8
Waktu sudah menunjukkan pukul 20. 39, Dhea belum beranjak dari kasur sejak sore. Ia sibuk memikirkan ucapan Dino siang tadi.
Dhea mulanya memendam sendiri, tidak mengatakan apa yang ia lihat. Ia cukup terkejut mendengar pengakuan Dino kalau pria itu juga melihatnya.
"Bi Mina mungkin sudah buat perjanjian dengan Sumanga," kata Dino saat itu.
Informasi yang Dhea dapat dari Dino adalah Sumanga sama seperti hantu. Merupakan makhluk gaib tetapi mereka diartikan sebagai roh yang berbeda dengan hantu pada umumnya. Sumanga memiliki kesadarannya sendiri. Jenis roh yang mendiami dimensi lain yang tidak dapat dijangkau manusia. Menghadirkan mereka butuh bayaran yang tidak biasa. Dikondisi tertentu, mereka bisa menjadi roh jahat dan mengendalikan manusia.
Dhea membuka ponselnya, mengetik kata 'pesugihan' di kolom pencarian google. Dhea mungkin berada sangat dekat dengan hantu yang tidak bisa manusia lainnya lihat. Namun, Dhea sangat tidak akrab dengan hal-hal mistis lebih jauh. Jadi ketika mendengar penjelasan Dino, Dhea hanya bisa mengaitkan semua itu dengan pesugihan.
Apa yang Bi Mina lakukan ini pesugihan?
Dhea kemudian menilik sekitar. Ia kembali membatin.
Tidak ada satu pun hantu di rumah ini. Apa mungkin ada kaitannya sama Bi Mina?
Setelah lama berpikir, Dhea teringat koper yang masih tergeletak di ruang tamu. Dengan langkah berat, Dhea beranjak untuk mengambil. Dengan semua peristiwa yang ada, entah kenapa Dhea menjadi waspada tiap kali memikirkan Bi Mina. Seperti saat ini, ia berjalan dengan sangat pelan seolah takut tertangkap basah.
Beruntung isi koper Dhea tidak terlalu banyak. Hanya beberapa lembar pakaian dan itu hanya kain; bobot yang tidak seberapa. Dhea tidak akan kesusahan membawanya ke lantai dua. Selagi ia menarik koper, langkah Dhea terhenti saat sampai di ruang tengah. Itu bersisian dengan dapur. Dhea mendengar sesuatu dari sana.
Hai para suara ke mana pergi ...
Hai yang di sana ke mana pergi ...
Deg!
Lagu itu.
Dhea meninggalkan kopernya. Ia ingin memeriksa. Nyanyian itu semakin terdengar seiring langkahnya yang kian dekat dengan dapur.
Aku memanggilmu lewat lagu kita ...
Hadirlah sekarang ... aku membutuhkan ...
Untuk teman kecilku ... hadirlah ....
Dhea agak asing dengan suara ini. Suara yang lumayan merdu. Namun, Dhea yakin itu bukan suara teman hantunya. Lalu, siapa?
Terdengar lagi.
Dhea mematung di pintu. Ia mempertajam indranya, tetapi kemudian tidak ada suara lagi yang terdengar. Nyanyian itu berhenti setelah bait terakhir dilantunkan.
Penasaran, Dhea memasuki dapur. Namun, tidak ada siapa pun di sana.
Siapa yang tau lagu itu selain Billy, Elena dan Clhoe?
Karena tidak menemukan apa pun, Dhea memutuskan kembali ke kamar. Ia baru melewati pintu dapur hendak mengambil koper yang ia tinggalkan, tetapi lagi-lagi terdiam saat melihat seseorang yang baru saja menaiki tangga.
Bi Mina?
•••••
Hingga tengah malam Dhea tak kunjung tertidur. Ia semakin gelisah mengingat gerak-gerik Bi Mina. Ditambah kejadian tadi, Dhea semakin curiga.
Dhea bolak-balik melihat ponsel. Sudah hampir pukul dua. Ia akhirnya memiliki niat sungguh-sungguh untuk tidur. Dhea tidak ingat sudah berapa lama ia terpejam. Kesadarannya nyaris hilang, tetapi suara ketukan membuyarkan semuanya. Dhea kembali membuka mata
Tuk! Tuk!
Terdengar lagi. Dhea menunggu untuk memastikan.
Tuk! Tuk!
Masih terdengar.
Dhea memutuskan untuk memeriksa. Suara itu terdengar dari ruangan sebelah. Kamar Bi Mina. Seperti dugaannya, suara semakin jelas saat ia tiba di depan pintu.
"Bi? Bi Mina?"
Dhea mencoba memanggil. Barangkali Bi Mina memang belum tidur dan sedang mengerjakan sesuatu. Namun, apa yang wanita itu lakukan tengah malam begini?
Tiga kali mengulang panggilan dan masih tidak ada jawaban, Dhea mulai mendorong pintu. Untungnya pintu itu tidak terkunci. Di dalam ini pencahayaan yang ada lebih temaram. Bi Mina tidak mematikan lampu hanya saja pendar kekuningan pada lampu membuat ruangan terlihat sedikit lebih gelap.
Dhea mencari Bi Mina. Kasurnya kosong. Menoleh ke kiri, Dhea terkejut melihat sosok di dinding yang berdiri membelakanginya. Rambut yang terurai hingga ke pinggang dengan pencahayaan yang ada membuat sosok itu nampak menyeramkan. Hanya setelah mengamati lebih lekat, Dhea mengenali pakaian yang dikenakan.
"Bi Mina?"
Dhea keheranan mengapa wanita itu berdiri menghadap dinding dengan tangan mengetuk-ngetuk. Satu masalah terpecahkan, tetapi kekalutan lain muncul.
Apa yang Bi Mina lakukan?
Dhea berjalan mendekat. Entah kenapa pemandangan ini lebih mengerikan dari melihat hantu.
"Bi?"
Tidak ada jawaban. Wanita itu masih terus dengan aktivitas mengetuknya. Begitu sampai, pelan-pelan Dhea memutar badan Bi Mina. Dhea tertegun, mata wanita itu terpejam.
Bi Mina jalan sambil tidur?
Tanpa pikir panjang Dhea menuntun Bi Mina kembali ke ranjang. Tidak ada kain apa pun di kasur. Ia membuka lemari untuk mencari sarung atau sejenisnya. Apa yang ia cari sudah ia temukan tetapi pemandangan lain menganggu matanya.
Ada banyak tablet obat di rak kedua. Dhea mengamati, banyak yang sudah kosong. Dhea terkejut begitu melihat kemasannya.
Obat tidur.
Mengabaikan pikirannya, Dhea menutup lemari lalu menyelimuti tubuh wanita di depannya dengan sarung yang ia temukan.
Kenapa Bi Mina menyimpan obat tidur sebanyak itu?
Dhea yakin obat-obat itu dikonsumsi oleh Bi Mina sendiri. Ia sudah melihat buktinya. Ya, Bi Mina baru saja tertidur sambil berjalan. Berdasarkan apa yang pernah ia baca, tidur berjalan adalah salah satu efek samping mengonsumsi obat tidur dengan dosis tinggi. Namun, kenapa Bi Mina melakukan semua itu?
••••••
Karena tidak tidur dengan baik semalam, Dhea bangun terlambat pagi ini. Jika bukan karena cacing di perutnya sudah melilit. Mungkin Dhea masih akan bermalas-malasan di kasur.
Nafsu makan Dhea nyaris hilang saat melihat Bi Mina duduk di Meja makan. Wanita itu hanya diam dengan tatapan kosong. Melihat sepiring nasi goreng di seberang wanita itu, Dhea lantas bertanya.
"Bi Mina sudah sarapan?"
Wanita itu tidak menjawab, sorot matanya masih tetap sama. Tangan Bi Mina tiba-tiba terangkat, menunjuk piring yang ada.
"Makan itu," katanya.
Dhea agak ngeri, dipelototi seperti ini. Ia tentu saja ragu, tetapi Bi Mina lagi-lagi mengisyaratkan untuk duduk.
Dhea terpaksa menurut. Perutnya yang kelaparan tidak bisa berbohong kalau ia memang ingin makan.
Dipelototi seseorang saat makan, Dhea benar-benar tidak nyaman.
"Bi Mina ngak makan?" tanyanya. Dhea keheranan, wanita itu terus menatapnya tanpa mengatakan apa pun.
Benar-benar tidak ada jawaban. Dhea akhirnya menunduk, fokus dengan piringnya. Ia mengunyah dengan cepat, nyaris tersedak jika tidak diselamatkan segelas air yang tersedia. Setelah sepuluh suapan, piring itu akhirnya kosong. Dhea segera berdiri meletakkan alat makan di wastafel. Ia menoleh untuk memastikan. Dhea menyesal, sorot tajam Bi Mina masih menjadikan ia sasaran.
Kenapa bersikap aneh lagi?!
Niat untuk membersihkan piring pun urung. Dhea memilih keluar dari sana. Siapa yang tahan diperlakukan seperti itu?!
Masih dengan perasaan kacau, Dhea langsung menuju pintu keluar. Dino. Dhea berniat mencari pria itu. Seolah memiliki ikatan batin, Dino selalu mudah didapat tiap kali dibutuhkan. Tahu-tahu ia sudah ada di belakang.
"Cari apa Dek?" Pertanyaan dan intonasi yang familier keluar dari mulut Dino.
"Kak Tolong ...." Dhea tampak putus asa.
"Kenapa? Bi Mina lagi?"
Dhea mengangguk cepat. Lalu sebuah pikiran lain tiba-tiba hinggap di kepala.
"Kak? Kakak bisa lihat hantu?"
Raut wajah Dino tampak ragu, tetapi pria itu masih mengangguk. "Ada apa?" tanyanya.
"Itu ... Kakak pernah lihat hantu anak kecil? Cowok atau cewek. Ada?"
"Maksud Dek Dhea, si Billy?"
Mata Dhea membola. "Kakak kenal Billy?"
"Iyah, kenal."
"Di mana dia Kak?"
Dino menggaruk tengkuk. "Saya sudah jarang liat, tapi kadang muncul di sana." Dino menunjuk arah yang sama dengan arah yang katanya merupakan letak tempat tinggalnya.
"Mau ke mana?" Dino menahan langkah Dhea saat gadis itu hendak melangkah.
"Mau cari Billy."
"Ngak ada," jawab Dino cepat. Masih merentangkan tangan.
"Loh tadi bilang ada," sunggut Dhea.
Dino kembali menggaruk tengkuk. Ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah seolah baru mengingat sesuatu.
"Panggil saja."
Mulanya Dhea kebingungan, tetapi setelah paham maksud Dino, ia mulai bernyanyi.
Hai para suara ke mana pergi ...
Hai yang di sana ke mana pergi ...
Aku memanggilmu lewat lagu kita ...
Hadirlah sekarang ... aku membutuhkan ...
Untuk teman kecilku ... hadirlah ....
Memperhatikan sekeliling, tidak ada tanda-tanda kehadiran Billy. Dhea beralih menatap Dino. Pikiran tentang pria itu yang ternyata mengetahui lagu mereka seketika hinggap di kepala.
"Sekali lagi," ucap pria itu.
Hai para suara ke mana pergi ...
Hai yang di sana ke mana pergi ...
Aku memanggilmu lewat lagu kita ...
Hadirlah sekarang--
Belum selesai bait ketiga dilantunkan, seseorang muncul di tengah mereka.
"Billy?" cicit Dhea senang.
Hantu anak laki-laki itu turut tersenyum, setelah menyadari jika mereka berada di depan rumah Namira, ia mundur beberapa langkah.
"Kenapa?" tanya Dhea bingung. Wajah Billy tampak ketakutan.
"Ada Nenek Jahat." Billy akhirnya bersuara.
Dhea yang tidak mengerti, beralih memandang Dino. "Apa maksudnya?" Pria itu hanya menggeleng.
"Nenek Jahat?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top