Page 2
.
.
.
Riuh antusias, panik, dan gembira bercampur menjadi satu. Sorak-sorak yang tak dapat ditemukan di hari biasa, hanya bisa di hari meriah seperti, pertanda festival tengah berlangsung. Sementara dirimu, sibuk dengan dress yang kau kenakan, sebuah pakaian yang telah dibuat sepenuh hati oleh anggota kelas. Seketika, kau mengingat keantusiasan mereka saat mendadani dirimu, memperlakukan seperti boneka hias. Benar-benar, ada-ada saja kelakuan para siswi yang tengah duduk di bangku sekolah menengah atas ini.
Tentu, sama seperti pemeran yang lain, rasa gugup hebat melanda dirimu. Namun, sebagai tokoh utama dalam drama nanti, kau perlu menenangkan diri dan bersikap biasa. Latihan yang keras akan terbayarkan, meski tidak sepenuhnya dapat dikatakan begitu karena Meguru sering bertingkah konyol.
Cerita sebagian besar akan diambil dari sudut pandangmu.
Bagaimana persepsi tentang dunia di atas panggung?
Irismu menatap, memperhatikan satu per satu manusia yang datang dan menempati kursi penonton dari balik tirai. Oh, kau dapat merasakan ekspektasi mereka. Tuntutan yang berat dalam memainkan peran. Lantas, kau melirik, melemparkan pandangan pada lawan mainmu kali ini. Dirinya nampak tersenyum tanpa beban, menyandarkan kepalanya sendiri pada kedua tangannya.
"Kau tidak gugup?" tanyamu tiba-tiba, tak bisa menahan rasa penasaran akan sosoknya yang terlalu santai.
Merasa dipanggil, Meguru melebarkan senyumannya, lalu membentuk tawa, "Hehe, bohong jika aku jawab tidak. Tapi, bukankah detak jantung yang bersemangat ini terasa seru?"
Dahimu mengernyit.
Bagaimana bisa dia berkata seru pada adrenalin yang tengah berpacu cepat? Apa dia sebodoh itu hingga mengira perasaan cemas sama seperti saat jatuh cinta? Bachira Meguru membuat dirimu sangat kesal. Namun, mengapa kau merasa lega mendengar jawabannya yang sama sekali tidak membantu?
Kau mendengkus, memalingkan wajah.
"Bodoh sekali, aku bertanya padamu. Sebuah pilihan yang salah. Lihat saja nanti, aku akan menang dalam taruhan dan sama sekali tidak akan menerima tawaran atau perintah bermain peran lagi. Terlebih, lawanku amatir sepertimu."
"Hee, aku memang amatir. Tapi, bermain bersamaku tidak buruk, bukan?"
Dengan lengannya yang melingkar sekali lagi pada lehermu, membuatmu mengerjap. Sentuhan fisik sebagai bentuk afeksi ini masih terasa asing bagimu. Mungkin saja, disebabkan oleh jarak yang kian menjauh seiring bertambahnya usia. Padahal, dulunya, kehangatan ini adalah alasan mengapa kau berdiri dan tampil di atas panggung.
Apakah ... sekarang, kau masih membutuhkannya?
Sama seperti hubungan bersama Mother Gothel, Rapunzel tidak memerlukannya lagi. Namun, mengapa? Mengapa kau memilih untuk membuangnya? Rasa hampa kembali datang lagi di relung dadamu, mengisi tiap ruangnya yang kosong.
"[Name]? Oiii, monster memanggil ke putri cantik!"
"Berhenti bicara monster begitu. Kau ini, dari kecil tidak berubah, ya. Cepat sana, temukan partner bermainmu," ujarmu sinis, berusaha menyembunyikan rona merah yang mulai menjalar. Lantas, kau membuang wajahmu.
"Eeh, apa maksudmu? Bukankah aku sudah mempunyai partner di sini?"
Meguru memiringkan kepalanya, terkekeh manisーtidak, maksudnya konyol.
"HAH?! Maksudku teman bermain sepak bola, tahu!"
"Haha, [Name] baik sekali, ya! Memikirkan soal masa depanku! Tenang saja, mungkin ... suatu hari, aku akan menemukan orang yang bisa berdiri bersamaku di lapangan," balasnya sembari mengulas senyum yang nampak sedikit sendu.
Mendapati reaksinya yang seperti itu, entah mengapa kau sejenak merasa bersalah. Apa terjadi sesuatu tanpa sepengetahuanmu? Mungkin saja, dunia yang kau tinggali selama ini terlalu kecil, tanpa mengetahui sesuatu yang terjadi di luar. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Hubungan yang retak dan dingin tak akan bisa kembali lagi. Meskipun dia terasa hangat, namun kau tidak boleh berharap lagi pada apa pun itu.
Kau masih mengingat dengan jelas, rasa pahit meski telah melakukan hal yang dulunya kau anggap adalah kesukaanmu.
Lantas, helaan napas keluar dari bibirmu. Tidak baik untuk tak mengucapkan permintaan maaf jika kau tahu ada sesuatu yang salah. Maka, kau mengangkat suara seraya menyilangkan kedua tangan, tak berani untuk menatapnya dengan jelas, "Berhenti memasang ekspresi seperti itu. Aku minta maaf, oke?"
"Hm? Ekspresi seperti apa? Dan buat apa kau meminta maaf?" tanya Meguru sembari tertawa lepas.
"Lupakanー"
"Hei, kalian berdua! Sudah mengobrolnya! Giliran kelas kita sebentar lagi, tolong stand by, ya!"
Salah seorang anggota kelas yang bertugas membantu belakang panggung berteriak menginterupsi, membuat kalian berdua menoleh dan mengangguk. Akhirnya, giliranmu dan Meguru datang juga. Kau akan segera terlepas dan tidak berinteraksi lagi dengannya yang mengejar kilauan impiannya. Sementara kau di sini, terpaku pada dunia yang abu-abu, tak memiliki cahaya.
"Apa kau siap?" tanya Meguru, mendadak. Kau mengangguk, tidak lebih siap dari ini.
Rapunzel adalah seorang gadis yang bersemangat dan penuh mimpi, penuh akan rasa penasaran. Sejenak, kau meliriknya, lalu tertawa dalam hati. Bukankah, deskripsi sifat tersebut lebih cocok pada Bachira Meguru yang seperti Rapunzel si lambang musim panas itu sendiri?
Petualang dan ekspresif.
Berbanding balik dari dirimu.
"Mungkin seharusnya, kita bertukar peran."
Kau ikut berceletuk tiba-tiba, menyuarakan isi pikiran yang muncul seketika. Mendengar kalimat acakmu tersebut, Meguru tertawa terbahak-bahak. Ia pun membalas, "Apa yang kau pikirkan hingga berkata seperti itu, [Name]? Apa kau sebegitu pengennya melihatku memakai dress milikmu, ya?"
"Ngawur. Mana ada."
Percakapan kalian berdua lantas kembali dijeda oleh sosok yang sama, memanggil untuk segera berdiri di panggung setelah pembukaan ditampilkan. Kalian berdua merespon, tak ingin membuatnya marah karena telah dipanggil dua kali. Di belakang panggung, punggung tangan kalian berdua saling bersentuhan. Namun, sama sekali tak ada yang menegur dan menjauhkannya.
Kau merasa bodoh, terhanyut oleh situasi fana sementara ini.
Padahal, sebentar lagi, ia akan kembali pergi dan tak menemanimu di panggung. Maka, kau perlu memberikan yang terbaik, meski masih terasa kosong. Tampilkan ekspresi yang dapat membuat penonton ikut terbawa dalam peran.
Detik demi detik berlalu, menuju tirai merah yang akan dibuka sebentar lagi.
Apakah ada yang ingin kau sampaikan?
Begitu banyak.
Namun, sebagai orang yang tak pandai menyusun kata-kata untuk perasaan sendiri, kau memilih untuk mengunci mulut rapat-rapat. Benar, lebih baik begitu. Dunia nyata dan dunia peran sangat berbeda. Berkali-kali, kau meyakinkan dirimu sendiri, mengabaikan perhatian dari Meguru yang sedari tadi berpusat padamu.
Tirai pun dibuka perlahan, menampilkan pembukaan masa kecil Rapunzel.
Sebelum kau melangkah masuk, Meguru berbisik pelan.
"The show must go on."
Kau mengerjap, terkejut.
Tumben sekali, bahasa inggrisnya benar?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top