45. KOTAK PETUNJUK
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Annyeong!!
Hi!
Hello!
Aaahhhh AKU KANGEN!!!!
Perpisahan yang paling menyakitkan bukan saat dilupakan, bukan pula dikecewakan, bahkan diduakan. Sesungguhnya perpisahan paling menyakitkan adalah kematian.
🍭🍭🍭
Yugo masih mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga ia berhasil tiba di depan rumah yang dari tadi dituju. Ia turun dari mobilnya dan segera masuk ke pekarangan rumah itu. Menggedor pintu dengan teramat kencang. Namun, tak ada satu pun yang membuka pintunya bahkan menyahut pun tidak.
Yugo benar-benar geram dengan siapa pun penghuni rumah ini. Pikirannya kalut, terlebih rumah yang kini pintunya masih ia ketuk tidak menunjukkan tanda kehidupan, tak ada samar-samar suara sedikit pun, membuat pikiran buruk kembali menguasai Yugo yang berpikir bahwa gadisnya semakin dalam bahaya.
Kesabaran Yugo sudah memuncak. Ia berniat mendobrak karena khawatir gadisnya disekap di dalam sana. Ah! Pikiran Yugo sangat buruk saking khawatir dan putus asa. Ketika tubuhnya sudah siap mendorong pintu, ponsel yang berdering menghentikannya, terlebih nama pemanggil adalah orang yang ia tunggu informasinya.
"Kenapa, Dam? Udah sampai di apartemen Seiza?" tanya Yugo langsung.
"Belum, yang ada gue kejebak macet parah, Go. Ada yang kecelakaan katanya. Lo gimana? Di rumah Julian ada? Soalnya dari tadi Manda telepon Seiza gak aktif." Kalimat terakhir yang diucapkan Sadam membuat pikiran Yugo semakin buruk.
"Eh! Eh! Bentar deh, Dam! Gue gak salah lihat, kan? Itu korban kecelakaannya ...." ucap Manda heboh di balik telepon. Benar saja di kejauhan sana Manda membuka kaca jendela dan melihat korban kecelakaan tabrak lari yang belum ditutup kain atau koran.
"Astagfirullah! Itu Julian, kan? Mukanya sama kayak yang difoto pernah lo tunjukin ke kita, Go!" ucap Sadam heboh di telepon.
"Apa? Julian? Korban kecelakaan?"
"Bentar, Go, Gue minggir dulu buat pastiin." Tanpa mematikan sambungan teleponnya, Sadam menepikan mobil dan turun menghampiri kerumunan bersama Manda, memastikan korban itu.
Ternyata polisi baru saja datang ke lokasi kejadian dan menurut polisi tersebut tanda pengenal dari korban tersebut adalah Julian Giuliano. Benar-benar Julian yang mereka kenal namanya.
"Benar, Go! Itu Julian! Dia dinyatakan tewas di tempat karena tabrak lari. Perlu lo tau, panggilan terakhir Julian itu adalah nomor Seiza sekitar lima belas menit yang lalu. Dan sekarang nomor Seiza gak aktif. Polisi kira, Seiza adalah orang terdekat korban karena terakhir komunikasi. Dan polisi lagi lacak nomor lainnya juga katanya pada gak aktif." Yugo mendengarkan semua penuturan Sadam dengan seksama, sampai pada akhirnya titah Sadam membuat Yugo segera bergerak cepat. "Mending lo sekarang ke apartemen Seiza, deh. Semoga aja dia pulang ke sana."
Setelah Sadam memutuskan telepon, Yugo kembali memacu mobil CR-V merahnya dengan kecepatan tinggi menuju apartemen yang Seiza tempati.
Dalam benaknya, kenapa Julian bisa menjadi korban tabrak lari di tengah keramaian seperti itu? Apakah memang ini sebuah kesengajaan atau murni kecelakaan?
Kalau Julian saja yang notabene seorang pria dengan otak yang bisa membahas strategi licik, bisa menjadi korban seperti ini, apalagi Seiza seorang wanita yang lemah lembut. Yugo tak bisa lagi berpikir jernih. Namun, Yugo tak ingin putus asa dan Yugo tak boleh putus asa. Yugo yakin masih banyak harapan.
Batinnya kini menyempatkan mendoakan Julian terlebih dahulu, semoga jiwanya tenang dan ditempatkan di singgasana terbaik-Nya.
🍭🍭🍭
Setelah memarkirkan mobilnya, Yugo berlari secepat kilat menuju ke kamar gadisnya, bahkan sapaan dari satpam ia abaikan.
Tepat di depan pintu ia memencet bel berkali-kali, tetapi tak kunjung dibuka. Ingin ia dobrak, tapi tak mungkin juga.
Yugo berpikir sebentar hingga ia berhasil mengingat passwordnya, karena Seiza memang pernah memberitahunya dahulu. Ia segera menekan digit angka dan berhasil terbuka.
Yugo mengedarkan pandangannya, tetapi kosong. Kamar, dapur, kamar mandi, semuanya sudah Yugo cek. Dan nihil, Seiza tak ada di sana.
Yugo semakin panik, ia hampir putus asa sampai pada akhirnya terlihat kotak berwarna coklat yang tergeletak di dekat pintu.
Yugo berlari, mengambil dan membukanya. Ia membacanya secara teliti.
"Damn it!" Yugo mengumpat penuh amarah, terlebih ketika melihat foto-foto yang terpampang hasil kiriman Delia itu. Rasanya ia ingin menghancurkan dunia ini.
Karena yang ia cari tak berhasil ia temukan dan dapatkan, segera saja Yugo kembali bergegas dengan membawa kotak itu sebagai petunjuk.
Sekarang Yugo tau ke mana kakinya harus melangkah. Ia tahu siapa yang harus ia temui sekarang. Ia ingin menghabisi orang itu tanpa ampun dan tanpa sisa.
Sepanjang perjalanan, ia terus merapalkan doa. Semoga gadisnya tidak dalam bahaya, semoga kotak yang ia bawa bisa menjadi petunjuk nyata dan semoga semesta berpihak padanya.
🍭🍭🍭
Tiga hari sudah Yugo tak pulang ke rumah papanya. Tiga hari pula ia tak bertemu dengan omnya, Anwar. Ia sudah meminta izin sebelumnya kalau satu minggu ke depan ia akan menginap di kampus karena ingin latihan persiapan untuk pesta ulang tahun kampus. Namun, pada kenyataannya Yugo menginap di rumah rahasia miliknya dan sudah konfirmasi dengan Sadam dan Bobby agar sepakat dengan kebohongan Yugo.
Sampai akhirnya tibalah hari ini ia pulang kembali dengan wajah yang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Biasanya kalau pulang ke rumah, kamar yang pertama ia kunjungi selain kamarnya adalah kamar Halim, papanya. Namun, berbeda untuk kali ini. Yugo menghampiri kamar omnya yang terletak di dekat pintu samping yang mengarah ke arah kolam renang.
Samar-samar dari dalam ia mendengar suara desahan wanita dan erangan pria. Tak salah lagi! Sang pria pasti adalah omnya. Namun, siapa wanita itu? Siapa wanita yang menemani omnya untuk melepaskan hasrat itu?
Yugo bersumpah akan memarahi omnya itu! Karena ia berani sekali membawa wanita ke dalam rumah ini tanpa ikatan resmi. Yugo tak peduli apabila omnya menyewa jasa wanita panggilan, tapi tidak di dalam rumah ini, di dalam rumah yang sudah dibangun oleh ayahnya. Yugo tak ingin rumahnya ternoda dengan perilaku omnya yang tidak baik. Sangat tidak patut untuk ditiru!
"Ahhh, pelan-pelan, Daddy! Ini terlalu keras!" teriak sang wanita.
"Jangan lemah, Baby!" sahut si pria dan Yugo yakin sekali itu suara omnya.
Yugo menggelengkan kepalanya sambil mengumpat, benar-benar omnya menjadi Sugar Daddy for Sugar Baby.
"Persetan walaupun dia om gue!"
Yugo menggedor keras pintu kamar omnya itu dan terdengar bentakan dari dalam. Yugo terus menggedor tanpa henti, hingga sekitar 10 menit berikutnya pintu terbuka menampilkan sosok om satu-satunya yang menggunakan bathrobe dengan raut wajah kesal.
"Apa-apaan, sih, kamu, Yugo! Bukannya kamu ada acara di kampus? Ngapain pulang?" tanya sarkas Anwar karena mengingat keponakannya ini sudah izin bahwa seminggu ke depan tidak akan pulang karena sibuk mempersiapkan acara ulang tahun kampusnya. Wajar kalau kini ia sangat terkejut.
"Memang kenapa? Lagian ini rumah Yugo juga, Om! Om lagi apa di dalam, hah!" tanya Yugo sudah dengan nada kesal dan penuh amarah.
"Bukan urusan kamu, Yugo! Dan kamu gak perlu tau apa yang Om lakukan di dalam!" jawab Anwar semakin meninggi. "Ada apa kamu gedor-gedor kamar Om, hah?"
"I don't care if you wanna fucking sex with a call girl, but not here, Om!"
"Watch your words, Yugo! She's not a call girl!" kilah Anwar.
"Yes, she's not! But she's you sugar baby, right?" Entah kenapa Yugo berani mengatakan ini pada Omnya.
"YUGO!!" teriak Anwar murka.
"I hope this is the first and the last time for you to bring her here! Dan Yugo gak mau basa-basi sama Om." Yugo membuka kotak yang dari tadi masih ia pegang erat, lalu mengeluarkan isinya. "Apa maksud semua ini, Om? Yugo ingat banget, orang-orang ini adalah bawahan Om Anwar, kan?" Yugo menunjukkan foto-foto yang ada di dalam kotak.
"Kenapa kamu tanya orang-orang itu, apa urusannya sama kamu, Yugo?"
"Mereka diduga membunuh seseorang dan ... itu suruhan Om Anwar, kan? Om bunuh seseorang karena dia berhasil selamatin anak dari pesaing Om. Iya, kan?" tanya Yugo sarkas dengan memicingkan mata tajamnya sehingga semakin terlihat tajam.
"Kamu jangan sembarangan tuduh yah, Yugo! Kamu pikir Om akan ngelakuin hal kotor kayak gitu, hah?" kilah Anwar.
"Tapi keluarga pesaing Om berhasil temui bukti bahwa bawahan Om itu yang membunuh!"
"Mana buktinya, hah?" tantang Anwar. "Gak ada, kan! Lagian itu udah lama juga, Yugo. Pesaing Om juga banyak dan kalau memang itu bawahan Om yang lakuin, apa hubungannya sama Om? Kan, bukan Om yang bunuh orang itu. Lagian apa pentingnya juga bunuh teman kamu itu? Gak ada untungnya juga buat Om."
"Bisa aja, kan, kalau Om yang nyuruh bawahan Om. Jadi Om bisa sembunyi tangan kalau memang terbongkar. Pantes aja bawahan Om itu sekarang udah gak kerja lagi, karena menghindari kecurigaan, ya, kan?" cecar Yugo.
"Kamu kenapa jadi berpikiran buruk kayak gini ke Om? Jangan hanya karena isi kotak yang gak penting itu kamu jadi berprasangka buruk sama Om, Yugo!"
Yugo berpikir sebentar sebelum kembali membalas ucapan omnya. Benar, memang Yugo sedang berprasangka buruk. Namun, sepertinya prasangka itu sekarang semakin kuat,
"Bentar ... seingat Yugo, kayaknya Yugo gak pernah singgung masalah teman Yugo, deh. Tapi, kenapa Om bisa tau kalau orang yang dibunuh yang Yugo maksud itu adalah teman Yugo?" tanya Yugo sambil menimang kembali ucapannya. Ia berharap bahwa memang ia tadi tak salah mendengar bahwa omnya sempat menyebut kata 'teman kamu'. Dan teman yang Yugo maksud itu adalah Dirgantara, kembarannya Argantara.
Tepat saat pertanyaan dan pernyataan yang Yugo lontarkan selesai, tubuh Anwar menegang seketika. Melihat Omnya yang tiba-tiba merubah air mukanya menjadi lebih pucat, Yugo mengangkat satu sudut bibirnya dan terkekeh pelan.
"Kalau Om tau Dirga itu adalah teman Yugo, berarti Om tau alasan Yugo kenapa bisa berteman sama Dirga, kan?" Yugo mengangguk-anggukan kepalanya syarat paham situasi. "Dan itu artinya motif pembunuhan itu bukan semata-mata karena persaingan bisnis, kan? Yugo tau, sambil menyelam ... Om minum air, yah?"
Anwar masih pada pendiriannya sambil berkata, "Jangan ngelantur kesana kemari. Ngomong yang jelas sama Om! Apa tujuan kamu sebenarnya?"
"Om sebenarnya tau, kan, alasan kenapa Yugo pilih Dirga sebagai teman sekaligus orang suruhan buat ngawasin seseorang di Bandung?" Yugo mundur satu langkah seolah ia ingin melihat bagaimana reaksi omnya ketika Yugo mengatakan hal selanjutnya. "Sekarang kayaknya Yugo udah tau jawaban beberapa hal yang selama ini menghantui pikiran Yugo."
Anwar mengernyitkan dahinya. "Kamu tuh dari tadi ngomong apa, sih, Yugo? Yang jelas!" Entah karena bingung atau kesal, nada bicara Anwar mulai tak terkontrol kembali.
"Om tau sesuatu tentang Seiza, kan?"
Untuk yang kesekian kalinya Anwar mengernyitkan dahinya kembali. "Seiza?"
"Iya, Seiza ... Si Gadis Kecil. Gitu, kan, Om manggil dia? Gadis kecil yang jadi saksi?" Yugo seperti tersenyum penuh kemenangan.
"Saksi apa lagi, Yugo? Om makin pusing!"
"Yugo pernah dengar anak buah Om ngomongin Om Soni dan gadis kecil sebagai saksi. Mereka kayaknya senang banget Om Soni dipecat dan kayaknya senang banget kalau Yugo amnesia. Apa karena itu hal yang bikin kalian semakin mudah melancarkan aksi? IYA, HAH!" Tak ada lagi nada sopan pada bicara Yugo.
Anwar sangat bingung akan ucapan keponakannya ini. "Kamu ingat siapa Soni?"
"Iya, Yugo ingat! Dia yang selalu jagain Yugo dan Seiza secara tidak langsung. Dan sekarang Yugo mau tanya sama Om ...." Yugo kini berjalan melangkah kembali ke hadapan Omnya. Memasang aura permusahan yang amat tajam. "Apa Om terlibat dengan pembunuhan mama Yugo dan ayah Seiza?"
Anwar berhasil memukul sebelah rahang Yugo karena terlampau emosi.
"Seiza lagi! Seiza lagi! Seiza lagi! Siapa sebenarnya Seiza itu, hah? Om gak ngerti sama ucapan kamu, Yugo! Dan Om gak pernah terlibat dalam hal pembunuhan mana pun. Kamu jangan asal tuduh sebelum punya bukti. Om bisa saja tuntut kamu sebagai pencemaran nama baik!"
"Om gak usah ngelak lagi! Om gak usah pura-pura gak tau siapa Seiza. Seiza itu anak yang ayahnya Om bunuh! Seiza juga yang pernah Om celakai di kolam renang. Dan kalian menyebutnya dengan seorang gadis kecil sebagai saksi, kan? Itu yang pernah Yugo dengar dari anak buah Om!" Yugo tak kalah emosi.
Kini keduanya berbicara dengan nada yang tak bisa dianggap pelan, sampai para asisten rumah tangga dan tukang kebun di sana mendengarkan di balik tembok penyekat antara ruang tengah dan dapur.
"Argghh!! Ini terlalu rumit dari yang gue kira!" Yugo menjambak rambutnya sendiri karena kesal. "Sekarang Yugo gak mau bahas hal ini dulu, yang terpenting sekarang adalah di mana Om sembunyukan Seiza, hah? Di mana? Om jangan macam-macam sama dia!"
Anwar menarik napasnya dalam-dalam mencoba menetralkan emosinya. "Seiza? Apa yang kamu maksud Seiza itu adalah─" Ucapan Anwar terputus.
"Ada apa sih, ini kok berisik banget?" Suara lain menginterupsi.
Suara itu muncul dari dalam kamar yang tadi pintunya sempat Anwar tutup.
Kini pintu itu terbuka membuat Anwar dan Yugo menoleh, lalu keluarlah sosok wanita dengan menggunakan bathrobe seperti yang Anwar kenakan. Rambutnya berantakan dan wajahnya masih terlihat merah akibat pergulatan panas dengan Anwar. Terbukti dengan tanda kepemilikan di sisi kanan dan kiri lehernya.
Ketika tatapannya berhasil bertemu dengan Yugo, sang wanita berhasil membulatkan kedua matanya dengan sempurna. Tak menyangka akan dipergoki dengan cara seperti ini.
"Yu-Yugo ...?" lirih sang wanita karena keterkejutannya.
"SHIT!!! Fuck who you are, Bitch! " Yugo berhasil mengumpat sangat kasar karena kini ia merasa dunianya sudah tidak waras lagi.
Kenapa orang-orang di sekitarnya menjadi sehina ini? Ia sungguh tak menyangka semua ini terjadi padanya.
"Kalian berdua benar-benar gak waras!" ucap Yugo dengan nada santai, tetapi raut wajahnya tidak.
Ketika Yugo akan menghajar wajah Anwar, ponselnya bergetar menandakan panggilan. Yugo mengeceknya, panggilan itu berasal dari Bobby. Sontak Yugo langsung menggeser tombol hijau pada ponselnya.
"Go, gue ada clue di mana Seiza! Dan kayaknya kita bakal tau di mana dia sekarang." Suara Bobby terdengar sedikit bising karena di sana sedang berdiri di pinggir jalan bersama Riko.
"Hm! Setidaknya gue juga tau di mana dia sekarang!" ucap Yugo dengan rahang yang masih mengeras karena melihat pemandangan pasangan berbeda usia di depannya. Terutama melihat sang wanita di depannya itu, pandangan Yugo berubah seperti merendahkan.
Benar-benar tidak layak danmemuakkan! Itulah yang ada di pikiran Yugo saat ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top