10
Setelah dua hari berlalu Dhea baru terbangun dari pingsannya. Hal pertama yang ia rasakan adalah rasa perih di kepala dan kakinya yang terasa tidak nyaman. Beruntung kaki itu tidak benar-benar patah. Hanya ada goresan dan luka lebam yang masih meninggalkan jejak.
Melihat sekitar lebih jelas, Dhea tersenyum saat beberapa sosok penampakan berterbangan di sekeliling. Bagi orang biasa itu mungkin akan aneh. Namun, entah kenapa itu membuat Dhea lega. Hatinya semakin menghangat saat melihat Laura tertidur di sampingnya.
Dhea tidak ingat apa yang terjadi setelah ia meniup lilin itu. Laura hanya mengatakan ia menemukan Bi Mina dan dirinya tergeletak di dekat dinding. Ia tidak mempertanyakan hal lain, hanya memastikan keadaan Bi Mina. Dhea cukup lega setelah mengetahui Bi Mina sudah di rawat di rumah sakit.
"Bi Mina sudah sangat menderita," lirihnya prihatin. Dhea lalu teringat nyanyian yang pernah ia dengar di dapur.
"Bi Mina hanya ingin minta tolong tapi aku malah curiga padanya."
Dhea akan pulang hari ini. Laura benar-benar menepati janjinya. Ini sudah tiga hari. Dhea tidak tahu bagaimana Laura bisa sampai. Satu hal yang akhirnya Dhea mengerti, Laura tidak benar-benar mengacuhkannya.
Ada banyak hal yang tidak tersampaikan dengan baik. Salah satunya kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Dhea mulai mengerti bahwa tidak semua hal seperti kelihatannya. Sama halnya dengan ibunya, di balik setiap intonasi Laura yang meninggi, ada kepedulian di sana. Di balik peraturan ketat yang Laura jalankan, ada kekhawatiran yang sudah luput untuk Dhea lihat.
Semua hal tentang Namira, serta orang-orang yang pernah ia temui, membuat Dhea berjanjiji pada dirinya sendiri mulai saat ini ia akan melihat semua hal dari sudut pandang berbeda.
Jika ada tempat yang ingin Dhea kunjungi sebelum pergi, maka salah satunya adalah Sangia Walu. Namun, Dhea sadar teman-temannya sudah menghilang bersama pintu itu yang sudah tidak dapat dibuka. Tidak ada sedikit penyesalan tentang tempat itu. Semua hanya sedang kembali ke tempatnya. Kebersamaan dengan tempat itu beserta isinya memang sudah waktunya untuk berakhir.
Hal yang perlu benar-benar ia lakukan adalah mencari Dino untuk berterima kasih. Pria itu memang layak mendapatkannya. Seorang asing yang mau membantu orang lain padahal baru pertama kali bertemu, orang-orang seperti itu harus diapresiasi. Namum, kali ini Dino tidak muncul ketika Dhea membutuhkan. Mungkin Dhea harus benar-benar ke rumahnya. Jadi di sinilah Dhea sekarang, berjalan menyusuri jalanan yang belum pernah ia lalui; arah yang ditunjuk Dino sebagai tempat rumahnya.
Entah Dhea pantas menyebut ini jalan atau tidak, tetapi yang ada di sekitar ini hanyalah pepohonan dan rumput yang tingginya hampir mencapai lutut. Sekitar lima meter Dhea berjalan tidak ada satu pun bangunan yang terlihat. Hingga ia sampai pada area terakhir sebelum ia benar-benar tidak bisa lewat, Dhea memutuskan untuk berhenti. Sejauh itu ia masih belum menemukan satu pun rumah.
Dhea yang terlalu fokus di atas tidak menyadari kalau ia hampir menginjak dua gundukan tanah. Dhea segera bergeser karena terkejut. Dua batu nisan tertancap di masing-masing gundukan itu.
Kuburan.
Dhea tergerak membaca nisannya.
Riyadi binti Martono, wafat--
Dhea enggan melanjutkan karena merasa asing dengan nama itu. Lalu saat tidak sengaja netranya bertemu dengan nisan di sebelah. Mata Dhea terkunci di sana. Dhea berulang kali membaca tulisan itu.
Dino bin Riyadi, wafat 31 Oktober 2017--
Netra Dhea membola. Pria yang bernama Dino telah meninggal dunia lima tahun lalu.
The End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top