47. TITIK BALIK

Harapan bisa saja telah sirna. Namun, kesempatan mungkin saja masih ada.

🍭🍭🍭

Yugo berhasil menyembunyikan sang ayah di rumah rahasia miliknya. Lalu tak selang lama ponselnya berbunyi kembali.

"Gila lo! Dari tadi gue telepon lo kagak diangkat," teriak Bobby melalui telepon di sana.

"Gue lagi bawa mobil tadi," jawab Yugo dan akhirnya Yugo menceritakan bahwa ia baru saja dari bertemu dengan om Anwar. Ia memberi tahu Bobby tentang kecurigaannya kembali. Sebelumnya pun, dulu Yugo pernah bercerita pada Sadam dan Bobby terkait hal-hal yang membuat ia curiga pada omnya sendiri. Maka dari itu mereka berniat membantu Yugo.

"Gue sama Riko barusan ketemu Arga. Arga bilang dia teleponin lo tapi gak diangkat. Dia mau susulin lo. Lo di mana sekarang?"

"Gue masih di rumah. Gue buntu, Bob. Gue gak tau Seiza di mana. Kita harus cari dia ke mana lagi?" lirih Yugo penuh keputusasaan.

"Lo jangan khawatir, Go. Kita semua ada buat bantu lo," tutur Bobby menenangkan. "Tadi Sadam juga udah ngabarin kalo dia bakal jaga-jaga di apartemen Seiza. Almer bilang kalo dia sama beberapa anak buah lo juga katanya mau stand by di depan rumah papa lo, Go. Siapa tau om Anwar keluar nanti biar tinggal ikutin. Gue sama Riko abis lapor ke polisi dan barusan abis liat CCTV apartemen."

"Terus, gimana hasilnya?" Suara Yugo kini seperti ada harapan.

"Ada yang bawa Seiza pakai mobil HR-V putih. Cuma plat nomornya gak kelihatan, Go." Bobby menjelaskan. "Ada dua orang cowok yang bawa Seiza. Gue gak yakin, tapi kayaknya Seiza pingsan, soalnya Seiza digendong waktu naik mobil."

Seperti disambar petir di terik siang. Yugo sangat terkejut mendengar berita ini. Ia menarik napasnya sedalam mungkin untuk menetralkan emosinya.

Pikiran buruk terus berlarian di kepalanya. Ia khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada gadisnya. Menyesal pada keadaan pun sudah terlambat.

Yugo meremas tangannya sendiri menyalurkan kekesalan karena kebodohannya. Seandainya saja ia tak meninggalkan Seiza, seandainya ia tak memiliki ide amnesia, seandainya pula ia tak egois dan mau berjuang bersama dengan gadisnya, pasti tidak akan serumit ini jadinya.

Ia ingin mengungkap kebenaran tentang kematian ibunya dan teman sekaligus anak buahnya, Dirga. Namun, jalan yang ia tempuh justru membahayakan gadisnya.

Yugo merutuki diri kenapa ia bisa seceroboh ini mengambil keputusan penting saat itu. Puncak penyesalan paling tinggi adalah ketika ia meninggalkan Seiza kala SMA. Itu adalah awal mula dari semua rencana Yugo dan merupakan titik balik kehidupan Yugo dan Seiza yang kini dipertaruhkan.

Bahkan sampai detik ini, belum ada satu pun yang mengetahui bahwa Yugo sesungguhnya tidak amnesia.

"Gue tau lo panik, Go. Dan gue juga tau kalo lo sebenarnya orang baik. Gue sama anak-anak yang lain yakin kalo lo gak mungkin manfaatin Seiza buat balas dendam, karena kita semua yakin kalo lo cinta banget sama dia. Tapi jangan sampe lo gegabah, ya. Kalo emang lo yakin dalang dari semua ini adalah om lo sendiri, lo harus main cerdik." Bobby kali ini lebih banyak memberi nasihat. Memang sejatinya Bobby orang yang bijak dan selalu tenang ketika ada masalah, dia terkadang hanya polos dan banyak bicara seenaknya, tapi dia bisa menyesuaikan kondisi dan situasi dengan baik.

Tepat setelah telepon dimatikan Bobby, Yugo langsung menyambar kembali kunci mobilnya. Ia rasanya ingin kembali menemui om Anwar, hanya saja langkahnya terhenti karena ponselnya lagi-lagi berdering dan ternyata Arga yang menghubungi kali ini.

"Gue tau itu mobil siapa yang bawa Seiza, Go! Pas banget si Alex baru aja ribut sama orang itu kemarin." Arga seperti membawa angin segar bagi Yugo. Ada secercah harapan.

"Siapa, Ga?"

🍭🍭🍭

Satu sisi Yugo sedang berjuang untuk menemukan Seiza dan mengungkap suatu bangkai keburukan yang selama ini terkubur, sedangkan di sisi lain Seiza masih berjuang untuk menyelamatkan diri dari kegelapan yang ingin membuatnya hancur.

"Lo gak perlu tau siapa gue, yang perlu lo ingat cuma satu. Gue bakal bikin lo puas hari ini, gue bakal bikin lo teriak penuh kenikmatan. Gue bakal bikin lo mabuk kepayang lebih dari apa yang Yugo kasih ke lo," bisik pria itu di telinga Seiza dan selanjutnya ia menindih tubuh Seiza membuat Seiza tak bisa berkutik lagi.

Tak ada perlawanan yang Seiza berikan, karena kakinya dihimpit dan kedua tangannya disatukan di atas kepala lalu ditahan oleh sebelah tangan si pria.

Seiza bukan pasrah, tapi memang sulit untuk bertahan. Hanya air mata dan rapalan doa yang benar-benar jadi saksi bahwa Seiza sudah berusaha.

Setelah kalimat yang pria itu ucapkan, tangannya mulai bermain nakal ingin menjamah Seiza lebih dalam. Bibir pria itu sudah menjamah leher dan bahu Seiza.

"Jangan ... a-aku mohon jangan," isak Seiza penuh pilu.

"Ya! Bagus, Sayang! Terus ngomong, kalo perlu mendesah, biar gue tambah semangat."

Seiza menggeleng kuat membuat pergerakkan bibir pria itu terlepas. Ia tak ingin ada orang yang menjamahnya. Cukup Yugo saat malam itu dan tak ingin yang lain. Seiza berharap memang hanya Yugo yang bisa melakukan itu padanya, bahkan di masa depan nanti, Seiza hanya ingin Yugo. Namun, hal itu membuat kesal bagi si pria. Dan dengan kejamnya pria itu menampar kedua pipi Seiza bergantian.

"Bisa diam gak lo! Gak usah gerak-gerak! Gue lumpuhin juga, tau rasa lo, Jalang!"

Seiza terkejut karena ditampar sekeras itu. Seiza semakin melemah, tenaganya semakin terkuras. Runtuh semua pikirian positif Seiza yang berharap akan ada yang menolongnya.

Ia sangat berharap bahwa Yugo bisa menemukannya saat ini. Seiza rela kalau pada akhirnya Yugo akan meninggalkannya lagi, yang terpenting sekarang Yugo bisa menyelamatkannya terlebih dahulu.

Bahkan orang yang selama ini jahat, tapi ada niat baik pada Seiza, seperti Julian pun kini sudah tak bisa menolongnya. Pikiran buruk pun pada akhirnya menyerang Seiza dan ia berpikir bahwa nasibnya akan sama seperti Julian.

Saat Seiza sedang berusaha menggerakkan tubuhnya sebisa mungkin untuk menghalau tangan si pria yang mencoba menerobos ke dalam pakaian Seiza, Dewi Fortuna kini mendatanginya dengan tepat waktu. Pintu ruangan itu terbuka dengan keras, menampakkan sosok pria lain.

"Apa-apaan lo, hah? Jangan lewati batas yang udah jadi perjanjian kita!" ucap pria yang baru saja datang itu.

"Gak usah banyak bacot lo! Lo gak tergiur liat body dia?" Pria yang sedang menjamah tubuh Seiza merasa kesal karena aktivitasnya terganggu. Baru saja ia memulai, tapi gagal. Ingin ia lanjutkan, tapi lagi dan lagi rekannya menjadi penghalang.

Bahkan sekarang ada orang lain yang memasuki ruangan itu. Kalau dihitung ada empat orang asing yang masuk dan kemudian ikut berbicara.

"Mending lo siap-siap pindahin tuh cewek ke gudang penyimpanan di Bogor!" titah pria lain yang berbadan besar.

Indra pendengar Seiza semakin peka ketika para orang itu mulai berbicara dan mencegah pria yang sekarang sudah menarik tubuhnya dari atas tubuh Seiza. Namun, pria itu memberikan sedikit hisapan pada leher Seiza membuat Seiza bergerak tak nyaman.

"Gue bilang jangan lewati batas, Mario! Lo bisa mampus kalo berani sentuh itu cewek tanpa seizin bos besar," tegur salah satu dari mereka lagi.

Mario?

Nama itu terlintas dalam memori ingatan Seiza. Seiza ingat!

Mario adalah teman satu kelas Yugo yang pernah bertanding basket untuk mempertaruhkan kedudukan kapten basket kampus dan Mario yang kalah lalu keluar dari tim. Ya! Seiza tak salah! Ia pun akhirnya mengingat suara itu. Karena dulu Mario pernah menggodanya dengan sangat penuh percaya diri.

Seiza menggelengkan kepalanya sekuat mungkin sambil terteriak, "Jadi kamu Mario? Lepasin aku, Mario! Kamu jangan macam-macam! Aku bakal bilang ke Yugo atas apa yang kamu lakuin!"

Mario mendengkus sambil menurunkan kembali tubuhnya dan menghimpit Seiza. "Lo ingat gue? Bagus kalo gitu! Silakan lo bilang pacar lo yang sombong itu! Tapi gue jamin, dia bakal nyesel karena udah ngalahin gue waktu itu. Kita liat aja, siapa yang sesungguhnya pemenang!"

"Dasar pengecut! Bisa-bisanya kamu balas dendam dengan cara kayak gini, Mario!" teriak Seiza sekencang mungkin menyalurkan emosinya.

"Apa lo bilang? Pengecut? Gue pengecut?" tanya Mario sarkas sambil akhirnya membuka penutup mata Seiza, membuat Seiza akhirnya bisa melihat dengan jelas siapa saja yang ada di sana. Dan memang benar, hanya Mario yang ia kenal.

Mario mengangkat satu alisnya dan kembali berkata, "Hai, Cantik. Gimana? Lo tadi bilang gue pengecut? Iya? Hah?" Lalu kemudian Mario tertawa meledek. "Gak salah?"

"Aku berdoa semoga kamu dapat balasan setimpal atas apa yang kamu perbuat, Mario," tukas Seiza sambil berurai air mata. Dalam benak Seiza, ia meyakini bahwa Mario sedang balas dendam atas kekalahannya dari Yugo kala itu. Hanya itu tak ada pikiran lain.

Mario tertawa mendengarnya. "Lo pikir gue lakuin ini atas kemauan gue sendiri, hah? Cowok lo aja yang bego karena gak bisa lihat situasi. Dia gak tau kalo selama ini dia mencari keberadaan iblis."

Ucapan Mario membuat Seiza mengernyit heran.

"Kenapa? Bingung lo?" Pertanyaan Mario tak ditanggapi oleh Seiza, karena dari rautnya saja Mario sudah pasti bisa membaca bahwa Seiza memang kebingungan.

"Karena kebodohan cowok lo yang berniat buat cari pembunuh nyokapnya dan otomatis dia bakal cari pembunuh bokap lo, jadi lo kena imbasnya sekarang," tutur Mario membuat Seiza semakin bingung dan seketika kepalanya pening.

"M-maksud kamu? Kenapa kamu tau kalo mamanya Yugo dan ayah aku dibunuh? Tau dari mana?" tanya Seiza.

Mario tertawa keras sebelum ia berkata, "Ya jelas gue tau. Mereka dibunuh bersamaan, kan? Dan bukan cuma nyokanya Yugo dan bokap lo aja, tapi kali ini lo dan Yugo yang akan nyusul!"

Seiza berhasil membulatkan kedua matanya sempurna. Jantungnya berdegup kencang menahan amarah dan kesedihan yang berkecamuk menjadi satu. Pipi yang semula sudah basah, kini kian basah oleh lelehan air mata pilu.

Seiza menggeleng seolah tak percaya. Seiza tak habis pikir, kenapa semuanya semakin rumit. Apa ini ada hubungannya dengan kematian ayahnya dan mama Yugo?

"Jangan-jangan kamu ada hubungannya sama orang yang tembak ayah aku. Dan kamu pasti tau, kan, siapa orang yang udah bunuh ayah aku sama mamanya Yugo. Iya, kan? Apa salah ayah aku dan mama Yugo sampai tega dibunuh?"

"Mungkin sebaiknya lo tanya sendiri sama bos gue. Gue beruntung ketemu dia. Dia bakal kasih gue kekuasaan kalau berhasil menyingkirkan orang yang menghalangi dia. Termasuk lo, Yugo dan ...." Mario meremas bahu Seiza kemudian melanjutkan ucapannya. "Dan Julian si penghianat itu."

Mata Seiza kembali membulat. "J-jadi kamu yang tabrak Julian? Kamu sengaja?"

"Jelas! Karena dia udah gak sejalan lagi sama si bos. Dia coba buat selamatin lo, tapi dianya sendiri yang gak selamat. Padahal gue udah bantu dia beberapa kali buat masuk ke kampus dan gue jadi salah satu anak buahnya. Tapi dengan bodohnya dia menyia-nyiakan hal itu. Dia temui lo bukan buat habisi lo, yang ada dia malah kasih peringatan ke lo dan berusaha tolong lo. Apa gak tolol dia itu, hah?" tutur Mario panjang lebar. "Dan sayangnya, gue lebih memilih jadi anak kesayangan bos besar daripada anak buah si Julian. Jadi gue harus menyingkirkan orang yang menghalangi rencana si bos."

Ucapan Mario itu pun sukses membuat Seiza mengingat kembali ucapan Julian yang selalu berkata bahwa Seiza dalam bahaya dan Julian ingin membawa Seiza pergi. Ternyata inilah hal yang Julian maksud. Seiza pun tak menyangka kalau Mario menjadi orang jahat dengan ikut komplotan pembuhuh ayahnya. Karena Seiza hanya berpikir sebatas balas dendam pada Yugo saja. Ternyata Mario lebih mengerikan.

"Gue gak mau jadi penghianat kayak Julian. Jadi tugas gue sekarang adalah habisi lo. Dan setelah lo nanti dihabisi, Yugo adalah orang terakhir yang jadi incaran. Kalian gak cocok tinggal di dunia ini! Dan ketika kalian pergi, itu saatnya bos besar akan berkuasa dan akan menguntungkan bagi gue juga," tukas Mario penuh emosi.

"S-siapa yang kamu maksud bos besar itu, Mario?" Percayalah, tubuh Seiza tak berhenti bergetar saking takutnya.

"Lo gak perlu tau siapa dia." Mario kemudian mendekatkan bibirnya di telinga Seiza dan kembali berucap, "Lo cukup siap-siap aja untuk pergi selama-lamanya, Seiza."

Kemudian tanpa rasa bersalah dan tanpa rasa kasihan. Mario kembali menutup mulut Seiza dengan lakban hitam. Lalu setelah itu ia menarik rambut Seiza secara kasar dan membenturkan kepalanya ke tembok yang ada di sebelah mereka.

Tak ada suara teriakan dari Seiza, karena sekali hantam kesadaran Seiza langsung hilang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top