9. PERMINTAAN TERUCAP
Mulailah saja dulu, perkara gagal atau berhasil itu urusan nanti. Karena kalau tidak dimulai, lalu kapan akan mengetahui akhirnya?
🍭🍭🍭
Setelah seluruh kegiatan latihan sore ini selesai, tinggalah beberapa orang di dalam ruang musik termasuk Yugo, Sadam, Bobby, Manda, Sindy dan Tita.
"Kak Sadam, kapan kita latihan bareng sama kak Seiza?" tanya Tita sambil merapikan tasnya dan bersiap untuk pulang.
"Oh iya untung aja kamu ingatin, Ta."
"Makanya lo jangan mikirin utang mulu, Dam. Jadi aja lupa jadwal latihan gabungan kita." Dengan lancang Bobby meledek Sadam.
"Ngomong apa sih lo tuh?" sindir Manda yang sepertinya akan memulai peperangan.
"Gue gak ngomong sama lo yah."
"Kalau lo berdua ribut mulu, besok gue panggilin penghulu buat nikahin lo berdua," sindir Sindy dan berhasil membungkam kedua sejoli yang sering sekali ribut itu.
"Nanti lusa gue umumin deh ke yang lain, mulai minggu depan kita udah fokus juga latihan buat lagu medley dan Seiza nanti gue kasih tau jadwalnya biar gabung sama kita," tutur Sadam.
Memang selama ini jadwal latihan musik Seiza berbeda. Seiza tidak bergabung ke dalam band sehingga dia punya jadwal latihan tersendiri yang biasanya didampingi oleh sang vokalis, Sadam dan Sindy saja.
Itu karena untuk persiapan penampilan nanti memang sengaja dikhususkan untuk Seiza yang akan tampil solo dengan vokalis. Berbeda dengan band yang memang terdiri dari beberapa iringan alat musik.
Setelah beberapa anggota pulang, kini tinggal berlima saja di dalam ruang musik, terlihat Sindy dan Manda sedang asik bercengkerama membahas deretan tangga musik di website Billboard, Bobby yang masih asik memainkan game di ponselnya dan Sadam yang sedang membaca lirik lagu yang berbahasa Inggris.
"Dam," panggil Yugo setelah menyimpan gitar listrik pada tempatnya dan menghentikan aktivitas Sadam.
"Lo manggil gue, Go?" tanya Sadam tak percaya ketika sahabatnya itu memanggil dirinya.
"Memang lo pikir di sini ...."
"Iya, iya, gak usah langsung ngegas gitu. Kenapa, Go?"
"Kemarin gue temani om gue ke acara pembukaan anak perusahaan," ucap Yugo sambil duduk bersandar dan mengangkat kaki kanannya dan dia tekuk di kaki kiri.
"Ya, terus?" Sadam yang tadinya duduk menyebelah dengan Yugo, kali ini membalikkan badannya menghadap Yugo sepenuhnya.
"Di sana acara pembukaannya tampilin musik gitu. Dan yang bikin gue kagum, waktu itu kolaborasi pemain piano sama biolanya memukau banget. Kenapa kita gak ikutan pakai pemain biola juga? Biar kayak orcestra gitu, Dam."
Penjelasan panjang lebar dari Yugo membuat Sadam berpikir sebentar. Sebenarnya Sadam memang sudah memikirkan hal itu sejak lama, hanya saja belum terrealisasi karena terbentur kegiatan yang padat menjelang acara sosial nanti.
Padahal memang seharusnya pemain biola sudah harus gabung untuk mengisi posisi yang sudah kosong saat ini karena sang pemain lama sedang mengerjakan skripsi.
"Tapi kayaknya kalau sekarang tanggung deh, Go. Kan kita udah mau pentas dua bulan lagi."
"Apa salahnya dicoba, kan?" Kali ini suara Yugo terdengar lebih serius, sangat berharap masukannya diterima. Karena jarang sekali Yugo menyuarakan pendapat seperti ini, lebih tepatnya setelah mengalami amnesia.
"Oke deh. Berhubung ini lo yang kasih ide, gue akan coba. Minggu depan gue sebar pengumuman untuk seleksi pemain biola."
"Kenapa lo gak manfaatin anak musik yang ada aja, siapa tau mereka punya teman yang bisa main biola. Nanti kalau gak ada baru lo adakan seleksi." Setelah ucapan itu selesai keluar dari bibir Yugo, dia langsung menurunkan kaki kanannya, berdiri dari duduknya dan berjalan dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket biru yang dia kenakan.
"Eh mau ke mana lo? Belum juga selesai obrolan kita."
Tak ada jawaban lagi dari Yugo karena sekarang punggung yang tadi terlihat sudah menghilang di balik pintu ruangan musik.
"Kenapa itu anak?" Dari kejauhan Bobby bertanya kepada Sadam yang tadi berteriak yang dijawab dengan kedikan bahu saja.
🍭🍭🍭
Keesokan harinya adalah jadwal latihan Seiza dengan Sadam dan Sindy. Beginilah jadwal latihan musik Seiza, selalu hanya bertiga.
"Hai, Za. Udah nunggu lama? Sorry yah gue telat," sapa Sadam ketika memasuki ruang seni.
"Iya gak apa-apa, Dam." Sejujurnya Seiza sudah di sana sekitar 45 menit yang lalu. Namun, tidak semata-mata menunggu Sadam, karena memang dia sedang berlatih sendirian.
"Sindy belum datang, yah, Za?" tanya Sadam saat menyadari di ruangan itu hanya ada mereka berdua.
"Tadi Sindy udah ke sini, tapi katanya ada hal penting jadi dia langsung pergi. Memang gak bilang?"
Saat itu juga Sadam langsung membuka ponselnya dan benar saja ternyata Sindy sudah menghubunginya 15 menit yang lalu. Dan ada sebuah chat masuk dari gadis yang sama yang mengatakan memang tidak bisa latihan untuk hari ini.
"Ya udah kita latihan berdua aja kalau gitu." Akhirnya Sadam memutuskan untuk segera menghampiri tempat Seiza yang sudah siap di depan piano.
Ketika mereka sedang berlatih pada lagu kedua, terdengar suara pintu terbuka. Sontak Sadam menghentikan alunan yang keluar dari bibirnya dan menoleh ke arah pintu, tapi tidak untuk Seiza, dia terus saja memainkan tuts pianonya dengan indah, sampai akhirnya sadar bahwa Sadam tidak lagi bernyanyi.
"Sadam kenapa ber ...." Kalimat itu tidak berhasil diucap Seiza karena dia melihat seseorang yang selalu memenuhi pikirannya kini sudah berdiri di sebelah piano Seiza dengan wajah yang menghadap ke Sadam.
"Ngapain lo di sini? Gue kira udah balik." Suara itu lolos dari bibir Sadam.
"Gak boleh kalau gue ke sini?" Yugo tak menghiraukan tatapan heran Sadam, dia terus berjalan ke arah tempat gitar dan duduk di kursi yang ada di dekat jendela sambil memetik gitar akustik itu secara pelan.
Keadaan hening beberapa saat. Sampai akhirnya Sadam yang memecah keheningan itu. "Lo kenapa belum balik, Go?"
"Nunggu sesuatu." Hanya dua kata saja jawaban Yugo dan setelahnya dia melanjutkan bermain gitar.
"Sesuatu? Apaan?" Pertanyaan Sadam tak membuahkan hasil, yang ditanya malah semakin asik memainkan gitarnya.
Dalam situasi ini pandangan Seiza lurus menatap Yugo yang dengan gagahnya memangku gitar dengan tubuhnya yang disinari oleh cahaya senja yang masuk melalui jendela. Sungguh wanita mana pun yang melihat ini pasti akan kagum. Sama seperti Seiza yang dahulu tak pernah sedikit pun melirik Yugo, tapi karena perjuangan Yugo yang gigih, justru bisa membuat Seiza cinta sangat dalam terhadap Yugo.
"Yuk, Za, kita lanjut lagi." Ajakan itu membuat lamunan Seiza buyar. Dia kembali bersiap dengan tangan di atas tuts piano.
Baru saja Seiza menekan satu jarinya di atas nada "Re" suara Yugo menginterupsi kembali.
"Lo gak lupa, kan, sama saran gue kemarin?"
Secara refleks Sadam menepuk jidatnya seraya berkata. "Oh iya, lupa gue buat tanya ke anak-anak. Bentar ...." Sadam lalu mengambil ponselnya dari dalam tas.
Seiza yang melihat itu hanya diam saja tak ingin memotong aktivitas ketua musiknya itu.
"Bentar, yah, Za. Gue mau kasih pengumunan dulu di grup," ucap Sadam yang sedang mengetik pengumuman di ponsel untuk dikirimkan ke grup musiknya.
"Pengumuman apa, Dam?"
"Gue mau kasih info kalau kita lagi butuh violinis buat nanti main di lagu medley kita."
"Maksudnya Sadam lagi cari pemain biola?"
"Iya. Lo punya teman gak yang bisa main biola?" tanya Sadam.
"Punya!" Tanpa pikir panjang, Seiza langsung menjawab mantap.
"Serius? Anak Artha, kan?" Akhirnya Sadam menatap Seiza kembali, dia baru saja selesai menyusun kata untuk diposting di grup. Untung saja belum dikirim.
"Iya, aku punya teman yang bisa main biola. Dia anak akuntansi semester satu."
"Bagus dong kalau gitu, coba lo hubungin dia, siapa tau dia mau."
"Dia pasti mau kok, Sadam." Setelah mendapat persetujuan dari Sadam, dengan percaya diri Seiza langsung meraih ponsel dan menelepon Delia untuk menjelaskan tujuannya agar segera ke ruangan musik.
Tak berselang lama Delia tiba di ruang musik dengan senyuman penuh suka cita. Delia pun menunjukkan keahliannya di depan Sadam dengan memainkan alunan lagu My Heart Will Go On. Mendengar itu Sadam tak berhenti menggelengkan kepalanya karena kagum akan permainan biola Delia.
"Oke, fix. Lo gabung ke musik kita," putus Sadam setelah permainan biola Delia berhenti dan diiringi tepukan tangan Seiza.
"Makasih, Kak Sadam."
"Oke, sekarang lo boleh gabung latihan bareng gue sama Seiza."
Delia mengangguk semangat dan menghampiri Seiza lalu memeluknya dan berbisik, "Makasih Kak, sumpah aku seneng banget. Sekarang pikirin aja apa yang Kakak mau dari aku."
Seiza membalas pelukan itu dengan hangat dan bersahabat. Dan saat itu dia melihat Yugo berdiri dari duduknya lalu menyimpan kembali gitar yang tadi dia mainkan.
"Mau ke mana lagi lo?" Pertanyaan Sadam membuat acara berpelukan Seiza dan Delia berhenti.
"Bukan urusan lo." Jawaban singkat itu dibarengi dengan langkahnya menuju pintu.
"Lah, katanya tadi lo lagi nunggu sesuatu?"
"Udah kelar. Gue balik duluan." Dan saat itu punggung Yugo tak terlihat lagi karena sudah berjalan meninggalkan ruangan.
"Apaan yang kelar sih, gue gak ngerti sama itu anak," decak Sadam sambil menggaruk kepalanya yang sungguh tidak gatal.
🍭🍭🍭
Setelah satu jam berlatih bertiga, kini mereka sudah siap meninggalkan ruangan.
"Gue balik duluan yah, Za, Del."
"Iya, Sadam. Hati hati."
"Nanti lo jangan lupa kunci pintu, yah. Seperti biasa kuncinya titip aja ke satpam."
"Siap." Memang sudah menjadi tugas anggota terakhir yang pulang lah yang mengunci pintu dan menyerahkannya ke bagian penitipan kunci di pos satpam.
"Kak ...." panggil Delia saat sudah yakin bahwa Sadam sudah tak terlihat.
"Iya? Kenapa, Del?"
"Yang tadi main gitar itu siapa? Anak musik juga?"
"Iya. Kenapa gitu?" Kini Seiza sudah selesai merapikan peralatan dan sudah siap untuk pulang.
"Gak apa-apa kok. Ganteng tapi kok kayaknya galak yah." Delia mengakhiri kalimatnya dengan kekehan manis.
"Dia gak galak kok. Cuma belum jinak aja." Kini Seiza yang terkekeh.
"Oh iya, by the way, kak Seiza mau minta apa nih, sebagai imbalan karena sukses buat aku masuk ke organisasi seni?"
Seiza terdiam sejenak karena bingung. Dia sungguh belum melakukan apa pun agar Delia masuk ke musik. Padahal tadi dia baru saja mau mengutarakan pendapat kepada Sadam, tapi ternyata Sadam sudah lebih dahulu mengatakan bahwa dia ingin mencari violinis.
Ah, tapi Seiza pun ingat, bahwa Sadam tadi diingatkan pula oleh Yugo. Dan kali ini momennya tepat sekali, sehingga Seiza tak perlu repot mencari alasan untuk memasukan Delia.
Sesaat Seiza berpikir bahwa Yugo telah menolongnya. Namun, dia menggelengkan kepalanya dan membuang jauh pikirannya tentang Yugo yang datang hanya untuk menolongnya.
Mungkin hanya kebetulan saja pikir Seiza. Dan setelah menimang keinginannya Seiza akhirnya sudah memutuskan apa yang ia butuhkan.
"Oke, aku udah tau apa yang mau aku minta dari kamu."
"Apa, Kak?"
"Sini aku bisikin ...." Saat itu juga Delia mendekat dan terucaplah keinginan lama Seiza.
Dia sangat berharap kalau Delia mampu mengabulkannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top