menjelaskan hal ini tanpa mereka." Mike tanpa pikir panjang langsung melaksanakan perintah dari sang Kapten.
Beberapa menit yang menegangkan berlalu dengan dari kejauhan terdengar suara semacam bilah memotong udara dan semacam.... Musik? Tapi musiknya tidaklah familiar bagi para Centaur, namun bagi tim Yumi, lagu tersebut sangatlah familiar.
Some folks are born made to wave the flag~
Hoo, they're red, white and blue
And when the band plays "Hail to the chief"~
Ooh, they point the cannon at you, Lord~
"Bajingan, mereka benar-benar melakukannya." Ujar Thames sambil tertawa renyah.
Sebuah helikopter Bell UH-1 milik Angkatan Laut Indonesia mendarat secara perlahan di dekat lapangan luas, hanya beberapa puluh meter dari posisi Para Centaur dan Tim Yumi. Para Centaur terkejut dan terperangah melihat teknologi asing dihadapan mereka ini, namun sang pemimpin, Centaur yang menginterogasi Yumi dan rekannya langsung maju bersama dua Centaur lainnya kearah Helikopter tersebut yang baru mendarat.
Helikopter itu tidak sendiri, ada empat AH-1ZX Marinir AS dan dua Mi-24 Superhind MKV milik Marinir Indonesia yang mengawal kedatangan helikopter tua tersebut, dari Helikopter Bell tersebut pula, keluar Letkol Cahyadi dengan ajudannya, seorang Esper pria yang cukup langka, Misha.
Letkol Cahyadi memandang Centaur di hadapannya dengan tatapan netral, penuh kalkulasi, begitu juga sang Centaur. Sebelum akhirnya sang Centaur berbicara.
"Aku adalah Oudwin Baal, Jenderal perang Suku Hussar, selamat datang di dunia kecil kami, Pendatang Asing." Ujar sang Centaur yang bernama Oudwin.
"Senang bertemu dengan mu juga, Jenderal Oudwin, saya adalah Letkol Cahyadi, pemimpin pasukan Ekspedisi Kelima NKRI, kami disini memiliki maksud untuk membuka hubungan diplomasi dengan kalian." Ujar Letkol Cahyadi dengan kalem.
"Jadi omongan si rambut merah itu benar." Oudwin dan Cahyadi secara bersamaan melihat para Tim Force Recon yang dikelilingi para Centaur.
"Benar, dan mereka adalah anak buah ku, akan lebih baik jika kita tidak saling menodong disini, kawan." Ujar Cahyadi sambil mengeraskan pandangan matanya.
Oudwin mengangkat tangannya memberi isyarat pada anak buahnya yang lain untuk berhenti menodong Tim Yumi, dan mereka melakukan sesuai perintah Oudwin.
"Baiklah, Orang-orang asing, mari ikuti aku ke Ibukota Pakuan Pajajaran." Ujar Oudwin berbalik arah dan mulai berjalan bersama anak buah nya. Mereka membentuk formasi tiga baris panjang.
Letkol Cahyadi menghela nafas dan mengisyaratkan pada helikopter yang ia tumpangi tadi untuk lepas landas kembali dan sang pilot langsung otw terbang kembali ke KRI Bangka Belitung untuk isi ulang bahan bakar dan membawa prajurit lebih, sedangkan Helikopter yang mengawal tadi tetap mengudara di dekat kelompok TNI-USMC untuk jaga-jaga jika mereka butuh bantuan CAS.
"Baiklah, Yumi, aku kira aku meminta kalian untuk melakukan kontak pertama yang damai, bagaimana semuanya bisa sampai sekacau ini?" Tanya Letkol Cahyadi.
"Well pak, sebenarnya mereka duluan yang melakukan serangan ofensif, Grayson hanya menahan dan mencoba menaklukkan Centaur betina itu, namun situasi berubah dengan sangat cepat, untung saja kalian datang." Ujar Yumi menjelaskan.
"Hah... Kalian ini, baiklah lebih baik kita ikuti mereka." Mereka semua pun langsung mengikuti para Centaur yang berjalan ke Ibukota mereka, Pakuan Pajajaran.
"Tapi nama Ibukota mereka kayak Familiar, ya, bos?" Tanya Misha.
"Benar, kemungkinan ininada hubungannya dengan para Komando yang terdampar di pulau ini." Balas Cahyadi.
Pasukan Indo-AS pun mengikuti para Centaur ke Ibukota Pakuan Pajajaran, dan saat perjalanan ke sana, mereka melihat banyak sekali ladang padi dan sayuran lainnya, beberapa gubuk kecil untuk para petani agar dapat berteduh, serta beberapa kelompok Centaur dan Half-Human lainnya yang nampaknya sedang berpatroli.
"Tempat ini mengesankan, seperti lukisan yang ada di Gedung Agung Yogyakarta." Ujar Grayson kagum.
"Tempat ini akan menjadi spot yang indah untuk melihat bintang-bintang karena kurangnya polusi." Ujar Mike gak kalah kagum.
"Kayaknya semua negara di dunia ini adalah spot bagus untuk melihat bintang..." Ujar Thames.
"Keseluruhan nya, suasana ini mengingatkan ku pada Indonesia bertahun-tahun lalu. Sangat asri dan sejuk... Andai Indonesia bisa kembali seperti ini." Ujar Cahyadi dengan perasaan rindu.
Lalu setelah melewati wilayah pertanian mereka melihat sebuah tembok setinggi tujuh meter, terbuat dari batu dan ada sekitar empat puluh prajurit dari berbagai ras, mulai dari Manusia sampai Lamia, mereka mengenakan pakaian dan perlengkapan yang kurang lebih seperti dibawah ini.
"Damn, mereka mirip dengan prajurit Kemaharajaan Majapahit, pasti ini ada hubungannya dengan para Kopassus yang terjatuh disini." Ujar Cahyadi lagi-lagi terkesan.
Mike dan Thames tanpa pikir panjang langsung memotret segala hal disini sebagai dokumentasi menggunakan VIZ mereka, sedangkan Grayson melambaikan tangan power armor nya kearah beberapa anak-anak yang bermain dekat dengan Tembok pertahanan.
"Disini cukup damai, Jenderal Oudwin." Komen Yumi.
"Benar, dulu tidak sedamai ini, namun dalam dua tahun ini banyak hal yang berubah, kami memutuskan untuk tidak mengikuti cara lama lagi dan melangkah maju menghadap masa depan." Ujar Oudwin dengan tatapan sendu.
"Begitu..."
Pintu gerbang pun terbuka setelah Oudwin berbicara dengan Kapten sang penjaga Gerbang, saat memasuki gerbang, semua personel Indo-AS syok dan kagum melihat pemandangan kota kuno dihadapan mereka ini, seperti dibawa ke masa lampau!
"Arsitektur nya mengambil inspirasi dari Suku Aztec kuno dan juga sentuhan Kerajaan Sunda seperti Kerajaan Pajajaran, nama Ibukota aja sudah sama." Ucap Cahyadi mengapresiasi keindahan dari Ibukota dari tempat ini.
"Aku harap orang-orang Spanyol tidak kemari dan menghancurkannya juga." Orang-orang Indo-AS tertawa akan guyonan gelap dari Thames.
"Pendatang asing, selamat datang ke Ibukota kami, Pakuan Pajajaran." Ujar Jenderal Oudwin dengan sangat bangga.
Rombongan mereka nampaknya menjadi sorotan, banyak sekali warga setempat yang memperhatikan mereka dengan tatapan penasaran, bahkan banyak pria muda memperhatikan Yumi dengan malu-malu. Mereka terus berjalan dan sampai ke suatu bangunan yang mirip kuil orang-orang Aztec zaman dulu, mereka memasuki bangunan tersebut dengan semua prajurit Indo-AS langsung mengganti mode senjata mereka, dari "Safety : On", ke "Safety : Off."
Lalu, mereka pun tiba menghadap ke seorang Pria berkulit sawo matang yang menggunakan BDU standar Kopassus, tanpa rompi anti peluru dan sedang menandatangani beberapa kertas. Sang Pria mengalihkan perhatiannya kearah mereka dan langsung berdiri dengan syok, begitu juga dengan Letkol Cahyadi.
"Lah, Agus, kau masih hidup?" Tanya Cahyadi tidak percaya.
"Loh abang, kok bisa kemari?" Pria yang menjadi Perdana Menteri di Kerajaan ini yang ternyata adalah keponakannya Cahyadi, Sertu Agus.
Istana Merdeka, Jakarta, Republik, Indonesia.
10 Februari, 1640.
1345.
Presiden Wijaya nampak sedang melakukan pembicaraan yang cukup menegangkan dengan Menhan Sarno dan Jenderal Pranata.
"Jadi... Pak Sarno, ada apa?" Tanya Wijaya dengan kalem.
"Pak Presiden... Apakah bijak untuk menggerakkan Titan Carrier? Saya tahu itu adalah senjata yang paling kuat kita miliki untuk sekarang dan sudah berada di Mu semenjak beberapa bulan silam, tapi, saya masih ingin mempertanyakan, apakah perlu kita meletakkan senjata super kita di sana?" Tanya Menhan Sarno dengan khawatir.
Sang Panglima Besar Pranata nampak setuju dengan argumen dari Menhan Sarno, menggerakkan Titan Carrier adalah tindakan yang cukup sembrono dan sangat berbahaya, apalagi jika di gerakkan tanpa ada pengawalan sama sekali.
"Kekhawatiran kalian itu terlalu berlebihan, lagipula, kita perlu memanaskan mesin benda itu dan menggunakannya di medan peperangan, aku tidak ingin benda sepenting itu rusak karena disimpan layaknya berlian." Ujar Wijaya, masih tenang.
"Tapi pak! Titan Carrier hanya ada satu di dunia! Dan itu milik kita, bahkan Titan Carrier yang ditemukan Amerika itu adalah bagian tubuhnya saja, bukan lengkap seperti Titan Carrier punya kita, pak, dengan segala hormat, saya mohon, tarik kembali Titan Carrier kembali ke NKRI." Ujar Menhan Sarno dengan serius.
"Maaf saja, pak Menhan, tapi saya tidak bisa mengizinkan hal tersebut, Titan Carrier akan tetap bertempur di Mu sampai saya sendiri yang memerintahkan mereka untuk mundur." Ujar Wijaya, Lagi-lagi masih Kalem.
"Pak.... Saya mohon maaf, namun saya sudah mulai proses pengevakuasian Titan Carrier, dan saat ini sedang dalam perjalanan kembali menuju Indonesia..." Ujar Pranata sambil mengangkat tangannya, dia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi.
Wijaya nampak terdiam sambil memperhatikan jam dinding yang terus berbunyi... Lima menit berlalu dan bagi kedua orang yang sedang berhadapan dengan Wijaya sekarang, ini adalah lima menit terlama di hidup mereka, Menhan Sarno meneguk ludahnya sedangkan mata Jenderal Pranata sendiri langsung berlari kemana-mana. Wijaya memajukan badannya dan berkata.
"Apakah Ketua DPR dan MPR sudah setuju akan penarikan mundur Titan Carrier?" Tanya Wijaya.
Menhan Sarno segera memberikan sebuah kertas berisi surat penarikan mundur Titan Carrier, dengan Panglima Besar TNI, Ketua MPR/DPR dan Menhan sudah menandatangani surat tersebut, tinggal Presiden Wijaya saja yang belum.
"Jadi begitu, saya mengerti, tapi saya harap kalian tidak menyesal dengan keputusan ini, pak Menhan, silahkan keluar, ini sudah saya tandatangani, Pak Pranata tetap disini." Ujar Wijaya kalem.
Surat tersebut segera diambil Menhan Sarno, dan beliau sesegera mungkin keluar dari Kantor Presiden, meninggalkan Jenderal Pranata yang masih pasrah dan sedikit berkeringat dingin.
"Jadi.... Pranata, sedikit lupa diri, huh." Komen Wijaya sambil mengisi teh ke kedua cangkir yang sudah ia siapkan.
"Pak, dengan segala hormat... Saya merasa mengerahkan Titan Carrier adalah pembuangan Sumber daya yang sangat menjijikkan, saya merasa kalau menggunakan kekuatan Konvensional sudah cukup untuk menahan dan mengusir serangan dari Gra-Valkas dan Sekutu NWO mereka." Ujar Pranata.
"Mengusir dan menahan? Tidak, tidak, tidak.... Pranata, kita di Mu, untuk menghajar mereka kembali ke tempat menyedihkan yang mereka sebut dengan rumah, kita disini akan mengajari mereka bagaimana seekor anjing seharusnya bertindak, bukan menahan maupun mengusir mereka. Katakan, berapa banyak pasukan kita yang ada di Mu?" Tanya Wijaya.
"Sekitar 15.000 dan terus bertambah... Kenapa?"
"Bayangkan Pranata, 15.000 pasukan kita harus bertahan menghadapi jutaan prajurit tanpa henti, tanpa sokongan logistik... Dapatkah mereka bertahan?" Tanya Wijaya.
"T-Tentu saja tidak, secanggih apapun teknologi kita, tapi jika jumlahnya sudah tidak ngotak, pasti tetap akan kalah." Jawab Pranata.
"Salah, jawaban aslinya mereka akan menang. Karena Titan Carrier ada di sana untuk mendukung setiap langkah mereka. Bayangkan meriam 1200mm dengan ganasnya mengoyak gunung, ratusan senjata pertahanan diri dengan berbagai kaliber, puluhan Jet dan Mecha yang terbang dari lapangan terbang berbentuk layaknya dek kapal induk dibelakang nya, dan senjata rahasia dari Titan Carrier yang konon dapat merubah tata letak suatu benua hanya dalam satu kali serangan." Ujar Wijaya memberikan suatu pandangan ke Pranata.
"Kekuatan sejati Titan Carrier belum sepenuhnya dibangkitkan, jadi saya mengerti kekhawatiran kalian itu, makanya aku ingin memotong dana Angkatan Darat." Ujar Wijaya dengan santai.
"T-Tunggu pak! Memotong Dana Angkatan Darat dapat menurunkan performa kita dan cukup banyak peralatan yang tidak dapat terawat." Ujar Pranata.
"Well, jangan salahkan aku, salahkan Sukmawati dan kalian yang menyetujui pembuatan Automata, jadi kita saat ini cukup kekurangan dana, jika kita menunjukkan performa dari Titan Carrier pada orang-orang dari Kemenkeu dan menteri lainnya, maka kesempatan kita untuk dapat anggaran tambahan semakin tinggi, aku bahkan akan menandatangani permintaan produksi massal Mecha baru yang sudah kalian Lobi sejak tahun lalu, bagaimana, tertarik?" Tanya Wijaya dengan tatapan sugestif.
Pranata terdiam sebelum akhirnya mengambil telpon satelitnya dan menghubungi seseorang.
"Iya, disini Pranata, aku ingin kau putar balik dan kembali menaruh Titan Carrier di Mu, segera siapkan juga semua persenjataan, amunisi, logistik dan pengawal yang dibutuhkan! Apa maksudmu kau tidak dapat melakukannya? Aku atasan mu! Baik, baik, baik... Aku ingin benda itu ada di Mu tidak lebih dari dua hari lagi." Pranata langsung menutup telponnya dengan wajah masam.
"Senang mengetahui kau masih dapat diajak bekerjasama, kawan lama. Sekarang, mengenai pengeboman ke Runepolis yang kita bahas sebelum Sarno masuk...."
Di Monas, Jakarta Pusat, Republik Indonesia.
10 Februari, 1640.
1422.
Smith, sang Agen CIA, nampak sedang duduk dengan tenang di salah satu bangku taman Monas, banyak warga Indonesia dan juga Asing yang berjalan-jalan di tempat indah ini, sayang saja keindahan tempat ini tidak lama lagi akan menghilang. Smith melirik ke salah satu gerai penjual makanan dan di sana salah satu anak buahnya sudah mulai menjalankan rencana mereka.
Smith melihat ke salah seorang anak perempuan yang sedang makan lolipop lokal dengan nikmatnya, sambil bermain dengan teman sebayanya, Smith ingin sekali rasanya merangkul sang anak kecil dan mematahkan lehernya dengan kedua tangannya. Memikirkan nya saja membuat Smith merinding.
"Pak bos, semuanya sudah siap, tinggal menunggu dari anda saja." Ujar anak buahnya melalui radio.
"Bagus, mainkan rekamannya, sebarkan di seluruh radio, internet dan alat elektronik mereka." Ujar Smith tersenyum lebar.
Tiba-tiba, semua orang yang memiliki ponsel kebingungan saat tiba-tiba HP mereka mati dan memainkan suatu video dimana ada seorang pria dengan menggunakan Hoodie berwarna hitam berbicara.
"Salam orang-orang Indonesia dan juga Dunia baru, aku adalah Cleanser. Kami hadir disini... Untuk menyatakan era baru untuk umat manusia, sudah terlalu lama Umat Manusia menjadi sangat korup, tamak dan juga tidak peduli akan yang lebih lemah. Hari ini kami nyatakan babak baru Era umat manusia, kalian akan membenci kami, mencaci kami, kami paham dan memaklumi nya tapi pada akhirnya kalian akan berterimakasih kepada kami karena melakukan hal ini. Semua unit... Sudah waktunya kembali menyulut dunia dalam api! Tapi dari abu nya, umat manusia akan kembali bangkit dengan baru dan siap untuk masa depan yang cerah, saudara saudari ku, mari kita lakukan Revolusi terakhir yang umat manusia butuhkan! Aku ingin semua dari kita membantai setiap orang Indonesia, setengah manusia dan juga kejahatan dari dunia ini! Maka daripada itu, dengan resmi aku dan seluruh kolega ku menyatakan dimulainya Operasi Golden Dawn!"
Di Markas TNI di Kepulauan Sulawesi mendadak kacau karena mereka mendapati semua senjata nuklir dengan platform ICBM, semuanya secara mendadak aktif dan siap untuk diluncurkan, para personel TNI bagian Cyber langsung melaksanakan protokol untuk mematikan nuklir tersebut, namun tidak terjadi apa-apa. Sekitar dua puluh ICBM milik Indonesia langsung lepas landas dengan masing-masing membawa muatan nuklir 25 megaton. Mereka mengarah bukan ke Indonesia, melainkan langsung lurus kearah Parpaldia, Qua-Toyne, Quila, Altaras dan Sios. Sedangkan lima puluh lainnya mengarah ke kota-kota yang ada di Indonesia dengan muatan 35 megaton.
Planet Terra sudah masuk ke dalam kekacauan tanpa akhirnya dengan senjata pemusnah massal mengancam keselamatan Indonesia dan sekutu RPTO nya, sedangkan di lain tempat, seekor burung hantu humanoid dan Garuda humanoid nampak sedang memperhatikan apa yang terjadi di Planet Terra dengan serius.
"Khakhakha! Akhirnya sesuatu yang menegangkan terjadi! Oh aku ingin tahu bagaimana kelanjutannya." Ujar Observer Omega dengan riang.
Sang Garuda hanya terdiam dan menundukkan kepalanya, apakah semua ini benar? Membiarkan keturunannya terbantai oleh seorang psikopat yang menginginkan dunia hanya untuk dirinya? Sangat memuakkan, Garuda langsung bangkit dan berjalan menjauh dari sofa.
"Tuan Garuda? Apa yang akan anda lakukan?" Tanya Omega dengan khawatir.
Garuda terdiam sejenak.
"Melakukan yang benar." Dan dia langsung menghilang dengan kilatan berwarna emas.
"Kehehehe, kalau dia boleh ikut campur, artinya aku boleh dong." Kekeh Omega dengan senyum jahat.
TBC.
Njir update lagi gwehj.
Kalau ada foto yang belum dimasukin bilang aja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top