7. Naga: Kecemburuan


Allan menyukai hal-hal unik, terutama yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Seperti area 51, planet NJ-215, rekayasa DNA, hidung Spinx, dan Cendana. Aku yakin Allan tertarik dengan alasan di balik aksi menenggelamkan diri Cendana. Padahal ia tahu betul, kalau apa pun itu, tidak jauh berbeda dengan pembebasan yang menggerogoti kewarasanku.

Jadi Allan secara konsisten mengganggu Cendana. Ia mengorek sedikit demi sedikit, seperti aku yang saat ini tengah menyayat lapisan demi lapisan dari seekor katak. Aku tahu betul apa yang bakal aku temui dalam tubuh katak--karena aku sudah membaca modulnya semalam, allan pun demikian, mungkin. "Ini jantan atau betina?" Kawanku yang sejatinya pintar itu melempar pertanyaan.

"Kamu tahu, kemarin Cendana ...." Aku sengaja mengabaikan sebab kodok ini lebih menarik dari Cendana. Maksudku, apa bagusnya manusia yang berusaha hanyut, yang menganggap dirinya tidak lebih bernilai dari orang lain? Aku sama tidak bagusnya dengan Cendana, ralat, sedikit lebih bagus karena nyatanya aku belum pernah benar-benar mencelakai diri sendiri--meski saat ini kepalaku penuh dengan ajakan untuk menancapkan pisau bedah ke leher.

Omong-omong, apa yang bakal aku temui setelah kematian, jika aku menuruti dorongan tidak sehat di kepalaku? Menancapkan pisau bedah ke leher, lagi-lagi dan lagi, sampai aku pupus sebagai salah satu tragedi sekolah. Bagaimana jika hal-hal yang tertulis di dalam Kitab hanya omong kosong belaka? Lalu yang menungguku tidak lebih dari kekosongan. Apa kosong adalah hakikat sesungguhnya dari kebebasan? Sebab dalam kosong, tidak ada satu hal pun yang bisa menahan dan mengikat.

Aku akan bebas
Melakukan apa saja
Di ketiadaan

"Ga! Naga!" Allan menahan tangan kananku yang letaknya agak mengkhawatirkan. "Pegang yang benar! Sini, biar aku saja." Ia memaksa, menjauhkan pisau bedah dari leher dan mendorongku ke samping. "Cuci muka sana!" Ia menunjuk ke arah pintu, seolah menyuruhku hengkang dari laboratorium biologi. Aku terlambat menyadari kalau mayat katak tidak lagi berada di hadapanku dan Allan baru saja membangunkan kawan gilanya dari kegilaan--yang jaraknya semakin dekat.

"Kamu dengar aku bicara apa tadi?" Allan bertanya dan aku menggeleng. "Kemarin, Cendana bilang, kita semakin akur, dia sempat mengira aku merundung kamu, padahal kan, sebaliknya." Allan mengakhiri dengan tawa, mengabaikan kebingungan yang masih menyertai wajahku.

Aku menggeser kursi laboratorium biologi, meletakkannya dekat dengan Allan, dan duduk sambil merenungkan segala-galanya. "Kamu mau dirundung?"

"Kamu bisa merundung?" Kawanku itu balik bertanya dan aku kembali menggeleng. "Nanti, tampung aku lagi ya, aku ketahuan kerja sambilan kemarin." Mungkin itu alasan Allan belum menepuk punggungku hari ini. "Cendana memberi tahu alasannya dan." Ia menjeda, seperti ragu dan sadar bahwa aku tidak ingin tahu dan tidak perlu tahu. Sebab aku ingat betul ucapan Allan, hal-hal seperti itu mudah sekali menyebar. "Aku akan ceritakan nanti."

"Ya." Allan menyukai hal-hal unik, terutama yang tidak bisa dipahami manusia normal, seperti Cendana--atau aku. Sial, kepalaku tidak berhenti mengoceh. "Jadi jantan atau betina?"

"Lihat, yang kuning." Allan menunjuk salah satu organ dalam katak dengan pisaunya. "Testis."

"Bukannya itu ginjal?" Aku berusaha mengingat materi dalam modul. Apapun itu yang Allan tunjuk, nampak seperti ginjal.

"Katak punya ginjal?"

"Kamu tidak baca materinya ya?" Aku balik bertanya.

"Belum lima menit sejak aku bilang aku dihajar kemarin, menurutmu aku sempat? Kamu tidak fokus ya?" Allan terdengar sedikit jengkel dan aku memilih untuk diam. "Sudah, ayo selesaikan ini supaya kita bisa istirahat."

Aku menurut dan mengambil lembar kerja yang tergeletak di ujung meja. "Foto dulu." Perintahku sambil menuliskan nama dan nomor presensi di lembar kerja.

Allan menatap bergantian, antara aku, mayat katak, dan pisau bedah di tangannya. "Jangan aneh-aneh!" Bicaranya meninggi dan dipenuhi ketidakpercayaan. Tapi ia tetap pergi--meski tidak mempercayai kewarasan yang memang tidak bisa dipercaya--meninggalkan meja praktikum, aku, dan katak yang kuyakini berjenis kelamin betina, sambil membawa pisau. Ia mengambil kamera yang disediakan di meja guru, kembali ke meja praktikum, satu-dua kali memotret, dan memberikan hasilnya padaku. "Ini betina." Kesimpulannya sama denganku.

"Memang, itu ginjal." Aku menempel lembar polaroid ke kertas kerja, membuat beberapa garis menuju organ-organ dalam foto dan menuliskan namanya. "Atau testis ya?" Aku ragu dengan pemikiranku.

Allan sudah duduk di sampingku sambil memijit pundaknya sendiri. "Bebas, salah satu tidak masalah, jangan terlalu ambisius, nilaimu sudah bagus!"

"Ginjal ya?" Aku memastikan sekali lagi dan mendapat anggukan dari Allan. Kawanku yang banyak bicara itu tidak lagi berkomentar, untuk dua puluh menit, sampai bel berbunyi dan guru biologi menyudahi praktikum hari ini.

Seperti biasanya--maksudku seperti yang biasa terjadi akhir-akhir ini, akhir-akhir ini sejak Cendana hadir--Allan menyeretku ke kantin, mendudukkanku di salah satu kursinya dan melambai riang ketika Cendana nampak di pintu masuk. Keduanya berbagi sapa lalu bercerita mengenai guru-guru dan soal-soal yang sulit dipecahkan.

Aku tahu betul jawaban dari soal-soal yang Cendana lontarkan, aku yakin Allan juga. Tapi Allan memilih berpura-pura berpikir, mencoba teori ini-itu, dan menampilkan betapa ia menggemari pembelajaran dengan Cendana. Menurutku begitu, karena Allan menyukai hal-hal unik dan tidak masuk akal, seperti Cendana yang nyata-nyata lebih menggembirakan dibanding aku.

"Aku mau tidur." Aku diserang pening. "Di kelas."

Wajah Allan jelas memasam sementara aku kehilangan kemampuan untuk menebak penyebabnya. "Di sini saja, aku mau makan!" Ia memaksa, bukan?

"Kamu merundungku? Makan saja, ada Cendana kan, kepalaku sakit." Aku berusaha mengakhiri huru-hara hari ini dengan meninggalkan Allan. Tapi kawanku yang sedang senang berlagak bodoh itu tidak mudah menyerah. Ia menahan lenganku dengan sungguh-sungguh.

"Ya, kamu sedang dirundung, jadi duduk!"

"Kepalaku sakit, aku bakal muntah kalau melihat kamu makan, kita baru membedah katak, kamu paham!"
Kalimatku tidak jelas, karena
Kepalaku sakit, karena
Aku baru membedah katak, karena
Allan menyukai hal-hal unik terutama yang belum bisa dipastikan kebenarannya, karena
Kalimat itu tidak mau diam, jadi
Aku benar-benar muntah di hadapan Allan.

__________




Tenang, Naga cuma masuk angin, kayaknya ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top