7. TIDAK SENGAJA
Bukan berarti selangkah saja kesalahan dalam bertindak akan membuat akhir yang salah juga. Maka itu artinya kesalahan di awal pun masih bisa membuat akhir menjadi benar.
🍭🍭🍭
Yugo baru saja tiba di rumah pada sore hari setelah kegiatan belajar di kampus dan berkumpul di rumah Sadam membahas beberapa hal tentang persiapan acara sosial nanti.
"Kamu udah berani bawa mobil ke kampus, Go?"
Yugo hanya menjawab dengan dehaman saja.
"Kalau keadaan kamu belum stabil, jangan dipaksain buat bawa mobil, Om khawatir terjadi sesuatu sama kamu."
"Gak usah khawatir, Om. Yugo baik-baik aja, kok."
"Ya udah nanti jangan lupa jadwal kontrol kamu sama dokter Anna, Om udah jadwalkan jam 7 malam yah," ujar Anwar mengingatkan keponakan kesayangannya itu.
"Iya." Singkat saja Yugo menjawab perkataan Anwar dan setelah itu dia langsung masuk ke kamar ayahnya dan seperti biasa akan bercerita tentang kegiatan yang sudah Yugo lakukan di kampus.
Yugo melihat ayahnya sedang duduk menonton acara televisi yang sedang menayangkan berita banjir di daerah Bandung. Yugo pun menghampiri ayahnya dan jongkok di sebelah kiri kursi roda.
"Itu tempat lama kita, yah, Pa?" Yugo mulai membuka pembicaraan yang pasti hanya akan dilakukan oleh Yugo saja.
"Kata om Anwar, rumah yang dulu udah dijual, Pa. Jadi kalau Papa pengin balik lagi ke Bandung, kita harus beli rumah baru lagi."
Sekarang Yugo berdiri dan mendorong kursi roda Halim keluar dan menuju ke taman belakang.
"Yugo yakin, Pa. Papa pasti lebih betah tinggal di Bandung kan, dibanding di Jakarta?" Mereka berhenti di pinggir taman dan Yugo duduk di kursi besi yang sudah disediakan di taman itu.
"Papa tenang aja, Yugo janji sama Papa, Yugo akan kembalikan kebahagian kita. Yugo akan ungkap semua yang udah buat keluarga kita jadi kayak gini, Pa. Percaya sama Yugo yah, Pa," celoteh panjang Yugo yang hanya dijawab oleh kedipan mata saja oleh Halim.
🍭🍭🍭
"Kamu tuh yang sopan sedikit dong. Gak baik kalau lagi jenguk orang sakit terus kamu malah bentak-bentak orang itu." Seiza memberikan nasihat ketika mereka keluar dari sebuah ruang rawat inap kelas VIP di salah satu rumah sakit besar di ibu kota.
"Ya wajar dong Kak, gue marah sama itu bocah. Karena dia yang bikin motor gue jadi masuk bengkel," sergah Riko yang masih tersulut emosi karena tragedi kecelakaan yang menyebabkan kerusakan pada motor kesayangannya itu.
"Tapi dia udah minta maaf. Terus biaya service motor kamu juga ditanggung semua sama dia."
"Tetep aja dia udah bikin gue jengkel."
"Awas jangan marah-marah terus, nanti suka, lho," ledek Sieza.
"Becanda lo, gak lucu sumpah, Kak."
Seiza hanya tertawa kecil mendengar kekesalan Riko.
"Gue ke toilet dulu. Kebelet dari tadi."
Kehadiran mereka di rumah sakit ini adalah untuk menjenguk Marsha, anak SMA yang menabrak motor Riko tempo hari. Dan dengan kekuatan bujuk rayu Seiza, akhirnya Riko mau menjenguk Marsha saat ini, itu pun dengan wajah Riko yang tak pernah menampakkan senyumnya di depan Marsha.
Seiza terus berjalan ke arah parkiran dan berencana menunggu Riko di sana. Saat Seiza masuk ke pintu parkir dengan posisi kepala tertunduk sedang melihat ponsel, tanpa dia sadari dari arah berlawanan ada seseorang yang sedang berjalan cepat sambil berusaha memasukkan kunci mobilnya ke dalam tas selempang kecil yang dibawanya.
"Aduh! M-maaf," ucap Seiza saat tidak sengaja menabrak dada seesorang bersamaan dengan suara benda jatuh, dan masih dalam keadaan menunduk dia melihat ada kunci mobil jatuh dekat kakinya.
Lantas Seiza langsung berjongkok mengambil kunci tersebut, lalu terdengar suara umpatan dari seseorang.
"Sial banget kayaknya gue hari ini!"
Seiza masih dalam posisi berjongkok dan melihat ke depan lebih tepatnya ke arah sepatu si pemilik suara tadi. Bukannya kesal karena sudah dibentak, tapi Seiza justru tersenyum karena mengetahui siapa pemilik suara itu.
Saat Seiza berdiri, kunci yang semula dia ambil dan masih berada di tangan kanannya langsung disambar begitu saja oleh si pemilik.
"Lo tuh kalau jalan jangan cuma gunain kaki lo aja! Mata lo juga dipakai! Jangan kayak orang bego deh, jalan sambil main HP!" Bentakan kasar itu langsung membuat Seiza menelan ludahnya sendiri.
"I-iya, Yugo, maaf. Aku gak sengaja."
"Awas, minggir lo! Ngehalangin jalan aja." Yugo menggeser paksa tubuh Seiza sampai nyaris terbentur pintu parkiran yang terbuat dari besi.
"Yugo mau kemana? Yugo sakit? Atau mau jenguk orang?" tanya Seiza beruntun sambil mengejar Yugo yang berjalan cepat karena sudah terlambat 30 menit dari waktu yang sudah ditentukan oleh Anwar sebelumnya.
Tak ada jawaban dari Yugo, Seiza pun bertanya kembali, "Yugo sakit? Sakit apa?" Suara Seiza sekarang lebih terdengar khawatir.
Saat sampai di persimpangan lorong, Yugo berhenti dan menghadap ke arah Seiza. Dengan perasaan senang Seiza mengembangkan senyum manisnya.
"Gue heran sama lo. Siapa sih, lo itu? Dan apa yang lo mau dari gue?"
"Yugo lupa lagi? Beberapa hari yang lalu kita baru aja kenalan di kampus. Memangnya amnesia Yugo separah itu yah?" tanya Seiza keheranan.
"Gue tanya sekali lagi, apa tujuan lo ngikutin gue, hah?" Yugo berucap dengan suara agak tinggi sambil menunjuk wajah Seiza dengan jari telunjuk kanannya.
"T-tapi aku gak ngikutin kamu, Yugo."
"Atau jangan-jangan, lo yang sebenanya amnesia? Lo lupa sama apa yang udah gue bilang. Gue gak mau diganggu sama lo," sarkas Yugo dengan nada meremehkan.
"Aku gak amnesia kok. Aku masih bisa ingat hal yang udah aku lalui. Termasuk hal yang berkaitan tentang kamu," ujar Seiza dengan nada melemah dan menundukkan kepalanya karena takut salah berucap.
"Tentang gue? Tau apa lo tentang gue?" Lagi dan lagi suara Yugo meninggi. Dan kesekian kalinya pun Seiza bingung harus menjawab apa. Ia merutuki dirinya sendiri karena berucap seperti tadi.
"Gak bisa jawab, kan, lo? Makanya jangan sok tau tentang gue. Dan jangan pernah lo ganggu gue!" tegas Yugo sambil membalikkan lagi tubuhnya dan berniat melanjutkan langkah menuju ruang dokter spesialis saraf.
"Apa pun yang ingin kamu tau tentang diri kamu ... a-aku ...." Seiza menggantungkan ucapannya dan berhasil membuat Yugo membalikkan tubuh menghadap Seiza.
Yugo masih menunggu kelanjutan ucapan Seiza sambil mengerutkan dahinya. Namun, saat itu juga terdengar suara panggilan dari lorong lain.
"Kak, lo ngapain di situ? Jalan keluarnya bukan lewat situ. Ayo ikut gue." Teriakan Riko tersebut berhasil mencegah Seiza untuk berucap lebih jauh lagi.
"A-aku duluan yah, Yugo. Semoga kamu cepet sembuh." Seiza berbalik arah segera berlari menghampiri Riko.
Yugo masih berdiri mematung di tempat terakhir dia berpijak. Ia masih penarasan akan apa yang ingin disampaikah gadis tadi.
Karena merasa ditinggalkan dengan rasa penasarannya tadi, Yugo berjalan sedikit ke arah persimpangan lorong dan mendapati Seiza sedang berjalan dengan seorang pria yang tingginya mungkin berbeda tipis dengan dirinya.
"Dasar cewek aneh!" Dia mengedikkan bahunya dan kembali berjalan untuk menemui dokter Anna yang kemungkinan besar akan marah karena dirinya terlambat.
🍭🍭🍭
Seperti biasa pagi ini Riko sudah duduk gelisah di atas motornya menunggu kedatangan Seiza. Untungnya dia ini masih cukup pagi, sehingga dia tidak perlu khawatir akan terlambat masuk kelas. Sekitar 15 menit memerhatikan jalanan sekitar, akhirnya yang ditunggu datang juga dengan membawa totebag ditangannya.
"Bawa apaan tuh, Kak?" tanya Riko sambil memberikan helm kepada Seiza.
"Ini cupcake cokelat," jawab Seiza sambil mengangkat totebag di tangan kanannya.
"Buat gue?"
"Memang aku nawarin kamu?" Seiza terkekeh sambil mengambil sodoran helm.
"Ya udah kalau memang gak ngasih buat gue, lo nanti pulang sendiri!" ancam Riko yang sudah pasti hanya candaan saja.
"Gitu aja ngambek. Iya-iya nanti aku kasih tenang aja spesial buat Riko paling ganteng."
"Memang gue ganteng pakai banget!"
"Ya udah cepat jalan. Takut gak keburu." Tepukan pelan di pundak berhasil membuat Riko segera menyalakan motornya dan segera melaju ke kampus.
"Kak, gue masuk kelas duluan yah. Nanti gue ada latihan basket sampai jam 3 sore. Lo mau nunggu?" tanya Riko saat mereka sudah turun dari motor.
"Nanti aku kabarin deh. Eh, ini ...." Seiza mengeluarkan satu kotak bening berisi cupcake buatannya semalam.
Setelah melambaikan tangannya Riko berjalan menuju lift di lantai dasar.
Seiza pun berjalan ke arah parkiran mobil, berharap yang ditunggunya belum datang. Dan benar saja, ketika dia memasuki kawasan parkiran mobil, dia tak mendapatkan pandangan mobil Jazz berwarna merah yang biasa dipakai Yugo ke kampus.
Seulas senyum terbit di bibir mungil Seiza ketika mobil yang ditunggunya datang dari arah gerbang. Dengan hati yang berdegup dua kali lipat, Seiza menunggu sang pengemudi mobil itu turun.
"Pagi, Yugo," ucap Seiza lembut ketika Yugo sudah keluar dari mobilnya.
"Ck! Lo tuh udah kayak setan aja, di mana-mana ada." Dengan nada yang terdengar kesal, Yugo menutup pintu mobilnya dengan sedikit bantingan keras.
"Ih ngomongnya kok kasar gitu sih kamu. Jelas-jelas aku manusia."
"Ngapain lo pagi-pagi udah berdiri di sini, hah? Jangan bikin mood pagi gue rusak kenapa sih."
"Aku nungguin kamu. Karena kamu lagi sakit, jadi aku mau kasih ini ...." Baru saja Seiza ingin mengeluarkan kotak makan dari totebagnya, Yugo justru mendorong Seiza agar tidak menghalangi jalannya.
"Minggir! Gue ada kelas pagi. Dan jangan kebiasan ngehalangin jalan gue."
Yugo berjalan cepat ke arah lift, tapi Seiza masih terus mengejar.
Karena langkah Yugo yang terbilang lebar dan cepat, Seiza tidak bisa mengimbangi gerakan itu, apalagi tubuh Yugo yang terbilang tinggi sehingga menyebabkan Seiza jauh tertinggal di belakang.
"Yugo tunggu ... aku bawa sesuatu buat kamu," teriak Seiza setengah terengah karena berjalan cepat. Tak ada hirauan dari Yugo yang terus berjalan bahkan sudah di depan lift.
"Yugo―"
Tepat saat pintu lift terbuka, tiba-tiba terdengar suara decitan ban mobil yang menggema di kawasan parkiran itu, tak lama suara keras lainnya terdengar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top