3. Hal Yang Sama
Hari Perlombaan
Kali ini beralih ke Universitas Tirta Jaya. Kampus tempat Putri kuliah. Dia mengambil jurusan pariwisata. Bisa dibilang dia suka traveling jadi ingin mempelajarinya lebih mendalam lagi.
Minggu perlombaan sebelum liburan musim panas. Di halaman kampus sudah ramai penduduk. Banyak mahasiswa/i dikampus tersebut yang sudah duduk dipinggiran halaman untuk menonton perlombaan.
Pita dan balon terpasang disetiap sudut pinggir halaman untuk memeriahkan suasana. Panggung juri juga sudah terpasang rapih.
Di saat semua orang menanti acara dimulai. Putri malah sibuk wifi di perpustakaan bersama temannya. Membuka situs hotel yang cocok untuk dipesan.
"Hah ... Put, sudah selesai belum? Aku ingin makan lapar, nih."
"Tunggulah! Sebentar lagi. Aku belum menemukan hotel yang cocok untuk ditempati, nih."
"Memangnya buat apa kau mau pesan hotel?"
"Liburan bersama sahabatku."
"Kemana?"
"Sudah pasti ke kota favorit kami untuk bernostalgia kembali."
"Dimana itu?"
"Jogja."
"Suka banget ya dengan kota itu?"
"Tentu saja itu kota paling menakjubkan. Itu yang kami rasakan jika ke sana."
Teman Putri itu kemudian merosot di meja meletakkan kepalanya tidak bisa menahan rasa lapar.
"Nah! Ketemu!" jerit Putri kegirangan sampai dipelototi penjaga perpustakaan itu untuk diam.
Sontak Putri menutup mulutnya. Putri meminta maaf kepada penjaga perpustakaan itu dan duduk kembali.
"Lihat ini! Baguskan, Ka?"
Temanya bernama Riska itu mengangguk tanda setuju. Walau diotaknya yang ada hanya makanan.
"Tapi harganya lumayan mahal. Aku tanya yang lain dulu, deh."
(Putri) :"Hei, aku dapat rekomendasi hotel. Bagus sih tapi harganya lumayan mahal, gimana?"
Putri kemudian mengirim foto hotel itu disertai fasilitas dan harganya. Tinggal menunggu keputusan dari usulan putri saja.
"Hei, kau kenapa tiduran gitu?"
"Apa kau tidak dengar aku merintih minta ke kantin untuk makan?"
"Oh, maaf. Kalau gitu untuk tanda terima kasih sudah menemaniku di sini aku traktir mie ayam satu porsi."
"SIP! MAU!"
"Stttt!"
Ups, mereka lupa jika masih berada di perpustakaan dan lagi-lagi dibentak oleh desisan dari penjaga perpustakaan.
Mereka berdua kemudian berjalan kearah kantin sambil bercengkerama. Mereka melewati halaman yang sudah dipenuhi sorak-sorak bergemuruh.
Lomba pertama adalah lomba Voli antar kelas. Para anak cowo sudah siap untuk memulai perlombaannya. Putri berhenti sejenak dan meninggalkan Riska temannya yang tidak sadar jika ia berjalan sendiri.
Putri menjumpai satu orang yang berdiri tak jauh darinya di arena Voli. Itu adalah teman sekelasnya bernama Alex. Pelit berbunyi menandakan permainan dimulai. Bola melambung tinggi dioper oleh Alex.
Alex terlalu keras memukul sampai bola keluar lapangan. Bola memantul dengan keras dan mengenai Putri yang diam berdiri di pinggir lapangan. Alhasil, dia tergeletak pingsan.
Riska yang sudah sadar temannya tidak berjalan barengan dengan dia dan menemukannya tergeletak di belakangnya.
Riska menghampirinya dan beberapa petugas UKS berbondong-bondong untuk membawa Putri. Riska hanya mengikuti kemana mereka pergi.
☀️☀️
Semakin siang perlombaan semakin sengit antar jurusan. Di panasnya cuaca diluar diantara riuhnya sorak sorai penonton. Namun, tidak dengan satu orang yang terbangun dari pingsan.
Pertama yang Putri rasakan adalah kebingungan. Kenapa ia bisa ada disini. Temannya Riska memelototinya seakan Putri yang salah.
"Kenapa?"
"Hah! Kau itu ya, Put."
"Aku kenapa?"
"Kau tidak ingat yang barusan terjadi? Yang baru saja kau alami beberapa jam yang lalu," desah Riska.
"Memangー"
Seperti mengingat apa yang barusan ia lupakan. Putri langsung tersipu malu karena ke-tidak warasannya yang kumat.
"Baru ingat!?"
"Kauー arg, apa yang aku lakukan? Kenapa aku bisa tidak melihatnya?"
Putri duduk meringkuk menutupi wajahnya dengan lutut yang dipeluknya.
"HAHAHA, PAYAH KAU."
Riska tergelak tertawa cukup keras sampai yang sedang tidur di kasur samping melihat mereka. Ada juga yang berisik-bisik menanyakan kewarasan mereka.
Beda reaksi dengan Putri. Dia malah molotot terkejut. Tubuhnya bergetar, tangannya naik manutupi wajahnya.
Hik ... Hik
Riska terkejut mendengar isak tangis Putri. Dia langsung terkejut dan bingung harus berbuat apa dan akhirnya menunggu Putri tenang sambil sesekali mengelus punggungnya.
'Hik ... Kenapa? Kenapa begitu mirip dengan Aria?' batin Putri gundah.
Sudah cukup lama Putri meringkuk gemetar sambil memeluk kakinya. Sampai ia tenang akhirnya memutuskan untuk tidur. Riska masih heran apa yang terjadi kepada Putri dan memutuskan keluar meninggalkannya sendiri dulu.
Saat diluar Riska dicegat oleh Alex. Dia menanyakan keadaan Putri yang tak sengaja terkena bola yang ia lempar.
Riska hanya jujur menceritakan segala hal yang Putri alami tadi. Antara heran dan bingung seketika saja menjadi hening tak tau harus berespon apa.
☀️☀️☀️
Di kelas, tidak ada orang. Hanya ada tas dan Putri. Ia melihat kesekeliling namun, tak menemukan 1 orang pun di dalam kelas.
Melihat diluar pintu itu menarik perhatiannya dan akhirnya memutuskan untuk keluar.
Tampak murid berlalu lalang ke sana kemari. Putri masih bingung ini dimana namun, atmosfer yang ia rasakan sangat begitu akrab.
Menyusuri lorong melewati beberapa kelas dan lab. Sampai menemukan tangga menuju ke gedung kecil di sisi halaman.
"Perpustakaan?"
Terdapat 2 lantai dan bagian bawah adalah perpustakaan. Bagian atas kemudian ditelusuri Putri.
Tertulis kata "Aula" di sebelah pojok kanan atas pintu. Terdapat 10 jendela dan 2 pintu kayu disisi kanan dan kiri. Dibagian tengah terdapat pintu geser seperti ditoko.
Putri mengambil pintu sebelah kanan dan membukanya. Seketika ia terkejut melihat pemandangan yang ia saksikan.
Terdapat 4 orang gadis di dalam Aula tersebut. Mereka melakukan aktivitas masing-masing.
Satu orang nyanyi sambil joget-joget gak jelas, satu orang lagi nge-dance, satu orang merekam, yang terakhir hanya ketawa-ketiwi sambil bersurak ke mereka berdua.
Kebetulan tak ada orang lain disana jadi mereka bebas melakukan apa pun. Anak yang nyanyi tadi melihat Putri dan tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Putri tertegun dan akhirnya mengusap matanya memastikan hal itu nyata atau tidak. Anehnya, saat ia buka mata hanya berisi aula kosong.
Akhirnya ia meninggalkan aula itu kembali turun menuju kantin. Ia merasa agak lapar karena terus berkeliling kesana-kemari tanpa tau ini dimana.
Melihat beberapa anak yang keluar dari arah kanan sambil membawa jajanan Putri berinisiatif kalau disanalah kantinnya.
Baru hendak mau pergi ia dipanggil oleh beberapa orang. Itu adalah 4 orang yang tadi di aula turun menghampiri Putri.
"Putri,"
"Ya?"
"Mau ke kantin? Ikut ya?"
Sepertinya orang itu bisa membaca pikiran? Tidak mungkin itu hanya mitos.
Putri hanya mengangguk sebagai balasan dan mereka berjalan beriringan. Dia masih heran dengan wajah-wajah ini, mereka terlihat seperti akrab dengannya tapi Putri tidak tau siapa mereka.
Karena belum sembuh dari rasa penasarannya Putri terus bertanya dalam hati sambil sesekali mencuri pandang ke 4 orang itu.
Saat ketahuan dia curi pandang pun mereka hanya tersenyum sambil berbincang-bincang ria.
Sampai di kantin, atmosfer yang terasa disini cukup lekat pekat. Rasanya seperti penuh dengan kenangan yang masih lekat disetiap penjuru ruangan ini.
"Mau pesan apa?" suara itu mengagetkan Putri dan memandang orang yang menatap poster yang berisi menu makanan.
"Paket II untuk 5 orang langsung saja."
"Boleh-boleh!"
"Minumnya?"
"Ar, kau pesen apa?"
'Ar? Satu kata itu membuat Putri curiga. Sepertinya kata 'Ar' sangat familiar untuknya.
"Es teh 5 sekalian," ujar orang yang dipanggil Ar itu sambil mengacungkan 5 jarinya.
"Oke oke!"
Mereka pun tertawa dan salah satu anak yang agak pendek dan tembem itu memperhatikan Putri.
"Put, kenapa diam saja?" ujar orang itu.
"Heh?"
"Iya, Putri. Tumben banget kau gak banyak omong kaya biasanya."
Sekarang beralih ke orang yang pakai kaca mata tinggi dan tembem yang tadi bertanya 'pesan apa'.
"Aku..."
'sebenarnya siapa mereka? Kenapa aku ikuti mereka? Kenapa suasana disini aneh sekali?' batin Putri gelisah.
Putri merenung menatap sepatunya sebentar memikirkan jawaban untuk pertanyaan mereka.
Saat sudah menemukan jawaban dan hendak menjawabnya anehnya Putri sendirian dimeja itu. Tidak ada orang lain selain dia dimeja itu.
Aneh
Putri beranjak pergi keluar dari kantin dan melihat dihalaman sekolah. Sekarang situasinya beda lagi, ada 5 gadis yang sedang berselfi ria di halaman.
Kalau dilihat lebih detail lagi. Ia melihat dirinya berada disana berfoto dengan 4 orang yang ia lihat di aula dan kantin.
Seketika itu kepalanya mulai pusing entah kenapa. Ia melihat lagi orang-orang itu. Gadis yang memakai kaca mata itu diserbu oleh yang lain.
Mereka berlari menaburkan tepung dan bedak bayi membuatnya menjadi putih.
"Happy Birthday Cindy!" ucap mereka semua bersamaan sambil lari-lari menghindari tepung yang terus dilayangkan.
"AH, PAYAH!" kata itu dilontarkan oleh gadis yang kurus tinggi. Itu aku Aria!
Putri terkejut mendengarnya dan mengamatinya lagi 5 orang itu. Dia melihat Alma yang penuh tepung dimuka dan rambutnya. Cindy yang putih sedang menaburkan tepung ketubuhku dengan banyaknya. Lusi menghindar dan malah terlihat bersih. Dan ia melihat dirinya sendiri sedang melihatnya dengan tersenyum.
"Kau harus menemui mereka,"
Kata itu diucapkan dirinya yang lain sebelum semua bayangan ini menghilang menjadi suasana hitam gelap. Putri juga merasa pusing untuk sesaat dan bingung karena tidak bisa melihat apapun disekelilingnya.
☀️☀️☀️
Waktu menunjukkan pukul 16.00. Hari sudah mulai petang, aktivitas di sekolah juga sudah berkurang. Dilihat dari lantai 2 kampus matahari sudah hampir tenggelam darah barat.
Hawa yang panas menyengat masuk kedalam ruangan UKS yang dihuni 3 orang itu. Putri yang tidur dari tadi masih belum menunjukkan tanda-tanda ia akan bangun.
Riska duduk dibangku dekat kasur ditemani oleh Alex yang berdiri bersandar tembok sambil memainkan ponselnya.
"Bagaimana kalau Putri tidak segera bangun? Membiarkannya disini? Tidak mungkin 'kan."
Pertanyaan yang dilontarkan Riska membuat Alex yang sedari tadi memainkan ponselnya beralih fokus ke pertanyaan itu.
"Kau gila, ya? Tidak mungkin meninggalkannya disini."
"Terus, kita harus bagaimana?"
"Bawa saja kerumahmu bilang ke orang tuanya kalau Putri sakit dan menginap dirumahmu."
Riska sedikit merasa tidak enak jadinya dengan Putri.
"Kenapa tidak kau saja?" tanya Riska yang disambut keterkejutan oleh Alex.
"Oi, apa-apan itu. Mana mungkin aku membawa seorang gadis yang sakit ke kediaman cowok."
Riska seperti menyadari sesuatu dan menepuk jidatnya. Ia pun akhirnya menunduk meratapi kekonyolannya yang aneh.
"Aku pulang ke rumahku saja."
Suara rintih nan kecil itu mengagetkan mereka berdua dan melihat Putri yang pucat sudah sadar membuka matanya.
Riska langsung terharu sendiri dengan sadarnya Putri. Karena sedari tadi dia yang paling khawatir akan Putri. Dia sengaja tak memeluk Putri karena takut jika badan Putri sakit dan malah memperparahnya.
"Heh! Kau aneh sekali. Cuma kena bola sedikit saja sampai pingsan begitu lamanya."
Putri terkejut mendengar ucapan itu dan bergegas bangkit. Sayang, ia langsung meringkuk karena kepalanya sangat pusing. Akhirnya ia hanya melempar bantal ke arah Alex yang tepat mengenai wajahnya.
"Hentikan itu Alex. Kau bicara tak memandang situasi, Putri kan sedang sakit."
"Baiklah. Mau pulang tidak kalian, aku antarkan."
"Tidak, terima kasih," ucap Putri menolak. "Aku bisa pulang sendiri."
"Keras kepala sekali. Kau pikir dengan kondisi begitu kau mampu berdiri lama di pinggir jalan untuk menunggu bus?"
"Put, bareng sama Alex saja. Kau kan sedang sakit sebaiknya jangan memaksakan diri dulu."
Putri melirik Alex seakan ingin menusuk orang itu kemudian, menghela nafas pasrah dengan permintaan Riska sahabatnya.
"Aku tunggu di parkiran."
Alex berlalu keluar terlebih dahulu, meninggalkan kedua gadis yang sibuk bersiap diri.
Riska menggeledah tas Putri dan menyodorkan jaket kepadanya.
"Nih, sudah mau malam dari pada kedinginan di jalan," ucap Riska yang dibalas anggukan oleh Putri.
Sekiranya sudah siap mereka pun keluar dari UKS dan berlalu menuju parkiran. Dilihat sekeliling juga kampus ini sudah mulai sepi. Para murid sudah mulai berlalu meninggalkan sekolah semua.
Sebuah mobil hitam sudah terparkir di depan kampus. Alex yang duduk di depan setir sedang memainkan ponsel menunggu mereka naik ke mobil.
Pintu mobil dibuka dan mereka pun naik, Putri hampir tersandung saat hendak naik ke mobil karena rok yang ia kenakan mengganggu ia melangkah.
"Hati-hati!" ucap Alex yang hanya melihat dari kaca mobil.
Putri yang melihat itu hanya mengjela nafas dan masuk ke mobil yang diikuti oleh Riska yang juga masuk sambil menutup pintu.
Mobil berjalan menembus jalanan yang ramai. Dari arah belakang terlihat matahari yang mulai lenyap dari pandangan. Cahaya orange mulai menembus kaca mobil membuat suasana yang tenang.
"Senja," ucap Riska yang membuat semua orang menatapnya. Alex menatapnya melalui kaca mobil. Dilihat wajah Riska yang terlihat agak sedih itu tertangkap oleh sorot mata Putri.
"Ada apa dengan senja?"
"Bukan apa-apa. Hanya sekarang sudah senja."
Riska menutup sesaat kelopak matanya dan kembali menatap lurus ke depan. Putri berdehem seakan mengetahui sesuatu dan mencoba untuk tidak membahasnya.
Mobil yang mereka kendarai belok ke kawasan pedesaan dan memasuki gang sempit. Dan berhenti di depan gang yang lebih kecil lagi.
"Sampai, karena tidak bisa masuk jadi sampai sini saja."
"Baiklah, terima kasih."
"Put, tunggu!"
Putri menghentikan langkahnya saat hendak akan menutup pintu dan menunggu Riska turun.
"Aku antar sampai rumah, sekalian menjelaskannya kepada orang tuamu."
"Terima kasih."
Buuk
"Aku ikut."
Alex turun dari mobil dan mengikuti mereka berdua dari belakang. Riska meminta tas ke Putri dan memberikannya ke Alex.
"Kau bawa barangnya Putri, biar aku yang menuntunnya. Kasian 'kan kalau dia harus membawa barang berat."
Alex hanya diam dan membawakan tas itu tanpa berkutik sedikit pun. Mereka berjalan memasuki gang sempit yang diapit dua rumah itu.
Sampai di ujung gang terdapat rumah ber-cat biru dengan garasi di bagian samping rumahnya.
Tok tok tok
Pintu perlahan terbuka menampakkan wanita paruh baya yang di ikuti oleh anak kecil dibawahnya.
"Bu, kami mengantar Putri pulang. Tadi katanya kurang enak badan jadi seharian di UKS."
"Sakit apa Put? Sampai segitunya."
"Tadi kena bola jadi pusing, Bu."
Alex yang mendengar itu seketika membuang pandangan ke sisi lain. Merasa kalau Putri sengaja mengatakan itu. Memang fakta ya begitu, sih.
"Iya sudah mandi terus istirahat, sana!"
"Iya Bu."
Putri berbalik menghadap kedua temannya dan meminta tasnya. "Terima kasih, ya. Sudah mengantarku sampai rumah."
Alex memberikan tas Putri dan tersenyum kepadanya. "Tidak apa-apa, kau istirahat saja."
"Putri, cepat sembuh ya. Bu, kami pamit dulu."
"Eh, tidak mampir dulu?"
"Tidak Bu. Sudah mau malam kami pamit pulang."
"Baiklah, hati-hati dijalan, Nak."
"Iya Bu. Pulang dulu, Put."
"Hati-hati dijalan, Ris."
Putri melambaikan tangan ke arah mereka berdua dan dibalas lambaian tangan. Samar-samar ia juga melihat lekukan senyum di bibir Alex.
'Sejak kapan kau bisa tersenyum tulus?' batin Putri sambil mendengus menatap mereka.
Mobil sudah pergi dari kawasan rumah Putri. Ia pun masuk ke dalam rumah langsung menuju kamarnya.
"Put, kau jadi yang ke Jogja itu?"
"Iya, kenapa Bu?"
"Baiklah, cuma bertanya. Kalau kau jadi ke sana kami akan ke rumah nenek jadi kalau mau pulang bilang terlebih dahulu biar kami juga ikut pulang. Dari pada kau di rumah sendiri 'kan."
"Iya iya Ibu, terima kasih."
Senyuman gembira langsung tercetak di bibir Putri. Ia pun berlalu ke kamar dan langsung mengabari para sahabatnya.
☀️☀️☀️
"Lex, kau perhatian juga ya."
Mobil hitam itu sekarang menembus ramainya malam di jalan kota. Alex fokus menyetir mobil, pandangannya lurus kedepan jalanan. Sedangkan, Riska di sampingnya yang ikut memandang jalanan di depan namun, ia mengajak bicara Alex.
"Memangnya kenapa?"
"Aku tau kau suka dengan Putri. Tapi, kenapa tidak bilang saja?"
"Ris, kau tau sendiri aku ini orangnya bagaimana 'kan."
"Iya iya. Aku paham kok, Kak. Akan aku bantu tenang saja."
☀️☀️☀️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top