Chapter 34
Kapten Luxtal berjalan dengan kedua tangannya di belakang badannya, sembari dikawal oleh beberapa Marinir Gra Valkas. Mereka sekarang ini menuju ke kapal saudari dari KRI Suharto, KRI Abdurrahman Wahid yang bersandar di samping KRI Suharto. Sepanjang jalan, ratusan orang nampak memadati jalan menuju KRI Lux Spei, tapi Luxtal tidak mengalihkan pandangannya ke kapal tersebut, namun ke dua kapal yang mirip dengan Grade Atlaster dan saudarinya, Arcturus.
Luxtal dan pengawalnya lalu tiba di dekat KRI Abdurrahman Wahid dan disambut kapten dari kapal tersebut, Kapten Pramudya. Kapten Pramudya mengambil berinisiatif dan menjulurkan tangannya. Kapten Luxtal, langsung menjabat tangan Pramudya dengan mantap.
"Senang bertemu dengan mu." Ujar Pramudya.
"Senang bertemu denganmu juga." Mereka berdua melepas jabat tangan mereka.
Luxtal lalu memandangi KRI Abdurrahman Wahid dan cukup terkesan akan kecantikan kapal tersebut, mulai dari kebersihan dan juga persenjataan yang dibawa, dan menurut pengamatan singkat dari kejauhan, Luxtal tahu kalau itu memiliki kaliber yang lebih besar daripada Grade Atlaster dan saudarinya.
"Bolehkah aku melakukan tur di wanita mu, Pramudya?" Tanya Luxtal dengan penuh harap.
Pramudya tertawa kecil.
"Asalkan kau memberiku izin untuk melakukan tur di wanita mu juga, kenapa tidak?" Mereka berdua tertawa renyah.
"Baiklah, sebelah sini." Pramudya pun memimpin jalan menaiki KRI Abdurrahman Wahid melalui tangga, dengan Luxtal yang dekat dibelakangnya beserta para marinir Gra Valkas.
Saat berada di dek, sudah ada deretan marinir Indonesia yang menunggu, dengan Luxtal yang terkesan melihat dek dari Abdurrahman Wahid. Luxtal beserta XO nya mengobservasi meriam dari Abdurrahman Wahid dan benar saja, meriam dari kapal ini sedikit lebih besar dari Kelas Grade Atlaster.
"Kapten Pramudya, untuk konfirmasi saja, berapa besar meriam kapal ini?" Tanya Luxtal penasaran.
"510mm, sedikit lebih besar daripada yang kalian pakai, kalian masih 460mm bukan? Oh dan kau bisa memanggilku ku Kapten Pram, akan sangat panjang jika menggunakan Pramudya." Ujar Pramudya menjawab sekaligus berkata.
"Begitu, ternyata teori ku terbukti benar. Kalau begitu, apa itu?" Tanya Luxtal penasaran melihat gundukan di haluan kapal, gundukan itu terasa sangat aneh dan Luxtal memiliki perasaan buruk.
Pramudya tersenyum misterius.
"Maaf itu rahasia, tapi jika mau, aku bisa menunjukkan senjata anti udara kami." Luxtal memutuskan untuk ikut saja, karena dia tidak ingin overthinking akan... Apapun itu yang ada di dek bagian paling depan Abdurrahman Wahid.
Pramudya pun menunjukkan senjata anti udara mereka yang terdiri dari beberapa CIWS Phalanx varian laser, beberapa RIM Sparrow dan yang paling mencolok adalah lusinan senapan kaliber .50 yang berderet dekat pagar pembatas, hal ini memicu rasa penasaran Luxtal.
"Kapten Pram, untuk apa kalian masih menggunakan senjata manual? Bukannya kalian mempunyai semua senjata canggih seperti Phalanx ini?" Tanya Luxtal penasaran.
"Hahaha, walaupun canggih, tapi masih saja ada bajingan yang beruntung dan dapat mendekat lalu memanjat kapal dan membuat kerusakan lebih banyak, itu adalah salah satu alasan kenapa kami masih menggunakan senapan mesin yang dikendalikan manusia, terkadang kita tidak dapat terlalu bergantung dengan teknologi, bukan?" Luxtal mengangguk setuju, Kadang-kadang memang ada sekelompok bajak laut yang punya keberuntungan tinggi dapat menembus pertahanan kelompok kapal perang dan berada di titik buta mereka dan hampir memanjat kapal perang Gra Valkas, untuk mereka dihancurkan dengan peluncur roket seperti Bazooka.
"Aku setuju dengan perkataan mu, Kapten. Hanya butuh waktu satu hari yang sial dan kehilangan beberapa anggota pelaut karena bajak laut." Luxtal menganggukkan kepalanya.
Mereka lalu berjalan ke dek helikopter dari Abdurrahman Wahid dan melihat beberapa helikopter yang sedang di cek oleh beberapa mekanik, mereka sempat melihat kearah rombongan Kapten Pram, lalu kembali kerja.
"Disini adalah tempat kami meluncurkan unit udara, walau mayoritas masihlah helikopter, tapi ada beberapa Battleship lama yang dirombak dan dapat menerbangkan pesawat... Sayang sekali mereka tidak ditempatkan di Armada Lux Spei, jadi aku tidak bisa menunjukkan nya pada mu." Ujar Pramudya.
Luxtal lalu melihat salah satu helikopter yang cukup mencolok daripada yang lainnya, itu adalah MI-24 Superhind Mk. V milik Angkatan Laut Indonesia dan sudah menjadi tulang punggung operasi invasi maritim TNI AL semenjak diperkenalkan dulu tahun 2020an, dengan AH-1ZX Super Cobra yang masih tetap kekeh dipertahankan para Marinir.
"Jadi ini Helikopter yang dirumorkan itu yah." Ujar Luxtal mengelus moncong Superhind.
"Betul, Kapten Luxtal. Dia sudah menjadi tulang punggung kavaleri udara bagi Marinir selama dua dekade. Dia adalah bajingan yang tangguh dsn telah berkali-kali mendapatkan pembaharuan karena marinir kami tidak bisa Move on ke helikopter yang baru." Ujar Pramudya yang mengisyaratkan pilot dari Superhind tersebut untuk membuka kokpit nya.
Dengan bantuan sang Pilot, Luxtal berhasil naik dan memandang dengan heran sekaligus takjub akan kokpit helikopter Indonesia sangatlah canggih, tidak menggunakan analog lagi melainkan semuanya sudah serba digital, buktinya semua isi kokpit Superhind tersebut hanyalah layar dan beberapa foto pribadi sang pilot.
Pilot dari Superhind tersebut mulai menjelaskan kegunaan setiap panel dan juga persenjataan yang... 'Normal' nya digunakan Superhind ini, dengan Luxtal yang angguk-angguk kepala sembari mencatat hal ini semua di kepalanya. Kenapa Kapten Pramudya membiarkan hal ini? Simpel, Pramudya melakukan pertaruhan disini dengan cara menunjukkan bahwa Indonesia itu bersahabat dan dengan membuat reputasi Indonesia menjadi baik sebelum perang pecah, beberapa personil dari militer Gra Valkas memiliki rasa hormat serta respek ke Indonesia dan akan membuat penyerahan diri Gra Valkas menjadi lebih mudah.
Saat selesai melakukan tur di Superhind, Pramudya menuntun jalan menuju CIC dan di sana sudah terdapat semua staf CIC yang sudah menanti kedatangan Luxtal dan Pramudya. Pramudya dan staf CIC pun mulai menjelaskan kegunaan beberapa perangkat militer di CIC dengan beberapa teknologi yang dianggap sensitif di sembunyikan oleh para staf. Luxtal merasa sangat terkesan selama tur di CIC, dia dan XO nya merasa tercerahkan juga cukup senang akan orang-orang Indonesia yang ramah walau hal itu pasti hanya untuk formalitas, setidaknya bagi Luxtal itu adalah hal yang menyegarkan karena biasanya dia harus menghadapi orang-orang sombong nan arogan, setidaknya ini dapat digunakan untuk penyegaran.
"Sungguh Kapten Pram, aku akan mengatakan ini lagi. Kapal mu sangatlah cantik." Ujar Luxtal kembali memuji KRI Abdurrahman Wahid.
"Hahaha benar bukan? Bagaimana kalau aku melakukan tur di kapal mu? Itu kesepakatan kita bukan?" Luxtal bersenandung sebentar, sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, akan adil jika aku melakukan hal yang sama." Pramudya tersenyum lebar saat Luxtal menyetujui permintaannya.
Mereka lalu pergi ke dek helikopter kembali dan menaiki Superhind tadi dan mulai lepas landas, dikarenakan Kapten Pramudya dan XO nya yang malas berjalan dan kendaraan yang tersedia di KRI Abdurrahman Wahid adalah kendaraan tempur, maka akan lebih efektif jika menggunakan Helikopter, lagipula dek belakang Grade Atlaster seharusnya muat dan cukup kuat untuk menahan berat Superhind.
Luxtal, XO-nya dan para marinir pengawalnya menatap dengan kagum kapal-kapal Indonesia yang berada di pelabuhan dengan jangkar turun, mereka tidak dapat berlabuh karena tempat paling besar sudah diambil oleh Kedua Yamato generasi kedua dan beberapa kapal penjelajah, meninggalkan Lux Spei yang hanya menjatuhkan jangkar bersama pengawalnya yang lain.
"Kapten Pram! Lux Spei itu cukup besar, yah?!" Seru Kapten Luxtal melalui Headset yang telah diberikan tadi.
"Hahaha! Itu belum seberapa, aku dengar desas-desus nya Kapal itu akan dibuat menjadi lebih besar, Kira-kira 2 kilometer!" Balas Kapten Pramudya.
Semua orang dari Gra Valkas yang ada di Superhind syok saat mendengar hal itu, panjangnya KRi Lux Spei saat ini saja sudah sangat luar biasa, dan orang-orang Indonesia ingin membuatnya menjadi lebih besar dan panjang?! Seberapa kuat ekonomi dan industri mereka?!
".... Astaga, Kekaisaran salah memilih lawan." Gumam salah satu marinir Gra Valkas.
"Benar..." Balas kawannya yang bergumam juga.
Superhind pun akhirnya tiba di dermaga tempat Grade Atlaster berlabuh bersama saudarinya, perlahan tapi pasti dengan arahan asal-asalan dari kru Grade Atlaster, Superhind tersebut dapat mendarat dengan cukup mulus di dek belakang Grade Atlaster, dengan puluhan pelaut Gra Valkas menyambut mereka.
Luxtal dan Pramudya pun turun dari helikopter bersama para pengawal mereka, Pramudya terkesan dan merasa nostalgia saat melihat dek kapal perang super milik Gra Valkas, Pramudya berjalan mendekati kubah meriam yang letaknya di bagian belakang kapal dan menyentuhnya. Beberapa marinir Indonesia memotret beberapa bagian dari Grade Atlaster dengan kamera yang mereka bawa maupun melalui helm mereka.
Luxtal merasa sedikit heran lalu mendatanginya.
"Kenapa Kapten Pram?" Tanya Luxtal.
"Tidak, aku hanya tidak menyangka dapat berdiri di dek kapal yang sangat mirip dengan IJN Yamato dari dunia lama kami, kapal itu sampai dinobatkan Regalia yang tidak tergantikan oleh Kekaisaran Jepang." Ujar Pramudya sambil tersenyum lembut.
"Kedengarannya Yamato ini sangat kuat, bolehkah ku dengar cerita tentang Wanita perkasa itu?" Tanya lagi si Luxtal dengan penasaran.
"Tentu saja! Yamato adalah kapal pertama dari kelasnya, kisah legendanya dimulai saat dia berduel dengan KMS Tirpitz dan Odin di Samudra Atlantik saat Perang Dunia Kedua di dunia lama kami, pertempuran hebat itu berlangsung selama sekitar 9 jam"
"Lalu, apakah Yamato memenangkan pertempuran itu? Kapal bernama Tirpitz dan Odin itu terdengar perkasa sampai salah satunya menggunakan nama Dewa pemimpin suatu Pantheon." Ujar Luxtal dengan serius mendengarkan cerita dari Pramudya.
Pramudya tertawa.
"Tidak, malahan Yamato kalah dan hampir tenggelam pada hari itu. Karena kedua Kapal Tempur Nazi waktu itu mendapatkan bala bantuan berupa dua grup kapal Induk dengan pesawat jet, Yamato yang pada masa itu belum memiliki peralatan canggih dan hanya dikawal oleh IJN Yahagi, sangatlah babak belur di hajar oleh armada Kriegsmarine. Bahkan sang pengawal setia, Yahagi, tenggelam pada Pertempuran itu." Ujar Pramudya dengan nada nostalgia.
"Lalu? Bagaimana dia bisa disebut kapal legendaris bahkan menjadi regalia? Bukannya kapal itu malah menjadi aib?" Tanya Luxtal balik, beberapa pelaut Grade Atlaster sudah datang dengan membawa kursi serta meja untuk Pramudya dan Luxtal duduk.
Pramudya dan Luxtal pun duduk di kursi yang diambilkan tadi.
"Simpel, Kapten. Sesuatu tidak menjadi legenda karena dia kuat maupun perkasa.... Yamato menjadi Legenda karena dia tetap bertahan menghadapi seluruh Armada Kriegsmarine sendirian, bahkan menenggelamkan lima kapal perang mereka! Kerusakan yang dialami Yamato pada Pertempuran itu sangatlah mengerikan sampai Kaisar Hirohito sempat berpikir untuk menenggelamkan nya saja... Tapi tidak, pertarungan Yamato melawan Armada Kriegsmarine itu menjadi suatu tanda, tanda betapa kuatnya Orang-orang Jepang! Jiwa Bushido dari orang-orang Jepang modern tetap membara walau mereka telah melupakan ideologi tersebut! Suatu insiden yang mencetak sejarah di Dunia kami, Yamato menunjukkan pada dunia kalau era Battleship belumlah berakhir!" Seru Pramudya dengan berapi-api.
Pada saat ini, sudah ada cukup banyak pelaut Gra Valkas yang mendengarkan kisah Yamato dan sangatlah kagum akan cerita betapa hebatnya Yamato, sebuah kapal tempur yang sudah dicap ketinggalan zaman pada masa itu karena Era Kapal Induk, tapi tetap dapat bertahan hidup bahkan hampir mengalahkan Armada Kriegsmarine! Jika saja mereka membawa lebih banyak peluru dan mendapat sedikit dukungan udara.
"Lalu.... Apa yang terjadi? Jangan tinggalkan kami menggantung seperti ini." Ujar Luxtal.
"Armada Kriegsmarine pun mundur dari medan pertempuran saat Kido Butai dan Task Force 16 tiba untuk membantu Yamato, setelah pertempuran selesai, Yamato diseret kembali ke pelabuhan sekutu terdekat, Amerika. Di sana, Kaisar Hirohito memberikan penghargaan paling tinggi yang dapat diberikan kepada orang non-bangsawan, Kagayaku Hana." Ujar Pramudya menyelesaikan ceritanya.
"Suatu kisah yang menakjubkan, Kapten Pram. Aku sangat kagum mendengarnya dan cukup bangga dapat berlayar dengan kapal yang HAMPIR mirip dengan Yamato itu... Apa kau punya fotonya?" Kapten Pramudya mengangguk dan menunjukkan dua foto hologram dari Armphone nya.
Luxtal sedikit terperangah akan teknologi yang baru di demonstrasi kan oleh Pramudya, namun dia kembali fokus ke kedua gambar yang ditunjukkan oleh Pramudya... Yang satu sedikit memiliki kualitas yang sedikit buruk sama seperti kamera dari Kekaisaran, sedangkan yang satu memiliki kualitas di atas rata-rata! Bahkan hampir seperti nyata.
Yang memiliki kualitas kurang bagus itu adalah foto peresmian IJN Yamato di Pelabuhan Kure dengan beberapa delegasi dari Angkatan Laut Amerika yang ikut berfoto di atas dek Yamato, sedangkan foto yang satu lagi dengan kualitas bagus adalah Yamato dengan konfigurasi tahun 2020 dengan tertulis dibawahnya.
"Sampai Jumpa di Dunia Lain."
Kapten Luxtal sedikit heran dan penasaran akan tulisan di foto kedua lalu dia bertanya.
"Ini tulisan apa, Kapten Pram?"
"Ah, ini.... Itu adalah foto terakhir Yamato dengan kata-kata terakhirnya sebelum karam. Dia tenggelam dengan penuh hormat di pertempuran yang dikenal sebagai Operasi Ten-Go di lepas laut Jepang dalam upaya kembali merebut tanah air Jepang, operasinya berhasil, namun Yamato harus tenggelam tepat di Teluk Tokyo dan selamanya dia menghadap Tokyo dengan meriam yang masih berdiri tegak." Ujar Pramudya sambil menunjukkan foto Yamato yang sudah menjadi memorial di Teluk Tokyo.
Luxtal beserta perwira seniornya yang lain nampak kagum akan kisah dari kapal yang mirip dengan Grade Atlaster, mereka berpikir, mereka ingin mempunyai akhir yang sama dengan kapal legenda seperti Yamato, selamanya dikenang baik oleh lawan maupun kawan.
Salah satu marinir Indonesia yang nampaknya cukup bosan berdiri menjaga Superhind, di datangi oleh seorang pelaut Gra Valkas dengan gugup, marinir Indonesia tersebut menatap sang pelaut dengan tatapan penasaran.
"U-Uhmm.. Halo! N-Namaku Ferdinand." Ujar sang pelaut yang bernama Ferdinand, dia pria muda berumur sekitar 24 tahunan dengan rambut pirang dan mata ungu yang langka.
Marinir Indonesia tersebut menganggukkan kepalanya lalu membuka helmnya, yang membuat Ferdinand terkejut bukan main. Marinir Indonesia tersebut adalah seorang wanita, Awalnya Ferdinand berpikir kalau marinir tersebut adalah laki-laki karena postur tubuhnya tinggi tegap, ternyata seorang wanita berambut coklat kehitaman pendek dengan beberapa luka bekas semacam habis dicakar.
"Senang bertemu denganmu, Ferdinand. Aku adalah Sersan Fitriani, marinir dari KRI Abdurrahman Wahid." Ujar sang marinir Indonesia yang memperkenalkan dirinya.
"Aah! Senang bertemu denganmu juga." Ferdinand nampak tambah gugup terlebih lagi Fitriani terus menatapnya dengan tatapan penasaran.
"Uhm... Mau ngobrol di sana sebentar?" Ferdinand.
"Eh, mengapa tidak, aku cukup bosan berjaga disini... Ucok, kau ganti aku berjaga disini." Ujar Fitriani yang membahukan senapan serbu nya dan berjalan menuju ke tempat yang dimaksud oleh Ferdinand bersama dengan orang nya.
...
.....
Tono menguap sebentar sambil mengecek perlengkapannya, ponsel satelit cek... Senapan mitraliur MP5 cek... Rompi anti peluru sudah terpakai... Dan laptop standar militernya pun sudah siap di ranselnya. Di hadapannya, terdapat Kaios yang mewakili Parpaldia, Neukal dari Mu dan juga Alfarin dari Komunitas Magicaraich. Mereka saat ini sedang berada dalam APC Anoa, dengan dikawal oleh lima Humvee dari Korps Marinir.
"Hey Kaios, aku kira kamu bekerja di kantor, bukan lapangan." Ujar Tono menyeringai.
Kaios yang sedang memeriksa M1911 yang ada di holster tersembunyi dalam jasnya pun tertawa.
"Hahaha, Kaisar Ludius mendatangi ku dan memecat ku dari direktur menjadi perwakilan untuk Parpaldia, walau katanya pemecatan ini cuman sementara sampai acara ini sampai selesai." Ujar Kaios balik.
"Jadi kau dipecat hanya untuk itu? Terdengar cukup menyedihkan." Komen Alfarin yang mengecek M3 Grease yang entah bagaimana berhasil dimodifikasi menjadi senjata magis oleh para ilmuwan/penyihir Magicaraich.
"Aku setuju dengan Alfarin, nampaknya Ludius sedikit sewenang-wenang dengan keputusan ini." Ujar Neukal sambil mengecek jam tangannya dan mulai menghitung waktu.
"Baiklah, cukup untuk nge-roasting si Kaios, waktunya untuk membicarakan strategi kita dalam konferensi ini, kita tidak boleh terlihat lemah maupun mengancam, tujuan kita adalah untuk bekerjasama satu sama lain untuk menghadapi ancaman yang telah orang-orang Eimor kasih tahu pada kita pekan lalu." Ujar Tono dengan cukup serius.
Mereka bertiga pun langsung memasang wajah kerja mereka.
"Baik, Kaios kamu akan membawakan isu tentang perang Philades beberapa bulan lalu dan keterlibatan Mirishial serta 'teman' baru mereka, lalu tuntut mereka dan coba sedikit... Lebay kan." Ujar Tono memberi instruksi.
"Bagaimana jika mereka mengubah pernyataan ku menjadi peluru untuk menekan kita?" Tanya Kaios sedikit khawatir.
"Tenang, disitulah Neukal dan aku akan beraksi. Kami berdua akan bersaksi dan memaksa mereka untuk mengakui keterlibatan mereka di Perang Philades dengan Komunitas Magicaraich yang mengonfirmasi hal tersebut dengan beberapa peralatan magis yang tertinggal di Mao dan Riem... Jika mereka memang tidak mau mengaku, maka kita akan memakai rencana B." Ujar Tono.
"Apa itu rencana B?" Tanya Neukal.
"Kita akan improvisasi sebisa mungkin, kita dapat memenangkan hal ini jika kita dapat meyakinkan anggota lain, yang mana pasti akan cukup sulit, namun bukan berarti itu tidak mungkin! Kita punya banyak bahan untuk menjadikan mereka terlihat buruk." Ujar Tono dengan percaya diri.
Mereka bertiga memutuskan untuk percaya dengan Tono, jika Tono berhasil dulu membuat Parpaldia yang arogan menjadi lebih baik dan lembut seperti sekarang, seharusnya Tono dapat melakukan keajaiban tersebut di konferensi kali ini.
Mereka akhirnya sampai di Gedung Konferensi dengan puluhan reporter sekaligus jurnalis mengerumuni mereka, para marinir yang mengawal mereka langsung beraksi bersama para security Mirishial. Saat akhirnya berada di dalam mereka duduk di salah satu kursi yang cukup terisolasi dari yang lainnya dan mulai menukar pendapat. Hingga akhirnya mereka tiba-tiba didatangi oleh seseorang yang tidak terduga, Cielia Oudwin, wanita yang akan mereka tangkap.
"Selamat siang, tuan-tuan." Ucap Cielia mencoba ramah.
Suasana di meja perwakilan RPTO pun langsung sunyi dengan perwakilan dari Magicaraich dan Mu menatap tajam Cielia, Kaios menatap Cielia dengan tatapan paling netral sedangkan Tono sendiri hanya melihat sekilas kearah Cielia, sebelum akhirnya kembali menulis sesuatu di laptop nya.
".... Selamat siang juga, Nona Cielia. Butuh apa dengan kami?" Tanya Kaios.
"Ah tidak, hanya ingin menyapa perwakilan dari negara penuh sensasi dari timur serta sesama negara yang dipindahkan." Ujar Cielia dengan senyuman.
Tono selesai mengetik sesuatu di Laptop, dan menatap Cielia dengan tatapan netral.
"Kalau begitu, senang bertemu denganmu." Ujar Tono balik dengan malas.
Cielia menghela nafas cukup panjang sebelum akhirnya berjalan pergi kembali ke Dallas yang lagi minum-minum. Tono sendiri melihat kearah Alfarin dan bertanya..
"Kau berhasil memasangnya?" Tanya Tono.
"Dia bahkan tidak menyadarinya, alat pelacak kalian sangatlah mengerikan." Ujar Alfarin tersenyum kecut.
"Haha, begitulah... Baiklah, konferensi pembukaan akan dibuka sejam dari sekarang, kita harus bersiap! Dan juga pastikan beri informasi ke para kapal perang angkutan kita untuk segera siap pergi jika memang dibutuhkan, perasaan ku tidak enak akan konferensi ini." Mereka semua menyuarakan kesetujuan mereka.
Satu jam kemudian, di Ruang konferensi.
Semua negara-negara perwakilan pun sudah tiba di ruang konferensi dan duduk di kursi masing-masing, dengan Tono, Alfarin, Neukal dan Kaios duduk dekat-dekatan. Hampir semua perwakilan menatap kelompok Tono dengan tatapan tidak suka maupun waspada. Tono sendiri menyiapkan dirinya, karena setiap tindakan yang dia lakukan akan menjadi penentu masa depan Indonesia dan Terra.
"Baiklah, dengan ini saya buka Konferensi sebelas negara yang ke tiga puluh tujuh. Sebelum kita membahas hal lain, mari kita dengarkan berita yang akan disampaikan oleh perwakilan dari Eimor." Ujar Peclas yang menggantikan Liage, karena beliau sudah almarhum.
Perwakilan dari Eimor pun berdiri.
"Kami hanya akan mengonfirmasi satu hal, mungkin banyak dari kalian sudah dengar desas-desus ataupun rumor mengenai kembalinya Kekaisaran Magis Kuno atau dikenal sebagai Ravernal... Dengan berat hati saya harus bilang, mereka benar-benar akan kembali dalam waktu 15 tahun sampai 20 tahun mendatang!" Ujar perwakilan Eimor dengan lantang.
Semua perwakilan dari negara lain nampak terkejut dan mulai keringat dingin, ketakutan. Mereka tahu kisah tentang betapa kuat dan kejamnya Kekaisaran Ravernal ini, jadi ini adalah reaksi yang alami dan dapat dimaklumi.
Tono, Neukal, Kaios dan Alfarin hanya memasang wajah netral, tidak terpengaruh sama sekali akan berita itu karena mereka sudah di spoiler duluan minggu lalu. Sedangkan Cielia nampak memasang wajah merengut.
Kericuhan semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya Peclas mengetuk palu berkali-kali untuk membuat semua orang kembali tenang, dan tenang kembali mereka semua, walau semua orang mulai merencanakan sesuatu tentang kembalinya Kekaisaran Ravernal nampaknya.
"Baiklah, itu adalah beritanya... Saya tahu itu berat, namun Kami, Kekaisaran Suci Mirishial itu kuat! Jika kita bersatu saat melawan mereka, maka kita dapat menang! Makanya kita tidak boleh bercerai-berai, makanya... Kali ini, Kekaisaran Gra Valkas, dapatkah kalian mengonfirmasi apa yang kalian lakukan di Benua Mu?" Tanya Peclas.
Cielia menghela nafas.
"Kami hanya memburu sisa-sisa pasukan ekstrimis teroris yang kabur dari Leifor, kami tidak punya maksud apa-apa untuk mengacaukan tatanan dunia." Ujar Cielia memulai pembicaraan.
"Omong Kosong! Jadi, kenapa kalian menumpuk pasukan kalian di perbatasan Mu, huh?! Bahkan beberapa peralatan militer dari Mirishial juga ada di sana!" Seru Neukal dengan kesal.
"Itu hanya sebagai jaminan, kami menjaga kalian dari pasukan pemberontak yang ingin kabur ke Mu, tidak hanya kami menjaga rakyat kalian agar tidak terbunuh dari orang-orang rendahan ini, tapi kami juga menghalangi mereka untuk bertambah kuat." Ujar Cielia dengan kalem.
"Orang-orang rendahan itu adalah dulunya seorang warga sipil yang tak berdosa! Kalian yang membuat mereka menjadi seperti itu, seperti perang Proxy yang kalian dan Mirishial lakukan beberapa bulan lalu di Perang Philades." Seru Neukal dengan amarah, hingga akhirnya dia sadar dia mengambil kata-kata Kaios.
Kaios Langsung berdiri.
"Saya ingin mengkonfirmasi hal tersebut! Kami menemukan banyak sekali persenjataan dari Gra Valkas dan juga Kekaisaran Suci Mirishial, dari senapan mesin sampai Tank baja!" Melalui Armphone milik Tono, sebuah proyeksi pun keluar menunjukkan sebuah tank yang membuat Cielia dan Peclas tersentak.
IS-7 itu adalah tank buatan Gra Valkas terbaru sebelum dipindahkan ke planet Terra, IS-7 juga sudah menjadi tulang punggung Divisi lapis baja Gra Valkas semenjak konflik pertama mereka di Terra.
"I-Itu... Benar, itu milik kami, karena kami membantu orang-orang yang kalian persekusi! Kalian memiliki kendaraan lapis baja yang sangat kuat, pesawat terbang yang bahkan menembus kecepatan suara dan dukungan dari banyak sekali negara bar-bar!" Balas Cielia dengan sengit.
"Hah?! Yang aku dengar hanya kalian mencoba menjustifikasi tindakan tidak manusiawi kalian di Perang Philades! Tidak tahukah kamu betapa meruginya Kekaisaran Parpaldia dibuat oleh kalian?! Apalagi senjata biologis yang dibuat oleh Mirishial yang membuat banyak warga sipil tidak bersalah mati atau mengalami cacat permanen di DNA mereka!" Teriak Kaios dengan menggebu-gebu.
Foto dari proyeksi pun menunjukkan suatu desa dengan debu bersinar berwarna kebiruan, ratusan warga sipil terbaring di jalanan, tidak bergerak sama sekali. Peclas melebarkan matanya saat melihat hal tersebut.
"Kaios! Itu omong kosong, Kekaisaran Suci Mirishial tidak pernah melakukan hal yang tidak bermoral seperti itu! Dan lagi tuduhan kalian tentang keikutsertaan Mirishial itu tidak berdasar sama sekali!" Ujar Peclas dengan sengit.
"Hah?! Kau-" Tono memegang bahu Kaios dan menggelengkan kepalanya, Kaios pun berdecih tidak suka dan kembali duduk.
"Kami memiliki banyak bukti akan kebiadaban kalian, apalagi dari Gra Valkas, kalau aku umbar disini semuanya saat sedang siaran langsung, akan terjadi hal yang tidak kita semua inginkan." Ujar Tono dengan dingin.
Cielia hendak mencela, namun Peclas terlebih dahulu.
"Apa maksudmu mengenai kebiadaban kami?! Berurusan sama kalian saja baru beberapa bulan lalu saat mengundang kalian menggantikan negara lain untuk menghadiri konferensi ini!" Seru Peclas.
Foto dari proyeksi pun kembali berubah dengan beberapa Agen Mirishial yang ditawan dalam keadaan mengenaskan, persenjataan Mirishiak yang disita saat Perang Philades dan banyak lagi barang bukti yang menguatkan keikutsertaan Mirishial di dalam Perang Philades.
"Kuhhh!" Peclas tidak dapat membalas apa-apa, dengan banyak perwakilan dari negara lain mulai berbisik-bisik dengan satu sama lain.
"Kami, Indonesia, sebagai pemimpin dari RPTO menuntut Mirishial untuk membayar semua kerugian yang telah di derita baik oleh Parpaldia maupun bekas Riem dan juga Mao, mengingat kalian dan juga Gra Valkas lah yang memaksa kedua negara tersebut berperang dengan kami! Kami cinta damai, tapi kami dapat menciptakan neraka di atas dunia ini jika kalian mau!" Ucap Tono dengan lantang.
"Kalian mengancam kami?!" Ucap salah satu perwakilan dengan kesal.
"Kami tidak membuat ancaman, kami membuat jaminan. Dan Indonesia selalu melakukan hal itu, lebih baik kalian pilih 'teman' yang baik-baik, Indonesia akan mengejar kalian ke Neraka yang paling dalam jika berhadapan dengan kami." Ujar Tono sambil menyilangkan kedua tangannya.
Cielia yang tidak dapat berkata apa-apa lagi langsung membalas dengan sedikit lemas.
"Kalian...! Kekaisaran Gra Valkas akan mengingat ini semua." Cielia menatap Peclas dengan tatapan penuh arti, yang dibalas anggukan oleh Peclas.
Cielia pun berjalan keluar dari ruangan konferensi dengan penuh amarah dan rasa malu. Sedangkan di ruangan Konferensi semuanya menjadi tegang, pertemuan pembukaan yang seharusnya menjadi damai dan tenang, malah berubah menjadi tempat yang sangat menegangkan seperti ini, dengan Tono yang siap meraih MP5 yang dia bawa dari ransel.
Saat semuanya tidak tahu ingin melakukan apa, Tiba-tiba pasukan keamanan Mirishial mendobrak masuk membawa senapan api dan mulai memberondong kearah posisi perwakilan RPTO. Secara insting, Tono langsung menendang meja di hadapannya dan meja tersebut lalu menjadi perisai untuk perwakilan RPTO, dengan Alfarin yang menggunakan lingkaran sihir untuk memperkuat meja perisai mereka.
Semua perwakilan dari negara lain juga ikutan kena getahnya dan juga ikut terbunuh, kecuali perwakilan dari Eimor yang berlari kearah tempat berlindung Perwakilan RPTO. Dia nampak terluka di bagian perut dan lengan.
"Kau tidak apa-apa?!" Tanya Tono kearah perwakilan Eimor.
"Aku akan hidup... Tapi sialan ini sangat sakit, nampaknya itu adalah peluru magis terbaru yang mereka kembangkan bersama Gra Valkas, sepertinya teori kalian mengenai penyergapan ini benar, Tuan Tono." Ujar sang perwakilan yang meringis kesakitan.
"Kaios dan Alfarin, berikan tembakan perlindungan!" Kaios langsung berdiri dan melepas beberapa tembakan melalui pistolnya. Begitupula dengan Alfarin yang menembakkan rentetan peluru magis melalui M3 Grease nya.
Tono pun mulai memberi pertolongan pertama pada perwakilan dari Eimor ini, dengan Neukal yang menghubungi Armada mereka melalui ponsel satelit milik Tono.
Di Pelabuhan.
Luxtal dan Pramudya yang sedang ngeteh bersama-sama sambil main catur harus diganggu dengan kedatangan Cielia yang memasang wajah masam. Walau begitu, Cielia sangat terkejut melihat orang-orang Indonesia berada di atas Grade Atlastar.
"Kapten Luxtal! Apa maksudnya semua ini?!" Tanya Cielia dengan marah.
"Nyonya Cielia, kapal ku, aturan ku. Mereka adalah tamu ku, jadi kamu tidak punya hak untuk marah... Jadi kita benar-benar menjalankan rencananya huh, gila. Kapten Pram, nampaknya kita harus berpisah disini." Ujar Luxtal dengan sedikit sedih, dia baru saja menemukan teman sekaligus rival baru dalam bermain catur, namun semuanya berakhir dengan cepat.
"Jangan sedih karena semuanya berakhir, Luxtal. Bahagia lah karena semua ini pernah terjadi." Ujar Pramudya dengan senyuman.
Pramudya beserta marinir pengawalnya berjalan kembali ke Superhind dengan awak kapal Grade Atlastar memberi salut kearah mereka. Saat sudah naik ke atas Superhind, Fitriani melihat kearah Ferdinand yang memasang wajah sedih. Fitriani pun melempar sebuah kertas kearah Ferdinand yang ditangkap oleh dia. Saat dilihat, ternyata itu adalah foto Fitriani tanpa menggunakan pakaian perang, melainkan pakaian resminya.
Fitriani mengedipkan matanya kearah Ferdinand sebelum kembali memakai helmnya. Superhind tersebut perlahan lepas landas dengan seluruh awak Grade Atlastar memberi salut terakhir untuk Superhind tersebut, hal yang tidak dapat dimengerti oleh Cielia.
Dari KRI Lux Spei, lima AH-1ZX Super Cobra dan dua V-34 Bangau langsung lepas landas dan menuju tempat konferensi dilaksanakan, beberapa Antares terbang dan mencoba menembak jatuh helikopter Indonesia, namun hal itu digagalkan oleh beberapa F4U Corsair milik Parpaldia yang menukik dari ketinggian, lima Antares harus tertembak jatuh dan menyisakan dua lagi yang mencoba kabur, para F4U Corsair tidak mengejar dan mengawal para Helikopter Indonesia.
KRI Lux Spei bersama dua kapal Induk pengawalnya mulai menerbangkan Jet canggih mereka, mayoritas berisi F-35, FB-22 Ion Raptor dan juga F-15 Active Eagle untuk supremasi udara. Kapal-kapal Indonesia, Parpaldia, Mu dan Magicaraich mulai meninggalkan pelabuhan Cartalpas dengan cara yang cukup terorganisir, banyak masyarakat yang ketakutan akan apa yang terjadi.
Saat Lux Spei akan keluar dari pelabuhan, ada satu kapal Mirishial yang mencoba menghalangi jalannya, KRI Abdurrahman Wahid yang berada di depan Lux Spei memutuskan untuk menggunakan senjata rahasia mereka. Gundukan yang ada di haluan kapal mulai bergerak dan keluarlah semacam meriam, efek spectrum yang berwarna-warni layaknya pelangi pun muncul dan dalam hitungan detik, laser yang sangat besar keluar dari moncong meriam yang ternyata adalah Particle Cannon versi mini untuk Battleship.
Laser dari Particle Cannon berhasil mengenai kapal Mirishial tersebut, bukannya terbelah, malah langsung memusnahkan kapal tersebut tanpa sisa, bahkan memperlebar pintu masuk Pelabuhan akibat kuatnya Particle Cannon dari KRI Abdurrahman Wahid.
KRI Lux Spei bersama kapal-kapal sekutunya berhasil melarikan diri dari Cartalpas, dengan misi penyelamatan para perwakilan pun masih berlangsung..
TBC.
Njir update panjang.
Gua sebenarnya mau gabungin chapter ini dengan pertempuran Folk Strait, namun gua undurkan dan siapkan untuk chapter depan, tidak bagus untuk memaksakan diri dalam menulis.
Sersan Fitriani :
APC Anoa :
Superhind Mk. V :
(Punya dua varian, varian pure gunship dan juga varian semi gunship pengangkut prajurit lintas udara.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top