Chapter 39

Site-00 "Novus Luna", Sisi Gelap Bulan.
8 Februari, 1640.

Di Ruangan Rapat.

Di suatu ruangan gelap, terdapat tiga belas figur termasuk Dzahir sedang berkumpul membahas sesuatu. Apapun yang sedang mereka bahas, masing-masing dari figur tersebut dan Dzahir nampak khawatir.

"Baiklah saudara-saudara sekalian, saya ingin menanyakan tentang proyek Naga Bonar, apakah proyek tersebut telah rampung?" Tanya Dzahir.

Salah satu figur, seorang wanita mengangkat tangan.

"Itu dia masalahnya pak... Proyek Naga Bonar nampaknya akan mengalami hambatan yang cukup menganggu. Pemerintah pusat baru saja mengirim laporan kalau Proyek Naga Bonar lagi-lagi dipotong anggarannya." Semua orang mengerang, lagi-lagi proyek penting harus dipotong anggarannya.

"Kenapa bisa begitu?"

"Owalah, lagi-lagi dipotong anggaran."

"Jancok emang."

Dzahir mengangkat tangannya dan semua orang kembali terdiam, lalu Dzahir memberi isyarat agar figur tersebut lanjut berbicara.

"Mereka bilang, dana yang seharusnya dialokasikan ke Proyek Naga Bonar malah dialokasikan ke Proyek Automata milik Wakil Presiden Sukmawati, itulah alasan utamanya, sedangkan alasan lainnya adalah pemeliharaan semua alutsista TNI." Ujar sang figur menggaruk belakang kepalanya.

"Jadi begitu... Baiklah, tetap pertahankan agar Naga Bonar tetap terus berlanjut dikerjakan, biarkan urusan politiknya pada ku. Baiklah berikan laporan berikutnya." Ujar Dzahir menghela nafas pendek.

"Lapor pak, kami berhasil menangkap Laksamana Armada Caesar sesuai mandat anda dan Pak Presiden, namun karena lukanya yang sangatlah parah, kami terpaksa harus tidak menginterogasi nya karena ya... Dia sedang sekarat pas saat dibawa kemari." Ujar figur lainnya.

"Ini akan cukup bermasalah, aku mendengar rumor tidak enak soal penyerangan Ke Kuspium oleh kubu Mirishial dan aku ingin sebisa mungkin menghindari hal tersebut... Jadi, kapan secepatnya dapat kita interogasi dia?" Tanya Dzahir sambil mengetuk jarinya di meja.

"Secepatnya, pak, karena ini juga termasuk dalam ancaman ke sekutu kita, maka kami meminta izin menggunakan seorang Esper untuk mengorek Informasi langsung dari otaknya." Ujar figur lain.

"Diizinkan, gunakan cara apapun untuk mendapatkan informasi tersebut, tapi pastikan dia masih hidup, dia masih berguna untuk rencana pembangunan pasca perang." Ujar Dzahir dan melihat armphone nya yang berkedip.

"Baiklah tuan-tuan dan nyonya-nyonya, nampaknya aku harus ke bumi, kita lanjutkan pertemuan ini bulan depan." Dzahir tanpa pikir panjang langsung berdiri dan pergi, sedangkan figur lainnya menghilang.

Dzahir berjalan menyusuri lorong dan akhirnya keluar ke Hangar utama dari Site-00. Dzahir terus berjalan sampai akhirnya dia berhenti bersama banyak pekerja lain juga ikut ngantri berhenti, di depan mereka lewat sebuah platform raksasa dan di atas platform tersebut terdapat sosok naga yang berdiri dengan kedua kakinya, berwarna biru cerah dengan persenjataan berat seperti empat meriam partikel kaliber 240mm, dua meriam Plasma kaliber 356mm yang terlihat sangat mengancam dan juga suatu senjata rahasia yang masih dikembangkan, benda ini adalah mahakarya dari semua manufaktur persenjataan kelas berat Indonesia, mengingat mereka semua bekerja sama dalam mendesain dan juga mengembangkan monster ini.

Dzahir menyeringai kecil sebelum akhirnya lanjut berjalan setelah platform yang membawa senjata naga tadi selesai lewat, dia langsung menaiki HSST pribadi miliknya dan turun ke Bumi, lebih tepatnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dzahir setelah itu langsung otw menggunakan mobil sewaan dan sampai di Istana Merdeka, tepat saat rapatnya baru dimulai.

"Maaf saja baru datang, lalu lintas macet tadi." Ujar Dzahir sedikit kelelahan dan langsung duduk di kursinya.

"Terimakasih atas kedatangannya, Direktur, baiklah... Langsung ke permasalahannya, bagaimana caranya kita memenangkan pertempuran tersebut?" Tanya Wijaya dengan serius..

Semua orang terdiam, karena mereka pun juga tidak tahu harus menjawab seperti apa, pertarungan di Laut Vestal adalah keajaiban bagi Indonesia, karena mayoritas pasukan Indonesia yang ada di Benua Vestal tidak siap 100 persen menghadapi Invasi skala penuh, dan jika Invasi benar-benar terjadi maka Indonesia akan kehilangan banyak sekali prajurit berkualitas dan berbakat karena keteledoran mereka.

"Lalu, Jenderal Pranata, kenapa pasukan kita yang ada di Benua Vestal tidak mencukupi?! Waktu itu ada lebih dari 300 ribu TNI dari semua matra di Benua Vestal! Kemana mereka?!" Wijaya menatap Pranata dengan tatapan tajam.

"Mereka sedang... Rotasi, pak. Jadi kami hanya meninggalkan sekitar 20.000 prajurit saja untuk berjaga sementara kami membuat jadwal rotasi untuk prajurit TNI yang ada di Benua Vestal..." Pranata menjelaskan sambil bersiap-siap untuk disemprot oleh Wijaya.

"Rotasi?! Kenapa kita masih memakai sistem seperti itu? Kalian tahu sendiri betapa tidak efisien nya memakai sistem Rotasi, kau tahu sendiri kalau Amerika hampir mengalami kekalahan di Kanal Suez karena sistem rotasi kepimpinan dan prajurit, dengan menggantinya menjadi ke pemimpin yang belum berpengalaman dan juga prajurit yang sama sekali tidak ada pengalaman!" Ujar Wijaya dengan menggebu-gebu.

Semua staf TNI yang hadir di rapat menundukkan kepala mereka dengan malu, mereka hampir saja melakukan blunder besar yang dapat merugikan Indonesia, apalagi Benua Vestal ini adalah wilayah baru Indonesia, semia investasi mereka akan sia-sia kalau berhasil diambil oleh musuh apalagi semua teknologi canggih yang ada di Benua Vestal.

"Kami meminta maaf sebesar-besarnya, pak Jaya, ini semua melebih kalkulasi kami, kami juga tidak mengharapkan mereka menyerbu kita dalam waktu dekat." Ujar KASAL.

"Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya berkontribusi dalam pertempuran ini, jadi, Sama-sama btw." Ujar KASAU sambil mengetuk sesuatu melalui Armphone nya.

"Ah iya, misil Hipersonik nya, aku dengar sukses dalam pertempuran." Ujar Sukmawati.

"Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan, aku ingin 300 ribu prajurit itu kembali ke Benua Vestal dan secara permanen berada di sana, kalian paham?" Tanya Wijaya dengan tegas.

Semua staf TNI langsung angguk-angguk, saja masih bagus mereka tidak di pecat karena keteledoran ini.

"Baiklah, saya ucapkan terimakasih sekali lagi untuk KASAA atas kesigapan dalam menanggulangi bencana ini, kalian adalah pahlawan." Semua orang di dalam ruang rapat menganggukkan kepala mereka masing-masing dan asa yang bertepuk tangan.

"Kita kesampingkan dulu mengenai hal itu, Profesor Adam, waktu dan tempat kami persilahkan." Seorang Ilmuwan dengan kepalanya penuh akan uban.

"Selamat siang pada rekan-rekan sekalian, saya adalah Profesor Adam, kepala dari proyek Automata yang didanai langsung oleh tuan-tuan dan nyonya-nyonya sekalian. Saya dengan bangga mengatakan kalau batch pertama yang berisi satu peleton robot Humanoid dapat dikerahkan di Perang Benua Mu, tentu robot-robot ini bisa beradaptasi dengan sangat cepat apalagi di medan peperangan, mengingat kami memasukkan data pelatihan pasukan khusus ke 'otak' mereka." Ujar Profesor Adam dengan bangga.

Dari pintu ruangan rapat yang dibuka, muncul sosok wanita tinggi tegap, kemungkinan 190cm, dengan memakai pakaian tempur standar TNI pada tahun 2000an, menenteng senapan SS1 dan memakai NVG di helmnya.

Semua orang terperangah saat melihat.... Mahluk tersebut, apapun ini, mahluk ini terlalu mirip dengan manusia! Itulah pikir semua orang yang hadir dalam pertemuan tersebut.

"Lapor, Unit 5 dari Kompi Pertama Infanteri Mekanis TNI Angkatan Darat, siap melaksanakan tugas." Ujar sang.... Robot dengan suara yang sangatlah manusia.

Semua orang terdiam sebelum akhirnya Menteri hukum dan HAM berteriak.

"Apa-apaan ini?! Kami menyetujui proposal pembangunan Automata karena kami pikir mereka tidak akan berbentuk manusia! Tapi apa-apaan ini?!" Teriak beliau dengan penuh amarah.

Orang-orang yang ada di ruangan rapat juga ikut menyuarakan ketidaksukaan mereka, benda ini terlalu mirip dengan manusia, bagaimana caranya mereka dapat bertempur mengetahui kalau rekan mereka itu adalah mahluk buatan. Wijaya nampak melirik ke Sukmawati yang hanya mengangkat bahunya, menyerahkan semuanya ke Wijaya.

"Pak Adam... Saya ingin bertanya... Apakah mereka punya perasaan ataupun kesadaran?" Tanya Wijaya dengan kalem.

"Punya, Pak Presiden... Tapi... Kami terpaksa harus memusnahkan unit tersebut dan menghapus memorinya, memastikan dia tidak akan bisa kembali lagi... Seorang Automata jikalau terus melakukan komunikasi dengan manusia lain, maka secara perlahan sebuah karakter akan terbentuk... Saya juga bingung bagaimana semuanya sekacau ini." Ujar Profesor Adam.

"Ini akan sangat sulit... Mendapatkan HAM untuk para Esper saja sudah sangat sulit, apalagi sekarang ini robot dengan perasaan. Profesor, menurut anda berapa persentase pihak publik akan menerima hal ini?" Tanya Pranata merengut.

"Kalau ada keberuntungan, kemungkinan 15 persen, hal seperti ini pasti sangatlah membuat banyak orang ketakutan... Takut kita akan menggantikan mereka dengan sebuah besi berjalan." Ujar Profesor Adam melihat papan tulisnya.

".... Ya, aku paham... Takut melahirkan rasa marah, rasa marah melahirkan kebencian dan kebencian melahirkan..." Sukmawati tidak melanjutkan perkataannya karena semua orang sudah tahu apa yang akan terjadi.

"Baiklah, terimakasih atas.... Pencerahannya, Profesor Adam, silahkan lanjutkan pekerjaan anda dan pastikan para Automata terus... Berpihak pada kita, dan aku juga mengizinkan pemberian senjata yang sedikit canggih untuk mereka." Ujar Wijaya.

Profesor Adam menganggukkan kepalanya dan berjalan keluar dari ruang rapat, diikuti oleh Automata perempuan tadi.

"Cukup menyeramkan, eh." Komen Dzahir merasa terhibur atas apa yang terjadi beberapa saat lalu.

"Baiklah rekan-rekan sekalian, mari kita bahas mengenai penyerangan pihak NWO berikutnya..."

Suatu pulau, sekitar 400KM timur dari Papua.
8 Februari, 1640.
1230.

Satu kapal induk super kelas Nimitz, dua kapal induk helikopter Indonesia yang tersisa dari Koarmada enam, berbarengan dengan tujuh kapal penghancur, tiga kapal pengangkut, dua kapal suplai dan lima Frigat nampak sedang otw ke salah satu pulau berpenghuni yang mereka temukan di timur papua. Mereka baru menemukan tempat ini karena pada saat itu, badai yang sangat hebat melanda tempat ini sangat lama, hingga tampilan dari satelit maupun observasi melalui udara pun tidak bisa. Ada upaya mendobrak paksa ke badai tersebut oleh AURI, namun mereka harus kehilangan satu C-130 dan lima belas anggota Kopassus yang sangatlah berpengalaman, kejadian tersebut terjadi dua tahun lalu saat Indonesia pertama kali ditransfer ke planet Terra.

Kini mereka melaksanakan misi ekspedisi dan kalau memungkinkan, mencari sisa-sisa dari prajurit Komando kebanggaan NKRI itu. Pemimpin armada ekspedisi ini adalah Laksamana Madya Priyono, dengan yang menjadi wakilnya adalah Laksamana Muda Gregory, dari Angkatan Laut Amerika Serikat yang tidak sengaja ikut terbawa dulu.

Awalnya, TNI berniat mengirim Satuan Tugas kecil yang dikomandoi KRI Bangka Belitung, sebuah Kapal Induk helikopter. Namun semuanya berubah saat AARI mengonfirmasi penampakan sesuatu yang besar di perairan kepulauan tersebut yang memaksa mereka harus meminta bantuan pada pasukan yang paling sering memberantas monster raksasa, Amerika Serikat.

Gregory yang berada di anjungan kapalnya dengan santai ngopi bersama sang XO sambil melihat tiga F-35CM yang lepas landas. Mecha itu benar-benar menjadi tulang punggung dari Angkatan Laut Amerika, well, apapun yang tersisa dari Angkatan Laut Amerika.

"Akhirnya kita kembali beraksi yah, Pak Bos." Ujar sang XO yang bernama Matthew.

"Benar, terakhir kali kita beraksi adalah beberapa bulan lalu dan itu menghadapi Nod, sekarang kita ditugaskan untuk misi Ekspedisi yang jujur saja, aku sangat bersemangat, selama ini Indonesia selalu mengesampingkan kita dalam misi ekspedisi, akhirnya kita dikirim juga." Gregory tidak terlalu mempermasalahkan jikalau Aset dari AS selalu dipakai, mereka merasa lebih berguna daripada duduk nganggur selama dua tahun di Pangkalan, selagi saudara seperjuangan mereka dulu bertarung melawan negara-negara yang agresif.

"Aku setuju dengan anda, moral anak-anak juga sangat tinggi dan para 'Anjing Neraka' nampaknya sangat haus akan darah." Matthew melirik kearah dek kapal induk, dimana para Marinir AS dan kru kapal yang nampaknya berpesta karena mereka dikirim kembali ke pertempuran.

"Mereka selalu haus akan darah, aku kasihan pada Kapten Yumi yang harus mengurus mereka, mereka adalah salah satu prajurit terbaik yang dulu kita punya, tapi jika diluar pertarungan mereka bertindak layaknya anak kecil." Gerutu Gregory.

"Hahaha, benar pak bos." Matthew tertawa renyah.

"Pak, Star Flight selesai melakukan CAP mereka dan akan melakukan RTB, perlu kita mengirim Flight lainnya?" Tanya salah satu operator.

"Ya, kirim Thunder Flight dengan tambahan senjata berat untuk mereka bawa, pastikan saluran komunikasi terus terjaga." Ujar Gregory sembari minum kopi.

Terlihat enam F/A-20 Thunderer, pesawat jet generasi 6.5 terbaru yang dibuat secara khusus untuk Angkatan Laut Amerika, mulai melakukan persiapan terbang di dek kapal. Satu persatu pesawat tersebut terbang dengan kecepatan tinggi sebelum akhirnya berputar mengelilingi Armada gabungan Indo-AS, saat keenam pesawat memasuki formasi, mereka langsung melesat kearah daerah patroli yang sudah ditentukan. Berbarengan dengan hal tersebut, enam F-35CX dari Star Flight tiba dan mulai melakukan prosedur pendaratan.

Gregory melihat ke arah KRI Bangka Belitung, mereka nampaknya menerbangkan tiga V-22 Osprey milik mereka untuk melakukan patroli sesuatu dibawah laut, mengingat Osprey yang dikirim Indonesia itu pastilah sudah dimodifikasi secara khusus memang untuk melakukan aksi ASW.

"Well, semoga saja kita dapat tiba dengan aman dan cepat." Ucap Gregory.

Beberapa jam kemudian.
1733.

Gregory meneropong ke suatu pulau yang minim pencahayaan ini, dia bersumpah melihat beberapa sosok manusia setengah kuda berjalan di pinggir pantai, nampaknya mereka mengetahui keberadaan armada ekspedisi Indo-AS.

"Oh well, nampaknya kita perlu menerjunkan LCAC. Tolong hubungi Laksdya Priyono, waktunya kita memulai acara ini!" Seru Gregory.

Dua LCAC diturunkan dari kapal pengangkut dan sepuluh AV-35 Kumbang dari KRI Bangka Belitung mulai melaju kearah Pulau dihadapan mereka. Gregory merasa dia seharusnya meminta kepada Kostrad untuk memasukkan satu atau dua kapal tempur dalam misi ini.

Amerika, melalui perwakilan dari Duta Besar Amerika di Indonesia, mengerahkan 180 Marinir, hampir dua kompi yang dipimpin oleh Kapten Yumi dan satu tank M1A5+. Sedangkan untuk Indonesia sendiri, mereka menerjunkan kurang lebih 300 prajurit dengan lima Anoa yang berenang dari kapal pengangkut mereka.

Ini akan menjadi operasi gabungan terbesar Angkatan Laut Amerika dan Indonesia di Dunia baru, dan mereka akan menjelajahi dunia ini bersama dan berharap akan menemukan sahabat baru.

Kapten Yumi, seorang Wanita Jepang yang bergabung dengan USMC nampak sedang termenung, ini bukanlah misi yang biasa dilakukan Marinir AS, namun dia menerimanya saja, toh dia ujung-ujungnya dibayar cukup baik. Dia kembali fokus ke kacamata nya dan ternyata dia sedang melakukan video call melalui VIZ dengan pemimpin pasukan Indonesia, Letkol Cahyadi.

"[Biar ku tebak, kau melamun lagi.]" Ujar Cahyadi dengan nada menginterogasi.

"Ahaha... Maafkan aku, bisa kembali ulangi?"

"[Haah... Saat mendarat nanti, kita akan membentuk perimeter di pinggir pantai, lalu setelah membuat FOB sementara dengan garis logistik yang terjamin, kita baru dapat melaksanakan misi ekspedisi ini." Ujar Cahyadi.

Muncul peta pulau tersebut yang memiliki tanda di beberapa titik, kemungkinan tempat untuk melakukan penjelajahan.

"[Disini medannya sangatlah terjal, kemungkinan cukup banyak bukit dan hutan, tapi melalui Drone dan Citra satelit, ada sebuah hamparan tanah hijau di tengah pulau ini dengan banyak pedesaan zaman Aztec, kita akan melakukan kontak pertama di sana.]" Ujar Cahyadi.

"Siap laksanakan, pak! Tapi, kalau boleh, apa diizinkan memainkan lagu rock?" Cahyadi nampak kebingungan sebelum akhirnya tertawa.

"[Lampu hijau, nak.]"

"Oke! Wiley! Main Highway to Hell!"

"Siap, Kapten!"

Music On : Highway to Hell - ACDC.

Di suatu tempat di Alam semesta, ribuan tahun cahaya dari Terra.

Sebuah portal berwarna biru muncul dan memuntahkan KRI Sirius dan dua frigat kelas Papua. Ketiga kapal itu nampak gelap, sebelum akhirnya cahaya kembali hidup, karena mesin sempat mati akibat dimuntahkan dari lubang cacing.

Ketiga kapal tersebut nampak mulai menstabilkan posisi, pemimpin gugus tugas ini, Laksamana Ucok nampak memperhatikan planet raksasanya dengan mulut terbuka lebar.

Planet yang ukurannya 5 kali lebih besar daripada bumi ini... Seolah tidak memiliki kehidupan sama sekali, banyak retakan dengan warna merah dipermukaan nya dan banyak rongsokan di dekat atmosfer planet tersebut, saat di cek oleh sensor ternyata... Itu adalah bangkai kapal perang luar angkasa, dan desainnya sama sekali tidak dikenali dalam database.

Frontier baru telah terbuka, peluang sahabat baru muncul dan musuh lama serta baru akan membuat masalah, dapatkah Indonesia melewati semua tantangan/cobaan ini?

TBC.

Njir, update wkwk. Kalau nggak ada Update lagi, palingan Author nya lagi sibuk ngurusin Chapter spesial.

Kalau ada foto yang lupa dimasukin, bilang aja.

F/A-20 Thunderer :

Automata Generasi 0 :

F-35CM :


AV-35 Kumbang :

Site-00 "Novus Luna" :

USS Theodore Roosevelt :


Naga Bonar :

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top