Chapter 10
Jakarta, Republik Indonesia.
13 Februari, 1639.
Jumat.
Mayor Kuzo melihat sekelilingnya dengan tatapan bosan. Dia adalah seorang tentara Kekaisaran Jepang dari cabang Angkatan Darat yang bergabung dengan TNI demi keluarganya.
Begini, semenjak Nod menginvasi kepulauan Jepang dari Semenanjung Korea dan Vladivostok pada tahun 1998, ribuan sampai hampir jutaan masyarakat Jepang kabur ke negara-negara yang masih berdiri di dunia. Seperti Federasi Eurasia yang berpusat di New Delhi, Amerika Serikat, Persatuan Amerika Selatan dan tentunya Indonesia.
Mayor Kuzo mengevakuasi seluruh keluarganya ke Indonesia dan langsung mendaftarkan diri sebagai tentara asing, pada masa ini, banyak tentara yang mati-matian bertarung agar mereka dan keluarga mereka dapat menjadi warga negara tersebut, karena para pengungsi dijadikan rakyat kelas kedua yang tidak terlalu diprioritaskan dan hanya dianggap sebagai penambah beban. Itulah realita dunia lama mereka. Mayor Kuzo melakukan beberapa kampanye seperti pertempuran Saigon di Vietnam, Operasi Butterfly di Taiwan dan banyak misi beresiko tinggi ia ambil, agar anak-anaknya dapat hidup dengan tenang tanpa takut dimakan atau dibuat jadi media perkembangbiakan Nod.
Kuzo, bersama dengan lebih dari 600 tentara dari Legiun asing Indonesia berjaga di lapangan Monas, ini adalah salah satu dari hari itu di setiap minggu. Hari Jumat.
Setiap hari Jumat ini, pemerintah akan mendistribusikan bahan makanan gratis, semua orang mendapatkan takaran yang sama. Miskin ataupun kaya, tua maupun muda. Sekarang ini saja, sudah ada ribuan warga yang membuat banyak antrian panjang dibawah terik matahari yang membara ini.
Walaupun dihantam terik yang membara ini, seluruh warga tetap sabar menunggu di antrian mereka masing-masing. Setiap keluarga mendapatkan 10 KG beras, 1 kardus telur yang berisi 20 telur, 10 bungkus indomie dan semua bahan makanan seperti bawang merah, cabai, minyak makan dan lain sebagainya ditakar agar merata.
Tidak hanya di Jakarta, di seluruh daerah Indonesia terdapat pos pemberian makanan seperti ini. Dan pihak militer lah yang menjaga pos ini, mengingat sekarang aksi serangan gang, mafia dan teroris semakin berkecamuk. Hingga pada titik para polisi harus mengaktifkan 300 tank M-12 Sabertooth Light Battle Tank, 200 unit T-72 bekas Soviet, 400 APC Anoa, pengaktifan 15.000 personil polisi dan Brimob, bahkan kapal perang kelas Takao yang dimiliki Polri sebagai kapal bendera dalam armada mereka pun juga ikut beraksi bersama TNI AL.
Mayor Kuzo mengingat jelas berita dari radio beberapa bulan lalu, saat mereka pertama kali ditransfer ke dunia ini, dia tidak percaya sama sekali hingga pas dia keluar dan pergi ke Pangkalan militer tempat dia ditugaskan serta pidato dari Presiden Wijaya, barulah Kuzo percaya realita mereka ada di dunia lain.
"Mayor Kuzo, izin bicara." Kuzo menaikkan alis matanya saat melihat salah seorang prajurit relawan dari negara UFC (United Front of China.).
"Ada apa, sersan mayor Zhao?"
"Pak, izin pergi dengan tim saya untuk berpatroli diarah barat pak." Ujar Zhao.
"Patroli? Hmm... Baiklah Zhao, bawalah salah satu Komodo untuk jaga-jaga. Lakukan apapun tugasmu itu dengan cepat." Ujar Kuzo tidak terlalu peduli, Kuzo ini cukup.... Bagaimana bilangnya, dia orang yang cuek akan yang lain dan hanya peduli akan dirinya dan keluarganya.
"Terimakasih pak." Zhao bergegas pergi menaiki Komodo bersama 5 orang prajurit lainnya. Mereka langsung ngebut kearah gerbang barat.
"Mereka nampaknya ingin memberi makan warga yang menunggu dibarisan belakang nampaknya." Komen Letnan Satu Ayu, dia adalah pemimpin dari grup Wing Diver yang ditugaskan ke unit nya.
Wing Diver adalah sekumpulan pasukan khusus yang mayoritas isinya adalah perempuan, mereka menggunakan Jetpack untuk terbang ke sana kemari, dulu mereka adalah pasukan yang selalu dikirim pertama ke medan tempur bersama pasukan Fencer dan Infanteri, namun sekarang, mereka menjadi Unit infiltrasi, pengintai dan support yang bekerja bersama dengan Angkatan Udara.
"Kita cukup menutup mulut untuk hal itu, Ayu." Ujar Kuzo melirik Ayu yang adalah tangan kanannya.
"Dimengerti, Mayor. Aku tertarik, berapa lama lagi mereka bisa melakukan hal ini tanpa ketahuan." Ujar Ayu terkekeh kecil.
"Letnan."
"Baik Mayor, saya akan tutup mulut. Tapi anda lebih baik cepat-cepat menegur mereka, ini akan menjadi kebiasaan buruk." Ujar Ayu sembari sedikit melakukan peregangan.
"Bukan tempatmu untuk menceramahi ku, Ayu." Ujar Kuzo yang melirik tajam si Ayu, Ayu hanya mengangkat bahunya tidak peduli.
Beberapa saat berlalu dengan tenang, hingga akhirnya mereka mendengar suara tembakan dari arah barat. Suara tembakan tersebut menarik perhatian seluruh warga yang mengantri Bansos, mereka nampak sedikit terkejut, sebelum akhirnya lanjut mengantri. Para warga sudah terbiasa akan suara tembakan seperti ini.
"Bajingan, apa yang terjadi.... Ayu! Bawa gadis-gadis mu!" Seru Kuzo.
"Tidak perlu menyuruh, Mayor." Ayu dan enam Wing Diver lainnya langsung terbang ke lokasi tembakan terjadi.
"Ini adalah Pimpinan Sakura kepada seluruh unit! Terjadi sesuatu di gerbang barat! Aku ingin Unit 5, 3 dan 7 tetap disini dan menjaga para warga dengan unit kavaleri lainnya! Sisanya ikuti aku!" Kuzo langsung masuk ke dalam Komatsu LAV yang dia gunakan sebagai mobil komando. Kuzo dan sisa pasukan dari unit Sakura langsung berangkat ke Gerbang Barat.
Saat mereka tiba di gerbang barat, sudah terjadi inside tembak-tembakan antara pasukan milik Kuzo dan beberapa orang yang nampaknya seperti anggota teroris. Tanpa pikir panjang, Kuzo memerintahkan semua pasukannya untuk menembak.
Kuzo keluar dari LAV nya dan melihat Sersan mayor Zhao yang terkapar di tanah dengan lubang yang cukup besar di dadanya.
"Sialan, semua unit! Disini Pimpinan Sakura, terdapat musuh yang menggunakan senjata anti tank disekitar sini, cari dan segera habisi dia." Ujar Kuzo sambil berlutut dan melihat wajah Zhao lebih dekat. Wajah Zhao terlihat dia merasakan rasa sakit yang teramat sebelum kematian, dan selain ada lubang di dadanya, terdapat beberapa lubang yang lebih kecil di beberapa anggota tubuhnya.
"Zhao, andai saja kamu sedikit lebih egois. Selamat jalan prajurit, semoga Tuhan menunjukkan jalan padamu." Kuzo berdiri dan membidik salah satu teroris dengan senapan Howa Tipe-20 dan berhasil membunuhnya dengan dua peluru tepat di kepala nya.
Kuzo melihat beberapa orang teroris yang terbunuh akibat cahaya berwarna ungu, dan ia melihat Ayu dan pasukan Wing Diver lainnya yang menggunakan senapan laser yang cukup kuat untuk melubangi armor tank seperti M1 Abrams milik Amerika.
Senjata para Wing Diver bervariasi, ada yang seperti senapan mesin, shotgun atau bahkan granat. Dan semua itu berbasis laser dari Elemen G yang mereka dapatkan secara cuma-cuma dari Korea dulu dan tambang di Jayapura.
10 menit telah berlalu dan pertarungan pun selesai. Para teroris berhasil dibunuh oleh pasukan relawan luar negeri Indonesia, dan mereka hanya mengalami 5 korban jiwa termasuk Zhao.
Kuzo menghela nafas panjang dan melihat mayat-mayat tentara bawahannya yang dibawa menggunakan tandu ke mobil medis, mereka akan dimakamkan dengan layak. Kuzo merasa ada seseorang di belakangnya, dan benar saja, ada Ayu yang baru datang dan membuka helmnya.
"Letnan, bagaimana misi bersih-bersihnya?"
"Mayor, kabar buruk. Teroris ini berencana mengebom Monas dengan bom Fosfor putih." Kuzo pun tertarik mendengarnya, tidak mungkin teroris bisa mendapatkan nya dengan mudah, pasti ada orang dalam.
"Kabar baiknya?"
"Kabar baiknya, kita berhasil menghentikan tindakan tersebut, walaupun kita harus kehilangan 5 prajurit hebat dan 30 rakyat sipil. " Ujar Ayu sambil melihat beberapa mayat warga sipil yang anggota tubuhnya banyak yang hilang.
"Pusat tidak akan menyukai ini."
Gedung DPR/MPR.
13 Februari, 1639.
2045.
Semua anggota DPR, MPR, Staf TNI, Staf militer asing yang ada di Indonesia, Menteri Kabinet dan Presiden serta wakilnya pun sudah hadir di gedung DPR/MPR untuk membahas insiden tadi sore tentang penyerangan Teroris di Monas.
"Baiklah, rapat kali ini dimulai." Langsung saja, Wijaya menatap Ikhwan, sang Jendral Polisi dengan tajam.
"Pak Ikhwan, bukankah pada rapat lalu, anda mengatakan anda akan menyelesaikan masalah ini, nyatanya masalah ini kembali terjadi, di Ibukota lagi!" Ujar Wijaya yang masih mencoba sabar.
"Pak Wijaya, saya meminta maaf. Operasi pemberantasan tidak berlangsung secara maksimal dan masih tersendat. Ini adalah murni keteledoran saya dan Pak Dzahir yang terlalu meremehkan musuh." Ujar Ikhwan dengan rasa menyesal yang mendalam.
"Jadi apa yang kalian lakukan selama beberapa bulan belakangan ini? Tidak mungkin kepolisian tidak melakukan apapun." Ujar Sukmawati sambil memicingkan matanya.
"Buk Sukma, kami melakukan penggerebekan di beberapa Safehouse, dan mereka terus mengarahkan kita ke tempat yang tidak jelas. Dan setiap tahanan yang kita tangkap, selalu saja bunuh diri." Ujar Ikhwan sambil menunjukkan beberapa foto di Layar Hologram.
"Jadi, kita terjebak dijalan buntu maksud anda?" Tanya Pranata sambil melihat foto yang ditampilkan Ikhwan.
"Benar, Jenderal Pranata. Mereka sangatlah licin, sepertinya.... Sepertinya saya tahu siapa yang ada dibalik semua ini, tapi saya takut untuk menyebutnya." Ujar Ikhwan.
"Kenapa Pak Ikhwan, katakan saja! Tidak akan ada yang berani menyakiti anda." Ujar Duta Besar Amerika, Jorge.
"Yang dikatakan duta besar Jorge benar, Ikhwan. Siapa tersangka yang kamu curigai." Ujar Wijaya dengan tenang.
"Pak, saya mencurigai ini adalah kelakuan Mantan anggota KGB dan CIA. Smith dan juga Ivanov." Ujar Ikhwan yang langsung jujur.
"Smith dan Ivanov.... Mereka berdua yah, Pak Jorge, bisa mengatakan sesuatu tentang ini?" Tanya Menteri Pertahanan Indonesia.
"Smith aku kenal, dia adalah salah satu operator terbaik CIA yang berhasil menggulingkan Soviet saat invasi Nod, dia juga yang berhasil menginfiltrasi Hive di Pulau Sado. Tapi anehnya, setelah infiltrasi itu dia menghilang tanpa jejak. Dan anda mengatakan dia berada disini, bisa jelaskan lebih lagi, Pak Ikhwan?" Tanya Jorge kepada Ikhwan.
"Pak Jorge, kami terus menerus mendapatkan serangan cyber, beberapa perwira kepolisian dibunuh dengan cara yang kejam beserta keluarga mereka, beberapa pos militer Indonesia kecolongan dan kehilangan beberapa senjata prototipe yang sedang dikembangkan. Tidak ada yang tahu mengenai persenjataan itu selain CIA dan beberapa pihak yang tidak bisa saya sebut. Sedangkan Ivanov, seharusnya para hadirin tahu kenapa." Ujar Ikhwan panjang lebar.
"Jadi, kita menghadapi teroris berbahaya yang bisa kapan saja memutar semua senjata pemusnah massal milik kita, ke kita sendiri?" Ujar Wijaya sambil berpikir.
"Kurang lebih, tapi Pak Presiden, Direktur Dzahir mengatakan dia bisa mengurus semua ini, asalkan dia punya izin anda." Ujar Ikhwan yang berkeringat dingin.
Sukmawati dan Jenderal Pranata menyadari apa yang diinginkan Dzahir, Wijaya tahu, tapi dia pura-pura bodoh saja.
"Apa itu? Dia seharusnya tahu aku selalu memberi izin jikalau itu menyangkut keselamatan negeri kita." Ujar Wijaya dengan kalem.
"Pak Presiden, Pak Dzahir ingin anda membangkitkan kembali rencana Alternative-III dan membangunkan seluruh unit ESP kita untuk memburu Smith dan Ivanov." Ujar Ikhwan yang membuat seluruh peserta rapat kecuali Sukmawati, Wijaya dan Pranata terkejut bukan main.
"APA?!"
TBC
Wing Diver :
Howa tipe-20 :
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top