Page 3
.
.
.
Alkisah, pada jaman dahulu kala, terdapat pasangan raja dan ratu di sebuah kerajaan damai. Mereka dicintai oleh rakyat, namun sudah cukup lama mereka merajut kasih dan tak diberikan buah hati. Lantas, berselang beberapa tahun setelahnya, penantian mereka akan seorang anak diberikan oleh yang kuasa.
Tetapi, tiba-tiba saja, ratu menderita penyakit yang mampu mengancam nyawanya dan nyawa calon bayi tersebut. Raja mencari cara untuk menyembuhkan keduanya, menemukan solusi bahwa ia perlu membawa bunga emas yang berkilau penuh cahaya. Konon, itu dapat menyembuhkan segala penyakit. Lantas, raja pun mengerahkan prajurit untuk mencari tanaman obat ajaib itu.
Setelah ditemukan selama pencarian kurang lebih dari tiga hari, ratu pun diberikan ramuan yang berisi bunga ajaib itu. Perlahan-lahan, ratu mulai menunjukkan tanda-tanda sembuh dan putri kerajaan lahir dengan sehat serta selamat, tak lupa akan rambut emasnya yang mengikuti warna bunga itu.
Ternyata, bunga tersebut adalah milik penyihir di hutan. Geram karena bunga satu-satunya telah diambil tanpa ijin, penyihir itu menculik sang putri kerajaan, membawanya ke menara tinggi yang cukup jauh dari istana.
Oh, putri yang malang, ia telah hilang dan tak mendapatkan kehangatan dari kedua orang tuanya tak cukup seminggu.
Untuk memperingati hari kelahiran dan kehilangannya, kerajaan selalu mengirimkan lentera emas ke angkasa dengan harapan bahwa gadis itu akan kembali ke pelukan raja dan ratu.
Tahun demi tahun berlalu.
Putri itu tumbuh menjadi sosok yang cantik, seorang gadis yang penuh akan rasa penasaran pada dunia di balik jendela menara tingginya. Ia tidak tahu bahwa ibunya sekarang bukanlah ibu yang asli, melainkan seorang penyihir.
Sesekali, penyihir itu pergi keluar dengan waktu yang cukup lama, meninggalkan putri bernama Rapunzel itu kesepian di dalam menaranya. Bersama berbagai peralatan melukis serta hewan peliharaan berupa bunglon yang setia menemani.
Kebosanan itu lantas diinterupsi oleh kehadiran seseorang.
"Ugh, capek sekali memanjat menara iniー"
Rapunzel, yang terkejut akan kehadiran orang asing di kamarnya, lekas saja mengambil teflon dan memukul belakang kepala pemuda itu. Sosok dengan helaian rambut hitam dan peek-a-boo kuning tersebut jatuh, menubrukkan badannya pada lantai kayu, membuat Rapunzel menatap kaku dari kejauhan sembari mengeratkan pegangannya pada barang yang tengah ia pegang.
Semua orang yang menonton ke arah panggung, nampak tertawa akan akting mereka berdua. Tidak heran, biasanya orang-orang akan terkekeh tatkala melihat tingkah Bachira Meguru dan kini kau harus bersanding bermain bersamanya.
Kembali ke penampilan, kau yang berperan sebagai Rapunzel pun mengikatnya di atas kursi, melanjutkan drama seperti alur kisah Rapunzel yang biasanya, "Katakan, apa maumu sampai datang ke menara ini?! Kau tahu aku dari mana? Ada yang menyuruhmu? Oh, jangan-jangan, apa kau ingin berbuat jahat?!"
Meguru tersenyum samar setelah berpura-pura terbangun setengah sadar.
Entah mengapa, dadamu terasa sepercik panas, sebuah perasaan familiar yang tak pernah kau rasakan lagi selama beberapa waktu belakangan ini. Membuatmu, semakin menyipitkan mata.
Scene demi scene berlalu. Bermain di luar, di bawah mentari di temani oleh rumput hijau dan langit biru, aroma segar menerpa indra penciumanmu. Berjalan menyusuri, mengikuti alur naskah yang telah ditulis sedemikian rupa. Tibalah, terperangkap dalam gua yang gelap.
"Mungkin kau akan takut akan kemampuanku, tetapi aku tidak bisa kehilanganmu sekarang," ujarmu lantas bernyanyi, membuat Bachira yang memainkan peran Flynn Rider mengerjapkan mata terkejut, sesuai dengan reaksi yang harus dimainkan.
Dalam hati, kau tertawa.
Itu adalah ekspresi yang selalu ia tampilkan saat duduk di bangku penonton, memperhatikan dirimu dengan seksama yang sibuk bermain di atas panggung. Ah, betapa rindunya kau akan suasana menyenangkan tersebut. Kau tidak akan pernah lupa bagaimana antusiasme dan euforia yang dirasakan, semua itu sangatlah berwarna.
Tepat menuju akhir cerita, masa dimana tokoh utama lelaki mengkhianati heroine yang tragis, meninggalkannya sendirian di dalam sekoci perahu bersama naungan lentera yang telah padam. Begitulah, sekali lagi, Rapunzel yang malang. Baru saja dia berharap dapat menemukan secercah harapan akan kebahagiaan dunia, ia kembali dihancurkan oleh ekspektasinya sendiri.
Bukankah, karakter yang kau perankan saat ini sebelas dua belas dengan kondisimu sekarang?
Dalam kegelapan, irismu melirik pada sosoknya yang melangkah turun dari panggung.
Tidak, jangan tinggalkan dirimu sendirian!
Kau tahu, bahwa ini hanyalah permainan semata, tetapi kau tidak bisa mengerti akan rasa sakit pada dadamu yang terasa berdenyut. Detik ini, waktu di mana jantungmu berdetak mengikuti irama lantunan musik di belakang latar adalah momen yang tak bisa kau bayangkan dapat kembali lagi. Hanya karena kehadiran seorang Bachira Meguru, denting waktu milikmu yang tengah berada di atas panggung, terasa berjalan kembali. Kau mengerjap, tanganmu terulur seraya memasang ekspresi sedikit pahit, membuat para penonton ikut terenyah dalam suasananya.
Ini bukanlah kisah Romeo dan Juliet, hampir semua orang tahu akan ending dari kisah dongeng anak-anak ini, sebuah akhir yang bahagia.
Benar, sekarang adalah saatnya. Dengan kehadiran Meguru yang datang di menara, lantas ditusuk oleh sang penyihir untuk menyelamatkan Rapunzel. Dalam masa sekaratnya, kau berusaha mengeluarkan air mata, bukan karena rambutmu yang telah pendek dan indah lagi, hanya saja karena tak mampu menyembuhkannya, kau telah kehilangan kemampuan. Penyihir itu telah tiada di sini dan Flynn berada di ambang kematian.
"A-apa yang harus kulakukan? Oh, tidak, jangan begini Eugene," ujarmu, mengikuti naskah.
Meguru terkekeh, dengan wajahnya yang bermandikan keringat sembari menyisir helaian rambutmu melalui jari-jemarinya, "Kau tahu, ekspresimu yang seperti itu jelek ..."
Jeda sejenak, dadamu terasa terikat, berusaha tidak terhanyut akan adegan penutup.
"... Dan Tadaaa!"
Ia melepas pelukannya sendiri, memperlihatkan dada yang masih bersih tanpa darah, dengan sebilah pisau jatuh tergeletak. Ia tertawa, tawa khas, bukan mengikut pada akting yang telah dilatih seperti biasanya, tetapi suara riang itu adalah ekspresi bahagia seorang Bachira Meguru. Kau mendelik, menghentikan tangis sesaat, hampir saja kehilangan dialog jikalau kau tidak kembali memegang kesadaranmu sendiri. Lenganmu memukul-mukulnya.
"Ini bukan waktunya bercanda!"
Gawat, barusan kau lengah, hampir saja terhanyut oleh perasaan sendiri. Tidak, tidak boleh seperti ini.
Lantas, penampilan lekas saja menuju akhir. Ratusan tepuk tangan menggema di sepanjang aula, dengan dirimu dan berbagai aktor serta aktris drama berdiri di atas panggung. Para pemain memberikan salam sedalam-dalamnya seraya bermandikan cahaya lampu. Usaha yang tidak sia-sia. Senyum puas terpatri di wajah penonton.
"Apa aku menang, [Name]-chan?" tanya Meguru berbisik, masih memegang tanganmu dengan erat.
"Apa maksudmu ..."
Ia memejamkan mata, menikmati sorakan gembira yang riuh, lalu melanjutkan, "Kau juga ikut tersenyum! Akui saja, taruhan kita, aku yang menang, bukan? Hehe."
Ah, bagaimana ini?
Sudah lama kau tidak merasakan euforia ini. Tak ingin mengakuinya, namun lihatlah berbagai warna yang telah berada pada pandanganmu di atas panggung saat ini. Kau memalingkan wajah, menahan deraian air mata yang hampir saja lolos jika saja kau tidak menyipitkan mata. Ini adalah kekalahan yang menggembirakan.
"Jadi, aku harus terus bermain di atas panggung, ya," ujarmu pelan. Sementara Meguru memasang senyum hangat sembari membalas, "Kau bermain untukku di panggung dan aku bermain untukmu di lapangan. Kedengarannya seru, bukan? Meski terkadang, aku jauh darimu, aku ingin kau tahu bahwa jiwaku bersamamu!"
"Tolong ... jangan mengatakan layaknya rohmu bisa hadir bersamaku kapan saja."
"Eeh?!"
Benar-benar, tirai telah ditutup tetapi kau dan dirinya masih bercengkrama seperti dulu, lagi. Membuat teman-teman sekelas kalian tertawa dan memaklumi dalam hati. Oh, dasar para remaja yang dimabuk oleh romansa kehidupan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top